Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PENYAKIT CEDERA OTAK KEPALA SEDANG (COS)

di RUANG MELATI RSD. Dr. SOEBANDI JEMBER

NAMA : DIANTI ANGGRAINI

NIM : 21101018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Penyebab terjadinya cedera kepala salah satunya karena adanya
benturan atau kecelakaan. Cedera kepala mengakibatkan pasien dan keluarga
mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan akibat paling fatal adalah
kematian. Asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan
penting terutama dalam pencegehan komplikasi (Muttaqin, 2016).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma kapitis/head, injury/trauma, kranioserebral/traumatic, brain injury merupakan
trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
Cedera kepala sedang yakni apabila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak.

1.2 Klasifikasi Cedera Kepala Sedang


Bachelor (2003) membagi cedera kepala sedang menjadi :
a. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
b. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma
c. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah
Klasifikasi Cedera Kepala :
Penentuan Keparahan Deskripsi
Ringan GCS 13-15
Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil.
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit dan
disorientasi. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusia cerebral, hematoma
Sedang GCS 9-12
Kehilangan kesadaran, namun masih menuruti
perintah yang sederhana atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak
Berat GCS 3-8
Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam juga meliputi kontusio
serebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Dengan perhitungan GCS sebagai berikut :
1. Eye: Nilai 2 atau 1
2. Motorik : Nilai 5 atau <5
3. Verbal : Nilai 2 atau 1

Eye :
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
Verbal :
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
Motorik :
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3-15
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang
muncul setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan
derajat cedera kepala. Menurut Judha (2011), berdasarkan derajat penurunan tingkat
kesadaran serta ada tidaknya deficit neurologic.
1.3 Etiologi
Etiologi cedera kepala menurut Smetzer Bare, 2002 :
a. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya otak.
Misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
b. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
c. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
yang bukan pukulan
d. Kontak benturan
Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu obyek
e. Kecelakaan lalu lintas
f. Jatuh
g. Kecelakaan kerja
h. Serangan yang disebabkan karena olahraga
i. Perkelahian
Berikut jenis etiologi berdasarkan kerusakan spesifik pada kepala :
Jenis Cedera Mekanisame
Coup dan countercoup Objek yang membentur bagian depan (coup) atau
bagian belakang (countrecoup) kepala, objek yang
membentur bagian samping kepala (coup atau
countrecoup), kepala yang mengenai objek dengan
kecepatan rendah
Hematoma ekstradural Kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, kecelakaan saat
olahraga
Hematoma subdural Kecelakaan lalu lintas atau terjatuh, khususnya
pada orang berusia tua atau orang dengan
penyalahgunaan alkohol yang kronik
Perdarahan Kontusi yang disebabkan oleh gaya dengan
intracerebral kekuataan yang besar, biasanya akibat kecelakaan
lalu lintas atau terjatuh dari jarak yang jauh
Fraktur campuran Objek yang mengenai kepala dengan kekuatan
yang besar atau kepala yang membentur objek
dengan sangat kuat; fraktur tulang temporal, fraktur
tulang occipital, dampak ke arah atas dari vertebra
cervical (fraktur dasar tulang tengkorak)
Cedera penetrasi Misil (peluru) atau proyektil yang tajam (pisau,
pemecah es, kapak, baut)
Cedera aksonal difus Kepala yang sedang bergerak dan membentur
permukaan yang keras atau objek yang sedang
bergerak membentur kepala yang dalam kondisi
diam; kecelakaan lalu lintas (saat kerja atau pejalan
kaki); gerakan kepala memutar

1.4 Manifestasi Klinis


a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
d) Memar Otak (kontusio Cerebri)
e) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajad
f) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
g) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
h) Penekanan batang otak
i) Penurunan kesadaran
j) Edema jaringan otak
k) Defisit neurologis
l) Herniasi
3) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit sampai dengan
beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis
(tanda hernia) :
1. Kacau mental → koma
2. Gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3. Pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
1. Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik
2. Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural
3. Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
4. Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5. Perluasan massa lesi
6. Peningkatan TIK
7. Sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8. Disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
1. Nyeri kepala hebat
2. Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
1.5 Patofisiologi
Mekanisme cedera kepala dapat berlangsung peristiwa coup dan contrecoup.
Lesi coup merupakan lesi yang diakibatkan adanya benturan pada tulang tengkorak
dan daerah disekitarnya. Lesi contrecoup merupakan lesi di daerah yang letaknya
berlawanan dengan lokasi benturan. Akselerasi - deselerasi terjadi akibat kepala
bergerak dan berhenti mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas
antara tulang tengkorak dan otak menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan.
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma tulang
belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non mekanik. Kepala
dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang keras. Tempat yang
langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut dinamakan dampak atau impact.
Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2) fraktur linear, (3) fraktur stelatum, (4)
fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya edema atau perdarahan subkutan saja. Fraktur
yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, dapat
timbul fraktur stelatum atau fraktur impresi (Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma kapitis karena
(1) trauma langsung, (2) hematom yang menekan pada saraf otak, (3) traksi
terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau (4) kompresi
serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada batang otak. Pada
trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak dengan atau tanpa
amnesia retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologic. Apapun tidak terdapat pada
penderita tersebut. Sed angkan kemungkinan lain yang terjadi adalah penurunan
kesadaran untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut ditentukan oleh
integirtas diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi
sementara tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang pada
ujung rostral bersambung dengan medula spinalis mudah terbentang dan teregang
waktu kepala bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat dan mendadak itu
disebut akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak ini dapat menimbulkan
blokade reversibel pada lintasan retikularis asendens difus, sehingga selama itu otak
tidak mendapat input aferen, yang berarti bahwa kesadaran menurun sampai derajat
yang terendah (Mardjono & Sidharta, 2010).
Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh (1)
kontusio serebri, (2) laserasio serebri, (3) perdarahan subdural, (4) perdarahan
epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena berbagai
gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis, seperti telah
disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak (akselerasi). Selain
itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak (deakselerasi). Pada waktu
akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang ke arah impact dan
penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah impact. Adanya akselerasi
tersebut menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif, yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi
kontusio dapat berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik
besar dan kecil tanpa kerusakan duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut
lesi kontusio coup, sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio
countrecoup. Ada pula lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi
kontusio coup dan countrecoup (Mardjono & Sidharta, 2010).

1.6 Pathway/W.O.C
Terlampir
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikuler, pergeseran
jaringan otak
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sama dengan CT Scan dengan / tanpa kontras. Menggunakan medan magnet kuat
dan frekuensi radio dan bila bercampur frekuensi radio radio yang dilepaskan oleh
jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis
tumor, infark dan kelainan pada pembuluh darah
c. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, pendarahan dan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan
menentukan kelainan serebral vaskuler
d. Angiografi Substraksi Digital
Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi
untuk mempelihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan
lunak di sekitarnya
e. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
EEG (elektroensefalogram) mengukur aktifitas listrik lapisan superfisial korteks
serebri melalui elekroda yang dipasang di luar tengkorak pasien
f. ENG (Elektronistagmogram)
Merupakan pemeriksaan elekro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis gangguan system saraf pusat
g. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur). Pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang
h. BAEK (Brain Auditon Euoked Tomografi)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
i. PET (Positron Emmision Tomografi)
Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme batang otak
j. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perubahan subaraknoid
k. GDA (Gas Darah Arteri)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan meningkatkan
TIK
l. Kimia atau Elekrolit darah
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK atau
perubahan mental
m. Pemeriksaan toksilogi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran
n. Kadar anti konvulsan darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk
mengatasi kejang
(Doenges 2000; Price & Wilson 2006)

1.8 Diagnosa Banding

1.9 Komplikasi
a. Kejang Pasca Trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan salah satu
komplikasi serius. Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,
epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10
b. Demam dan Menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk outcome.Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek
sentral.Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muskular paralisis.
Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid
c. Hidrosefalus
Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil odema,
demensia, ataksia dan gangguan miksi
d. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan
gerakan.Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan
ditujukan pada : pembatasan fungsi gerak, nyeri, pencegahan kontraktur, dan
bantuan dalam memposisikan diri. Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan
ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, dan terapi farmakologi dengan
dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum dan benzodiazepin
e. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk
delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil.Agitasi juga sering terjadi
akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral.Penanganan
farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi,
antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodiazepin dan terapi modifikasi lingkungan
f. Mood, Tingkah laku dan Kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik
setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2
tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau
emosi termasuk problem daya ingat pada 74%, gangguan mudah lelah (fatigue)
72%, gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan
konsentrasi 62%
g. Sindroma Post Kontusio
Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan
cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada
tahun pertama
1) Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah,
sensitif terhadap suara dan cahaya
2) Kognitif : perhatian, konsentrasi, memori
3) Afektif : iritabel, cemas, depresi, emosi labil
1.10 Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologis, untuk mempertahankan status cairan dan menghindari
dehidrasi. Pemberian NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target
natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam
b. Terapi nutrisi, diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari
dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral
feeding dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi
c. Terapi prevensi kejang, pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektif pada minggu pertama.Faktor-faktor terkait yang harus
dievaluasi pada terapi prevensi kejang adalah kondisi pasien yang hipoglikemi,
gangguan elektrolit, dan infeksi

1.11 Konsep Keperawatan


1.11.1 Pengkajian
a. Riwayat kesehatan : Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadiam, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistemrespirasi : Suaranafas, polanafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi, ataksik)
2) Kardiovaskuler : Pengaruh perdarahan organ ataupengaruh PTIK

3) Sistem Saraf :
a) Kesadaran → GCS
b) Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai atau meluas
kebatang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial
c) Fungsi sensori-motor → adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang
c. Sistem pencernaan
1) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar → tanyakan pola makan
2) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan
3) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia
d. Kemampuan bergerak : Kerusakan area motoric → hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
e. Kemampuan komunikasi
Kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau akibat kerusakan
saraf hipoglosus dan saraf fasialis
f. Psikososial → data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga

1.11.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI
diagnose keperawatan yang akan muncul adalah :
a. Resiko Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan
Cedera Kepala
b. Pola nafas tidak efektif b.d cedera pada medulla spinalis

c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

d. Bersihan jalan nafas tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang


tertahan
e. Gangguan persepsi sensori b.d hipoksia serebral

f. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d trauma atau perdarahan

g. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan

h. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

i. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih

j. Resiko cedera b.d perubahan fungsi psikomotor

k. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasive

l. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral

m. Gangguan mobilitas b.d gangguan neuromuscular

n. Distress spiritual b.d peningkatan ketergantungan orang lain


1.11.3 Intervensi

1. Resiko Perfusi Jaringan Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen peningkatan tekanan intracranial
Serebral Tidak Efektif b.d jam diharapkan Perfusi Serebral (L.02014) (I.06194)
Cedera Kepala 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (missal :
D.0017 Indikator S S edema serebral)
A T 2. Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
Tingkat Kesadaran 2 4 (missal : TD meningkat, kesadaran menurun)
Tekanan Intrakranial 2 4 3. Monitor status pernafasan
Demam 3 5 4. Berikan posisi semi fowler
Keterangan : 5. Atur ventilator agar PaCO2 = optimal
6. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulan,
1. Menurun atau meningkat jika perlu
2. Cukup menurun atau meningkat
3. Sedang
4. Cukup Meningkat atau menurunkan
5. Meningkat atau menurun

2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen jalan napas buatan (1. 01012)
b.d cedera pada medulla jam diharapkan Pola Napas (L.01004) 1. Monitor kuliat area stoma trakeostomi
spinalis (kemerahan, perdarahan)
D.00005 2. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Indikator S S jika diperlukan (bukan secara berkala atau rutin)
A T 3. Lakukan perawatan trakeostomi
Dispnea 2 4 4. Jelaskan pasien atau keliarga tujuan prosedur
Penggunaan otot bantu napas 2 4 pemasangan jalan napas buatan
Frekuensi Napas 3 5 5. Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous
Keterangan : plug yang tidak dapat dilakukan penghisapan

1. Meningkat atau memburuk


2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan perawatan selama …x… Terapi Oksigen (1.01026)
b.d ketidakseimbangan jam diharapkan Pertukaran Gas (L.01003) 1. Monitor posisi alat terapi oksigen
ventilasi-perfusi 2. Monitor integritas mukosa hidung akibat
D.00003 Indikator S S pemasangan oksigen
A T 3. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea,
Tingkat kesadaran 2 4 jika perlu
Dispnea 2 4 4. Pertahankan kepatenan jalan napas
Bunyi napas tambahan 3 5 5. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
Keterangan : oksigen di rumah
6. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
1. Menurun atau meningkat
2. Cukup menurun atau meningkat
3. Sedang
4. Cukup Meningkat atau menurunkan
5. Meningkat atau menurun
4. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Efektif berhubungan jam diharapkan Bersihan Jalan Napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
dengan Sekresi yang (L.01001) napas)
tertahan 2. Monitor bunyi napas tambahan (missal gurgling,
D.00001 mengi, wheezing, ronchi kering)
Indikator S S
3. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
A T
tilt dan chin-lift
Dispnea 2 4
4. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
Frekuensi Napas 2 4 endotrakeal
Pola Napas 2 4 5. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
Keterangan : kontraindikasi
6. Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik,
1. Meningkat atau memburuk jika perlu
2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

5. Gangguan persepsi Setelah dilakukan perawatan selama …x… Terapi Relaksasi (1.09326)
sensori b.d hipoksia jam diharapkan Status Neurologis (L.06053) 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
serebral ketidakmampuan berkonsentrasi atau gejala lain
D.0085 yang mengganggu kemampuan kognitif
Indikator S S 2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
A T darah dan suhu sebelum dan sesudah latihan
Tingkat Kesadaran 2 4 3. Ciptakan lingkungan tenang
Frekuensi Napas 2 4 4. Gunakan pakaian longgar
Pola Napas 2 4 5. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis
Keterangan : relaksasi yang tersedia

1. Menurun atau memburuk


2. Cukup menurun atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat atau membaik
5. Meningkat atau membaik

6. Resiko Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen Cairan (1.03098)


ketidakseimbangan cairan jam diharapkan Status Cairan (L.03028) 1. Monitor status hidrasi (mis : frekuensi nadi,
b.d trauma atau kekuatan nadi, akral, turgor kulit, tekanan darah)
perdarahan Indikator S S 2. Catat intake-output dan hitung balance cairan 24
D.0036 A T jam
Dispnea 2 4 3. Berikan cairan, sesuai kebutuhan
Intake cairan 2 4 4. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
Suhu tubuh 2 4
Keterangan :

1. Meningkat atau memburuk


2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

7. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen Nutrisi (1.03119)
ketidakmampuan menelan jam diharapkan Status Nutrisi (L.03030) 1. Identifikasi status nutrisi
makanan 2. Monitor asupan makanan
D.0019 Indikator S S 3. Fasilitasi menentukan pedoman diet
A T 4. Ajarkan diet yang di programkan
Berat Badan 2 4 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Frekuensi Makan 2 4 jumlah kalori dan jenis nutrien
Bising Usus 2 4
Keterangan :

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
8. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen nyeri (I.08238)
dengan Agen Cedera fisik jam diharapkan Kontrol Nyeri (L.08063) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(D.0077) frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
Indikator S S 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
A T 3. Identifikasi yang memperberat dan memperingan
Kemampuan mengenali onset 2 4 nyeri
nyeri 4. Control lingkungan yang memperberat rasa
Kemampuan mengenali penyebab 2 4 nyeri (mi. suhu ruangan, pencahayaan,
nyeri kebisingan)
Keluhan nyeri 2 4 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
Keterangan : 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasanyeri
1. Menurun 7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

9. Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan perawatan selama …x… Kateterisasi Urine (1.04148)
b.d penurunan kapasitas jam diharapkan Eliminasi Urin (L.04034) 1. Periksa kondisi pasien (missal: kesadaran, TTV,
kandung kemih distensi kandung kemih,inkontinensia urin)
D. 0040 Indikator S S 2. Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan
A T tindakan
Distensi kandung kemih 2 4 3. Lakukaninsersi kateter urine dengan menerapkan
Urine menetes 2 4 prinsip aseptic
oliguria 2 4 4. Fiksasi selang kateter di paha
Keterangan : 5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter
urine
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. menurun
10. Resiko cedera b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x… Manajemen Kejang (1.06193)
perubahan fungsi jam diharapkan Tingkat Cedera (L.14136) 1. Monitor terjadinya kejang berulang
psikomotor 2. Monitor karakteristik kejang (mis : aktivitas
D. 0136 Indikator S S motorik dan progresi kejang)
A T 3. Monitor status neurologis
Perdarahan 2 4 4. Catat durasi kejang
Tekanan Darah 2 4 5. Kolaborasi pemberian antikovulan, jika perlu
Frekuensi Napas 2 4
Keterangan :

1. Meningkat atau memburuk


2. Cukup meningkat atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun atau membaik
5. Menurun atau membaik

11. Resiko infeksi b.d efek Setelah dilakukan perawatan selama …x… Pencegahan Infeksi (1.14539)
prosedur invasif jam diharapkan Kontrol Resiko (L.14128) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
D. 0142 2. Batasi jumlah pengunjung
Indikator S S 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
A T pasien dan lingkungan pasien
Kemampuan mengidentifikasi 2 4 4. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
faktor resiko 5. Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
Kemampuan melakukan strategi 2 4 6. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
kontrol resiko
Pemantauan perubahan status 2 4
kesehatan
Keterangan :

1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

12. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan perawatan selama …x… Promosi komunikasi : Defisit Bicara (1.13492)
verbal b.d penurunan jam diharapkan Status Neurologis (L.06053) 1. Monitor proses kognitif , anatomis dan fisiologis
sirkulasi serebral yang berkaitan dengan bicara
D.0119 Indikator S S 2. Gunakan metode komunikasi alternative
A T 3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
Tingkat Kesadaran 2 4 bantuan
Frekuensi Napas 2 4 4. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,
Pola Napas 2 4 anatomis dan fisiologis yang berhubungan dengan
Keterangan : kemampuan berbicara
5. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
1. Menurun atau memburuk
2. Cukup menurun atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat atau membaik
5. Meningkat atau membaik

13. Gangguan mobilitas b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x… Pemantauan Neurologis (1.06197)
gangguan neuromuscular jam diharapkan Status Neurologis (L.06053) 1. Monitor tingkat kesadaran
D.0054 2. Monitor tingkat orientasi
3. Monitor ICP (intracranial Pressum) dan CPP
(Cerevral Perfusion Pressure)
4. Tingkatakn pemantauan neurologis, jika perlu
5. Dokumentasi hasil pemantauan
6. Jelaskan tujuan dari prosedur pemantauan
Indikator S S
A T
Tingkat Kesadaran 2 4
Frekuensi Napas 2 4
Pola Napas 2 4
Keterangan :

1. Menurun atau memburuk


2. Cukup menurun atau memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat atau membaik
5. Meningkat atau membaik
14. Distress spiritual b.d Setelah dilakukan perawatan selama …x… Dukungan Spiritual (1.09276)
peningkatan jam diharapkan Status Spiritual (L.09091) 1. Identifikasi ketaatan dalam beragama
ketergantungan dengan 2. Identifikasiharapan dan kekuatan pasien
orang lain Indikator S S 3. Sedikan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas
D.0082 A T spiritual
Kemampuan beribadah 2 4 4. Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujua
Spiritual 2 4 hidup, jika perlu
Memori 2 4 5. Anjurkan berpartisipasi dengan kelompok
Keterangan : pendukung
6. Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis : ustad,
1. Memburuk pendeta)
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik

Anda mungkin juga menyukai