Oleh :
OKTAVIA INDAH SARI
202214103
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang di tandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin dan
penurunan sensitivitas insulin atau keduannya menyebabkan komplikasi
kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Huda, 2019). Proses
hiperglikemi dari proses penyakit diabetes melitus mengakibatkan produksi
insulin menurun sampai menimbulkan manifestasi klinis. Salah satu masalah
tersebut adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer merupakan masalah
utama yang muncul pada pasien diabetes melitus.
Penyakit ini paling sering dijumpai dan prevalensi setiap tahunnya
mengalami peningkatan di seluruh dunia (Raharjo, 2018). Berdasarkan data
terbaru tahun 2020 yang di tunjukkan oleh Perkumpulan Endokronologi
(PERKENI) menyatakan bahwa jumlah penderita diabetes melitus di
Indonesia telah mencapai 9,1 juta orang dan menempati peringkat kelima
teratas diantara Negara - negara dengan jumlah penderita diabetes melitus
terbanyak di dunia, World Health Organizatiton memperkirakan pada tahun
2030 jumlah penderita diabetes melitus akan meningkat menjadi sekitar 21,3
juta orang (PERKENI, 2020). Kasus diabetes melitus terbanyak yang di temui
di Indonesia adalah diabetes melitus, bahkan dalam jangka waktu yang akan
datang akan meningkat secara drastis, hal ini di sebabkan karena factor
keturunan, obesitas, makan secara berlebihan, kurang olahraga, serta
perubahan gaya hidup (Kristiani, 2018).
Faktor penyebab seseorang penderita penyakit Diabetes Melitus yaitu
aktivitas fisik yang rendah. Salah satu contohnya berlama-lama duduk dan
bermalas - malasan. Seseorang yang seperti itu dapat menjadikan kadar
insulin tidak terkontro. Dan aktivitas fisik secara langsung berhubungan
dengan kecepatan pemulihan kadar insulin. Saat aktivitas fisik, otot
menggunakan insulin yang disimpan sehingga insulin yang tersimpan akan
berkurang (Kristiani, 2019).
Selain itu penderita menganggap bahwa penyakit Diabetes Melitus
bukan termasuk masalah yang serius, sehingga penderita tidak mempunyai
keinginan untuk melaksanakan program diet diabetes melitus, hal ini
menyebabkan peningkatan jumlah penderita Diabetes Melitus (Raharjo,
2018). Dampak yang timbul akibat penanganan diabetes melitus yang tidak
tepat adalah ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hyperosmolar
non ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menunjang
terjadinya komplikasi mikrovaskuler kronis (penyakit ginjal dan mata) serta
komplikasi neoropatik. Diabetes juga berkaitan dengan suatu peningkatan
kejadian makrovaskuler, termasuk infark miokard,stroke dan penyakit
vascular perifer (Rismawati, 2018).
B. Tujuan
Memudahkan mahasiswa dalam memahami konsep penyakit dan asuhan
keperawatan.
C. Manfaat
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan lebih luas dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperglikemia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskuler, dan neuropati.
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah di dalam
tubuh tinggi ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang
parah (fatigue), dan pandangan kabur. Hiperglikemia ditandai dengan kadar
glukosa puasa yaitu lebih dari sama dengan 100 mg/dL (Rita, 2020).
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa.
Dalam darah melebihi batas normal (Perkeni, 2015). Prediabetes merupakan
kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/dL) atau
gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah 140-199mg/dL, 2 jam setelah
pembebanan 75 g glukosa). Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL
makapasien ini masuk dalam kelas DM (Rochmah, 2017).
Hiperglikemia terjadi ketika tubuh kekurangan insulin dalam jumlah
tertentu, dimana kadar glukosa darah diasup tidak dapat dimanfaatkan secara
efektif sehingga glukosa dalam darah terlalu tinggi. Diabetes berhubungan
dengan metabolisme kadar glukosa dalam darahdapat disebut pula sebagai
silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam komplikasi dan hingga kini belum tuntas
penanganannya (Fatimah, 2019).
B. Klasifikasi
Rita (2020), mengatakan bahwa klasifikasi gangguan glikemi
berdasarkan etiologinya :
1. Tipe 1 Disebabkan oleh rusaknya sel β pankreas biasanya menyebabkan
defisiensi insulin absolut. Rusaknya sel β pankreas dapat disebabkan oleh
autoimun atau idiopatik.
2. Tipe 2 Merupakan tipe DM yang sering ditemui, akibat dari kerusakan
dalam proses sekresi insulin dan atau akibat resistensi insulin dan sering
terjadi adalah kombinasi dari keduanya.
3. Tipe spesifik lain
a. Kerusakan genetik tertentu yang mempengaruhi fungsi sel β pankreas
b. Kerusakan gen dalam fungsi insulin
c. Penyakit pada pankreas
d. Endocrinopathies
e. Induksi obat atau bahan kimia tertentu
f. Infeksi
C. Etiologi
Penyebab tidak diketahui dengan pasti akan tetapi pada umumnya
diketahui kekurangan insulin penyebab utama dan faktor herediter yang
memegang peranan penting. Literatur lain menyebutkan penyebab
hiperglikemia adalah akibat pengangkatan pankreas, kerusakan secara kimiawi
sel beta pulau langerhans, faktor predisposisi herediter, obesitas, faktor
imunologi yaitu respon autoimun. Hiperglikemia akut paling umum
diesbabkan oleh asupan nutrisi, inaktivasi, inadekuat medikasi antidiabetik,
atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Rita, 2020).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Rita (2020) diantaranya sebagai berikut :
1. Keluhan klasik
a. Banyak kencing (polyuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu
malam hari.
b. Banyak minum (polydipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban
kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak
minum.
c. Banyak makan (polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
Diabetes Melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk
menghilangkan rasa lapar itu penderita biasanya akan banyak makan.
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangung dalam relatif singkat akan
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan oleh glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
2. Keluhan lain
a. Gangguan saraf tepi
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki
diwaktu malam hari, sehingga menganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan (Retinopati)
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
pada penderita yang menggunakan kacamata beresep untuk mengganti
kacamatanya berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.
c. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan
dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan bawah payudara pada
wanita. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau peniti.
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena sering
tidak secara terus terang sikemukakan penderitanya. Hal ini terkait
dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan
masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan
seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satusatunya gejala yang
dirasakan
E. Patofisiologi
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat
disebabkan oleh proses autoimun, kerja pankreas yang berlebih dan herediter.
Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk ke dalam
sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dan kadar glukosa dalam darah
meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glukagon sehingga
terjadi glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan penggunaan
glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan produksi glukosa oleh hati
dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel. Dengan menurunnya insulin
dalam darah, asupan nutrisi akan meningkat sebagai akibat kelaparan sel.
Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah
yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh
darah menjadi keras (aterosklerosis) dan bila plak ini terlepas akan
menyebabkan trombus (Raharjo, 2018).
F. Pathways
(Raharjo, 2018).
G. Komplikasi
Komplikasi pada keadaan DM yang tidak terkontrol dapat terjadi
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, barik
mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Menurut Dewi (2021) komplikasi
yang terjadi pada diabetes melitus diantaranya:
1. Kerusakan saraf (Neuropati)
Diabetik neuropati merupakan suatu komplikasi yang umum terjadi
pada penderita DM baik tipe 1 maupun tipe 2. Neuropati perifer akan
meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada kaki, sedangkan neuropati
otonom menyebabkan gastroparesis, hipotensi postural, dan diare.
2. Kerusakan ginjal (Nefropati)
Nefropati diabetik ditandai dengan peningkatan ekskresi albumin
urin secara bertahap, yang dapat terjadi selama bertahun-tahun, disertai
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
3. Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit ini ditandai oleh lesi di retina yang berhubungan dengan
gangguan aliran darah retina, bisa merusak mata dan menjadi penyebab
utama kebutaan (Bek, 2017).
4. Gangguan pada hepar
Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita DM adalah
perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita
DM tipe 2 dan obes. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan
pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya (Ndraha,
2014).
5. Akumulasi lipid di hati atau steatosis yang terkait dengan resistensi insulin
pada penderita DM disebut non alcoholic fatty liver disease (NAFLD).
Steatosis dalam NAFLD biasanya dilihat sebagai steatosis
makrovesikular di mana satu vakuola lemak besar mengisi hepatosit dan
memindahkan nukleus ke pinggiran. Steatosis makrovesicular sendiri
dianggap memiliki prognosis yang baik dengan sangat jarang menjadi
fibrosis atau sirosis. Di sisi lain, steatosis mikrovesikular difus
menunjukkan defek β-oksidasi mitokondria yang parah dan bisa sembuh,
atau berakhir dengan kematian jika tidak ditangani dengan transplantasi
hati
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik menurut Kristinia (2019) diantaranya sebagai
berikut:
1. Glukosa Darah Puasa (GDP)/ Fasting Plasma Glucose leve (FPG)
ADA menyampaikan bahwa glukosa darah normal adalah kurang
dari 100 mg/dl. Pasien didiagnosa dengan diabetes melitus apabila nilai
GDP 126mg/dl atau lebih, yang diambil minimal 8 jam puasa. Jika GDP
antara 100-125 mg/dl maka pasien mengalami Glukosa Puasa Terganggu
(GPT)/ Impaired Fasting Glucose (IFG) dan pradiabetes.
2. Glukosa Darah Acak (GDA)/ Random Plasma Glucose(RPG)
GDA disebut juga gula darah sewaktu (GDS). Pemeriksaan GDS
bertujuan untuk mengetahui kadar gula darah pasien dan ketentuan
program terapi medik tanpa ada persiapan khusus ataupun bergantung
pada waktu makan pasien. Diabetes melitus ditegakkan apabila nilai RPG /
GDS 200 mg/dl atau lebih dengan gejala diabetes.
3. Tes Toleransi Glukosa Oral/ Oral Glucose Tolerance Test(OGTT)
OGTT dilakukan untuk mengkomfirmasi diagnosis diabetes
melitus pada pasien yang memiliki kadar gula darah dalam batas normal-
tinggi atau sedikit meingkat. OGTT mengukur glukosa darh pada interval
setelah pasien minum minuman karbohidrat terkonsentrasi. Diabetes
melitus ditegakkan bila level gula darah adalah 200 mg/dl atau lebih
setelah 2 jam, jika GD adalah 140-199 mg/dl setelah jam didiagnosa
dengan IFG dan pradiabetes.
4. Glycohemoglobin Test Glycohemoglobin Test disebut juga Glycasyhated
Hemoglobin (HbA1c) atau hemoglobin A1C.
HbA1c digunakan sebagai data dasar dan memantau kemajuan
kontrol diabetes. Nilai normal HbA1c adalah 4% hingga 6%, dikatakan
diabetes melitus apabila nilai HbA1c adalah 6,5% atau lebih, sementara
nilai diantara 6 - 6,5% beresiko tinggi mempunyai diabetes (pradiabetes).
5. Aseton plasma menunjukkan hasil (+)/ mencolok.
6. Asam lemak bebas diakrenakan peningkatan lipid dan kolesterol.
7. Osmolaritas serum > 330 osm/l.
8. Urinalis menunjukkan hasil adanya proteinuria, ketonuria, glukosuria.
9. Pemeriksaan fruktosamin menggunakan metode seperti pada pemeriksaan
glukosa. Dikatakan diabetes bila hasil diatas 2,5 mmol / L.
I. Konsep dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primer assessment/primer survey
1) Keluhan Utama
a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit, keluhan yang paling
utama di keluhkan oleh pasien sehingga masuk rumah sakit
b) Keluhan saat pengkajian, keluhan yang dikeluhkan pasien saat
dilakukan pengkajian
2) Airway : --
3) Breathing: hiperventilasi, napas bau aseton
4) Circulation: lemah, tampak pucat ( disebabkan karena glukosa Intra
Sel Menurun sehingga Proses Pembentukan ATP/Energi
Terganggu)
5) Disability: perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis
metabolik)
6) Exposure: -
7) Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Terdahulu, Catatan tentang penyakit yang
pernah dialami pasien sebelum masuk rumah sakit
b) Riwayat Penyakit Sekarang, Catatan tentang penyakit yang
dialami pasien saat ini (saat pengkajian)
c) Riwayat Penyakit Keluarga, Catatan tentang penyakit keluarga
pasien yang berhubungan dengan penyakit saat ini
b. Secondary assesment
1) Five Intervension:
a) Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih.
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari
330mOsm/l,
e) Elektrolit
Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler), selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun.
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat
dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang
selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya
sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan
kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan
dengan insiden.
2) Pemeriksaan mikroalbumin, Mendeteksi komplikasi pada ginjal
dan kardiovaskular
3) Nefropati Diabetik, Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh
penyakit diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat
menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu
menjalani cuci darah atau hemodialisis. Nefropati diabetic ditandai
dengan kerusakan glomerolus ginjal yang berfungsi sebagai alat
penyaring. Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan
lolosnya protein albumin ke dalam urine. Adanya albumin dalam
urin (=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya nefropati
diabetic.
4) Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C, Dapat
Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM HbA1c atau A1C
Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa
dengan hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah A1C yang
terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah. Ikatan A1c stabil
dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel darah
merah) Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata
dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan. Give Comfort:
Nyeri di bagian abdomen karena ketoasidosis diabetik
c. Head to toe
1) Kepala
Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata,
kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
2) Muka
Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak ada.
3) Mata
Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak ada, nyeri
tekan tidak ada.
4) Hidung
Bentuk simetris, secret tidak ada
5) Telinga
Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada
6) Mulut dan Gigi
Bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan cukup, lidah
bersih, pembesaran tonsil tidak ada.
7) Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena jugularis tidak
ada
8) Thorak
Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel tidak ada,
retraksi otot dada tidak ada
9) Abdomen
Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8 x/menit,
pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan tidak ada,
asites tidak ada.
10) Ekstermitas
Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terkoordinir tetapi
lemah
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Hipovolemia (SDKI: D. 0023)
b. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)
d. Gangguan intergritas kulit (SDKI: D.0129)
e. Resiko infeksi (SDKI: D. 0142)
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2017)
sebagai berikut :
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
kriteria hasil
1 Hipovolemia Kriteria hasil : Manajemen hipovolemia
(SDKI: D. 0023) 1. Nadi dalam Observasi:
rentang normal 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia. (
2. Tekanan darah mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
dalam rentang teraba lemah, tekanan darah menurun,
normal tekanan nadi menyempit, turgor kulit
3. Balance cairan menurun, membrane mukosa kering,
4. Turgor kulit volume urine menurun, hematocrit
lembab meningkat, haus, lemah)
5. CRT < 3 detik 2. Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenbung
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCI, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCI
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
Bicara: □ Spontan jelas □ Vokalisasi Sesak : □ Ya □ No Nadi : □ Teraba □ Tak Teraba Respon :□ A □V □P □U Hipotermia □ Ya □ No
tidak jelas
Cuping Hidung □ Ya □ No Irama : □ Reguler □ Irreguler Kesadaran Deformitas □ Ya □ No
Batuk :□ Efektif □ Tidak Efektif □
Suction Pursed Lip : □ Ya □ No Denyut :□ Kuat □ Lemah □CM □Somnolen □ Delirium □ Hematoma □ Ya □ No
Sopor □ Soporus koma □ Koma
Obstruksi : □ Lidah □ Cairan/ Pola Nafas :□ Teratur □ Tidak Akral :□ Hangat □ Dingin Penetrasi □ Ya □ No
Pupil : □ Isokor □ Anisokor
Muntahan/Darah Irama : □ Normal □ Cepat □ Warna kulit :□ Normal □ Pucat Laserasi □ Ya □ No
□ Benda Asing □ Lain2 Dalam □ Jaundice □ Sianosis Reflek Cahaya : .... │.....
Contusio □ Ya □ No
Retraksi dada : □ Ya □ No Edema : □ < 1 cm □ > 1 cm GCS : E..........V..........M........
Suara Nafas : □ Snoring □ Stridor □ Abrasi □ Ya □ No
Artifisial Airway : □ OPA □ ETT □ Lain2 Bunyi Nafas tambahan :□ Ya□ No DS Nyeri □ Ya □ No
:................................................
Penggunaan otot bantu Nafas □ ...... Suhu : C
Ya □ No
DS DS :.................................
:............................................................... DS
....... :.....................................................
.....
RR : ...........x/m HR : ...........x/m
TD :...............mmHg
Dx : Dx Dx : Dx Dx
I: I: I: I :
P: P: P: A:
P: P: P:
A: A: P:
DI SUSUN OLEH :
OKTAVIA INDAH SARI
202214103
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
No Tgl/jam Dx.Kep Implementasi Respon TTD
E. EVALUASI FORMATIF
No Tgl/jam No Evaluasi TTD
Diagnosa
1. 01/01/2023 1 S : Pasien dengan penurunan kesadaran
14.00 WIB O:
RR = 11 x/menit
SpO2 = 98 %
Pasien tampak sesak nafas
Penggunaan otot bantu pernafasan
A : Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan hambatan upaya nafas belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Berikan Oksigen 5 lpm
2. Berikan posisi semi Fowler
2 S : Pasien dengan penurunan kesadaran
O:
Kulit teraba hangat
Suhu 37,3 C
A : Hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Berikan infus Paracetamol
3 S : Pasien dengan penurunan kesadaran
O:
Pasien tampak lemah
Kesadaran somnolent
GCS E3V4E3
GDS 275
A : Ketidakstabilan kadar gula dalam darah
berhubungan dengan resistensi insulin belum
teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor kadar glukosa darah
2. Monitor intake dan output cairan
3. Berikan injeksi novorapid sesuai advis
dokter
2. 02/01/2023 1 S : Pasien mengatakan sesak berkurang
14.00 WIB O:
RR = 12 x/menit
SpO2 = 98 %
TD = 108/59 mmHg
Nadi = 104 x/menit
Pasien tampak sesak nafas
Menggunakan otot bantu pernafasan
A : Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan hambatan upaya nafas belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Berikan Oksigen 5 lpm
2. Berikan posisi semi Fowler
2 S : Pasien mengatakan haus terus - menerus
O:
Suhu = 37
Kulit teraba hangat
A : Hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit sudah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Berikan infus Paracetamol jika perlu
3 S:
Pasien mengatakan haus terus
Pasien mengatakan tenggorokan terasa
kering
O:
GDS : 271
Kesadaran composmentis
Mukosa bibir kering
Output 900 cc/per 7 jam
A : Ketidakstabilan kadar gula dalam darah
berhubungan dengan resistensi insulin belum
teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor kadar glukosa darah
2. Monitor intake dan output cairan
3. Berikan injeksi novorapid 3 x 20 iu
3. 03/01/2023 1 S : pasien dengan mengatakan sesak nafas
21.00 WIB berkurang
O:
RR = 20 x/menit
Nadi = 132 x/menit
TD = 93 / 53 mmHg
Pasien tampak rileks
A : Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan hambatan upaya nafas belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Berikan Oksigen 5 lpm
2. Berikan posisi semi Fowler
3 S : Pasien dengan penurunan kesadaran
O:
Pasien tampak lemah
GDS = 465
Pasien tampak kejang 3 kali
A : Ketidakstabilan kadar gula dalam darah
berhubungan dengan resistensi insulin belum
teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
4. Monitor kadar glukosa darah
5. Monitor intake dan output cairan
6. Berikan injeksi insulin sesuai advis
dokter