Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK PADA An.

A
DENGAN DENGUE HEMORRAGHIC FEVER (DHF) DI RUANG
ANGGREK RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

Oleh :
OKTAVIA INDAH SARI
202214103

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2022/2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD
(dengue hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai
oleh renjatan atau syok (Fitriani, 2020). Penyakit demam berdarah dengue
atau dikenal dengan dengue hemoragic fever (DHF) merupakan jenis penyakit
yang sangat mematikan. Kecenderungan penyakit ini ditemukan di negara
tropis seperti di Negara Indonesia (Idris & Zulaikha, 2021).
B. Prevalensi
Pada tahun 2021 terdapat 73.518 kasus DBD dengan jumlah kematian
sebanyak 705 kasus. Kasus maupun kematian akibat DBD mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar 108.303 kasus dan 747
kematian (Profil kesehatan Indonesia, 2021).
Sejak tahun 2011 sampai dengan 2021 jumlah kabupaten/kota terjangkit
DBD cenderung mengalami peningkatan, walaupun sedikit penurunan terjadi
dari 477 pada tahun 2020 menjadi 474 kabupaten/kota pada tahun 2021. Salah
satu indikator Rencana Strategis tahun 2020-2024, yaitu persentase
kabupaten/kota yang memiliki IR DBD < 49 per 100.000 penduduk. Dari 514
kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 441 kabupaten/kota (85,8%) yang
mencapai IR DBD <49/100.000 penduduk. Data tersebut menunjukkan bahwa
target program tahun 2021 sebesar 80% kabupaten/kota dengan IR DBD <49
per 100.000 penduduk telah tercapai.pada tahun 2021 terdapat 73.518 kasus
dbd dengan jumlah kematian sebanyak 705 kasus. kasus maupun kematian
akibat dbd mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar
108.303 kasus dan 747 kematian (Kemenkes, 2021).
C. Klasifikasi DHF
Klasifikasi Dengue Haemoragic Fever menurut Putri (2019) dibagi
menjadi 4 derajat, yaitu sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan (uji tourniquiet positif).
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit yang dingin dan lembab, gelisah.
4. Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang
tidak dapat diukur.
D. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Fitriani, 2020).
Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe lain. Virus dengue ini terutama ditularkan melalui vektor nyamuk
dengue aedes aegypty. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesianis dan
beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh Indonesia kecuali di ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan
laut (Fauziah, 2017).
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Fitriani (2017) pada penderita DHF antara lain
adalah :
1. Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Myalgia atau arthralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifastik.
b. Manifestasi perdarahan yang berupa :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,
tempat bekas suntikan
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
1) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin.
2) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
3) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu :
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun < 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin lembab (Apsari, 2018).
F. Patofisiologi
Fardani (2019), menyebutkan bahwa virus dengue yang pertama kali
masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes dan
menginfeksi pertama kali memberi gejala demam berdarah. Pasien akan
mengalami gejala viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada DBD seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan
limfa. Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang mendapatkan infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu timbulah the
secondary heterologous infection atau the sequental infection of hypothesis.
Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik atibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi
darah akan mengakibatkan :
1. Kompleks virus antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat
berperan terjadinya renjatan.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan
dimusnahkan oleh sistem retikuloendetelial dengan akibat trombositopenia
hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan
vasoaktif (histimin dan serotinin) yang bersifat meningkatkan
permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang
merangsang koagulasi intravaskular.
3. Terjadinya aktivasi faktor hageman (faktor XII adalah faktor koagulasi
yang beredar dalam sirkulasi darah) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini,
plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation
product. Di samping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah.
Tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah menyebabkan
kebocoran plasma yang berlangsung selama perjalanan penyakit, yang dimulai
sejak permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat volume plasma dapat menurun sampai 30%
atau lebih. Jika keadaan tersebut tidak teratasi maka akan menyebabkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian.
Perdarahan yang terjadi pada pasien DBD terjadi karena trombositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin,
faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan hebat dapat terjadi terutama
pada traktus gastrointestinal (Apsari, 2018).
G. Pathways
Virus dengue

Viremia

Pengaktifan komplek imun


Permeabilitas antibodi
pembuluh darah Trombosit turun
Virus mengeluarkan zat
(Bradikinin, serotin
Kebocoran trombin, histamin Trombositopeni
plasma
Merangsang PGE2 di Koagulopati
hipovolemia hipotalamus
Pendarahan
Syok Termoregulasi instabil
Resiko
Resiko syok Hipertermia perdarahan
hipovolemi

anoreksia Demam Reabsorpsi Nyeri otot


Na dan air dan abdomen
Mual dan
Perubahan Hipovolemi
muntah Malaise
termoregulasi

Resiko Intoleransi
Defisit nutrisi aktivitas
kekurangan
volume
Nyeri

(Apsari, 2018).
H. Komplikasi
Komplikasi DHF menurut Nurdiansyah (2020) adalah perdarahan,
kegagalan sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000/mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, peteke, purpura, ekimosis,
dan perdarahan saluran cerna, hematemesisdan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
Dengue Sindrom Syok (DSS) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
26 berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
Dengue Sindrom Syok (DSS) juga disertai dengan kegagalan
hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan
fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel
sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
I. Pemeriksaan Penunjang
Jawgissar (2021), menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan
penunjang ini digunakan untuk mengetahui secara pasti strok dan sub-tipenya,
untuk mengidentifikasikan penyebab utamanya dan penyakit penyerta, selain
itu juga dapat untuk menentukan strategi pemilihan terapi dan memantau
kemajuan dalam pengobatan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Darah lengkap
a. Hemoglobin
Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi
perdarahan yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun Nilai normal:
Hb: 10-16 gr/dL
b. Hematokrit
Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38%.
c. Trombosit
Trombositnya biasa nya menurun akan mengakibat
trombositopenia kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-
400.000/ml.
d. Leukosit
Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal:
9.000-12.000/mm3
2. Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hyponatremia.
3. Pemeriksaan rontgen thorak
Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya cairan di
rongga pleura yang meyebabkan terjadinya effusi pleura.
4. Pemeriksaan analisa gas darah
a. pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45.
b. Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 MmHg) dan
HCO3 rendah.
J. Pelaksanaan medis dan pelaksanaan keperawatan
Fauziah (2017), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
1. Penatalaksanaan medis
a. DBD tanpa Renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian
minum pada anak sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres
hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan
dosis : anak yang berumur <1 tahun 50mg IM, anak yang berumur >1
tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi atau
hematokrit yang cenderung meningkat.
b. DBD dengan renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah
teratasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada
pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang
CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral
melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat
di ICU.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza
biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi
terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak,
observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara
periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-
obatan harus diberikan tepat waktunya disamping kompres hangat jika
pasien demam.
b. Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat
sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah
dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan
renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang infus.
Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua
tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan
hemoglobin serta trombosit.
c. Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga
memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya
dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat
karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran
plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura
dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien
dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital
dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan
pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara
periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam
catatan khusus.
K. Konsep tumbuh dan kembang serta hospitalisasi
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,pound,kilogram), ukuran
panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi
kalsium dan nitrogen (tubuh) (Ardian, 2020).
Perubahan yang terjadi pada tubuh laki-laki di masa remaja
ditandai dengan bertambah tinggi, bahu melebar, dan dada menebal.
Umumnya pertumbuhan ini terjadi pada remaja laki-laki yang berusia
antara 13 hingga 15,5 tahun. Sementara itu, pada perempuan perubahan
fisik terlihat pada panggul yang melebar dan menebal, serta dada yang
semakin membesar. Pertumbuhan pada remaja perempuan biasanya
terjadi pada usia 11 hingga 13,5 tahun (Fitriani, 2020).
2. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan
(Ardian, 2020).
Fase remaja adalah masa perkembangan yang merupakan transisi
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, yang dimulai kira-kira
umur 10 sampai 12 tahun dan berakhir kira-kira umur 18 sampai 22
tahun. Remaja mengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat cepat,
perubahan perbandingan ukuran bagian-bagian badan, berkembangnya
karakteristik seksual seperti membesarnya payudara, tumbuhnya rambut
pada bagian tertentu, dan perubahan suara. Pada fase ini dilakukan
upaya-upaya untuk mandiri dan pencarian identitas diri. Pemikirannya
lebih logis, abstrak, dan idealis. Semakin lama banyak waktu
dimanfaatkan di luar keluarga. Awal masa remaja pada anak laki-laki
dimulai dengan “mimpi” yang dalam kehidupan nyata ditandai dengan
ngompol (Fauziah, 2017).
3. Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat dirumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing yang baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap
anak maupun orang tua dan keluarga (Ardian, 2020).
Efek Hospitalisasi dalam waktu lama dengan lingkungan yang
tidak efisien teridentifikasi dapat mengakibatkan perubahan
perkembangan emosional dan intelektual anak. Anak yang biasanya
mendapat perawatan yang kurang baik selama dirawat, tidak hanya
memiliki perkembangan dan pertumbuhan tubuh yang kurang optimal
melainkan pula mengalami gangguan hebat terhadap status psikologis.
Anak masih punya keterbatasan kemampuan untuk mengungkapkan
suatu keinginan, gangguan tersebut dapat diminimalkan dengan peran
orang tua melalui pemberian rasa kasih sayang. Depresi dan menarik diri
sering kali terjadi setelah anak menjalani hospitalisasi dalam waktu lama.
Banyak anak mengalami penurunan emosional setelah menjalani
hospitalisasi beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa anak
yang dihospitalisasi dapat mengalami gangguan untuk tidur dan makan
perilaku agresif seperti kencing di tempat tidur, hiperaktif, perilaku
agresif, mudah tersinggung, terteror pada malam hari dan negativisme
(Ardian, 2020).
L. Konsep dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanya keluarga pasien mengatakan klien demam suhu tubuh
>37,5°C. Klien juga mengeluh lemah dan tidak nafsu makan
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya
panas terjadi pada hari ke 3 dan ke 7, dan anak semakin lemas.
Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (Grade
III dan IV), melena atau hematemesis
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pada DBD, anak bisa mendapat serangan ulang dengan tipe
yang berbeda
c. Riwayat persalinan
1) Pre natal
Keadaan ibu saat hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil.
Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan ( forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-
lain.
2) Riwayat Natal
Ibu melahirkan bayi icterus dengan umur kehamilan 38-39
minggu secara normal atau SC, klien bayi kelahiran dengan
ekstraksi vakum, induksi oksitosin, pelambatan pengkleman tali
pusat, trauma kelahiran, asfiksia, partus lama, lama mengejan, his
lama.
3) Riwayat post natal
Setelah bayi lahir, syanosis, sesak, terpasang ventilator,
tampak icterus, masuk ke incubator
d. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DBD
menurut Jawgissar (2021) keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan, ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur, tekanan darah menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital; nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
1) Pemeriksaan Head to toe
a) Kepala dan leher
Muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis,
konjungtva anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada grade II, III, dan IV. Pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, nyeri telan,
dan pembesaran kelenjar tiroid. Sementara tenggorokan mengalami
hyperemia pharing, dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II,
III, IV).
b) Dada
Bentuk simetris dan kadang terasa sesak. Pada hasil photo
thorax terdapat adanya aliran yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada
grade III dan IV.
c) Abdomen
Mengalami nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati
(hepatomegali), mual/muntah dan asites
d) Genetalia dan anal
Ada atau tidaknya perdarahan
e) Sistem integument
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulir menurun dan muncul
keringat dingin dan lembab, kuku sianosis/tidak, nadi 60-100 x/m
kuat reguler tetapi dalam kondisi syok nadi menjadi pelan, tidak
kuat bahkan bila pada derajat IV kadang nadi sampai tidak teraba,
tensi cenderung rendah 90/60 mmHg bahkan sampai dengan tidak
terukur.
f) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (SDKI
DPP PPNI 2017) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal (D.0130).
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri (D.0077).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan) (D.0019)
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0039).
f. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
(D.0012).
g. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan (D.0111).
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2017)
sebagai berikut :
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
kriteria hasil
1 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen panas
berhubungan tindakan Observasi
dengan proses keperawatan 1) Identifikasi penyebeb
penyakit diharapkan hipertermia (mis,
(D.0130). demam turun dehidrasi, terpapar
dengan kriteria lingkungan panas,
hasil : penggunaan inkubator)
1) Menggigil 2) Monitor suhu tubuh
menurun 3) Monitor kadar
2) Pucat elektrolit
menurun 4) Monitor haluaran
3) Suhu urine
tubuh 36 -37,5 5) Monitor komplikasi
C akibat hipertermia
4) Tekanan Terapeutik
darah 1) Sediakan lingkungan
membaik yang dingin
5) Ventilasi 2) Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4) ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengelami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
5) Lakukan pendinginan
eksternal (mis,
selimut hipotermia atau
kompres dingin di dahi,
leher dada, abdomen,
aksila)
6) Hindari pemeberian
antiperetik atau aspirin
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemebrian
cairan elektrolit dan
elektrolit intravena, jika
perlu
2. Defisit nutrisi Kriteria Hasil : Manajemen nutrisi
berhubungan 1) Nyeri Observasi
dengan faktor abdomen 1) Identifikasi status
psikologis menurun nutrisi
(D.0019) 2) Diare 2) Identifikasi alergi dan
menurun intoleransi makanan
3) Berat 3) Identifikasi makanan
badan indeks yang disukai
masa tubuh 4) Identifikasi kebutuhan
meningkat kalori dan jenis nutrien
4) Frekuensi 5) Identifikasi perlunya
makan penggunaan selang
meningkat nasogastrik
5) Nafsu 6) Monitor asupan
makan nutrisi
meningkat 7) Monitor berat badan
6) Tebal 8) Monitor hasil
lipatan kulit pemeriksaan
trisep laboratorium
meningkat Terapeutik
1) Lakukan oral
hygine sebelum
makan, jika
perlu’fasilitasi
menentukan pedoman
diet (mis, piramida
makanan)
2) Fasilitasi menentukan
makanan secara
menarik dan suhu
yang sesuai
3) Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4) Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
5) Berikan suplemen
makanan, jika perlu
6) Hentikan pemeberian
makanan melalui selang
nasogatrik, jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi
duduk, jika perlu
2) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemeberian
medikasi sebelum
makan (mis, pereda
nyeri, antiperetik), jika
perlu
2) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3. Intoleransi Kriteria Hasil : Manajemen energi
aktivitas 1) Frekuensi Observasi
berhubungan nadi 1) Identifikasi gangguan
dengan tirah meningkat fungsi tubuh
baring (D.0056) (80-100 yang mengakibatkan
x/menit) kelelahan
2) Saturasi 2) Monitor kelelahan fisik
oksigen dan emosional
meningkat 3) Monitor pola dan jam
(90-100 %) tidur
3) Kemudahan 4) Monitor lokasi dan
dalam ketidaknymanan selama
melakukan melakukan aktivitas
aktivitas Terapeutik
sehari- 1) Sediakan
hari lingkungan
meningkat nyaman dan rendah
stimulus (mis, cahaya,
suara, dan kunjungan)
2) Lakukan latihan
rentang gerak pasif dan
aktif
3) Berikan aktivitas
sistraksi yang
menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi
temat tidur, jika tidak
dapat berpindah dan
berjalan
Edukasi
1) Anjurkan tirah
baring
2) Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan.
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
4. Nyeri Akut Kretiria Hasil: Manajemen nyeri
berhubungan 1) Keluhan nyeri Observasi
dengan agen menurun 1) Identifikasi lokasi,
pencedera 2) Meringis karakteristik, durasi,
fisiologis menurun frekuensi, kualitas,
(D.0077) 3) Gelisah intensitas nyeri)
menurun 2) Identifikasi skala nyeri
4) Skala nyeri 0- 3) Identifikasi respons
1 nyeri non verbal
5) Nadi 80 -100 4) Identifikasi factor yang
x/menit memperberat dan
6) Pola memperingan nyeri
napas 16-24 Terapeutik
x/menit 1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, terapi musik,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik
5 Defisit Kriteria Hasil : Observasi
pengetahuan 1) Kemampuan 1) Identifikasi kesiapan
berhubungan menjelaskan dan kemampuan
dengan kurang pengetahuan menerima informasi
terpapar tentang suatu Edukasi
informasi topik meningkat 1) Jelaskan factor risiko
(D.0039) 2) Perilaku sesuai yang dapat
dengan mempengaruhi
pengetahuan Kesehatan
meningkat 2) Ajarkan perilaku hidup
3) Persepsi yang bersih dan sehat
keliru terhadap
masalah menurun 3) Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
6 Risiko Kriteria Hasil : Observasi :
perdarahan 1) Monitor tanda dan
berhubungan 1) Kelembapan gejala pendarahan
dengan gangguan kulit meningkat 2) Monitor nilai hamatokrit
koagulasi atau hemoglobin
(trombositopenia) 2) Hemoglobin sebelum dan setelah
(D.0012) membaik kehilangan darah
3) Hematokrit 3) Monitor tanda-tanda
membaik vital
Terapeutik
Pertahankan bed rest selama
perdarahan
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
3) Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
4) Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
7. Risiko syok Kriteria Hasil : Observasi
ditandai dengan 1) Monitor status
kekurangan 1) Tingkat kardiopulmonal
volume cairan kesadaran (frekuensi dan kekuatan
(D.0111). meningkat nadi, frekuensi napas,
TD)
2) Tekanan darah, 2) Monitor status cairan
frekuensi nadi (masukan dan haluaran,
dan napas turgor kulit, CRT)
membaik 3) Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
Terapeutik
Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
1) Jelaskan penyebab atau
faktor risiko syok
2) Anjurkan melapor jika
menemukan atau
merasakan tanda dan
gejala awal syok
3) Anjurkan menghindari
allergen
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
3) Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Apsari, P. B. D. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Demam Berdarah


Dengue Dengan Hipovolemia Pada Anak Di Ruang Cilinaya Rsud
Mangusada Badung Tahun 2018 (Doctoral Dissertation, Jurusan
Keperawatan 2018).
Ardian, M (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak "A" Dengan Diagnosa
Medis Kejang Demam Di Ruang Ashoka Rsud Bangil Pasuruan.
Diska Fardani, A. I. N. A. Y. A. (2019). Pengelolaan Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Pada An. H Dengan Dengue
Hemorrhagic Fever (Dhf) Di Ruang Melati Rsud Ungaran (Doctoral
Dissertation, Universitas Ngudi Waluyo).
Dwi Fitriani, L. (2022). Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Anak
Dengue Haemorrhagic Fever (Dhf) Dengan Tindakan Monitoring Intake
Dan Output Cairan Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Dr. Drajat
Prawiranegara Serang (Doctoral Dissertation, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa).
Fauziah, H. (2017). Askep Dhf Pada Anak.
Jawgissar, P. P. T. (2021). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dhf Dengan Masalah Keperawatan Hipertermi (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2021 . Profil Kesehatan Indonesia
2020. Jakarta.
Nurdiansyah, N. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Ruang Lamen Kelas I Rumah Sakit Umum
Daerah Bahteramas Kendari (Doctoral Dissertation, Poltekkes
Kemenkes Kendari).
Putri, T. G. (2019). Asuhan Keperawatan Pada An D Dengan Dengue
Hemoragic Fever (Dhf) Di Ruang Rawat Inap Anak Rsam Bukittinggi
Tahun 2019 (Doctoral Dissertation, Stikes Perintis Padang).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus
Ppni.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Tindakan Keperawatan). Jakarta : Dewan Pengurus Ppni.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta : Dewan Pengurus
Ppni.

Anda mungkin juga menyukai