Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Yusuf dkk, 2015).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang
disertai gangguan rspon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (Nanda-I, 2012 dalam Damaiyanti, 2012).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofenia. Seluruh klien dengan
skizofenia diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang sering juga
disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak depresif dan delirium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar (Muhith, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa halusinasi
adalah salah satu tanda & gejala gangguan jiwa yang dimana sesuatu yang tidak ada
dianggap nyata dalam berbagai hal seperti pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman, atau perabaan.

2.2. Psikodinamika
Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa berupa respon panca indera, yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan terhadap sumber
yang tidak nyata ( Keliat & Akemat, 2007; Stuart, Keliat, & Pasaribu, 2017)
a. Penyebab
1. Kurang tidur
2. Isolasi sosial
3. Mengurung diri
4. Kurang kegiatan sosial
b. Tanda dan Gejala
Mayor
Subjektif
1. Mendengar suara orang bicara tanpa ada orangnya
2. Melihat benda, orang, atau sinar tanpa ada objek nya
3. Menghidu bau-baunya yang tidak sedap, seperti bau badan padahal tidak
4. Merasakan pengecapan yang tidak enak
5. Merasakan rabaan atau gerakan badan
Objektif
1. Bicara sendiri
2. Tertawa sendiri
3. Melihat ke satu arah
4. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
5. Tidak dapat memfokuskan pikiran
6. Diam sambil menikmati halusinasinasinya
Minor
Subjektif
1. Sulit tidur
2. Khawatir
3. Takut
Objektif
1. Konsentrasi buruk
2. Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
3. Afek datar
4. Curiga
5. Menyendiri, melamun
6. Mondar-mandir
7. Kurang mampu merawat diri
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut :
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri
4. Menggerakan bibir tanpa suara
5. Penggerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain
8. Berusaha untuk menghindari orang lain
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
13. Sulit berhubungan dengan orang lain
14. Ekspresi muka tegang
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
17. Tampak tremor dan berkeringat
18. Perilaku panik
19. Agitasi dan kataton
20. Curiga dan bermusushan
21. Bertindak merusak diri dan lingkungan
22. Ketakutan
23. Tidak dapat mengurus diri
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
c. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon mal adaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart dan Laraia, 2005). Jika klien sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan), klien dengan halusinasi
mempresepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Respon individu (yang karena suatu hal mengalami kelainan
persepsi) yaitu salah mempresepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap
stimulus pancaindra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Rentang respon
tersebut digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.
Respon Adaptif Respon mal Adaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi 1. Gangguan


2. Persepsi pikiran ilusi pikir/delusi
akurat 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
3. Emosi berlebihan 3. Sulit
konsisten 3. Perilaku aneh merespon
dengan atua tidak emosi
pengalaman biasa 4. Perilaku
4. Perilaku 4. Menarik diri disorganisasi
sesuai 5. Isolasi sosial
5. Berhubungan
sosial

Gambar rentang respon neurobiologist halusinasi


(Stuart dan Laraia, 2005)

d. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan ( diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
Effect

Gangguan persepsi sensori : halusinasi


Core Problem

Isolasi Sosial
Causa

2.3. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.
Al., dalam Abdul Muhith 2015).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian. Pengkajian meliputi:
1. Identitas klien
2. Keluhan utama atau alasa masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik atau biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam
sebagai berikut:
1. Data Objektif adalah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapykan melalui observasi atau pemeriksaan langsung perawat
2. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien
dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga. Data yang lansung didapat oleh perawat disebut
sebagai data primer dan data yang diambil dari hasil catatan tim
kesehatan lainsebagai data sekunder.
2.3.1 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat di bangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh dari klien maupun keluarganya mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor
risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Adapun faktor-faktor
predisposisi yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan sehingga terjadi halusinasi
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahanbesar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realistas termasuk halusinasi umunya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
2.3.2 Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi yaitu stimulus yang di persepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman atau tuntuttan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping. adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan
suasana sepi atau sering sebagai faktor pencetus terjadinya halusinasi.
Adapun faktor prespitasi adalah:
a. Stessor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penilitian tentang dopamin, nerepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ektrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan sosial
2.3.3 Sumber dan Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart,
Laraia, dalam Abdul Muhit 2015) meliputi:
1. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi: mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

2.3.4 Perilaku
Perilaku klien dengan halusinasi yaitu:
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat dan respon
verbal lambat
3. Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain
4. Tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
6. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalam sensori
7. Curiga, bermusuhan dan merusak (diri sendiri dan orang lain) serta
takut
8. Sulit berhubungan dengan orang lain
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
10. Tidak mampu mengikuti perintah perawat
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton.

2.3.5 Aspek Medik


Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi
adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Stuart, Laraia,
dalam Abdul Muhith 2015) yaitu:
1. Psikofarmalogis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan
adalah Fanotiazin Asetofenazin (tindal),Klorpromazin (thorazine),
Flufenazine (prolixiane, permitil), Mesoridazin (serensparine)
2. Terapi kejang listrik atau Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi Aktivitas Kelompok
2.4. Diagnosis Keperawatan
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif dan objektif ditemukan pada
pasien, diagnosis keperawatan yang dapat dirumuskan adalah gangguan persepsi
sensori: Halusinasi (dengar, penglihatan, penghidu, dan peraba) (Keliat, 2010).
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul dengan klien gangguan
persepsi sensori: halusinasi menurut Damaiyanti (2012) adalah sebagai berikut:
2.4.1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2.4.2. Isolasi sosial
2.4.3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal).

Sedangkan diagnosa keperawatan menurut Yusuf, dkk (2015) adalah sebagai


berikut:
2.4.1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi.
2.4.2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.

2.5. Perencanaan
Perencanaan atau intervensi pada pasien halusinasi menurut Buku Panduan
Praktik Klinik Keperawatan Jiwa (Tim Keperawatan Jiwa, 2020) adalah sebagai
berikut:
No Perencanaan
Dx Kep. Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Dx
Gangguan TUM :
sensori Klien tidak
pesepsi : mencederai orang
halusinasi lain
……… Tuk 1 : 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling
Klien dapat bersahabat percaya dengan mengungkapkan
membina menunjukan rasa prinsip komunikasi terapentik.
hubungan saling senang ada kontak  Sapa klien dengan ramah baik
percaya mata. Mau berjabat verbal maupun non verbal
tangan, mau  Perkenalkan diri dengan sopan
menyebutkan nama,  Tanyakan nama lengkap klien
mau menjawab salam, dan nama panggilan yang disukai
klien mau duduk klien
berdampingan dengan  Jelaskan tujuan pertemuan
perawat, mau  Jujur dan menepati janji
mengungkapkan  Tunjukan sikp simpati dan
masalah yang menerima apa adanya
dihadapi.  Beri perhatian pada kebutuhan
dasar klien
TUK 2 : 2.1. Klien a. Adakan kontak sering dan singkat
Klien dapat dapat menyebutkan secara bertahap
mengenal waktu, isi, frekunsi b. Observasi tingkah laku klien terkait
halusinasinya dan situasi yang dengan halusinsinya; bicara dan
menimbulkan tertawa tanpa stimulus memandang
halusinasi kekiri/ke kanan/ ke depan seolah-
olah ada teman bicara
c. 2.Bantu klien mengenal
halusinasinya :
a. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi,
 Tanyakan apakah ada suara
yang didengar
 Jika klien menjawab ada,
lanjutkan : apa apa yang
dikatakan
 Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya
(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi)
 Katakan bahwa klien lain juga
ada seperti klien
 Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
b. Jika Klien tdk
berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien :
 Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi ( jika
sendiri, jengkel / sedih)
 Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi,
siang sore, dan malam atau
sering dan kadang-kadang)
2.2. Klien dapat Diskusikan dengan klien bagaimana
mengungkapkan perasaannya jika terjadi halusinasi
perasaan terhadap (marah/takut, sedih, senang) dan beri
halusinasi nya kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 : 3.1. Klien dapat 3.1. Identifikasi bersama klien cara
Klien dapat menyebutkan atau tindakan yang dilakukan jika
mengontrol tindakan yang terjadi halusinasi (tidur, marah,
halusinasinya biasanya dilakukan menyibukan diri dll).
untuk mengendali- Diskusikan manfaat dan cara
kan halusinasinya yang digunakan klien, jika
3.2. Klien dapat bermanfaat beri pujian
menyebutkan cara 3.2. Diskusikan cara baru untuk
baru memutus/ mengontrol timbulnya
3.3. Klien dapat halusinasi :
memilih cara  Katakan : “saya tidak mau
mengatasi halusinasi dengar/lihat kamu” (pada saat
seperti yang telah halusinasi terjadi)
didiskusikan dengan  Menemui orang lain
klien (perawat/teman/anggota
3.4. Klien dapat keluarga) untuk bercakap cakap
melaksanakan cara atau mengatakan halusinasi yang
yang telah dipilih didengar / dilihat
untuk mengendalikan  Membuat jadwal kegiatan sehari
halusinasinya hari agar halusinasi tidak sempat
3.5. Klien dapat muncul
mengikuti terapi  Meminta keluarga/teman/
aktivitas kelompok perawat menyapa jika tampak
bicara sendiri
3.3. Bantu Klien memilih dan melatih
cara memutus halusinasi secara
bertahap
3.4. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri pujian
jika berhasil
3.6 Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi
TUK 4 : 4.1.Keluarga dapat 4.1 Anjurkan Klien untuk
Kilen dapat membina hubungan memberitahu keluarga jika
dukungan dari saling percaya mengalami halusinasi
keluarga dalam dengan perawat 4.2 Diskusikan dengan keluarga )pada
mengontrol 4.2.Keluarga dapat saat keluarga berkunjung/pada saat
halusinasinya menyebutkan kunjungan rumah)
pengertian, tanda dan  Gejala halusinasi yang di alami
tindakan untuk klien
mengendali kan  Cara yang dapat dilakukan klien
halusinasi dan keluarga untuk memutus
halusinasi
 Cara merawat anggota keluarga
yang halusinasi di rumah : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, berpergian
bersama
 Beri informasi waktu follow up
atau kapan perlu mendapat
bantuan halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko
mencederai orang lain
TUK 5 : 5.1. Klien dan keluarga 5.1 Diskusikan dengan klien dan
Klien dapat dapat menyebutkan keluarga tentang dosis,efek
memanfaatkan manfaat, dosis dan samping dan manfaat obat
obat dengan baik efek samping obat
5.2. Klien dapat 5.2 Anjurkan Klien minta sendiri obat
mendemontrasi kan pada perawat dan merasakan
penggunaan obat manfaatnya
dgn benar
5.3. Klien dapat 5.3 Anjurkan klien bicara dengan
informasi tentang dokter tentang manfaat dan efek
manfaat dan efek samping obat yang dirasakan
samping obat
5.4. Klien memahami 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum
akibat berhenti obat tanpa konsultasi
minum obat tanpa
konsultasi 5.5 Bantu klien menggunakan obat
5.5. Klien dapat dengan prinsip 5 (lima) benar
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat

2.6. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencanakeperawatan yang
telah disusun. Menurut Keliat (2010), implementasi dilakukan pada klien dan
keluarga klien yangdilakukan di rumah. Semua pelaksanaan yang akan dilakukan
padaklien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi ditujukan untukmencapai
hasil maksimal.
2.6.1. Membina hubungan saling percaya.
2.6.2. Menciptakan lingkungan yang aman.
2.6.3. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialaminya.
2.6.4. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi.
2.6.5. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi.
2.6.6. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan aktifitas
terjadwal.
2.6.7. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal.
2.6.8. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
2.6.9. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.
2.6.10. Membantu klien membuat jadwal aktivitas sehari-hari sesuaidengan
aktivitas yang telah dilatih.
2.6.11. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
2.6.12. Menjelaskan klien menggunakan obat secara teratur.
2.6.13. Melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien.
2.6.14. Melibatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal klien.
2.6.15. Melibatkan keluarga dalam memantau pelaksanaan aktivitas terjadwal.

2.7. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2019) dinyatakan sukses ditandai dengan tanda
sebagai berikut:
2.7.1. Penurunan tanda dan gejala halusinasi.
2.7.2. Peningkatan kemampuan klien mengendalikan halusinasi.
2.7.3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien.
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk
pasien halusinasi menurut Yusuf, dkk (2015) adalah sebagai berikut:
2.7.1. Pasien mempercayai kepada perawat.
2.7.2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan
masalah yang harus diatasi.
2.7.3. Pasien dapat mengontrol halusinasi.
2.7.4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut.
2.7.4.1. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh
pasien.
2.7.4.2. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah.
2.7.4.3. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
2.7.4.4. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah pasien.
2.7.4.5. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Andi.
Yusuf, Rizky Fitryasari dan Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba Medika.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta:EGC.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. 8ͭ ͪ Edition.
St.Louis: Mosby.
Hamid . 2000. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai