Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ENSEFALOPATI DENGUE

OLEH :

1. I MADE SEDANA YOGA P07120217006


2. PUTU MAYA OKTAVIANTI P07120217007
3. NI PUTU OLLWAN ANTARI P07120217008
4. . NI WAYAN ARI RAHAYUNI P07120217010
5. KADEK INDAH DWIJAYANTI P07120217011
6. PUTU AYU SUADNYANI P07120217012

SEMESTER VII / S.Tr.KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ENSEFALOPATI DENGUE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
kelainan fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif
atau statis. Ensefalopati merupakan disfungsi kortikal umum yang
memiliki karakteristik perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga
beberapa hari), secara nyata terdapat fluktuasi dari tingkat kesadaran,
atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering dan perubahan tingkat
aktifitas psikomotor (secara umum meingkat, akan tetapi dapat
menurun). Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan perubahan
umum pada fungsi otak, yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik
berupa agitasi hiperalert hingga koma.
Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi Arbovirus akut, ditularkan
oleh nyamuk spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe
di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Demam dengue
adalah merupakan sindrom jinak yang disebabkan oleh arbovirus dengan
karakter demam bifasik, mialgi atau athralgia, rash, leukopenia dan
limfadenopati.Demam berdarah dengue dalah suatu demam berat bahkan
sering fatal yang disebabkan virus dengue dengan karakteristik yang
timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler, hemostasis yang
abnormal, dan pada beberapa kasus berat sindrom syok (DSS) akibat
kehilangan protein yang berhubungan dengan meningkatnya reaksi
imunologis.Dengue shock syndrome adalah demam berdarah dengue
yang disertai renjatan
Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan tentang
penderita DBD yang disertai gejala ensefalopati dikemukakan dari
berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Demam
dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat
dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat
penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut
juga dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue,
dandengue shock sindrom (DDS) (Widoyono, 2008.Demam berdarah
Dengue adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropadborn Virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides
(Aides albipices dan Aedes Aegypti).

2. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF
adalah system sirkulasi. System sirkulasi adalah sarana untuk
menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dari paru-paru
kesela-sela tubuh.Selain itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk
membuang sisa-sisa metabolism dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit
yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah, dan darah.
a. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot
jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari
bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara
bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya
tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis.Disebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks cordis. Letak jantung
didalam rongga dada sebelah depan, sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya terdapat
dibelakang kiri antara kosa V dan VI dua jari dibawah papilla
mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyut jantung yang disebut
iktus kordis.Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan
kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
b. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
1) Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung
yang membawa darah keseluru bagian dan alat tubuh.Pembuluh
darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel sinistra
disebut aorta.Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal
tetapi sifatnya elastic dan terdiri dari 3 lapisan. Arteri yang
paling besar didalam tubuh yaitu aorta dan arteri pulmonalis,
garis tengahnya kira-kira 1-3 cm. arteri ini mempunyai cabang-
cabang keseluruhan tubuh yang disebut arteriola yang akhirnya
akan menjadi pembuluh darah rambut (kapiler). Arteri mendapat
darah dari darah yang mengalir didalamnya tetapi hanya untuk
tunika intima.Sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat darah
dari pembuluh darah yang disebut vasa vasorum.
2) Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang
membawa darah dari bagian/alat-alat tubuh masuk ke dalam
jantung. Tentang bentuk susunan dan juga pernafasan pembuluh
darah yang menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup-
katup pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang
gunanya untuk mencegah darah agar tidak kembali lagi.Vena-
vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan vena
pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang tang lebih kecil
yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
3) Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah
yang sangat halus.Diameternya kira-kira 0,008 mm. Dindingnya
terdiri dari suatu lapisan endotel.Bagian tubuh yang tidak
terdapat kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang
rawan.Pembuluh darah rambut/kapiler pada umumnya meliputi
sel-sel jaringan. Oleh karen itu dindingnya sangat tipis maka
plasma dan zat makanan mudah merembes ke cairan jaringan
antar sel.
4) Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian: bagian
cair disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Warna
merah pada darah keadaannya tidak tetap bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya.Darah yang
banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah
tua.Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas
dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/metabolisme didalam tubuh.Pada tubuh yang sehat
atau orang dewasa terdapat darah seanyak kira-kira 1/3 dari berat
badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut
pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur,
pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Fungsi darah:     
a) Sebagai alat pengangkut
b) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan
racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan
antibody/zat-zat antiracun.
c) Mengatur panas keseluruh tubuh.
Adapun proses pembentukan sel darah terdapat tiga tempat
yaitu: sumsung tulang, hepar, dan limpa

3. Penyebab
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral,
kelainan metabolik, dan disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai
komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga
terjadi pada DBD tanpa syok. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain
tidak/jarang menyertai penderita DBD
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam
berdarah adalah virus dengue. Virus ini tergolong dalam family/suku/grup
flaviviridae yang dikenal ada 4 serotipe, dengue 1, dengue 2, dengue 3,
dengue 4, yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti. Infeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup
terhadap serotype  bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lainPenyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan oleh
artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes
aegypti (didaerah perkotaan) dan aedes albopictus (didaerah pedesaan).
(Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,
telurnya dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-420C. Bila
kelembaban terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari.
Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100
butir (Murwani, 2011).
4. Tanda dan Gejala
Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen,
dapat disertai kejang. Data memberikan suatu keyakinan bahwa DBD
perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita yang secara
klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus. Contohkasus ensefalopati
dengue memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis penderita DBD
dan bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu
dijumpai
Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi
perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.
a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan
1) Uji tourniquet positif
2) Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)
atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng, 2006).
Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2006):
 Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif. 
 Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit
atau perdarahan lain.
 Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi
meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20mmHg)/ hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.
 Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak
teraba dan tekanan darah tak terukur).
5. Patofisiologi
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh
nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan
ruam.Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada
anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri
otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan
limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada
pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia
ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan. Demam berdarah
dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen. Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan
complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan
tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di
Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia
yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan
agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak
teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma
yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi
jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hipoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi:
a. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular
b. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan
terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang
c. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
d. Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegepty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan
mengaktifasi sistem komplemen. Akibat aktifasi c3 danc5 akan
dilepas c3a dan c5a, 2 peptida berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu.
e. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protrobin, faktor v, vii, ix, x dan
fibrinogen ) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada dhf.
f. Yang menentukan beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik, renjatan terjadi secara akut
atau syok.
g. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya
plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
PATHWAY

Arbovirus ( melalui
PATOFISIOOGI Beredar dalam Infeksi virus Mengaktifkan sistem Membuat &
nyamuk aedes aegypti ) aliran darah dengue ( viremia) komplemen melepaskan zat C3a,
C5a
Agresi trombosit Permeabilitas membran Peningkatan reabsorbsi PGE Hipotalamus
meningkat Na dan H2O
Hipertermi
Trombositopeni Merangsang & mengaktivasi
Kerusakan endotel pembuluh Resiko syok hipovolemik
darah faktor pembekuan

Renjatan hipovolemik dan

Resiko perdarahan Perdarahan DIC hipotensi

Resiko perfusi jaringan Hipoksia jaringan Kebocoran plasma


tidak efektif Risiko
ketidakseimbangan Ke extravaskuler
Resiko syok Asidosis metabolik
volume cairan

Paru-paru Hepar Abdomen

,
pola napas tidak
Efusi pleura Hepatomegali Ascites
efektif
Mual, muntah
Nyeri Akut Penekanan intraabdomen
Defisit Nutrisi
Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat di rangkum yaitu pola
penyakit virus dengue bervariasi mulai demam yang tidak spesifik, demam
dengue dengan/tanpa perdarahan dan demam berdarah dengue
dengan/tanpa syok. Hal ini bertumpu pada interaksi penyebab, penjamu
dan lingkungan dan berbagai factor yang berperan, selanjutnya terjadi
beberapa kasus menunjukkan manifestasi klinis sebagai tampilan respon
imun primer dan sekunder berdasarkan temuan rasio IgM/IgG yang
diperoleh dari test serologi.
Kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue dapat
terjadi karena kebocoran plasma dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan ikat disekitarnya sehingga ditemukan manifestasi efusi pleura dan
asites. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori reaksi antigen antibodi yang
dapat mengeluarkan bahan anapilatoksin atau bahan serupa histamin yang
berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas dinding vaskuler dan
terjadi kebocoran plasma diperkuat dengan dianutnya hipotesa sekunder
heterologos anamnestik reaksi.
Kasus demam berdarah dengue dapat juga menunjukkan
manifestasi yang berat hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat ADE dan
mungkin sebagai akibat keganasan virus dengue yang langsung berpotensi
terjadinya apoptosis. Virus dengue yang ganas berpotensi besar menyerang
sel retikuloendotelial sistem termasuk organ hati dan sel endotel akibatnya
hati meradang membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut dengan
kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan
menunjukkan manifestasi ensefalopati.

6. Manifestasi Klinis
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae yang dapat menyebabkan
ensefalopati. Ensefalopati dengue termasuk salah satu komplikasi dari
demam berdarah dengue yang jarang terjadi.
Ensefalopati Dengue memberikan gejala klinis ensefalopati dan
infeksi dengue. Infeksi dengue akan memberikan manifestasi klinis berupa
trombositopenia, peningkatan enzim hati dan demam. Keterlibatan sistem
saraf pusat akan berefek pada depresi sensorik, letargi, somnolen, coma
kejang, paresis dan kaku kuduk.
Gangguan neurologi yang berhubungan dengan infeksi dengue dibagi
menjadi 3 tipe yaitu:
a. Gejala klasik dengan infeksi akut; Sakit kepala, pusing, delirium,
gelisah, dan depresi.
b. Ensepalitis dengan infeksi akut; depresi sensori, letargi, confuse,
somnolen, koma, kejang, kaku kuduk dan paresis.
c. Gangguan post-infeksi; epilepsi, tremor, amnesia, demensia, manic
psychosis, Bell’s palsy, Reye’s syndrom, dan meningoencepalitis.
Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan,
ternyata kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis
penderita sehingga apabila tidak waspada, diagnosis DBD/DSS tidak akan
dibuat. Data itu juga memberikan suatu keyakinan bahwa DBD perlu
dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita yang secara klinis
didiagnosis sebagai ensefalitis virus.

7. Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada
DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti
hipoksemia,hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
makakemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis,
maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10
mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi
jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalamhati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu
dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan
asam amino rantai pendek.
b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal,
sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh
karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan
telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat
sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan
jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
c. Udema paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi
bilahanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah
sebagai berikut:
a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Hipotensi
d. Bradikardi
e. Kerusakan hati
8. Pemeriksaan Diagnostik
Langkah    -   langkah   pemeriksaan diagnostic :
a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal:
pria 40-50%; wanita 35-47%
b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara
tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5
menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang
20 pada diameter 2,5 inchi.
c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan
memakai kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu
pasien masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan
ketiga diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas ini
disimpan pada suhu kamar sampai menunggu saat pengiriman.
d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-
jaringan untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk
penderita yang meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.

9. Penatalaksanaan Medis
Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HCO3 dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk
mengurangi alkalosis, dexametason 0,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk
mengurangi edema otak (kontraindikasi bila ada perdarahan sal.cerna),
vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS
diusahakan > 60 mg, mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan
diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan
pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak
dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka
untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila
obat-obat tersebut sudah menunjukkan tanda resistan, maka obat ini dapat
diganti dengan obat-obat yang masih sensitif dengan kuman-kuman infeksi
sekunder, seperti cefotaxime, cefritriaxsone, amfisilin+clavulanat,
amoxilline+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan
aminoglycoside. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya: antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan transfusi tukar.
Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
Penanganan ensepalopati dengue terutama untuk mencegah
peningkatan tekanan intrakranial (TIK); beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, cukup 3/4-4/5 dosis untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya edema otak selama fase
pemulihan dari syok.
b. Menggunakan cairan kristaloid Ringer Asetat untuk menghindari
metabolisme laktat oleh hepar, jika ada gangguan hepar.
c. Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi edema otak tetapi
merupakan kontraindikasi pada DSS dengan perdarahan masif.
Deksametason dapat diberikan 0,15 mg /kgBB IV setiap 6-8 jam.
d. Jika terdapat peningkatan hematokrit dan kebocoran plasma berat
dapat diberi cairan koloid.
e. Pemberian diuretik jika terdapat gejala overload.
f. Posisi pasien dengan kepala 30 derajat.
g. Intubasi dini untuk menghindari hiperkarbia dan melindungi saluran
napas.
h. Menurunkan produksi amonia melalui tindakan berikut:
1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap enam jam untuk induksi diare
osmotik
2) Antibiotik lokal untuk flora usus tidak perlu jika telah diberi
antibiotik sistemik.
i. Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dL. Infus glukosa
direkomendasikan 4-6 mg/kg/jam.
j. Koreksi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit
(hipo/hipernatremia, hipo/hiperkalemia, hipokalsemia, dan asidosis).
k. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun, dan 10 mg
untuk >5 tahun.
l. Dapat diberikan fenobarbital, fenitoin, dan diazepam intravena untuk
mengontrol kejang.
m. Transfusi darah yang dianjurkan adalah dengan packed red cells
(PRC). Transfusi trombosit, fresh frozen plasmadapat menyebabkan
Overloadcairan dan meningkatkan TIK.
n. Terapi empiris antibiotik dapat diberikan jika ada dugaan infeksi
bakteri.
o. 15.H2-blockersatau proton pump inhibitordapat diberikan untuk
mencegah perdarahan gastrointestinal.
p. Hindari pemberian obat yangdimetabolisme di hati.
q. Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jika mengalami
perburukan
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Circulation dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena
yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka
eksternal biasanya dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan
pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan ekstremitas.
Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase
pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG
(gurita) dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas
inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan
infus. Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.
2) Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen
diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100
mmHg.
3) Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
4) Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah
menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk
menilai perfusi otak
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara
sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga,
atau orang yang mengetahui kejadiannya
2) Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah
dan mual, kejang-kejang.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
b) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
d) Riwayat pemakaian obat (kesadaran menurun setelah
memakan obat)
4) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama
seperti klien sebelumnya.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya
bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi
hipovolemia), Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi
terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada
syok septik).
b) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg
(lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap
hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
c) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
d) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik,
respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
e) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan.
Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
f) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam,
kritis)
g) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di
jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik,
kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
h) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok
hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
i) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2
menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2
karena adanya aliran pintas di paru)
7) Pemeriksaan Penunjang
a) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit,
kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
b) Analisa gas darah
c) EKG

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot- otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue Nyeri
berhubungan dengan proses patologis penyakit
c. Risiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
d. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit.
e. Risiko syok (hipo-volemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan,
ketidakmampuan menelan ditandai dengan bibir mukosa kering
g. Risiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor- faktor
pembekuan darah (trombosito-peni)

3. Intervensi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Diagnosa
(SLKI) (SIKI)
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
selama ... x... menit, maka Observasi :
Definisi :
membaik  Monitor pola napas (frekuensi,
dan/atau pola napas
Inspirasi
ekspirasi yang tidak dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)

memberikan ventilasi  Ventilasi semenit (5)  Monitor bunyi napas tambahan

adekuat  Kapasitas vital (5) (mis. gurgling, mengi, wheezing,

Subjektif :  Diameter thoraks anterior ronkhi kering)

 Dispnea posterior (5)  Monitor sputum (jumlah, warna,

Objektif :  Tekanan ekspirasi (5) aroma)

 Penggunaan otot bantu  Tekanan inspirasi (5) Terapeutik :

pernapasan  Dispnea (5)  Pertahankan kepatenan jalan

 Fase ekspirasi  Penggunaan otot bantu napas dengan head-tilt dan chin-

memanjang napas (5) lift (jaw-thrust jika curiga trauma


cervical)
 Pola napas abnormal  Pemanjangan fase
(mis. takipnea, ekspirasi (5)  Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
bradipnea,  Ortopnea (5)
hiperventilasi, kusmaul,  Pernapasan pursed-tip (5)  Berikan minum hangat
cneyne-stokes)  Lakukan fisioterapi dada, jika
 Pernapasan cuping
Gejalan dan Tanda hidung (5) perlu

Minor  Lakukan penghisapan lendir


 Frekuensi napas (5)
Subjektif : kurang dari 15 detik
 Kedalaman napas (5)
 Ortopnea  Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Ekskursi dada (5
Objektif : penghisapan endotrakeal

 Pernapasan pursed-lip  Keluarkan sumbatan benda padat


 Pernapasan cuping dengan forsep McGill
hidung  Berikan oksigen, jika perlu
 Diameter thoraks Edukasi :
anterior-posterior  Anjurkan asupan cairan
meningkat 2000ml/hari, jika tidak
 Ventilasi semenit kontraindikasi
menurun  Ajarkan teknik batuk efektif
 Kapasitas vital menurun Kolaborasi :
 Tekanan ekspirasi  Kolaborasi pemberian
menurun bronkodilator, ekspektoran,
 Tekanan inspirasi mukolitik, jika perlu
menurun
 Ekskursi dada berubah Pemantauan Respirasi
Kondisi Klinis Terkait : Observasi :

 Depresi sistem saraf  Monitor frekuensi, irama,


pusat kedalaman dan upaya napas

 Cedera kepala  Monitor pola napas (seperti :

 Trauma thoraks bradipnea, takipnea,

 Gullian barre syndrome hiperventilasi, kussmaul, cheyne-


stokes, biot, ataksik)
 Multiple sclerosis
 Monitor kemampuan batuk
 Myastenial gravis
efektif
 Stroke
 Monitor adanya produksi sputum
 Kuadriplegia
 Monitor adanya sumbatan jalan
Intoksikasi
napas
alcohol
 Paplasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray thoraks
Terapeutik :
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Regulasi Temperatur


Definisi keperawatan selama ....x... Observasi :
Suhu tubuh meningkat di jam, makaTermoregulasi  Monitor suhu tubuh sampai
atas rentang normal tubuh membaik dengan kriteria stabil
Penyebab : hasil :  Monitor suhu tubuh anak
 Dehidrasi  Menggigil menurun tiap dua jam, jika perlu
 Terpapar (5)  Monitor tekanan darah,
lingkungan panas  Kulit kemerahan frekuensi pernafasan dan
 Proses penyakit menurun (5) nadi
(mis: infeksi,  Kejang menurun (5)  Monitor warna dan suhu
kanker)  Pucat menurun (5) kulit
 Ketidaksesuaian  Takikardi menurun  Monitor dan catat tanda dan
pakaian dengan (5) gejala hipertermia
suhu lingkungan  Takipnea menurun Terapeutik :
 Peningkatan laju (5)  Pasang alat pemantauan
metabolisme  Bradikardi menurun suhu kontinu, jika perlu
 Respon trauma (5)  Tingkatkan asupan cairan
 Aktivitas  Suhu tubuh dan nutrisi yang adekuat
berlebihan membaik (5)
Kolaborasi :
 Penggunaan  Suhu kulit membaik
 Kolaborasi pemberian
incubator (5)
Gejala dan Tanda  Tekanan darah antipiretik, jika perlu
Mayor : membaik (5)
Subjektif
-
Objektif
 Suhu tubuh diatas
nilai normal
Gejalan dan Tanda
Minor :
Subjektif
-
Objektif
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
 Proses infeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prameturitas
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama .... Observasi
Definisi: X .... jam menit diharapkan  Identifikasi lokasi,
Pengalaman sensorik atau Nyeri Akut Berkurang karakteristik, durasi,
emosional yang berkaitan dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas ,
dengan kerusakan jarigan Tingkat nyeri : intensitas nyeri
actual atau fungsional,  Keluhan nyeri (5)  Identifikasi skala nyeri
dengan onset mendadak  Meringis (5)  Identifikasi respons nyeri
atau lambat dan  Sikap protektif (5) non verbal
berintensitas ringan  Gelisah (5)  Identifikasi faktor yang
hingga berat yang  Kesulitan tidur (5) memperberat nyeri dan
berlangsung kurang dari 3  Menarik diri (5) memperingan nyeri
bulan  Identifikasi pengetahuan
 Berfokus pada diri
sendiri (5) dan keyakinan tentang nyeri
Penyebab:  Identifikasi pengaruh
 Diaforesis (5)
 Agen pencedera budaya terhadap respon
 Perasaan depresi
fisiologis (mis. nyeri
(tertekan) (5)
Inflamai,iskemia,  Identifikasi pengaruh nyeri
 Perasan takut
neoplasma pada kualitas hidup
mengalami cedera
 Agen pencedera  Monitor keberhasilan terapi
berulang (5)
kimiawi (mis. komplementer yan sudah
 Anoreksia (5)
Terbakar, bahan diberikan
 Perineum terasa
kimia iritan)  Monitor efek samping
tertekan (5)
 Agen pencedera penggunaan analgetik
 Uterus teraba
fisik (mis. Abses,
membulat (5)
amputasi,
 Ketegangan otot (5)
terbakar,
 Pupil dilatasi (5) Terapeutik
terpotong,
 Muntah (5)  Berikan teknik
mengangkat berat,
 Mual (5) nonfarmakologis untuk
prosedur operasi,
mengurangi rasa nyeri (mis.
trauma, latihan
TENS, hypnosis, akupresur,
fisik berlebih)
terapi music, biofeedback,

Gejala dan Tanda  Frekuensi nadi (5) terapi pijat, aromaterapi,

Mayor teknik imajinasi terbimbing,

Subjektif kompres hangat/dingin,


 Pola napas (5)
 Mengeluh nyeri terapi bermain)
 Tekanan darah (5)
Objektif  Kontrol lingkungan yang
 Proses berpikir (5)
 Tampak meringis memperberat rasa nyeri
 Fokus (5)
 Bersikap protektif (mis. Suhu ruangan,
 Fungsi kemih (5)
pencahayaan, kebisingan)
(mis. Waspada,  Perilaku (5)  Fasilitas istirahat dan tidur
posisi  Nafsu makan (5)  Pertimbangkan jenis dan
menghindari  Pola tidur (5) sumber nyeri dalam
nyeri) pemilihan strategi
 Gelisah Kontrol Nyeri meredakan nyeri
 Frekuensi nadi  Melaporkan nyeri
meningkat terkontrol (5) Edukasi
 Sulit tidur  Kemampuan  Jelaskan penyebab, periode,
mengenali onset dan pemicu
nyeri (5)  Jelaskan strategi meredakan
 Kemampuan nyeri
mengenali penyebab  Anjurkan memonitor nyeri

Gejala dan Tanda nyeri (5) secara mandiri

Minor  Kemampuan  Anjurkan menggunakan

Subjektif menggunakan teknik analgetik secara tepat

- non-farmakologis  Ajarkan teknik

Objektif (5) nonfarmakologis untuk

 Tekanan darah  Dukungan orang mengurangi rasa nyeri

meningkat terdekat (5)

 Pola napas  Keluhan nyeri (5) Kolaborasi

berubah  Penggunaan  Kolaborasi pemberian

 Nafsu makan analgesic (5) analgetik, jika perlu

berubah
Pemberian Analgesik
 Proses berpikir
Observasi
terganggu
 Identifikasi karakteristik
 Menarik diri
nyeri (mis. Pencetus,
 Berfokus pada diri
pereda, kualitas, lokasi,
sendiri
intensitas, frekuensi, durasi)
 Diaforesis
 Identifikasi riwayat alergi
obat
Kondisi klinis terkait
 Identifikasi kesesuaian jenis
 Kondisi analgesic (mis. Narkotika,
pembedahan non narkotika, atau NSAID)
 Cedera traumatis dengan tingkat keparahan
 Infeksi nyeri

 Sindrom koroner  Monitor tanda tanda vital

akut sebelum dan sesudah

 Glaukoma pemberian analgesik


 Monitor efektifitas
analgesik

Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,
jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Risiko Syok Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Cairan
keperawatan selama Observasi:
Definisi: …...x…... menit diharapkan  Monitor frekuensi dan kekuatan
Berisiko mengalami Status Cairan Membaik nadi
ketidakcukupan alirah dengan kriteria hasil:  Monitpr frekuensi napas
darah ke jaringan tubuh, Status Cairan:  Monitor tekanan darah
yang dapat  Kekuatan nadi (5)  Monitor berat badan
mengakibatkan disfungsi  Turgor kulit (5)  Monitor waktu pengisian kapiler
seluler yang mengancam  Output urine (5)
 Monitor elastisitas atau turgor
nyawa  Pengsisian vena (5) kulit
 Frekuensi nadi (5)  Monitor jumlah, warna dan
Faktor Risiko:
 Tekanan darah (5) berat jenis urine
 Hipoksemia
 Tekanan nadi (5)  Monitor kadar albumin dan
 Hipotensi
 Membrane mukosa (5) protein total
 Kekurangan volume
 Jugular Venous Pressure  Monitor hasil pemeriksaan
cairan
(JVP) (5) serum (mis. Osmolitas serum,
 Sepsis hematokrit, natrium, kalium,
 Berat badan (5)
 Sindrom respon BUN)
Kadar Hb (5)
inflamasi sistemik  Monitor intake dan output
(systemic cairan
inflammatory respons  Identifikasi tanda-tanda
syndrome [SIRS]) hipovolemia (mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
Kondisi Klinis Terkait : lemah, tekanan darah menurun,
1. Perdarahan tekanan nadi menyempit, turgor
2. Trauma multiplel kulit menurun, membrane
3. Pneumothoraks mukosa kering, volume urine
4. Infark miokard menurun, hematokrit meningkat,
5. Kardiomiopati haus, lemah, konsentrasi urine
6. Cedera medulla meningkat, berat badan
spinalis menurun dalam waktu singkat)
7. Anafilaksis  Identifikasi tanda-tanda
8. Sepsis hipervolemia (mis. Dispnea,
9. Koagulasi edema perifer, edema anasarka,
intavaskuler JVP meningkat, CVP
diseminata meningkat, reflex hepatojugular
10. Sindrom respons positif, berat badan menurun
inflamasi sistemik dalam waktu singkat)
(systemic Terapeutik
inflammatory respons  Atur interval waktu pemantauan
syndrome [SIRS]) sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Objektif: Edukasi
 Frekuensi nadi  Jelaskan tujuan dan prosedur
meningkta pemantauan
 Nadi teraba lemah  Informasikan hasil pemantauan,
 Tekanan darah jika perlu
menurun
 Tekanan nadi Pencegahan Syok
menyempit Observasi
 Turgor kulit menurun  Monitor status kardiopulmonal
 Membrane mukosa (frekuensi danb tekanan nadi,
kering frekuensi napas, TD, MAP)
 Volume urine  Monitor status oksigenasi
menurun (oksimetri nadi, AGD)
 Hematokrit meningkat  Monitor status cairan (masukan
dan haluaran, turgor kulit, CRT)
Keterangan  Monitor tingkat kesadaran dan
Diagnosis ini ditegakkan respon pupil
pada kondisi gawat  Periksa riwayat alergi
darurat yang dapat Terapeutik
mengancam jiwa dan  Berikan oksigen untuk
intervensi diarahkan mempertahankan saturasi
untuk penyelamatan jiwa. oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
 Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang katetr urine untuk
menilai produksi urine, jika
perlu
 Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi

Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
 Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
 Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan keperawatan selama …x… Observasi
kurang asupan jam 1. Identifikasi status nutrisi
makanan, , maka Status Nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
ketidakmampuan Membaik dengan kriteria intoleransi makanan
menelan hasil : 3. Identifikasi makanan yang
1. Verbalisasi disukai
Batasan karakteristik keinginan untuk 4. Identifikasi kebutuhan kalori
Gejala Tanda Mayor meningkatkan nutrisi dan jenis nutrient
Subjektif meningkat 5 5. Identifikasi perlunya
(tidak ada) 2. Perasaan cepat penggunaan selang nasogastrik
kenyang menurun 5 6. Monitor asupan makanan
Objektif 3. Nyeri abdomen 7. Monitor berat badan
1. Berat badan 10% menurun 5 8. Monitor hasil pemeriksaan
atau lebih di 4. Sariawan menurun 5 laboratorium
bawah rentang 5. Diare menurun 5 Terapeutik
ideal 6. Frekuensi makan 1. Lakukan oral hygiene sebelum
Gejala Tanda Minor membaik 5 makan, jika perlu
Subjektif 7. Nafsu makan 2. Fasilitasi menentukan pedoman
1. Cepat kenyang membaik 5 diet (mis piramida makanan)
setelah makan 8. Bising usus 3. Sajikan makanan secara
2. Kram/nyeri membaik 5 menarik dan suhu yang sesuai
abdomen 9. Membran mukosa 4. Berikan makanan yang tinggi
3. Nafsu makan membaik 5 serat untuk mencegah
menurun konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
Objektif dan tinggi protein
1. Bising usus 6. Berikan suplemen makanan,
hiperaktif jika perlu
2. Otot pengunyah 7. Hentikan pemberian makanan
lemah melalui selang nasogratik jika
3. Otot menelan supan oral dapat ditoleransi
lemah Edukasi
4. Membran mukosa 1. Anjurkan posisi duduk, jika
pucat perlu
5. Sariawan 2. Ajarkan diet yang
6. Serum albumin diprogramkan
turun Kolaborasi
7. Rambut rontok 1. Kolaborasi pemberian
berlebihan medikasi sebelum (mis
8. Diare pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan jika perlu
Promosi Berat Badan
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual
muntah
3. Monitor jumlah kalori yang
dikonsumsi sehari-hari
4. Monitor BB
5. Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit, serum

Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
2. Sediakan makan yang tepat
sesuai kondisi pasien (mis.
Makan dengan tekstur
halus, makan yang
diblender, makan cair yang
diberikan melalui NGT atau
gastrostomy, total
perenteral nitrition sesuai
indikasi)
3. Hidangkan makanan secara
menarik
4. Berikan suplemen, jika
perlu
5. Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai

Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau
2. Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan

Risiko Setelah dilakukan asuhan SIKI


ketidakseimbangan keperawatan selama ...x 24 Manajemen cairan
volume cairan jam diharapkan pasien - Monitor status hidrasi
mampu memenuhi kriteria (kelembaban membran mukosa,
hasil sebagai berikut : frekuensi nadi, kekuatan nadi,
SLKI: akral, pengisian kapiler, turgor
a. Keseimbangan kulit, tekanan darah
Cairan - Monitor berat badan harian
b. Penyembuhan Luka - Monitor berat badan sebelum dan
c. Status Cairan sesudah dialisis
Kriteria Hasil : - Monitor hasil pemeriksaan
- Asupan cairan laboratorium (hematokrit, Na, K,
meningkat Cl, berat jenis urine, BUN)
- Haluaran urin dan - Monitor status hemodinamik
kelembapan (MAP, CVP, PAP, PCWP jika
membran mukosa tersedia)
meningkat - Catat intake-output dan hitung
- Tekanan darah, nadi, balance cairan 24 jam
suhu tubuh dalam - Berikan asupan cairan, sesuai
batas normal kebutuhan
- Edema pada sisi luka - Berikan cairan intravena, jka perlu
dan dehidrasi - Kolaborasi pemberian diuretik,
menurun jika perlu
- Turgor kulit dan -
membran mukosa
membaik
- Nyeri dan
peradangan luka
menurun

Risiko Perdarahan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Perdarahan


(D.0012) selama …..x…. menit, maka Observasi
Definisi: risiko perdarahan menurun  Monitor tanda dan gejala
Berisiko mengalami dengan kriteria hasil: perdarahan
kehilangan darah baik  Kelembapan membrane  Monitor nilai
internal (terjadi di dalam mukosa meningkat (5) hematocrit/hemoglobin sebelum
tubuh) maupun eksternal  Kelembapan kulit dan sesudah kehilangan darah
(terjadi hingga ke luar meningkat (5)  Monitor tanda-tanda vital
tubuh).  Kognitif meningkat (5) ortostatik
Faktor Risiko:  Hemoptysis menurun (5)  Monitor koagulasi ( mis.
 Aneurisma  Hematemesis menurun Prothrombin time (PT), partial
 Gangguan (5) thromboplastin time (PTT),
gastrointestinal (mis.  Hematuria menurun (5) fibrinogen, degradasi fibrin dan/
Ulkus lambung, polip,  Perdarahan anus atau platelet)
varises) menurun (5)
 Gangguan fungsi hati  Distensi abdomen Terapeutik
(mis. Sirosis hepatis) menurun (5)  Pertahankan bed rest selama
 Komplikasi kehamilan  Perdarahan vagina perdarahan
(mis. Ketuban pecah menurun (5)  Batasi tindakan invasive, jika
sebelum waktunya,  Perdarahan pasca operasi perlu
plasenta previa/ menurun (5)  Gunakan kasur pencegah
abrupsio, kehamilan  Hemoglobin membaik decubitus
kembar) (5)  Hindari pengukuran suhu rektal
 Komplikasi pasca  Hematocrit membaik (5)
partum ( mis. Atoni  Tekanan darah membaik Edukasi
uterus, retensi (5)  Jelaskan tanda dan gejala
plasenta)  Denyut nadi apical perdarahan
 Gangguan koagulasi membaik (5)  Anjurkan menggunakan kaus
( mis.trombositopenia)  Suhu tubuh membaik (5) kaki saat ambulasi
 Efek agen  Anjurkan meningkatkan asupan
farmakologis cairan untuk menghindari
 Tindakan pembedahan konstipasi
 Trauma  Anjurkan menghindari aspirin
 Kurang terpapar atau antikoagulan
informasi tentang  Anjurkan meningkatkan asupan
pencegahan makanan dan vitamin K
perdarahan  Anjurkan segera melapor jika
 Proses keganasan terjadi perdarahan

Kondisi klinis terkait: Kolaborasi


 Aneurisma  Kolaborasi pemberian obat
 Koagulopati pengontrol perdarahan, jika
intravaskuler perlu
diseminata  Kolaborasi pemberian produk
 Sirosis hepatis darah, jika perlu
 Ulkus lambung  Kolaborasi pemberian pelunak
 Varises tinja, jika perlu
 Trombositopenia
 Ketuban pecah
sebelum waktunya
 Plasenta
previa/abrupsio
 Atonia uterus
 Retensi plasenta
Tindakan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk  membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang  baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK SAKIT DENGAN ENSEFALOPATI DENGUE

ILUSTRASI KASUS
Pasien An.C datang didampingi kedua orangtuanya dengan
keluhan sempat kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang terjadi 1x dan
berlangsung kurang dari 5 menit. Sebelum kejang pasien sedang dalam
keadaan demam tinggi sejak kemarin malam. Saat kejang kedua tangan
dan kaki kaku dan kelojotan serta mata mendelik ke atas. Setelah kejang
pasien tertidur dan tidak menangis.
Kejang disertai dengan demam sejak 3 hari SMRS. Demam naik
turun dengan suhu yang tinggi. Demam naik baik pagi, siang, ataupun
malam, namun dapat turun jika diberi obat penurun panas.
Gejala tersebut disertai gejala batuk sejak 3 hari SMRS, batuk
berdahak namun dengan frekuensi yang tidak terlalu sering. Ibu pasien
menyangkal adanya mimisan dan gusi berdarah. Namun ibu mengatakan
muncul bercak merah pada tangan dan kaki pasien. Pasien belum dibawa
berobat ke dokter sebelumnya dan hanya diberi obat penurun panas dari
warung.
1. Survei Primer
a) Airway : tidak keluar busa dari mulut pasien, lidah tidak tergigit,
tidak ada sumbatan jalan nafas, mulut tampak menyeringai
b) Breathing : RR : 45x/mnt , ada tanda- tanda hipoksia berupa nafas
cepat.
c) Circulation : Nadi: 156 x/mnt (regular), menggigil.
d) Disability : Kesadaran pasien Somnolen, kedua lengan atas dan
tungkai agak kaku, nampak sesak
e) Eksposure : suhu tubuh : 39,70C, tidak terdapat luka atau fraktur
akibat kejang
2. Survei Sekunder
 IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. C Tn. D Ny. E
Umur 5 tahun 40 tahun 38 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Jalan Pulau Saelus, Pedungan, Denpasar
Agama Hindu Hindu Hindu
Suku bangsa Bali Bali Bali
Pendidikan - SMA SMP
Pekerjaan Ibu Rumah
- Buruh Bangunan
Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk
1 September 2018
RS

ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Sabtu tanggal 1
September 2018
a. Keluhan Utama :
Kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
b. Keluhan Tambahan :
Demam tinggi sejak 3 hari yang lalu + batuk
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sempat kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang
terjadi 1x dan berlangsung kurang dari 5 menit. Sebelum kejang pasien sedang
dalam keadaan demam tinggi sejak kemarin malam. Saat kejang kedua tangan
dan kaki kaku dan kelojotan serta mata mendelik ke atas. Setelah kejang
pasien tertidur dan tidak menangis.
Kejang disertai dengan demam sejak 3 hari SMRS. Demam naik turun
dengan suhu yang tinggi. Demam naik baik pagi, siang, ataupun malam,
namun dapat turun jika diberi obat penurun panas.
Gejala tersebut disertai gejala batuk sejak 3 hari SMRS, batuk
tidak terlalu sering dan berdahak, namun tidak ada pilek dan sesak
selama sakit ini. Ibu pasien menyangkal adanya mimisan dan gusi
berdarah. Namun ibu mengatakan muncul bercak merah pada tangan
dan kaki pasien. Pasien belum dibawa berobat ke dokter sebelumnya
dan hanya diberi obat penurun panas dari warung.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami gejala serupa. Pasien belum pernah
mengalami kejang sebelumnya. Pasien mengatakan tidak ada alergi
makanan ataupun obat.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Operasi - Morbili -
Kesan : Riwayat penyakit lain tidak ada.
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan
kelainan
KEHAMILAN
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke
bidan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi 9 bulan
Berat lahir 3000 g
Panjang badan 43 cm
Keadaan bayi Lingkar kepala tidak
ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan
bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Kesan :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien saat ini baik,
sesuai
dengan usia normal pada umumnya. Ibu mengatakan sebelum sakin anak
di usianya sekarang pasien sudah mampu berbicara lancar, bisa
menggunakan baju, makan, dan makan secara mandiri, mampu berhitung,
menyebutkan macam-macam warna. Tidak terdapat gangguan pada
tumbuh kembang anak.
h. Riwayat Makanan
Umur ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
(bulan)
0-2 +
2-4 +
4-6 + +
6-8 + + + +
8-10 + + + +
Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x
sehari dengan porsi cukup.
i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln 12
bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln6 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
j. Riwayat Keluarga :
Ayah Ibu Anak pertama
Nama Tn. E Ny.D An. C
Perkawinan ke Pertama Pertama -
Umur 40 tahun 38 tahun 5 tahun
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.
k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya
matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah yang
ditampung menggunakan ember besar. Rumah pasien terletak di rumah
padat penduduk. Di sekitar perumahan terdapat selokan yang jarang
dibersihkan. Di rumah pasien juga tidak terdapat hewan peliharaan.
Kesan : Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien
kurang baik.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum/ kesadaran : tampak sakit berat/ apatis
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 156x/menit, regular
- Frekuensi pernapasan : 45x/menit, regular
- Suhu tubuh : 39,7 oC
c. Data antropometri
- Berat badan : 12 kg
- Tinggi badan : 90 cm
d. Status Gizi
- BB/TB menurut WHO : Gizi normal
e. Kepala
- Bentuk : normocephali
- Rambut : rambut hitam, distribusi merata
Mata : conjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/
Hidung : bentuk normal, sekret (-), nafas cuping hidung -/-
Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1 tenang
Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax
1) Paru
a) Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi
subcostae +
b) Palpasi : vocal fremitus simetris
c) Perkusi : sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki +/+, wheezing
-/-
2) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula
kiri
c) Perkusi : batas atas : ICS II garis parasternal kiri
batas kanan : ICS IV garis parasternal kanan
batas kiri : ICS IV garis midclavicula kiri
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
1) Inspeksi : perut datar
2) Auskultasi : bisingusus (+)
3) Palpasi : supel, turgor kulit turun, nyeri tekan (+), hepar
dan lien tidak teraba membesar
4) Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok (-)
Ekstremitas : akral hangat (-/-), sianosis (-), ptekie pada tangan
dan kaki (+)
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +

Refleks Patologis
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Hoffman Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus patella - -
Klonus Achilles - -
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kernig :-
Laseq :-
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Penurunan Kesadaran : (+)
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala : (-)
Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf Kranial
1) Nervus I Olfaktorius : Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
2) Nervus II Optikus
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif –tidak kooperatif
Menilai warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Medan penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif

3) Nervus III Okulomotorius


Kanan Kiri
Ptosis - -
Gerakan mata ke media Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif
Gerakan mata ke atas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif
Bentuk Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Tidak Langsung + +
Reflek Akomodatif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Strabismus Divergen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif

4) Nervus IV Troklearis
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral bawah Tidak dapat Tidak dapat
dinilai – tidak dinilai – tidak
kooperatif kooperatif
Strabismus konvergen Tidak dapat Tidak dapat
dinilai – tidak dinilai – tidak
kooperatif kooperatif
Diplopia Tidak dapat Tidak dapat
dinilai – tidak dinilai – tidak
kooperatif kooperatif

5) Nervus V Trigeminus
Kanan Kiri
Bagian Motorik
Menggigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Bagian Sensorik
Ophtalmik Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Maxilla Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Mandibula Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Reflek Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6) Nervus VI Abdusen
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Strabismus konvergen Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

7) Nervus VII Fasialis


Kanan Kiri
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Mengangkat alis Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Memejamkan mata + +
Menyeringai Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Mengembungkan pipi Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Mencucukan bibir Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Reflek Glabella - -
Chovstek - -
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8) Nervus VIII Vestibulokoklearis


Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik Tidak dapat dinilai – Tidak dapat
tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus - -
Past Pointing - -

9) Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus


Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Refleks muntah Tidak dilakukan
Tersedak Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Disartria Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Daya kecap 1/3 lidah Tidak dilakukan

10) Nervus XI Aksesorius


Mengangkat bahu Menoleh
Kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
11) Nervus XII Hipoglosus
Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Atrofi -
Artikulasi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif
Tremor Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah (1 September 2018 pk 11.50)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Leukosit 10,5 ribu/uL 5-10
Hemoglobin 11,3 g/Dl 12-16
Hematokrit 57 % 40-54
Trombosit 25 ribu/uL 150-400
KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum 51 mg/dL 20-40
Kreatinin 0,47 mg/dL 0,5-1,3
Diabetes
GDS 132 mg/dL 60-110
Elektrolit
Natrium 128 mmol/L 135-145
Kalium 4,2 mmol/L 3,5-5,0
Clorida 88 mmol/L 94-111

DIAGNOSIS KERJA
a. Ensefalopati Dengue
b. Gastroenteritis Dehidrasi Berat

DIAGNOSIS BANDING
a. Dengue Syok Sindrom
b. Ensefalopati metabolic

PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
1) Pro Perawatan di Ruang PICU
2) Monitor tanda vital
3) Balance cairan/ 8 jam
4) Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
b. Medikamentosa
1) Infus RL loading 200 ml, 20 tpm makro
Infus Tridex 27B 10 tpm mikro
2) Sanmol drip 3x125mg
3) Sibital loading 200cc dalam NaCl 50cc diberiksan pada ½ jam
pertama, kemudian dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 25
mg
a) Dexamethason 3x2 mg iv
b) Ranitidine 2x ¼ amp
c) Ceftriaxon 1x750 mg iv

ANALISIS DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Spasme otot-otot Ketidakefektifan pola
 Ibu pasien pernapasan, nafas berhubungan

mengatakan Hipo/hiperventilasi, dengan jalan nafas


terganggu akibat
anaknya tidak nyeri
spasme otot- otot
memiliki riwayat
pernafasan, nyeri,
sesak napas, Terjadi gangguan
hipo/hiperventilasi
namun ketika masuknya oksigen
suhu tubuh
anaknya yang Rendahnya kadar
sangat tinggi ibu oksigen dalam paru-
pasien paru
memperhatikan
bahwa napas Adanya upaya napas
anaknya cepat
DO : Ketidakefektifan pola
 Kesadaran anak napas
menurun
 Tanda Vital :
N : 156x/menit, RR
: 45x/menit, S : 39,7
o
C
 Napas anak cepat
DS : Infeksi virus dengue R
 Ibu pasien
mengatakan Mengaktifkan sistem
anaknya sulit komplemen

untuk disuruh
minum air putih Membuat & melepaskan
zat C3a
dan badan
anaknya sangat
PGE Hipotalamus
lemah
DO :
Peningkatan reabsorbsi
 Mukosa bibir Na dan H2O
kering
 Konjungtiva Permeabilitas membran
anemis meningkat
 Kesadaran :
Renjatan hipovolemik dan
Somnolen
hipotensi
 Tanda Vital :
N : 156x/menit, RR
Kebocoran plasma ke
: 45x/menit, S : 39,7
ekstravaskuler
o
C

Kekurangan volume
cairan
DS : Infeksi virus dengue Hipertermia
 Ibu pasien berhubungan dengan

mengatakan Mengaktifkan sistem proses infeksi virus

komplemen dengue Nyeri


anaknya demam
tinggi sejak 3 hari berhubungan dengan
yang lalu Membuat & melepaskan proses patologis

DO : zat C3a penyakit

 Anak tampak
PGE Hipotalamus
menggigil
 Suhu tubuh anak
Hipertermi
meningkat
 Kesadaran :
somnolen
 Tanda Vital :
N : 156x/menit, RR
: 45x/menit, S : 39,7
o
C
DS : Proses patologis Nyeri akut
 Ibu pasien penyakit berhubungan dengan

mengatakan proses patologis


Penurunan imunitas penyakit.
anaknya sering
tubuh
menangis dan
mengeluh nyeri
Kelemahan pada otot
pada kepala,
dan sendi
sendi dan kakinya
DO : Nyeri
 Anak nampak
meringgis dan
lemas
 Kesadaran
somnolen
 Tanda Vital :
N : 156x/menit, RR
: 45x/menit, S : 39,7
o
C

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Penggunaan otot
bantu pernapasan Ditandai dengan ada pernapasan cuping hidung
2. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit (mis: infeksi,
kanker) ditandai dengan suhu tubuh diatas normal Nampak
kemerahan di kulit
3. Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan
4. Nyeri Akut berhubungan dengan

INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Diagnosa Hasil
(SIKI)
(SLKI)
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
intervensi selama ... Observasi :
Definisi :
 Monitor pola napas
Inspirasi dan/atau x... menit, maka pola
(frekuensi, kedalaman,
yang tidak napas membaik
ekspirasi
usaha napas)
memberikan ventilasi dengan kriteria hasil :
 Monitor bunyi napas
adekuat  Ventilasi semenit
tambahan (mis.
(5)
gurgling, mengi,
Subjektif :  Kapasitas vital (5)
wheezing, ronkhi
 Dispnea  Diameter thoraks
kering)
Objektif : anterior  Monitor sputum

 Penggunaan otot posterior (5) (jumlah, warna, aroma)

bantu pernapasan  Tekanan ekspirasi Terapeutik :

 Fase ekspirasi (5)  Pertahankan

memanjang  Tekanan inspirasi kepatenan jalan napas


 Pola napas abnormal (5) dengan head-tilt dan
(mis. takipnea,  Dispnea (5) chin-lift (jaw-thrust jika
bradipnea,  Penggunaan otot curiga trauma cervical)
hiperventilasi, bantu napas (5)  Posisikan semi-Fowler
kusmaul, cneyne-  Pemanjangan fase atau Fowler
stokes) ekspirasi (5)  Berikan minum hangat

Gejalan dan Tanda  Ortopnea (5)  Lakukan fisioterapi


Minor  Pernapasan dada, jika perlu
Subjektif : pursed-tip (5)  Lakukan penghisapan
 Ortopnea  Pernapasan cuping lendir kurang dari 15
Objektif : hidung (5) detik
 Pernapasan pursed-lip  Frekuensi napas (5)  Lakukan
 Pernapasan cuping  Kedalaman napas hiperoksigenasi
hidung (5) sebelum penghisapan
 Diameter thoraks Ekskursi dada (5 endotrakeal
anterior-posterior  Keluarkan sumbatan
meningkat benda padat dengan
 Ventilasi semenit forsep McGill
menurun  Berikan oksigen, jika
 Kapasitas vital perlu
menurun Edukasi :
 Tekanan ekspirasi  Anjurkan asupan cairan
menurun 2000ml/hari, jika tidak
 Tekanan inspirasi kontraindikasi
menurun  Ajarkan teknik batuk
 Ekskursi dada berubah efektif
Kondisi Klinis Terkait : Kolaborasi :
 Depresi sistem saraf  Kolaborasi pemberian
pusat bronkodilator,
 Cedera kepala ekspektoran, mukolitik,
 Trauma thoraks jika perlu
 Gullian barre
syndrome Pemantauan Respirasi
 Multiple sclerosis Observasi :
 Myastenial gravis  Monitor frekuensi,
 Stroke irama, kedalaman dan
 Kuadriplegia upaya napas
Intoksikasi  Monitor pola napas

alcohol (seperti : bradipnea,


takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
 Monitor kemampuan

batuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya

sumbatan jalan napas


 Paplasi kesimetrisan

ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas

 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray

thoraks
Terapeutik :
 Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil

pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Hipertermia Setelah dilakukan Regulasi Temperatur


Definisi intervensi keperawatan Observasi :
Suhu tubuh meningkat di selama ....x... jam,  Monitor suhu tubuh
atas rentang normal tubuh makaTermoregulasi sampai stabil
Penyebab : membaik dengan  Monitor suhu tubuh
 Dehidrasi kriteria hasil : anak tiap dua jam, jika
 Terpapar  Menggigil perlu
lingkungan panas menurun (5)  Monitor tekanan darah,
 Proses penyakit  Kulit frekuensi pernafasan
(mis: infeksi, kemerahan dan nadi
kanker) menurun (5)  Monitor warna dan
 Ketidaksesuaian  Kejang suhu kulit
pakaian dengan menurun (5)  Monitor dan catat
suhu lingkungan  Pucat menurun tanda dan gejala
 Peningkatan laju (5) hipertermia
metabolisme  Takikardi Terapeutik :

 Respon trauma menurun (5)  Pasang alat

 Aktivitas  Takipnea pemantauan suhu

berlebihan menurun (5) kontinu, jika perlu

 Penggunaan  Bradikardi  Tingkatkan asupan

incubator menurun (5) cairan dan nutrisi

Gejala dan Tanda Mayor :  Suhu tubuh yang adekuat

Subjektif membaik (5)


Kolaborasi :
-  Suhu kulit
 Kolaborasi
Objektif membaik (5)
pemberian
 Suhu tubuh diatas nilai  Tekanan darah
antipiretik, jika
normal membaik (5)
perlu
Gejalan dan Tanda Minor :
Subjektif
-
Objektif
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
 Proses infeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prameturitas
Risiko Setelah dilakukan SIKI

ketidakseimbangan asuhan keperawatan Manajemen cairan

volume cairan selama ...x 24 jam - Monitor status hidrasi


diharapkan pasien (kelembaban membran
mampu memenuhi mukosa, frekuensi nadi,
kriteria hasil sebagai kekuatan nadi, akral,
berikut : pengisian kapiler, turgor
SLKI: kulit, tekanan darah
d. Keseimbangan - Monitor berat badan
Cairan harian

e. Penyembuhan - Monitor berat badan

Luka sebelum dan sesudah


dialisis
f. Status Cairan
- Monitor hasil
Kriteria Hasil :
pemeriksaan
- Asupan cairan
laboratorium (hematokrit,
meningkat
Na, K, Cl, berat jenis urine,
- Haluaran urin
BUN)
dan
- Monitor status
kelembapan hemodinamik (MAP, CVP,

membran PAP, PCWP jika tersedia)

mukosa - Catat intake-output dan


hitung balance cairan 24
meningkat
jam
- Tekanan
- Berikan asupan cairan,
darah, nadi,
sesuai kebutuhan
suhu tubuh
- Berikan cairan intravena,
dalam batas
jka perlu
normal
- Kolaborasi pemberian
- Edema pada diuretik, jika perlu
sisi luka dan -
dehidrasi
menurun
- Turgor kulit
dan membran
mukosa
membaik
- Nyeri dan
peradangan
luka menurun

Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan Observasi
Definisi: selama .... X .... jam  Identifikasi lokasi,
Pengalaman sensorik atau menit diharapkan Nyeri karakteristik,
emosional yang berkaitan Akut Berkurang durasi, frekuensi,
dengan kerusakan jarigan dengan kriteria hasil : kualitas , intensitas
actual atau fungsional, Tingkat nyeri : nyeri
dengan onset mendadak  Keluhan nyeri  Identifikasi skala
atau lambat dan (5) nyeri
berintensitas ringan hingga  Meringis (5)  Identifikasi respons
berat yang berlangsung  Sikap protektif nyeri non verbal
kurang dari 3 bulan (5)  Identifikasi faktor
 Gelisah (5) yang memperberat
Penyebab:  Kesulitan tidur nyeri dan
 Agen pencedera (5) memperingan nyeri
fisiologis (mis.  Menarik diri (5)  Identifikasi
Inflamai,iskemia,  Berfokus pada pengetahuan dan
neoplasma diri sendiri (5) keyakinan tentang
 Agen pencedera  Diaforesis (5) nyeri
kimiawi (mis.  Perasaan  Identifikasi
Terbakar, bahan depresi pengaruh budaya
kimia iritan) (tertekan) (5) terhadap respon
 Agen pencedera  Perasan takut nyeri
fisik (mis. Abses, mengalami  Identifikasi
amputasi, cedera pengaruh nyeri
terbakar, berulang (5) pada kualitas hidup
terpotong,  Anoreksia (5)  Monitor
mengangkat berat,  Perineum keberhasilan terapi
prosedur operasi, terasa tertekan komplementer yan
trauma, latihan (5) sudah diberikan
fisik berlebih)  Uterus teraba  Monitor efek

membulat (5) samping


Gejala dan Tanda Mayor
 Ketegangan penggunaan
Subjektif
otot (5) analgetik
 Mengeluh nyeri
 Pupil dilatasi
Objektif
(5)
 Tampak meringis
 Muntah (5) Terapeutik
 Bersikap protektif
 Mual (5)  Berikan teknik
(mis. Waspada,
nonfarmakologis
posisi menghindari
untuk mengurangi
nyeri)
rasa nyeri (mis.
 Gelisah
 Frekuensi nadi TENS, hypnosis,
 Frekuensi nadi
(5) akupresur, terapi
meningkat
music,
 Sulit tidur  Pola napas (5) biofeedback, terapi
 Tekanan darah pijat, aromaterapi,
(5) teknik imajinasi
 Proses berpikir terbimbing,
(5) kompres
 Fokus (5) hangat/dingin,
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif  Fungsi kemih terapi bermain)

(5)  Kontrol lingkungan


-
Objektif  Perilaku (5) yang memperberat

 Tekanan darah  Nafsu makan rasa nyeri (mis.

(5) Suhu ruangan,


meningkat
 Pola tidur (5) pencahayaan,
 Pola napas
kebisingan)
berubah
 Fasilitas istirahat
 Nafsu makan Kontrol Nyeri
 Melaporkan dan tidur
berubah
nyeri terkontrol  Pertimbangkan
 Proses berpikir
(5) jenis dan sumber
terganggu
 Kemampuan nyeri dalam
 Menarik diri
mengenali pemilihan strategi
 Berfokus pada diri
onset nyeri (5) meredakan nyeri
sendiri
 Diaforesis  Kemampuan
mengenali Edukasi

penyebab nyeri  Jelaskan penyebab,


Kondisi klinis terkait
(5) periode, dan
 Kondisi
 Kemampuan pemicu
pembedahan
menggunakan  Jelaskan strategi
 Cedera traumatis
teknik non- meredakan nyeri
 Infeksi
farmakologis  Anjurkan
 Sindrom koroner
(5) memonitor nyeri
akut
 Dukungan secara mandiri
 Glaukoma
orang terdekat  Anjurkan

(5) menggunakan

 Keluhan nyeri analgetik secara


(5) tepat
 Penggunaan  Ajarkan teknik
analgesic (5) nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik

Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan
respons terhadap
efek analgesik dan
efek yang tidak
diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek
terapu dan efek
samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Tanggal/
Implementasi Respon Paraf
DX Jam
1,2,3, 1 September Melakukan pengkajian DS : Ibu pasien
4 2018 mengatakan anaknya
10.15 wita kejang sejak 1 jam
sebelum masuk rs,
kejang berlangsung
kurang dari 5 menit,
badan anaknya
sangat panas,
sebelumnya pasien
kejang sudah sejak 3
hari yang lalu dengan
suhu tubuh yang
tinggi namun dapat
diturunkan dengan
obat yang ia beli
diwarung, namun
karena panas tinggi
anaknya yang tidak
turun dari kemarin
malam, ia langsung
melarikan anaknya
ke rumah sakit.
DO : Pasien nampak
gelisah
1,2,3, 10.20 wita Mengukur tanda- DS : -
4 tanda vital DO :
-Nadi : 156x/ menit
- RR : 45x/ menit
- Suhu : 39,7oC
- SpO2 : 90%
- GCS : E4V4M5
- Somnolen
1 10.27 wita Memberikan posisi DS : -
yang nyaman untuk DO : Pasien tidur
meringankan sesak terlentang dengan
posisi semifowler
napas
didampingi ibunya
1 10.30 wita Menjaga aliran oksigen DS : -
mencukupi kebutuhan DO : O2 2 lpm (nasal
klien kanul) adekuat
2 10.55 wita Memberikan kompres DS : -
hangat DO : Pasien nampak
tenang, kompres
hangat dilakukan
oleh ibu pasien
1, 2 10.57 wita Memonitor suhu tubuh DS : -
dan saturasi oksigen DO : Pasien nampak
tenang, suhu : 38,9
o
C, SpO2 : 94%
3 11.00 wita Menganjurkan ibu DS : Ibu pasien
pasien untuk mengatakan sudah
meningkatkan kuantitas sedikit memaksakan
minum anak dengan anaknya untuk
sedikit-sedikit tapi minum
sering DO : Ibu pasien
memberikan minum
sedikit tapi sering
kepada anaknya
3 11.50 wita Pemberian cairan IV DS : -
RL 200 ml, 20 tpm, DO : Pasien
mikro menangis
1,2,3, 11.55 wita Pengambilan sampel DS : -
4 darah lengkap DO : Pasien
menangis
4 12.00 wita Delegatif pemberian DS : -
obat DO : Pasien nampak
- Sanmol drip gelisah ketika hendak
3x125mg diinjeksikan obat,

- Dexamethason 3x2 obat sudah diberikan


IV perset, tidak ada
mg iv
reaksi alergi
- Ranitidine 2x ¼ amp
- Ceftriaxon 1x750
mg iv
1,2,3, 12.20 wita Mengukur tanda-tanda DS : -
4 vital DO :
-Nadi : 140x/ menit
- RR : 35x/ menit
- Suhu : 38,8oC
- SpO2 : 96%
- GCS : E4V4M5
- Somnolen

 EVALUASI
No. Tanggal/
Catatan Perkembangan Paraf
Dx Jam
1 1 September S : Ibu pasien mengatakan sesak anaknya sudah
2018 berkurang
13.50 wita O : Pasien nampak tenang (N :120x/ menit, RR :
30x/menit, Suhu : 38,4 oC, SpO2 : 96%, GCS :
E4V5M6, Compos mentis)
A : pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot- otot pernafasan, nyeri,
hipoventilasiteratasi
P : Pertahankan kondisi pasien, lanjutkan
intervensi, pasien dipindahkan ke ruang rawat
inap bangsal anak
2 1 September S : Ibu pasien mengatakan suhu tubuh anaknya
2018 masih agak hangat
13.50 wita O : Pasien nampak tenang (N :120x/ menit, RR :
30x/menit, Suhu : 38,4 oC, SpO2 : 96%, GCS :
E4V5M6, Compos mentis)
A :Hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue
P : Lanjutkan intervensi : Kompres hangat
dapat mengembalikan suhu normal
memperlancar sirkulasi dan delegatif
pemberian obat antipiretik, pasien
dipindahkan ke ruang rawat inap bangsal anak
3 1 September S : Ibu pasien mengatakan anaknya sudah cukup
2018 minum air putih meski harus sedikit dipaksa
13.50 wita O : (N :120x/ menit, RR : 30x/menit, Suhu :
o
38,4 C, SpO2 : 96%, GCS : E4V5M6,
Compos mentis, CRT < 2 det, mukosa bibir
lembab, mata tidak cekung, konjungtiva
tidak anemis)
A :Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien, lanjutkan
intervensi, pasien dipindahkan ke ruang rawat
inap bangsal anak
4 1 September S : Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya
2018 masih sedikit nyeri pada kepala dan sendi
13.50 wita O : Pasien nampak tenang namun sesekali masih
nempak meringis kesakitan ketika hendak
bergerak (N :120x/ menit, RR : 30x/menit,
Suhu : 38,4 oC, SpO2 : 98%, GCS : E 4V5M6,
Compos mentis)
A :Nyeri akut berhubungan dengan proses
patologis penyakit belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi : Delegatif pemberian
obat analgesic, pasien dipindahkan ke ruang
rawat inap bangsal anak
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.


M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba
Medika. Jakarta.
Marsjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid I. Jakarta : Media
Aesculopius
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak.Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003.Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-
2006, Philadelphia USA
Rohim, Abdul. 2004. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jakarta : Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suriadi., Yulianti, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
CV Agung Seto
SDKI. 2016 .Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP
PPNI
SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
Wahidayat, Iskandar. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info Media

Anda mungkin juga menyukai