Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS DM HIPOGLIKEMIA

Oleh

ANGGARA DIANT PUTRA PRADANA

NIK 20119086

RUMAH SAKIT WAVA HUSADA


INSTALASI GAWAT DARURAT
MALANG 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Hipoglikemia merupakan keadaan kadar glukosa darah kurang dari 60-70 mg/dL dan
hipoglikemia berat didefinisikan sebagai kondisi kadar gula darah dibawah 40 mg/dL.
Hipoglikemia berat marupakan kadaan darurat medis karena dapat menyebabkan kejang,
koma, dan kerusakan saraf permanen. Kadar glukosa darah berada di bawah normal yang
dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan makanan yang tidak mencukupi,
peningkatan level aktivitas fisik, kelebihan obat-obatan yang digunakan terutama insulin, dan
konsumsi alkohol. (Hammond & Zimmermann, 2013). Hipoglikemia juga dapat diklasifikan
sebagai berikut :
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:
a. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
b. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti bingung,
mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual, parestesi,
mual sakit kepala.
c. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:
a. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl
b. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl
c. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi obat
hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah normal.
d. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya
merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang terkena diabetes
melitus.
B. ETIOLOGI
a. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
 Penggunaan insulin
 Penggunaan sulfonylurea
 Bayi yang lahir dari ibu pasien dm
b. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
 Hiperinsulinesme alimenter pasca gastrektomi
 Insulinoma
 Toksin
 Penyakit hati dan ginjal
 Hipopituitarism
c. hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin
 Pengurangan/keterlambatan makan
 Kesalalahan dosis obat
 Latihan jasmani yang berlebihan
 Penurunan kebutuhan insulin
d. Hipoglikemia yang berkaitan dengan tindakan medis
 Pengendalian glukosa darah yang ketat
 Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hiperglikemik
 Penggantian jenis insulin. (Wolfson, 2010)

C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase yaitu (Wolfson, 2010)


a) Fase I : gejala-gejala aktivas pusat autonom dan hipotalamus sehingga hormon
epinefrin di lepaskan, gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien
masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia
lanjut.
b) Fase II: gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,karena itu di
namakan gejala neurologis.

Menurut Wolfson (2010) dan Hammond & Zimmermann (2013) ada beberapa tanda gejala
ataupun manifestasi klinis hipoglikemia yang meliputi:
- Lapar, gemetar, mual-muntah
- Pucat, kulit dingin, kesemutan dari bibir
- Sakit kepala, berkeringat
- Takikardia, hipotensi
- Irritabilitas, gelisah, palpitasi, kecemasan
Manifestasi hipoglikemia sedang dengan ditandai gejala neurolycopenic akbat kurangnya
glukosa dalam otak
- Perubahan perilaku, mudah marah
- Kebingungan
- Sakit kepala, mengantuk
- Bicara cadel
- Kelemahan, gaya berjalan sempoyongan
- Penglihatan kabur
- Koma
- Ketidakmampuan dalam berkonsentrasi
D. PATHWAY

Geriatri, obesitas, riwayat DM

Sel Beta pancreas terganggu


pankretterrusak/terganggu
Produksi insulin menurun

Glukosa meningkat

Dosis insulin terlalu Diabetes Melitus Puasa/ intake


tinggi kurang
HIPOGLIKEMIA

Glukagon meningkat Epineprin meningkat

Glikogenolisis

Defisit glikogen pada hepar

Resiko ketidaksetabilan kadar glukosa Gula darah menurun <60 mg/dl


darah
Penurunan nutrisi jaringan otak

Respon Sistem Saraf Pusat

Respon Otak Respon Vegetatif

Kortek serebri kurang suplai energi <50mg/dl Adrenalin

Takikardi, pucat, gemeteran


Penurunan Kesadaran (DOC)
Penurunan cardiac output

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan Penurunan darah & O2 ke paru-paru


cereberal
Dispnea

Hiperventilasi

Ketidakefektifan pola napas


E. PATOFISIOLOGI
Ketergantungan otak menit demi menit pada suplai glukosa melalui sirkulasi
diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak bebas rantai
panjang, kekurangan kadar cadangan glukosa sebagai glikogen di dalam otak orang
dewasa, dan ketidaktersediaan keton. Otak mengenali defisiensi energi tersebut ketika
kadar glukosa serum turun secara tiba-tiba sampai kadar sekitar 45mg/ dl.
Gejala ditimbulkan dari respon sistem saraf simpatik terhadap hipoglikemia atau
dari respon neurogliopenik. Hipotalamus bereaksi terhadap kadar glukosa yang rendah
untuk meningkatkan respons adrenergik, yang mencakup takikardia, palpitasi, tremor,
dan kecemasan. Tujuannya adalah mengaktifkan hormon pengatur keseimbangan
(glukagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan) untuk meningkatkan kadar
glukosa darah dan melindungi organ-organ vital dari hipoglikemia. Hal ini dicapai
dengan glikogenolisis dan glukoneogenesis. (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Gula Darah Puasa


2. Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa sebelum diberi glukosa 75 jam
gram oral dan nilai normalnya antara 70-110mg/ dl
3. Hemoglobin Glikosilasi (HbAIc)
4. Memberikan indeks rata-rata pengendalian glukosa darah selama 2-3 bulan
sebelumnya, target 7% atau kurang
5. Glukosa darah 2 jam post prandial (normal < 140 mg/dl/2 jam), kreatinin
6. Skrining lipid, target kadar kolesterol total <5,2 mmol/L dan trigliserida puasa <2,0
mmol/L
7. Urin untuk mencari albumin dan mikroalbumin, serta leukositosis (Rubenstein, Wayne,
& Bradley, 2007)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan kegawatdaruratan
a. Glukosa oral
Setelah diagnosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler,
pada pasien sadar berikan 10-20 gram rapid acting oral glucose. Jika glukosa tidak
membaik dalam 15 menit berikan karbohidrat jenis kedua. Jika glukosa mengalami
peningkatan lanjutkan pemberian karbohidrat kompleks untuk mengurangi risiko
hipoglikemia berulang.
b. Glukosa intravena
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL yang
diencerkan 2 kali
Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL
1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar
2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL glukosa 25-50 mg/dL.
3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL Kadar glukosa yang diinginkan >
120 mg/dL
c. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian diulang
25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.
d. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat
dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3 x 100
mg sebelum makan.
e. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi glukagon 1 mg
intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan pemberian glukosa intravena.
Bila penderita sudah sadar dengan pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral
dan dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan.

Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya
pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah
suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10%
selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya
dipertahankan 90-180 mg/dL. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif
dengan pemberian glukagon.
DAFTAR PUSTAKA
Hammond, B. B., & Zimmermann, P. G. (2013). Keperawatan gawat darurat dan bencana
sheehy [Editor Kurniawati, A., Trisyani, Y., Theresia, S. I.]. Indonesia: Elsevier.
Wolfson, A. B. (2010). Harwood-Nuss' clinical practice of emergency medicine. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Morton, P. ., Fontaine, D., Hudak, C. ., & Gallo, B. . (2013). Keperawatan Kritis (8th ed.).
Jakarta: EGC.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Dochterman, J. M. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC) (5th ed.). Mosby:
Elseiver.

Anda mungkin juga menyukai