Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

DISUSUN OLEH

Faridha Sholikhah Ahyari

202214037

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH SURAKARTA

2022/2023
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu. (Direja, 2020).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran)
dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberikan persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa adanya objek atau rangsangan yang
nyata (Kusumawati, 2020).
Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi pendengaran,
ketika klien mendengar suara -suara, halusinasi ini sudah melebur dan
pasien merasa sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara
khayalan dan kenyataan yang dialaminya. (Hafizudin, 2021).
B. Diagnosa Medis Terkait

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang parah,


ditandai dengan gangguan yang mendalam dalam berfikir,
mempengaruhi bahasa, persepsi dan rasa diri. Ini termasuk
pengalaman psikotik, seperti mendengar suara atau delusi,
sehingga dapat menyebabkan gangguan dalam proses belajar,
bekerja maupun kegiatan sehari – hari. (WHO, 2019).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang menyebabkan


penderita tidak mampu menilai realita dengan baik serta
buruknya pemahaman diri. (Hawari, 2017)

C. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual
yang berbeda rentang respon neurobiologi. Dalam hal ini merupakan
persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan,
penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan
suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami halusinasi
jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak
sesuai dengan stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai
berikut. (Pardede, 2021).

Tabel 2.2 Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran Logis Kadang - kadang proses pikir Waham

Persepsi Akurat terganggu (distori pikiran) Halusinasi


Ilusi
Emosi Konsisten Emosi tidak Terkontrol
menarik diri
Perilaku Sesuai Perilaku Kekerasan
reaksi emosi >|<
Hubungan Sosial harmonis
perilaku tidak biasa

Gambar 2.1 Rentang Respon Halusinasi

(Muhith, 2017)
D. Faktor Predisposisi Dan Presipitasi
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya
3. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangatberpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi,yaitu:
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi
ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.
E. Tanda Gejala
Tanda dan gejala menurut (Oktiviani, 2020) yang dapat
muncul pada pasien dengan gangguan halusinasi
meliputi :

1. Gerakan mata cepat

2. Menutup telinga

3. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

4. Terlihat bicara sendiri

5. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

6. Respon verbal lambat atau diam

7. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan

8. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu

9. Menggerakkan bola mata dengan cepat

10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan


lain
F. Pohon Masalah

sumber : Menurut (Keliat 2005) dalam jurnal (Guntara,


2016) diakses pada 29 Maret 2023, pukul 20.40 WIB.

G. Asuhan Keperawatan Menurut Teori


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian
kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Ridhyalla.,
2018).
2. Diagnosa keperawatan
Dengan faktor berhubungan dan Batasan karakteristik disesuaikan
dengan keadaan yang ditemukan pada tiap tiap partisipan. Topik yang
diteliti yakni kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran (Aji,
2019). Menurut (SDKI, 2017), diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan pada pasien dengan halusinasi pendengaran adalah :
a) Gangguan persepsi sensori halusinasi berhubungan
dengan gangguan pendengaran (D.0085)
b) Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status
mental (D.0121)
c) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan
psikiatri (D.0086)
d) Resiko perilaku kekerasan ditandai dengan halusinasi (D.0146)

3. Intervensi keperawatan

Menurut (SIKI, 2018), intervensi yang dapat diberikan pada


pasien dengan gangguan halusinasi berupa :
a) Gangguan persepsi sensori halusinasi
berhubungan dengan gangguan
pendengaran (D.0085)
Manajemen halusinasi
(I.09288) O :
- Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
- Monitor isi halusinasi

T:

- Pertahankan lingkungan yang aman

- Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi

- Hindari perdebatan tentang validasi halusinasi

E:

- Anjurkan berbicara pada orang yang dipercaya untuk


memberi dukungan dan umpan balik korektif
terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi (mis.
membaca doa, mendengarkan murotal)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi

K:

- Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan


antiansietas, jika perlu

b. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental

(D.0121)

Promosi dukungan keluarga


(I.13488) O :

- Identifikasi persepsi tentang situasi, pemicu kejadian,


perasaan, dan perilaku pasien
T:

- Sediakan lingkungan yang nyaman

- Fasilitasi program perawatan dan pengobatan yang


dijalani anggota keluarga
- Hargai keputusan yang dibutuhkan keluarga

E:

- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan dan


pengobatan yang dijalani pasien
- Anjurkan keluarga bersikap asertif

c. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan psikiatri

(D.0086)

Dukungan spiritual
(I.09276) O :

- Identifikasi perasaan khawatir, kesepiandan ketidakberdayaan

- Identifikasi harapan dan kekuatan pasien

- Identifikasi ketaatan dalam beragama

T:

- Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama


masa ketidakberdayaan
- Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktifitas spiritual

- Fasilitasi melakukan kegiatan beribadah

E:

- Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman


dan/atau orang lain
- Ajarkan metode relaksasi, meditasi dan imajinasi terbimbing

K:

- Anjurkan kunjungan dengan rohaniawan (ustadz)

d. Resiko perilaku kekerasan ditandai dengan


halusinasi (D.0146) Pencegahan perilaku
kekerasan (I.14544)
O:
- Monitor adanya benda yang berpotensi
membahayakan (mis. benda tajam, tali)
- Monitor selama penggunaan barang yang dapat
membahayakan (mis. pisau cukur)
T:

- Pertahankan lingkungan yang bebas dari bahaya secara rutin

- Libatkan keluarga dalam perawatan

E:

- Lakukan cara mengungkapkan perasaan secara asertif


Daftar Pustaka.

Dermawan, D. &. (2016). Keperawatan jiwa : Konsep


Dan Merangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Pustaka Baru.

Ervina, I. &. (2018). Aplikasi keperawatan Generalis dan


Psikoreligius pada pasien pada gangguan sensori
persepsi: Halusinasi penglihatan dan pendengaran.
Jurnal Riset Kesehatan Nasional, 2 (2), 114-123.

Guntara, L. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan


Halusinasi Pendengaran Akibat Skizofrenia
Hebefrenikdi Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota
Banjar. Karya Tulis Ilmiah.

Harkomah, I. (2019). Analisis Pengalaman Keluarga Merawat


Pasien Skizofrenia dengan Masalah Halusinasi
Pendengaran Pasca Hospitalisasi. Jurnal Endurance,
4(2), 282.

Manulang Elis. Melina. Manik. Emma Pratiwi, M. T. (2019).


Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada
Pasien Halusinasi Di Yayasan Pemenang Jiwa
Sumatera.

Prabowo, A. Y. (2014). Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.)


Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif:
Kajian Pustaka [In Press Juli 2014]. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 2(3), 129-135.

Ridhyalla., A. &. (2018). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan


Jiwa.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III
(Revisi). Jakarta: PPNI.

SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


IndonesiaDefinisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Sutejo. (2020). Keperawatan Kkesehatan Jiwa Prinsip dan


Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Pustaka Baru.

Zelika, A. A. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa


Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula
RSJD Surakarta. Profesi (Profesional Islam). Media
Publikasi Penelitian, 12(02
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. SP 1 :
Membantu pasien dalam mengenal halusinasi, menjelaskan
cara mengontrol halusinasi, membantu pasien dalam
praktik mengontrol halusinasi dengan cara yang pertama
yaitu : menghardik.
1. Fase orientasi :
”Assalamualaikum ibu. Saya perawat yang akan
merawat ibu. Nama saya Lusi Kusnul, senang
dipanggil lusi. Nama ibu siapa? Senang dipanggil apa
?” ”Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa keluhan ibu
saat ini” ”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-
cakap tentang suara yang selama ini ibu dengar tetapi
tak tampak wujudnya? Di mana kita bisa bercakap-
cakap bu
? Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 30 menit apakah terlalu
lama ?
2. Fase kerja :

terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu, …


bagus! Coba lagi! Ya bagus ibu sudah bisa”
3. Fase terminasi :
” Bagaimana perasaan ibu setelah peragaan latihan
tadi? ”Kalau suara- suara itu muncul lagi, silakan coba
cara tersebut ! bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya bu?
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua?
Jam berapa bu? Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya” ”Baiklah,
sampai jumpa 2 jam lagi ya ibu. Assalamu’alaikum”
B. SP 2 :
Membantu pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
cara yang kedua dengan bercakap-cakap dengan orang lain
1. Fase orientasi :
“ Assalammu’alaikum ibu. Bagaimana perasaan ibu
hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ?
Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih tadi
yang pertama ? Berkurangkan suara-suaranya ? Bagus !
Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?
2. Fase kerja :

3. Fase terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini? Jadi
sudah ada berapa cara yang ibu pelajari untuk
mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara
ini kalau ibu mendengar suara aneh lagi. Bagaimana
kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu.
Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti
lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu
muncul! Besok pagi saya akan kesini lagi. Bagaimana
kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa bu ? Bagaimana
kalau jam 10.00 pagi ? Mau di mana/ Di sini lagi?
Sampai ketemu besok ya bu. Assalamualaikum”
C. SP 3 :
Membantu pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
cara yang ketiga yaitu dengan melaksanakan aktivitas yang
terjadwal
1. Fase orientasi :
“Assalamu’alaikum ibu. Bagaimana perasaan ibu hari
ini? Apakah suara- suaranya masih muncul ? Apakah
sudah dipakai dua cara yang telah kita latih kemarin ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini
kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
suara itu muncul kembali yaitu melakukan kegiatan
terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di
kursi dulu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau
30 menit apakah terlalu lama bu ? Baiklah.”
2. Fase kerja :
“Apa saja yang biasa ibu lakukan? Pagi-pagi biasanya
apa kegiatan ibu, terus jam berikutnya (terus ajak
sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya ya ibu. Mari kita latih dua
kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali ibu bisa lakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan
untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang
lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.

3. Fase terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap
cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara aneh ?
Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara tadi bu. Bagus sekali. Mari
kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Coba
lakukan sesuai jadwal ya! Bagaimana kalau menjelang
makan siang nanti, kita membahas cara minum obat
yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 siang ? Di kamar ibu ya! Sampai
jumpa. Wassalammualaikum.
D. SP 4 :
Membantu pasien dalam mengontrol halusinasi dengan
cara yang keempat yaitu menggunakan atau minum obat
secara teratur
1. Fase orientasi :
“ Assalammualaikum ibu. Bagaimana perasaan ibu hari
ini? Apakah suara- suaranya masih muncul ? Apakah
sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi
ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat- obatan yang ibu minum.
Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu
makan siang. Di sini saja ya ibu ?”
2. Fase kerja :
“ D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur.
Apakah suara-suara berkurang/hilang ? Minum obat
sangat penting supaya suara-suara yang ibu dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa
macam obat yang ibu minum ? (Menyiapkan obat
pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam
7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3 kali
sehari jamnya sama gunanya untuk rileks dan tidak
kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau
suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti dibicarakan lagi dengan dokter,
sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh lagi dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat
habis
ibu bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
Ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya ibu harus memastikan
bahwa itu obat yang benar-benar punya ibu. Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama pada
bungkus obatnya ya bu. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum
sesudah makan dan tepat jamnya. ibu juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari, nanti kalua ibu
kesusahan minum obat saat dirumah bisa minta tolong
bantuan suaminya ya ibu kalua masih di rumah sakit
nanti biar perawat yang bantu minum obat tapi ibu juga
harus belajar minum obat sendiri sesuai latihan kita tadi
ya bu”.
3. Fase terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap
tentang obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk
mencegah suara-suara aneh tadi? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan
jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan ibu.
Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat
atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah
datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4
cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau
jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00 pagi bu ditempat yang sama atau pindah tempat
bu ?. Baiklah sampai jumpa. Wassalammu’alaikum.

Anda mungkin juga menyukai