KOTA DEPOK
Disusun Oleh :
NIP : 198707302019032005
KOTA DEPOK
2019
BAB I
TINJAUAN TEORI
STROKE
A. Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara,
1998).
a. Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi
informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang
merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan
menyadari sensasi warna.
b. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
c. Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan
pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
d. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price,
1995)
C. Penyebab
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Manifestasi klinik
1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.
2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
3. Gangguan persepsi.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih
E. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400
mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-
arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-
cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif
yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan
sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa
darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi
neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus
kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
F. Pathways
G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrollit
H. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital :
TD meningkat, nadi bervariasi.
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan warna
kulit; muka tampak pucat.
c. Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala
d. Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai,mata tampak cowong.
f. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
g. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
h. Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
i. Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
j. Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal;
dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 detik .
l. Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
m. Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang
kateter.
n. Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari , atropi
atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
J. Fokus Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC :
Perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 Intrakranial Pressure (ICP)
serebral b.d aliran jam, diharapkan suplai aliran Monitoring (Monitor tekanan
darah ke otak darah keotak lancar dengan intrakranial)
terhambat. kriteria hasil: 1. Berikan informasi kepada
NOC : keluarga
Circulation status 2. Monitor tekanan perfusi
Tissue Prefusion : cerebral serebral
Kriteria Hasil : 3. Catat respon pasien terhadap
1. mendemonstrasikan status stimuli
sirkulasi yang ditandai 4. Monitor tekanan intrakranial
dengan : pasien dan respon neurology
- Tekanan systole terhadap aktivitas
dandiastole dalam 5. Monitor jumlah drainage
rentang yang diharapkan cairan serebrospinal
- Tidak ada 6. Monitor intake dan output
ortostatikhipertensi cairan
- Tidk ada tanda tanda 7. Restrain pasien jika perlu
peningkatan tekanan 8. Monitor suhu dan angka WBC
intrakranial (tidak lebih 9. Kolaborasi pemberian
dari 15 mmHg) antibiotic
2. Mendemonstrasikan 10. Posisikan pasien pada posisi
kemampuan kognitif yang semifowler
ditandai dengan: 11. Minimalkan stimuli dari
- berkomunikasi dengan lingkungan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan Terapi oksigen
- menunjukkan perhatian, 1. Bersihkan jalan nafas dari
konsentrasi dan orientasi secret
- memproses informasi 2. Pertahankan jalan nafas tetap
- membuat keputusan efektif
dengan benar 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
3. Menunjukkan fungsi 4. Monitor aliran oksigen, kanul
sensori motori cranial yang oksigen dan sistem humidifier
utuh : tingkat kesadaran 5. Beri penjelasan kepada klien
mambaik, tidak ada tentang pentingnya pemberian
gerakan gerakan involunter oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-
ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk
komunikasi verbal keperawatan selama 3 x 24 membantu memahami /
b.d penurunan jam, diharapkan klien mampu memahamkan informasi dari /
sirkulasi ke otak untuk berkomunikasi lagi ke klien
dengan kriteria hasil: 2. Dengarkan setiap ucapan klien
- dapat menjawab pertanyaan dengan penuh perhatia
yang diajukan perawat 3. Gunakan kata-kata sederhana
- dapat mengerti dan dan pendek dalam komunikasi
memahami pesan-pesan dengan klien
melalui gambar 4. Dorong klien untuk mengulang
- dapat mengekspresikan kata-kata
perasaannya secara verbal 5. Berikan arahan / perintah yang
maupun nonverbal. sederhana setiap interaksi
dengan klien
6. Programkan speech-language
teraphy
7. Lakukan speech-language
teraphy setiap interaksi dengan
klien
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan NIC :
diri; keperawatan selama 3x 24 jam, Self Care assistance : ADLs
mandi,berpakaian, diharapkan kebutuhan mandiri 1. Monitor kemempuan klien
makan, toileting b.d klien terpenuhi, dengan kriteria untuk perawatan diri yang
kerusakan hasil: mandiri.
neurovaskuler NOC : 2. Monitor kebutuhan klien untuk
Self care : Activity of Daily alat-alat bantu untuk
Living (ADLs) kebersihan diri, berpakaian,
Kriteria Hasil : berhias, toileting dan makan.
- Klien terbebas dari bau 3. Sediakan bantuan sampai klien
badan mampu secara utuh untuk
- Menyatakan kenyamanan melakukan self-care.
terhadap kemampuan untuk 4. Dorong klien untuk melakukan
melakukan ADLS aktivitas sehari-hari yang
- Dapat melakukan ADLS normal sesuai kemampuan
dengan bantuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
Bullechek, dkk. 2013. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 6. United States Of
America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC),Edition 5. United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC.
BAB II
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 69 th
Agama : Islam
BB : 50 kg
2. Riwayat
penyakit
Keluhan
Utama
Klien mengalami penurunan kesadaran
1. pola oksigenasi
Sebelum sakit : klien dapat bernafas secara normal tanpa alat bantu
pernafasan
Saat dikaji : klien terlihat sesak nafas, RR: 26x/menit, klien
menggunakan O2NRM 8 liter.
2. Pola nutrisi
Sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien sehari makan bisa makan
3x menggunakan lauk pauk dan
sayur, minum air putih 8-11 gelas per hari, minum teh
pada waktu pagi hari.
Saat dikaji : klien terpasang NGT dengan diit cair 6x150cc
3. Pola kebutuhan istirahat dan tidur
Sebelum sakit :Klien dapat beristirahat dengan nyenyak, tidur +/_ 5-6
jam
Saat dikaji :Klien berbaring lemas diatas tempat tidur
(kesadaran sopor).
4. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien BAB dan BAK ditempat
tidur menggunakan pampers.
Saat dikaji : Klien belum BAB selama di RS, klien terpasang DC
5. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas dengan bantuan orang lain karna sudah 8
bulan tidak bisa bangun.
5. Pemeriksaan umum
kesadaran : sopor
14 15 16 17 18 19 20 21
MAP 92 81 67 89 89 83 93 97
RR 22 23 22 26 22 21 20 24
6. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernapasan
I : dinding dada simetris, tidak ada lesi, terlihat retraksi dinding dada
P : Ekspansi dinding dada seimbang
P : Sonor vesikuler
A : Ronchi
b. Sistem kardiovaskuler
I : Keadaan umum lemah, os tampak pucat
P : HR 102 x/mnt
P : Redup
A : bunyi jantung S1 dan S2 reguler
c. Sistem persyarafan
I : ku lemah, kesadaran sopor, GCS; E1,M4,Vaphasia
P : parese eksremitas kiri
P : reflek patela (-)
d. Sistem perkemihan
I : Klien terpasang DC, produksi urin (+)
P : distensi kandung kemih (-), nyeri tekan (-), ginjal tidak teraba
P : nyeri ketuk (-)
A : tidak ada suara bising pada aorta abdomen dan arteri renalis
e. Sistem pencernaan
I : Asites (-), mukosa bibir kering
P : Abdomen supel, distensi (-)
P : timpani (+), cairan abdomen (-)
A : bising usus 12x/mnt
f. Sistem muskuloskeletal
I : deformitas (-), terpasang infus NS 0,9% 500cc/12 jam pada ekstremitas bawah
kiri
P : Kekuatan otot 0 0 , terdapat edema pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah,
akral dingin 0 0
g. Sistem endokrin
I : ku lemah, kesadaran sopor
P : pembesaran tiroid (-)
A : tidak terdengar bruit
h. Sistem sensori persepsi / penginderaan
I : konjungtiva anemis, ikterik (-), bentuk telinga (N), terpasang NGT
i. Sistem integumen
I : kulit klien terlihat pucat
P : terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah, akral dingin
j. Sistem imun dan hematologi
I : sianosis (-)
P : tidak ada pembesaran limfe
k. Sistem reproduksi
I : keputihan (-), bau (-)
P : nyeri tekan tidak terkaji, massa (-)
7. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
02 Mei Natrium (Na) 135 135-155 mmol/L
Analisa Gas
Darah
pH 7.45 7.35-7.45
PCO2 33 32-42 mm Hg
Sat O2 99 95-98 %
Hematologi
Ht 30.4 37-43 %
Kimia Klinik
b. Pemeriksaan ST Scan
Dari hasil RO Thorax pada tangal 26 April 2019 pulmo masih tampak
normal , tak tampak cardiomegaly.
8. Terapi
obat :
Diit :
MC 6 x 150 cc
II. ANALISA DATA
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d suplai darah kejaringan serebral tidak adekuat
3. Risiko tinggi infeksi b.d penurunan kesadaran (bedres total) dan proedur invasif.
IV. RENCANA KEPERAWATAN
DX Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Management edema cerebral.
perfusi jaringan selam 1x24 jam diharapakan masalah
1. Observasi keadaan umum dan kesadaran klien
cerebral keperawatan ketidakefektifan perfusi
2. Monitor tanda-tanda vital
jaringan serebral teratasi dengan kriteria
3. Dorong keluarga /orang terdekat klien untuk
hasil:
selalu berbicara dengan klien
- TTV dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg 4. Posisikan kepala elevasi (head up)300
N : 80 x/mnt
5. Monitor TIK, monitor intake dan
SH : 36,5⁰C
output.
RR : 20 x/mnt 6. Kolaborasi pemberian terapi sesuai advis
- Tingkat kesadaran membaik dokter
- Tidak ada tanda-tanda PTIK 7. Kolaborasi pertahankan oksigenasi adekuat
dengan o2 NRM 8 lpm.
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management.
bersihan jalan nafas selam 1x24 jam diharapakan masalah
1. Pertahankan posisi kepala 30-45⁰
keperawatan ketidakefektifan bersihan
2. Lakukan fisioterapi dada
jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal 3. Lakukan suction secara berkala
TD : 120/80 mmHg
4. Auskultasi suara nafas
N : 80 x/mnt
5. Berikan O2 sesuai indikasi
SH : 36,5⁰C
RR : 20 x/mnt 6. Berikan terapi nebulasi
- Secret berkurang atau hilang
7. Monitor vital sign
- Bunyi napas ronchi berkurang atau
8. Monitor status O2 klien.
hilang
RR : 23 x/mnt
SH : 36,9⁰C
Pukul 15.30 - Memandikan klien - Klien terlihat rapih bersih dan meghindari
3
terjadinya infeksi
2
- Memiringkan klien dan menepuk-nepuk - Memungkinkan terlepasnya sekret pada
bagian punggung klien dinding bronkus
2 - Melakukan suction - Sekret warna kekuningan, banyak dan kental
0
- Memposisikan klien head up 30 . - Posisi os semifowler dengan kepala 300
2,3
- Memberikan O2 NRM - O2 Masuk NRM 8L.
- Mengobservasi TTV - TD : 118/77(89) mmHg
Pukul 17.00 1,2,3
Nadi : 100 x/mnt
RR : 26 x/mnt
SH : 37,10C
Pukul 18.00 1 - Melakukan refleks cahaya terhadap pupil - Refleks pupil 4/6 mm
- Mengobservasi daerah pemasangan infus dan - Tetesan infus lancar, tanda-tanda infeksi (-)
DC
Pukul 21.00
- Memonitor TTV
1,2,3 - TD : 129/85 (97) mmHg
RR : 24 x/mnt
SH : 38,20C
- Memberi th/ paracetamol 500mg drip selama
3 - Th/paracetamol masuk per drip
1 jam
VI. EVALUASI
TD : 107/71(81) mmHg
RR : 23 x/mnt
SH : 36,9⁰C
2 S :-
O : Klien tampak lemah
Kesadaran sopor, GCS; E1,M4,Vaphasia
Terdengar suara nafas stridor dan ronchi,
RR30x/ menit
Suction (+) secret kental berwarna kekuningan
Terpasang O2 NRM 8lpm
SPO2: 100%.
A: Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi.
- Magement airway
- Suction berkala
- Monitor SPO2 klien.
3 S:-
O : Ku lemah
Kesadaran Sopor, GCS; E1,M4,Vaphasia
Terpasang infus NS 0,9% 500cc/12 jam
Terpasang NGT
Terpasang DC, produksi urin (+)
Tanda – tanda infeksi (-)
A : Masalah resiko tinggi infeksi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor TTV
- Pertahankan tehnik aseptik