Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN IDENTITAS DIRI: HALUSINASI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Gangguan Identitas Diri: Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
(Keliat Budi Anna, 2012)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya
stimulus yang nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata
tanpa stimulus dari luar. (Stuart and Laraia, 2005). Halusinasi
pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan
untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal yang membahayakan).
(Trimelia, 2012).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya


kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejakkecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya
neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamin.

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah


terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan
jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah stimulasi yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping yaitu meningkatkan stress dan kecemasan. Secara umum
klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubunganyang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan
masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006). Menurut Stuart dan Laraia (2001) faktor presipitasi
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi
adalahsebagai berikut :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
c. Kondisi kesehatan, meliputi: nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
system syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk
menjangkaupelayanan kesehatan.
d. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis
masalahdi rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan
kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam
hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan
sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
e. Sikap atau perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri
rendah, putus asa,tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan
kendali diri, merasa punyakekuatan berlebihan, merasa malang,
bertindak tidak seperti orang lain darisegi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif,
ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.

2. Senyum sendiri.

3. Ketawa sendiri.

4. Menggerakkan bibir tanpa suara.

5. Pergerakan mata yang cepat

6. Respon verbal yang lambat.

7. Menarik diri dari orang lain.

8. Berusaha untuk menghindari orang lain.

9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.

12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

13. Sulit berhubungan dengan orang lain.

14. Ekspresi muka tegang.

15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.

16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

17. Tampak tremor dan berkeringat.

18. Perilaku panik.

19. Agitasi dan kataton.

20. Curiga dan bermusuhan.

21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

22. Ketakutan.

23. Tidak dapat mengurus diri.

24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

D. Jenis Halusinasi

Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan


secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawah kulit.
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinesthetic
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8. Halusinasi visceral
9. Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang
lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti
impian.
E. Rentang Respon

Rentang respon halusinasi berbeda-beda untuk setiap orang. Halusinasi


merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.

Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena


sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami
ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera
tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Adapun rentang respon
neurobiologis adalah sebagai berikut:

Tabel Rentang Respon Neuorobiologis


Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-
norma social dan budaya secara umum yang berlaku didalam
masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas
normal yang meliputi:
1) Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan
dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra
perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang
lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang
dihasilkan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan
individual sesuai dengan stimulus yang datang.
4) Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan
perannya.
5) Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah
dan tidak senang.

Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat


diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang
berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan masalah
tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :

1) Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk


memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan
proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran
terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2) Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan
informasi yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba,
bau, dan pengelihatan
3) Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu
tidak sesuai dengan stimulus yang datang.
4) Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang
tidak sesuaidengan peran
5) Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya
darilingkunganatau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
F. Mekanisme Koping
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat,
dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang
meliputi:
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan
oleh individu sesuai dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra
perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang
lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang
dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan
individual sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan
perannya.

5. Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan


berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah
dan tidak senang.

Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima


oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku
dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan masalah tidak
berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :

1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak


untuk memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan
gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman,
pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan
informasiyang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau,
dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak
sesuaidengan stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang
tidaksesuai dengan peran
5. Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.

III. A. POHON MASALAH

(EFEK) : Risiko Perilaku Kekerasan

(CP) : Halusinasi

(CAUSA) : Isolasi Sosial: Menarik Diri

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji


Subyetif:
Isolasi Sosial Sukar didapati jika klien menolak
berkomunikasi. Beberapa data subyektif
adalah menjawab pertanyaan dengan
singkat, seperti kata- kata “tidak”, “iya”,
“tidak tau”
Obyektif:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain
(menyendiri), klien nampa memisahkan
diridari orang lain, misalnya pada saat
makan
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien
tidak tampak bercakap- cakap dengan
klien lain/perawat
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih
sering menunduk
Subyektif:
Halusinasi
1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
3. Mendengar sesuatu yang menyuruh
melakukansesuatu yangberbahaya
Obyektif:
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Menutup telinga
Subyektif:
Risiko Perilaku Kekerasan
Klien marah dan jengkel kepada orang lain,
ingin membunuh, ingin membakar, atau
mengacak-acak lingkungan
Obyektif:
Klien mengamuk, merusak, dan
melempar barang- barang,
melakukan tindakan
kekerasan pada orang- orang disekitarnya
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

a. Tujuan Umum : Klien dapat berhenti berhalusinasi

b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya 2.Klien dapat mengenali jenis
halusinasinya
3.Klien dapat mengekspresikan respon terhadap
halusinasi 4.Klien dapat mengetahui waktu terjadinya
halusinasi 5.Klien dapat menggunakan koping yang
adaptif
6. Klien dapat menghardik halusinasi
7. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )


Perilaku Kekerasan
II. PROSES TERJADINYA MASALAH :
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada
diri sendiri atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan dan pada
lingkungan. (Depkes RI,2006). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuankhusus, tapi lebih merujuk
pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Berkowitz,1993 dalam Dermawan,Deden, 2013).
Menurut Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Keliat, dkk, 2011). Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa
perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai
respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik
ataupun konsep diri.
2. Etiologi
Menurut Badan PPSDM (2013) Proses terjadinya perilaku kekerasan
dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Struart yang meliputi
stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
1) Faktor Predisposis
a. Faktor Biologis
Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa, riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
b. Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan
terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat, seperti kesehatan fisik terganggu, hubungan social yang
terganggu. Salah satu kebutuhan manusia adalah “berprilaku” apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
c. Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertailungkungan social
yang mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah. Norma dan budaya dapat
mempengaruhi individu untuk berperilaku asertif atau agresif. Perilaku
kekerasan dapat dipelajari secara lansung melalui proses sosialisasi,
merupakanproses meniru dari lingkungan yang menggunakan perilaku
kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasanpada
setiap individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain.
Stressor tersebut dapat merupakan penyebabyang bersifat faktor eksternal
maupun internal dari individu.
a. Faktor internal, meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan
kehilangan dan kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan
kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiranterhadap penyakit fisik.
b. Faktor eksternal, meliputi kegiatan atau kejadian social yang berubah
seperti serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina,
lingkungan yang terlalu ribut, atau putusnya hubungan
social/kerja/sekolah
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku


Kekerasan
Gambar 2.1 Rentang respon perilaku kekerasan menurut keliet, 1999
dalam Direja (2011)
Keterangan :
1. Respon adaptif.
a) Asertion adalah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain.
b) Frustasi adalah individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak menemukan alternative.
2. Respon maladaptif
a) Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya,
klien tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri
dan merasa kurang mampu .
b) Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontrol. Perilaku yang tampak berupa : muka kusam, bicara
kasar, menuntut, kasar di sertai kekerasan.
c) Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai
kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Menurut Direja Ade (2011,132) tanda dan gejala sebagai berikut :
1) Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2) Verbal : mengancam, mengucap, kata-kata kotor,berbicara dengan
nada keras, kasar dan ketus.
3) Perilaku : menyerang orang lain melukai diri sendiri, orang lain,
lingkungan, amuk/agresif.
4) Emosi : tidak adekuat tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5) Intelektual : cerewat, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata kasar.
6) Spritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan,
tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
7) Sosial : menarik diri pengasinga, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindriran.
Menurut keliet (1999), gejala klinis perilaku kekerasan berawal dari adanya:
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
3) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4) Kurang percaya diri (sukar mengambil keputusan)
5) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya).
5. Mekanisme Koping
Menurut Eko Prabowo (2014) mekanisme koping yang dipakai
padapasien perilaku kekerasan untuk melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal.
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik.
c) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar.
d) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan
nya sebagai rintangan.
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
membangkitkan emosi.
III. A. POHON MASALAH
(EFEK)Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan verbal)

(CP) Perilaku Kekerasan

(CAUSA) Harga Diri Rendah Kronis


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Tabel data yang perlu dikaji menurut Direja (2011) :
Masalah Keperawatan Data yang Perlu di Kaji
Perilaku Kekerasan Subjektif :
a. Pasien mengancam
b. Pasien mengumpat dengan katakata kotor
c. Pasien mengatakan dendam dan jengkel
d. Pasien mengatakan ingin berkelahi
e. Pasien menyalahkan dan menuntut
f. Pasien meremehkan
Objektif :

a. Mata melotot/pandangan tajam


b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah dan tegang
e. Postur tubuh kaku
f. Suara keras
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku Kekerasan
2. Risiko Perilaku Kekerasan
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum :
Klien dapat berhentu berhalusinasi
b. Tujuan Umum :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon
terhadap kemarahan
7. Klien dapat mendemostrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
8. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan
9. Klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. DEFINISI
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih
sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan
interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam
rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi
menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara
efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang
memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif
danmenganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).
Harga diri rendah adalah dimana keadaan individu mengalami
evaluasi diri negatif yang mengenal diri atau kemampuan dalam waktu
lama (Carpenitto, Lynda Juall. 2001. hal: 356). Dapat disimpulkan
bahwa harga diri rendah merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menolak dirinya sendiri, merasa bahwa dirinya tidak berharga, dan
merasa bahwa dirinya tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan
karena dirinya tidak berhasil meraih apa yang menjadi cita- citanya
dan tidak dapat menyesuaikan tingkah lakunya dalam kehidupan
sehari-hari (mekanisme koping maladaptif) sehingga timbul perasaan
yangmenganggap dirinya selalu kurang sempurna.
2.ETIOLOGI
A. Faktor Predisposisi
Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan harga diri
rendahadalah sebagai berikut:
1) Penolakan orang tua
2) Harapan orang tua yang tidak realistis
3) Kegagalan yang berulang kali
4) Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5) Ketergantungan pada orang lain
6) Ideal diri tidak realistis
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah
menurut Keliat, (1992: 16) adalah situasi atau stressor dapat
mempengaruhi konsep diri dan komponennya terdiri dari:
1) Penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang
yang berarti
2) Pola asuhan anak yang tidak tepat atau dituruti, dilarang, dituntut
3) Kesalahan dan kegagalan berulang kali
4) Cita-cita yang tidak dapat dicapai
5) Gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
3.MACAM-MACAM
a. Harga diri rendah situasional
merupakan munculnya persepsi negatif tentang makna diri sebagai
respon terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah situasional
merupakan bentuk trauma yang tiba-tiba seperti, harus operasi,
kecelakaan, putus sekolah, perceraian, dan korban perkosaan.
Pengelolaan pada pasien harga diri rendah situasional harus segera
ditangani dengan tepat agar tidak berkelanjut pada harga diri
rendah kronik.
b. Harga diri rendah kronik
Harga diri rendah kronik adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang
negatif terhadap diri sendiri, atau kemampuan diri (Yosep, 2009).
4. TANDA DAN GEJALA
Menurut Stuart and Sundeen (1998) Perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah adalah:
a. Mengkritik diri sendiri dan orang lain Hal ini terjadi akibat
individu yang merasa dirinya kurang sempurna sehingga akan
timbul penurunan produktivitas sebab asumsi diri yang tidak
berguna maka timbul penurunan destruktif yang di arahkan ke
orang lain, orang lain merasa lebih dari dirinya yang
mengakibatkan gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak
mampu dan selalu merasabersalah
b. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan Sesorang akan
mudah tersinggung (marah) jika mereka selalu mempunyai
perasaan negatif terhadap dirinya, terjadi ketegangan
peran,pandangan hidup yang pesimis sampai pada keluhan fisik.
c. Pandangan hidup yang bertentangan Pandangan yang demikian
akan menjadikan penolakan terhadap kemampuan personal dan
destruktif yang mengarah pada diri sendiri, pengurangan diri,
menarik diri secara sosial, penyalahgunaan obat yang dilakukan
mengakibatkan kecemasan.
d. Psikopatologi Diawali dengan individu merasa malu terhadap diri
sendiri karena kegagalan yang dialaminya. Kemudian akan merasa
bersalah akan dirinya sendiri, menyalahkan atau mengejek diri
sendiri karena menganggap bahwa dirinya tidak berarti. Setelah
individu merasa dirinya tidak berguna maka akan mengasingkan
diri kemudian individu mengalami rasa kurang percaya diri dan
individu sukar untuk mengmbil keputusan bagi dirinya sendiri. Hal
ini mengakibatkan individu bisa menarik diri, mengalami
halusinasinya mencederai diri sendiri atau orang lain. Tanda –
tanda tersebut merupakan akibat dari harga diri rendah.
Menurut Keliat (1999) tanda dan gejala yang dapat muncul pda
klien harga diri rendah adalah:
a. Perasaan kurang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri berkaitan dengan individu
yang selalu gagal dalam meraih sesuatu
c. Merendahkan martabat diri sendiri (menganggap dirinya berada
dibawah orang lain)
d. Isolasi sosial seperti menarik diri dari masyarakat
e. Sukar mengambil keputusan karena cenderung bingung dan ragu-
ragu dalam memilih sesuatu
f. Mencederai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah
disertai harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk
mengakhiri kehidupan
g. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
h. Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri
i. Ketegangan peran yang dirasakan berhubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi
j. Pandangan hidup pesimis
k. Keluhan fisik misalnya darah tinggi, individu mangalami cacat
secara fisik
l. Penolakan terhadap kemampuan personal
m. Destruktif terhadap diri sendiri
n. Penyalahgunaan zat atau NARKOBA dan PSIKOTROPIKA
o. Khawatir dan menghukum atau menolak diri sendiri
p. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
q. Perasaan tidak mampu dan penurunan produktivitas
r. Banyak menunduk serta tidak mampu menatap lawan bicara
s. Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap
tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut
menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis
seperti kanker.
5. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


Diri positif rendah identitas
Keterangan:
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif
dengankonsep diri maladaptif.
d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalanganaspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap
dirisendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta
tidakdapat membedakan dirinya dengan orang lain.
6. MEKANISME KOPING TERHADAP HARGA DIRI
Mekanisme koping menurut Deden (2013) yaitu terdiri dari :
a. Jangka Pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis yaitu
dengan pemakaian obat obatan, kerja keras, menonton tv terus
menerus
2) Kegiatan mengganti identitas sementara, yaitu ikut kelompok
sosial, keagamaan, dan politik.
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara, yaitu kompetisi
olahraga dan popularitas
4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara,
yaitu penyalahgunaan narkoba
b. Jangka Panjang
1) Menutup identitas yaitu terlalu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang orang berarti, tanpa mengindahkan hasrat,
aspirasi atau potensi diri sendiri
2) Identitas negatif yaitu asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.
7. MASALAH YANG AKAN MUNCUL
a. Harga diri rendah
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi social
d. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
e. Resiko tinggi perilaku kekerasan
III. A. POHON MASALAH
(EFEK) Risiko Perilaku Kekerasan

(CP) Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

(CAUSA) Koping individu inefektif


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Koping individu inefektif Subyektif:
1. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk
mengatasimasalah atau meminta bantuan
2. Mengungkapkan perasaan khawatir dan
cemas yangberkepanjangan
3. Mengungkapkan ketidakmampuan
menjalankan peran
Obyektif:
1. Perubahan partisipasi dalam masyarakat
2. Peningkatan ketergantungan
3. Memanipulasi orang lain di sekitarnya
untuk tujuan-tujuan memenuhi keinginan
sendiri
4. Menolak mengikuti aturan-aturan yang
berlaku
5. Perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri dan orang lain
6. Memanipulasi verbal/ perubahan dalam pola
komunikasi
7. Ketidak mampuan untuk memenuhi
kebutuhankebutuhan dasar
8. Penyalahgunaan obat terlarang
Gangguan Konsep Diri: Subyektif:
Harga Diri Rendah 1. Klien mengatakan bahwa dirinya tidak
percaya diri
2. Klien mengatakan dirinya tidak berguna
Obyektif:
1. Klien sering terlihat melamun
2. Klien terlihat tidak percaya diri
3. Saat wawancara klien selalu merendahan diri
Isolasi Sosial: Menarik Diri Subyetif:
Sukar didapati jika klien menolak
berkomunikasi. Beberapa data subyektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti
kata-kata “tidak”, “iya”, “tidak tau”
Obyektif:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri),
klien nampa memisahkan diri dari orang
lain, misalnya pada saat makan
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien
tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering
menunduk

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
V.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
4. Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan sesuai dengan kondisi sakit
dan kemampuannya
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Defisit Perawatan Diri
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Definisi
Perawatan diri merupakan salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya agar dapat mempertahankan kehidupan,
kesehatan serta kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Seseorang akan dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya sendiri. Maka
dapat disimpulkan bahwa, defisit perawatan diri merupakan gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,
makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri secara predisposisi
terbagi menjadi :
a. Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga


perkembangan inisiatif terganggu.

b. Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan


perawatan diri.

c. Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang


menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.

d. Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.


Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Depkes (2000), faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Ada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada klien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
C. Tanda dan Gejala
Pada buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) terdapat
tanda dan gejala deficit perawatan diri, terdiri dari
f. Menolak melakukan perawatan
g. Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri
h. Minat melakukan perawatan diri kurang

Sedangkan, Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien


dengan deficit perawatan diri adalah:

1. Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor.

b) Rambut dan kulit kotor.

c) Kuku panjang dan kotor

d) Gigi kotor disertai mulut bau

e) penampilan tidak rapi

2. Psikologis

a) Malas, tidak ada inisiatif.

b) Menarik diri, isolasi diri.

c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

3. Sosial

a) Interaksi kurang.

b) Kegiatan kurang

c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

d) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat,


gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D. Macam – Macam Defisit Perawatan Diri

1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan

Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan


untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri
(Nurjannah : 2004, 79 ).

E. Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2


(Stuart dan Sundeen, 2000) yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,


pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri
2. Mekanisme koping maladaptive

3. Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah


pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
III. A. POHON MASALAH

(EFEK) : Risiko Gangguan Integritas Kulit

(CP) : Defisit Perawatan Diri

(CAUSA) : Isolasi Sosial : Menarik Diri

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji


Subyektif:
Defisit Perawatan Diri
1. Klien merasa lemah
2. Malas beraktivitas
3. Merasa tidak berdaya
Obyektif:
1. Rambut kotor, acak-acakan
2. Badan dan pakaian kotor dan bau
3. Mulut dan gigi bau
4. Kulit kusam dan kotor
5. Kuku panjang dan tidak terawat
Subyektif:
Risiko Gangguan Integritas
Klien mengatakan saya tidak ammpu mandi,
Kulit tidakbisa melakuan apa-apa, ulit gatal-gatal
Obyektif:
Klien terlihat kurang memperhatikan
kebersihan,halitosis, badan bau, dermatitis pada
kulit
Subyektif:
Isolasi Sosial : Menarik
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak
Diri bisa, tidak tau apa - apa, bodoh, mengkritik
diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternative tindakan, apatis,
menolak berhubungan, kurang
memperhatikan kebersihan

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Defisit Perawatan Diri

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

a) Tujuan Umum : Klien tidak mengalami defisit perawatan diri

b) Tujuan Khusus:
1. Klien bisa membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
3. Klien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
4. Klien mampu melakukan makan dengan baik
5. Klien mampu melakukan BAK/BAB secara mandiri
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. KASUS (MASALAH UTAMA)

Isolasi Sosial

B. PROSES TERJADINYA MASALAH:

1. Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi sosial merupakan keadaan penurunan yang dialami
seseorang untuk melakukan interaksi dengan orang lain, karena pasien
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, serta tidak mampu membangun
hubungan yang berarti dengan orang lain atau orang disekitarnya (Budi
Anna Kelliat, 2016).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Twonsend, 2016),. Sedangkan menurut Dalami (2009 : 2),
Isolasi sosial merupakan proses pertahanaan diri seseorang terhadap orang
lain maupun lingkungan yang menimbulkan kecemasan diri sendiri
melalui penarikan fisik maupun psikologis.
2. Etiologi
Menurut Purba dkk (2008), terjadinya masalah isolasi sosial dipengaruhi
oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi
masalah isolasi sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan
suatu masalah.
a. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu
suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan
dengan lingkungan diluar keluarga.
b. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau
lingkungan dapat menyebabkan hubungan sosial,
dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis
dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya.
c. Faktor biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial.
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan memiliki struktur yang abnormal pada
otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel dalam limbic dan daerah kortikal.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan
hubungan sosial juga dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu
stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya
seperti keluarga tidak stabil, perpisahan dengan
orang yang berarti (akibat hospitalisasi).
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress
yang terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhi kebutuhan individu.
3. Tanda Dan
Gejala

Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382)


isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala
sebagai berikut:
Data objektif :
a. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak
memisahkan diri dari orang lain.
c. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-
cakap dengan klien lain atau perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur
dengan perkembangan usianya.
i. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya.
j. Kurang aktivitas fisik dan verbal.
k. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
l. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di
wajahnya Data Subjektif
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi,
beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat kata-kata
“tidak”, “ya”, “tidak tahu” dan ada beberapa data yang didapat
adalah :
a. Mengungkapkan rasa tidak berguna, penolakan oleh
lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
4. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia (2001), mekanisme koping digunakan klien
sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata
yang mengancam dirinya. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat
digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau
tulisan. Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri
adalah:
a. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi dan mencurahkan emosi
kepada orang lain karena kesalahan yang dilakukan sendiri.
b. Regresi
Menghindari stres dan kecemasan dengan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perkembangan anak.
c. Represi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan serta konflik
maupun ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat
mekanisme ego lainnya.
5. Akibat
Beberapa hal yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami gangguan
hubungan sosial menarik diri antara lain (Dalami, dkk. 2009):
1) Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang
maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/
rangsangan eksternal.
2) Penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan
diri, tidak dapat merawat diri sendiri karena individu merasa bahwa
dirinya sudah tidak berharga dan tidak ada gunanya lagi menjalani
kehidupan ini.
3) Gangguan komunikasi dengan orang lain terjadi karena dia takut
untuk berinteraksi dengan orang lain, kesulitan mengekspresikan
perasaan, dan tidak berminat berinteraksi dengan orang lain.
6. Pohon Masalah

Risiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri


MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji


Risiko Perilaku Kekerasan Subyektif:
1. Klien mengancam
2. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
3. Klien mengatakan dendam dan jengkel
4. Klien mengatakan ingin berkelahi
5. Klien menyalahkan dan menuntut
6. Klien meremehkan
Obyektif:
1. Wajah memerah dan tegang
2. Mata melotot
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Postur tubuh kaku
6. Suara keras
Isolasi Sosial: Menarik Diri Subyetif:
1. Sukar didapati jika klien menolak
berkomunikasi. Beberapa data subyektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti
kata-kata “tidak”, “iya”, “tidak tau”
2. Mengungkapkan perasaan tidak berguna dan
penolakan oleh lingkungan
3. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan
yang dimiliki.
Obyektif:
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
3. Komunikasi kurang atau tidak ada
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering
menunduk
5. Berdiam diri di kamar atau tempat terpisah
6. Menolak berhubungan dengan orang lain
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
Gangguan Konsep Diri: Harga Subyektif:
Diri Rendah 1. Klien merasa tidak berguna
2. Klien mengungkapkan perasaan
Obyektif:
1. Kehilangan minat melakukan aktivitas
2. Klien lebih suka sendiri dan bingung

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial: Menarik Diri

II. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan Umum: Klien dapat berinteraksi dengan
orang lain secara optimalTujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Klien dapat menyebutkan penyebab, tanda dan gejala menarik diri
3. Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
5. Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial
6. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam
berhubungan dengan oranglain
7. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

Anda mungkin juga menyukai