KONSEP TEORITIS
7
8
2. Klasifikasi Sroke
Stroke pada dasarnya terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai
berikut: (Wiwit S, 2014).
a. Stroke Iskemik
Stroke jenis ini terjadi jika aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah)
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak
sehingga pasokan darah ke otak terganggu. Hampir sebagian besar
pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Pada dasarnya, stroke iskemik disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya sebagai berikut:
1) Atheroma (endapan lemak), yaitu penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang arteri menuju otak. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menju ke otak, yaitu dua arteri
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu atheroma bisa terbentuk di
dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap
pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan
darah ke sebagian besar otak.
2) Peradangan atau infeksi yang dapat menyebabkan meyempitnya
pembuluh darah yang menuju ke otak.
3) Obat-obatan, seperti kokain dan amfetamin, juga bisa mempersempit
pembuluh darah ke otak.
4) Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba sehingga menghambat aliran
darah ke otak. Hal ini sering terjadi pada orang kehilangan darah
sangat banyak karena cedera atau pembedahan.
5) Emboli, yaitu endapan lemak yang terlepas dari dinding arteri dan
terbawa aliran darah lalu menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri
karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya juga bisa
9
Ada dua jenis stroke iskemik yang paling banyak terjadi, yaitu sebagai
berikut:
1) Thombotik stroke, yaitu gumpalan darah (thrombus) terbentuk dalam
salah satu arteri yang menyuplai darah ke otak; dan
2) Embolik stroke, terjadi ketika gumpalan darah atau partikel lain yang
terbentuk di luar otak, biasanya di dalam jantung, terbawa aliran
darah, dan mempersempit pembuluh darah. Stroke jenis ini biasanya
terjadi mendadak dan penderitanya berusia muda.
b. Stroke Hemorragik
Jenis stroke hemorragik terjadi jika pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke
hemorragik terjadi pada penderita hipertensi.
c. Stroke Ringan (Transiet Ischemic Attack/TIA)
Sebenarnya, TIA termasuk dalam jenis stroke iskemik. Gejala TIA
cepat datang, hanya selama beberapa menit sampai beberapa hari. Stroke
jenis ini disebut juga mini stroke karena masih dalam kategori warning.
Karena sifat serangannya yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat hilang.
TIA sering dianggap remeh oleh kebanyakan orang. Meskipun masih
ringan, jika diabaikan, bukan berarti TIA akan berubah menjadi parah
dan berat.
10
b. Fisiologi
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang
terletak didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput
otak yang kuat. Otak terletak rongga cranium berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
1) Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus,
serta hipotalamus.
2) Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
3) Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan
serebellum.
12
3) Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons
varoli dan diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima
serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bantuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum
berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus serebri
inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.
Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks
serebellum dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan
yaitu granular luar, lapisan purkinya dan lapisan granular dalam.
Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus
melewati serebellum (Evelyn C. Pearce, 2011).
4. Etiologi Stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh
salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah darah otak
atau leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama thrombosis,
yang adalah penyebab yang paling umum dari stroke. Secara umum,
thrombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hepiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi
serebral (Valente et al, 2015).
16
6. Manifestasi Stroke
Tanda dan gejala stroke yang umum terjadi di masyarakat antara lain sebagai
berikut: (Wiwit S, 2014)
a. Mati rasa mendadak pada wajah, atau rasa lemah mendadak pada
lengan, tungkai kaki, terutama pada satu sisi tubuh
b. Mendadak sulit berjalan, kehilangan keseimbangan tubuh, atau
koordinasi anggota tubuh
c. Merasa lemah dan tidak bertenanga
d. Tiba-tiba pusing atau kehilangan keseimbangan
e. Tiba-tiba menderita sekit kepala yang parah (yang kadang disebut
penderita sebagai sakit kepala terparah selama hidup)
f. Bingung atau kesulitan berbicara
g. Mulut mencong ke kiri atau ke kanan
h. Separuh badan terasa pegal, kesemutan, dan panas sepeti terkena
cabai/terbakar
i. Lidah mencong bila dijulurkan
j. Bicara pelo/tidak jelas
k. Sulit menelan atau saat makan/minum mudah tersedak
l. Terasa tidak ada koordinasi antara yang dibicarakan dan yang ada di
pikiran
m. Tidak bisa atau sulit membaca dan menulis, ada beberapa hal hilang dari
ingatan
n. Penglihatan terganggu (sebagian lapangan pandang terganggu atau
penglihatannya rangkap)
o. Kemunduran pendengaran (tuli satu telinga)
19
7. Patofisiologi Stroke
Ada dua bentuk Cerebro Vascular Accident (CVA) bleeding:
a. Perdarahan intra serebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema di
sekitar otak. Peningkatan Trans Iskemik Attack (TIA) yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah
pituitary glad, thalamus, sub kortikal, nucleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di
sirkulasi willisi.
Arteriovenous malformations (AVM) dapat dijumpai pada jaringan
otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya
darah keruang subarachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatkan
tekanan intra kranial yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan tekanan
intracranial yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
20
8. Pathway Stroke
Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
Peningkatan Trombosit/emboli
Tekanan sistemik di serebral
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tarwoto (2013), pemeriksaan diagnostik terbagi menjadi
pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a. Radiologi
1) Computerized tomografi scaning (CT Scan): mengetahui area
infark, edema, hematoma, struktur dan struktur otak.
2) Magnetic resonance imaging (MRI) : menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena.
3) Elektro encephalografi (EEG): mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
4) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
rupture.
5) Sinar X tengkorak: mengetahui adanya klasifikasi karotis interna
pada thrombosis cerebral.
6) Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan
meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik
subarachnoid atau perdarahan intracranial, kontrakindikasi pada
peningkatan tekanan intracranial.
7) Elektrokardogram: mengetahui adanya kelainan jantung yang juga
menjadi faktor penyebab stroke.
8) Pemeriksaan syaraf kranial menurut (Judha, M., Rahil, H.n, 2011)
a) Olfaktorusius (N.I): untuk menguji saraf ini digunakan bahan-
bahan yang mrangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau
rempah-rempah. Letakkan salah satu lubang hidung orang
tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan
pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai tercium baunya bahan tersebut dan
kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang diciumnya.
23
10. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut (Tarwoto, 2013) yaitu:
a. Tekanan darah yang tidak stabil akibat kehilangan kendali vasomotor.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Malnutrisi
d. Gangguan kemampuan sensorik
e. Penurunan tingkat kesadaran
f. Aspirasi
g. Kontraktur
h. Thrombosis vena
i. Depresi
j. Emboli paru
11. Penatalaksanaan
a. Fase akut
Fase akut stroke berakjir 48 sampai 72 jam. Pasien yang koma pada
saat masuk dipertimbangan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya
pasien pasein sadar penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat
diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan
nafas dan ventilasi yang baik (Smeltzer dan Bare, 2012).
b. Fase rehabilitasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), fase rehabilitas adalah fase
pemulihan pada kondisi sebelum stroke. Program pada fase ini bertujuan
untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke, sehingga
mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari adekuat.
Sedangkan menurut Tarwoto, (2013) fase rehabilitas yaitu:
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bledder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
ROM
26
6) Kebiasaan
Tentang kebiasaan sehari-hari klien, apakah klien merokok,
meminum-minuman keras dan adanya ketergantungan obat.
d. Pemeriksaan fisik
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dikaji untuk mengetahui fungsi
tubuh klien yaitu:
1) Keadaan umum
Kelelahan, perubahan nafsu makan dan berat badan, demam,
berkeringat dimalam hari, kesulitan tidur, sering pilek dan mudah
terkena infeksi, penilaian diri terhadap status kesehatan,
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, tingkat kesadaran
secara kuantitatif dan kualitatif serta TTV.
2) Rambut
Warna rambut dan keadaan rambut, adanya rontok atau tidak
3) Mata
Perubahan penglihatan,penggunaan kacamata, lensa kontak, nyeri
air mata berlebihan, pruritus, pembengkakan disekitar mata,
pandangan kabur, fotopobhia, riwayat infeksi, dan penilaian diri
pada kemampuan olfakturius.
4) Hidung dan sinus
Rinorea, rabas epitaksis, abstruksi mendengkur, nyeri pada sinus,
allergen riwayat infeksi, dan penilaian diri pada kemampuan
olfakturius.
5) Telinga
Perubahan pendengaran, rabas, titanus, vertigo, sensitivitas
pendengaran, alat-alat proteksa, riwayat infeksi, tanggal
pemeriksaan paling akhir, kebiasaan keperawatan telinga dan
dampak terhadap aktivitas sehari-hari.
29
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jaringan perfusi serebral berhubungan dengan suplai
darah ke jaringan tidak adekuat.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding
dada, disfungsi neuromuskular.
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem
saraf pusat.
6. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstermitas
bawah, gangguan fungsi kognitif.
7. Defisit perwatan diri: ADL berhubungan dengan gangguan
nuromuskular, gangguan fungsi kognitif.
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis /
hemiplegia, penurunan mobilitas.
9. Resiko trauma berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif,
penurunan koordinasi otot.
31
3. Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakakn asuhan 1. Memposisikan klien untuk 1. Agar jalan napas klien paten
berhubungan keperawatan diharapkan klien tidak memaksimalkan ventilasi 2. Agar klien bernafas dengan baik
dengan mengalami resiko aspirasi dengan 2. Anjurkan klien untuk 3. Dengan melakukan tehnik
penurunan kriteria hasil: mempertahankan kepatanen jalan fisioterapi dada agar jlan napas
tingkat kesadaran 1. Menidentifikasi faktor-faktor resiko napas klien paten
aspirasi 3. Anjurkan klien melakukan tehnik 4. Dengan posisi semifowler klien
2. Menghindari fakto-faktor resiko fisioterapi dada lebih bisa bernapas dengan baik
aspirasi 4. Berikan klien posisi semifowler
3. Memposisikan tubuh untuk tegak
maupun miring ketika makan dan
minum jika dibutuhkan
4. Hambatan Setelah dilakukan tindakakn asuhan 1. Kaji kemampuan motorik 1. Mengidentifikasi kekuatan otot
mobilitas fisik keperawatan diharapkan klien tidak 2. Ajarakan pasien untuk melakukan klien
berhubungan mengalami hambatan dalam mobilitas ROM minimal 2 kali sehari 2. Latihan ROM meningkatkan
dengan fisik dengan kriteria hasil: 3. Berikan klien alat bantu jika massa tonus dan kekuatan otot
gangguan 1. Klien mampu meningkatkan diperlukan 3. Agar klien bisa beraktivitas
neuromuskular aktivitas fisik 4. Ajarkan pasien bagaimana walaupun hanya dengan alat bantu
2. Klien mengerti tujuan dari merubah posisi dan berikan 4. Agar klien bisa menggerakkan
peningkatan mobilitas bantuan jika diperlukan tubuh klien
3. Bantu untuk mobilisasi
5. Hambatan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Untuk mengetahui kemapuan
komunikasi keperawatan klien diharapkan mampu berbicara berbicara klien untuk melakukan
verbal berkomunikasi dengan kriteria hasil: 2. Berikan satu kalimat simple setiap tindakan selanjtnya
berhubungan 1. Mengekspresikan komunikasi bertemu jika diperlukan 2. Agar klien bisa menyebutkannya
dengan gangguan dengan lisan dan tertulis meningkat 3. Dorong pasien untuk dengan benar
sistem saraf pusat 2. Penerimaan komuniaksi dengan berkomunikasi secara perlahan 3. Agar klien bisa berkomunkasi
gambar dan isyarat 4. Berikan pujian positif jika dengan benar
3. Mampu berkomunikasi dengan baik diperlukan 4. Dengan memberikan pujian klien
lebih senang saat berkomunikasi
dengan benar
6. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakakn asuhan 1. Mengidentifikasi deficit kognitif 1. Agar mengetahui resiko jatuh pada
berhubungan keperawatan diharapkan klien tidak atau fisik yang dapat klien
dengan mengalami resiko jatuh dengan kriteria meningkatkan potensi jatuh 2. Agar klien terhindar dari resiko
penurunan hasil: 2. Anjurkan klien untuk jatuh
kekuatan 1. Menempatkan penghalang untk menggunakan rel sisi tempat tidur 3. Dengan bantuan kebutuhan ADLS
ekstermitas mencegah jatuh untuk mencegah jatuh agar klien tidak jatuh saat
bawah, gangguan 2. Kontrol ketidakmampuan 3. Beri bantuan kebutuhan ADLs melakukan kebutuhannya
fungsi kognitif beristirahat klien jika diperlukan 4. Dengan adanya penanda tersebut
3. Menggunakan alat bantu dengan 4. Berikan penanda untuk staf atau perawat bisa membantu
benar memberikan peringantan pada staf klien dalam kebutuhannya
4. Memebrikan pencahayaan bahwa klien berisiko jatuh
7. Deficit perwatan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Kaji kemampuan ADL klien 1. Untuk merencanakan intervensi
diri: ADL keperawatan diharapkan klien mampu 2. Anjurkan klien untuk melakukan selanjutnya
berhubungan melakukan ADL secara mandiri dengan sendiri perawatan dirinya jika 2. Agar klien dapat menumbuhkan
dengan gangguan kriteria hasil: mampu kemandirian dalam perawatan
nuromuskular, 1. Mendemonstrasikan perubahan 3. Berikan umpan balik positif atas 3. Untuk meningkatkan harga diri
gangguan fungsi dalam perawatan diri: mandi, BAB dirinya jika mampu klien
kognitif & BAK, berpakaian dan makan 4. Bantu klien dalam pemenuhan 4. Agar kebutuhan ADL klien
2. Mampu melakukan aktivitas kebutuhan ADL klien jika tidak terpenuhi
perawatan secara mandiri mampu
8. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Monitor kulit jika ada kemerahan 1. Untuk melakukan tindakan
integritas kulit keperawatan diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan klien untuk selanjutnya
berhubungan kerusakan kulit pada klien dengan memobilisasikan diri untuk 2. Untuk mencegah kerusakan kulit
dengan kriteria hasil: mengubah posisi setiap dua jam pada klien
hemiparesis / 1. Integritas kulit yang baik bisa sekali 3. Dengan menggunakan pakaian
hemiplegia, dipertahankan 3. Anjurkan klien untuk longgar agar klien tidak mengalami
penurunan 2. Tidak adanya luka atau lesi menggunakan pakaian yang luka pada kulit
mobilitas 3. Perfusi jaringan baik longgar 4. Agar kulit klien tetap bersih dan
4. Anjurkan klien utnuk menjaga tidak luka serta klien nyaman
kebersihan kulit
9. Resiko trauma Setelah dilakukan tindakakn asuhan 1. Menidentifikasi kebutuhan 1. Untuk mengetahui resiko trauma
berhubungan keperawatan diharapkan klien tidak keamanan klien sesuai dengan pada klien supaya bisa di cegah
dengan gangguan mengalami resiko trauma dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif 2. Agar klien tidak jatuh dan tidak
fungsi kognitif, kriteria hasil: klien serta riwayat terhadulu klien mengalami trauma
penurunan 1. Klien bebas dari trauma fisik 2. Menyediakan lingkungan yang 3. Agar klien tidak jatuh
koordinasi otot 2. Lingkungan yang aman aman untuk klien
3. Mencegah perilaku jatuh 3. Menganjurkan klien untuk
menghindari lingkungan yang
berbahaya
10. Defiits Setelah dilakukan tindakakn asuhan 1. Menjelaskan proses penyakit 1. Agar klien dan keluarga klien
pengetahuan keperawatan diharapkan klien dengan cara yang tepat mengetahui tentang penyakitnya
berhubungan mengetahui tentang penyakitnya dengan 2. Menjelaskan tanda gejala yang 2. Agar klien dan keluarga klien
dengan kurang kriteria hasil: biasa muncul pada penyakit mengetahui tanda gejala dari
informasi, 1. Klien dan keluarga menyatakan dengan cara yang benar penyakitnya
gangguan memahami tentang penyakit 3. Berikan penilaian tentang tingkat 3. Supaya klien lebih semangat untuk
memori 2. Klien dan keluarga mampu pengetahuan klien tentang proses tetap ingin mengetahui tentang
melaksanakan prosedur yang penyakit penyakitnya
dijelaskan secara benar
3. Klien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat atau tim
kesehatan lainnya
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2011).
2.2 Konsep Range Of Motion (ROM)
2.2.1 Pengertian Range Of Motion (ROM)
Range Of Motion (ROM) adalah suatu latihan yang menggerakkan
persendian serta memungkinkan terjadinya kontraksi serta pergerakan pada
otot, dimana latihan ini dilakukan pada masing-masing bagian persendian
sesuai dengan gerakan-gerakan normal baik secara pasif ataupun aktif (Potter &
Perry 2010).
ROM sendiri merupakan suatu istilah baku untuk menggambarkan
batasan/ besarnya gerakan pada bagian sendi baik normal. ROM juga
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan adanya keianan batas gerak sendi
abnormal. Latihan ROM sendiri terbukti dapat menstimulus dalam
meningkatkan kekuatan otot (Helmi, 2012).
Pasien dengan stroke mendapatkan terapi lanjutan atau rehabilitasi
dengan latihan Range Of Motion (ROM) saat memasuki tahap penyembuhan.
Terapi yang dilakukan diharapkan bisa memperbaiki fungsi sensori motorik
untuk melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan
(Subianto, 2012).