Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA STRATEGI PELAKSANAAN

HALUSINASI

Disusun Oleh :

Nama : Nurul Kusnainiyatun

NIM : 2204054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AN NUUR

T.A 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN MASALAH HALUSINASI

A. Masalah Utama
Ganggguan Persepsi sensori: Halusinasi
B. Proses terjadinya masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori
yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau
suara suara yang sebenarnya tidak ada.(Yudi hartono;2012;107)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana
klien mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti,
2012: 53)
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129)
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak
mampu mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya
sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebih dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4) Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju
alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia.
Sehingga menunjukkan bahwa faktor keluarga dapat sangat
berpengaruh pada penyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133).
b. Faktor Presipitasi

1) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak,
yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi
terhadap stresosor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menamggapi stress.(Prabowo, 2014 : 133)
4) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak.
a) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi
itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa peritah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri,
irama sirkardiannya terganggu (Damaiyanti, 2012 : 57-58).
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor lainnya
seperti (Biologis, Psikologis dan sosial).
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan
gangguan seperti :
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal, temporal
dan citim limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah
hambatan dalam belajar, daya ingat dan berbicara.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal neonates dan kanak-kanak.
b. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon psikologis diri klien, sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi ganguan orientasi realitas adalah
penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat
dirasakan dari keluarga, pengasuh atau teman yang bersikap
dingin, cemas, tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi
sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam rumah
tangga merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi
gangguan orientasi realitas seperti kemiskinan, konflik sosial,
budaya, kehidupan yang terisolir disertai stres yang menumpuk.
(Yudihartono;2012;108)
3. Jenis-Jenis Halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit
tertentu,seperti skizofrenia. Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh
penyalahgunaan narkoba, demam, depresi atau demensia, berikut ini jenis
jenis halusianasi yang mungkin saja mengintai pikiran manusia
a. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi yang
salah dari bunyi, musik, kebisingan atau suara. Mendengar suara
ketika tidak ada stimulus pendengaran adalah jenis yang paling
umum dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental. Suara
dapat didengar baik di dalam kepala maupun di luar kepala
seseorang dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut
datang dari luar kepala, suara bisa datang berupa suara wanita
maupun suara pria yang akrab atau tidak akrab. Pada penderita
skizofrenia gejala umum adalah mendengarkan suara suara dua
orang atau lebih yang berbicara pada satu sama lain, ia mendengar
suara berupa kritikan atau komentar tentang dirinya, perilaku atau
pikirannya.
b. Halusinasi penglihatan
Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Isi
dari halusinasi dapat berupa apa saja tetapi biasanya orang atau
tokoh seperti manusia. Misalnya, seseorang merasa ada orang berdiri
di belakangnya
c. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa.
Biasanya pengalaman ini tidak menyenangkan. Misalnya seorang
individu mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus
menerus. Jenis halusinasi ini sering terlihat dibeberapa gangguan
medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental.
d. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada. Bau ini
biasanya tidak menyenangkan seperti mau muntah, urin, feses asap
atau daging busuk. Kondisi ini juga sering disebut sebagai
Phantosmia dan dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan saraf di
bagian indra penciuman. Kerusakan mungkin ini mungkin
disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak atau paparan zat-zat
beracun atau obat obatan.
e. Halusinasi sentuhan (Taktil)
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan
atau suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh. Halusinasi
sentuhan ini umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak di
bawah atau pada kulit.
f. Halusinasi somatik
Ini mengacu paX CASda saat seseorang mengalami perasaan
tubuh mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi
atau pergeseran sendi.
Pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami penyerahan oleh
hewan pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut.
(Yudihartono;2012;109)
4. Rentang respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Menyendiri Kesendirian Manipulasi
Otonomi Menarik Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisme
Keadaan Saling tergantung
(Yudihartono;2012;107)
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari
suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra.
Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif
pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai
dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi
sosial.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif :
1.) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2.) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3.) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4.) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5.) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
b. Respon psikosossial, meliputi :
1.) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2.) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
3.) Emosi berlebih atau berkurang
4.) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5.) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptif antara lain :
1.) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2.) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3.) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak
teratur.
4.) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam
(Damaiyanti,2012).
5. Proses Terjadinya Masalah
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berbeda yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini pasien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai
lepas kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan reaita.
c. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini pasien sukar
berhubungan dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang
lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat
membahayakan. (Prabowo,2014)
6. Tanda Gejala
Tanda gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara,senyum dan tertawa sendiri

b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verbal
lambat

c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain

d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata

e. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah

f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.

g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya)


dan takut

h. Sulit berhubungan dengan orang lain

i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah

j. Tidak mampu mengikuti perintah


k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
(Prabowo, 2014: 133-134)

7. Akibat Halusinasi
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.
(Iskandar, 2012:56)

8. Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi


Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor:
pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman
internalnya

b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang


membingungkan

c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah


dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas.
(Iskandar;2012;58)

C. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara pengobatan harus


secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena
setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam
dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis efek tinggi bermanfaat
pada penderita psikomotorik yang meningkat.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN


(DAGANG)

Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg


Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permit) 1-40 mg
Mesoridazin ( Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trialon) 12-64 mg
Prokloperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazine (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellani) 150-800 mg
Trifluopromazine (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg

Toksanten Kloproktisen (Tarctan) 75-600 mg


Tioktiksen (Navane) 8-30 mg

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg


Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri
dari:
4. Terapi aktivitas
1) Terapi music
Fokus, mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. yaitu
menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
2) Terapi seni
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa pekerjaan
seni.
3) Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan
partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
5) Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain
6) Terapi kelompok
a. Terapi group (kelompok terapeutik)
b. Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
c. TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
5. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga
(Home Like Atmosphere). (Prabowo,2014: 134-136)

D. Pohon Masalah (Budi ana dkk;2011;148)

Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi Cor Problem

Isolasi sosial : menarik diri Cause


E. Asuhan Keperawatan

1. Masalah keperawtaan yang mungkin muncul dan data yang perlu dikaji

a. Data Obyektif

Apakah klien terdapat tanda dan gejala seperti dibaweaha ini :

1) Melirikan mata ke kiri dank e kanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang berbicara

2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak


sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll

3) Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbiacra atau sedang


menjawab suara

4) Tidur kurang atau terganggu

5) Penampilan diri kurang

6) Keberanian kurang

7) Bicara tidak jelas

8) Mudah panik

9) Duduk mentyendiri

10) Tampak melamun

11) Tidak peduli lingkungan

12) Menghindar dari orang lain

13) Adanya peningkatan aktifitas motoric

14) Perilaku aktif ataupun destruktif

b. Data Subyektif

Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa da wujud yang


tampak.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan sensori persepsi: halusinasi b/d menarik diri


3. Rencana asuhan Keperawatan
Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tujuan Khusus
a. TUK 1 : pasien dapat membina hubungan saling percaya

1) Kriteria Hasil
Setelah 1x interaksi, pasien mampu membina hubungan saling
percaya dengan perawat dengan kriteria: ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, dan kontak mata, mau berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengungkapkan perasaannya.

2) Intervensi
Bina hubungna saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik
a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b) Perkenakan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan

c) Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai pasien

d) Buat kontrak yang jelas

e) Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta


menerima apa adanya

f) Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar


pasien

g) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya

h) Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada ekspresi


perasaan pasien.

b. TUK 2 : pasien dapat mengenal halusinasinya

1) Kriteria Hasil
Setelah 2 X interaksi, pasien dapat menyebutkan:
a) Isi

b) Waktu
c) Frekuensi

d) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi

2) Intervensi

a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

b) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi ( verbal dan


non verbal)

c) Bantu mengenal halusinasi

d) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarivikasi tentang adanya


pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien isi, waktu, dn
frekuensi halusinasi pagi, siang , sore, malam atau sering, jarang)
e) Diskusikan tentang apa yang dirasakaan saat terjadi halusinasi
f) Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
g) Diskusikan tentang dampak yang akan dialami jika pasien
menikmati halusinasinya.
c. TUK 3 : pasien dapat mengontrol halusinasinya

1) Kriteria Hasil:
Seteah 2 X interaksi pasien menyebutkan tindakan yang biasanya
diakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
2) Intervensi

a) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi

b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan paisen

c) Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol halusinasi

d) Bantu pasien memiih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya

e) Pantau pelaksanaan tindakan yang telah dipiih dan dilatih, jika


berhasi beri pujian

d. TUK 4 : pasien dapat dukungan dari keluarga daam mengontrol hausinasi


1) Kriteria Hasil:
Setelah 2 X interaksi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti
pertemuan dengan perawat
2) Intervensi

a) Buat kontak pertemuan dengan keluarga (waktu, topik, tempat)


b) Diskusikan dengan keluarga : pemgertian halusianasi, tanda gejala,
proses terjadi, cara yang bisa diakukan oleh pasien dan keluarga
untuk memutus halusinasi, obat-obat halusinasi, cara merawat
pasien halusinasi dirumah, beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantuan.

c) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

e. TUK 5 : pasien dapat menggunakan obat dengan benar

1) Kriteria Hasil
Setelah 2x interaksi pasien mendemonstrasikan penggunaan obat
dengan benar
2) Intervensi

a) Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis,


nama, frekuensi, efek samping minum obat

b) Pantau saat pasien minum obat

c) Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat

d) Beri reinforcemen jika pasien menggunakan obat dengan benar

e) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan


dokter

f) Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter/perawat jika terjadi


hal-hal yang tidak diinginkan. (Prabowo, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Budi ana dkk. (2011).Keperawatan kesehatan jiwa.jakarta:EGC

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


Refika Aditama.

Iskandar Dkk, (2012);Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama

Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI

Masalah Utama : Halusinasi pendengaran

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
a) Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b) Klien sering tertawa dan tersenyum sendiri
c) Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki
2. Diagnosa keperawatan:
Perubahan persepsi sensori: halusinasi dengar

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya


b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Strategi Komunikasi.

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: Melatih menghardik halusinasi

ORIENTASI:

”Selamat pagi, perkenalkan nama saya Nurul kusnainiyatun, biasa di panggil


Nurul, saya mahasiswa universitas an nuur purwodadi. Nama mbak siapa?mbak
Senang dipanggil apa”

”Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apa keluhan mbak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
mbak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:

”Apakah mbak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”

” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling


sering dengar suara? Berapa kali sehari mbak alami? Pada keadaan apa suara
itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

” Apa yang mbak rasakan pada saat mendengar suara itu?”

”Apa yang mbak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?

” mbak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung adik bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba mbak peragakan!
Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus mbak A sudah bisa”

TERMINASI:

”Bagaimana perasaan mbak A setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-


suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien).
Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa A? Bagaimana kalau dua jam
lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya”

”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:


bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi:

“Selamat pagi mbak, Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara
kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:

“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan


bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau mbak mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol
dengan mbak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya ayah, ibu mbak A
katakan: bu, ayo ngobrol dengan A sedang dengar suara-suara. Begitu A Coba A
lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus!
Nah, latih terus ya A!”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan A setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang A
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau A
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian A. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke
mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas
terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 09.00? Mau di mana/Di sini
lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi A Bagaimana perasaan A hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara
yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau
di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 20 menit? Baiklah.”

Kerja: “Apa saja yang biasa A lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali A bisa lakukan. Kegiatan ini dapat A lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar
dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi: “Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga


untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah
kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam
jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya! (Saudara dapat
melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang
nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 11.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Selamat pagi A Bagaimana perasaan A hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik.
Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang mbak minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya A?”
Kerja:
“A adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang A
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
A minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 2
kali sehari jam 1 siang dan jam 8 malam gunanya untuk menghilangkan suara-
suara. Ini yang kuning (THP) 2 kali sehari jam 6 pagi dan jam 6 sore gunanya
untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang biru (HLP) 2 kali sehari jam 6 pagi
dan jam 6 sore gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah
hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter,
sebab kalau putus obat, A akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke
keadaan semula. Kalau obat habis A bisa minta ke dokter untuk mendapatkan
obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan
obatnya benar, artinya A harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya A Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya.
Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum
sesudah makan dan tepat jamnya A juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus!
(jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan A Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi
untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau
jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

2. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga


a. Tujuan:
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit
maupun di rumah

2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

b. Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama
pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien
termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di
rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara
konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di
rumah. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
halusinasi adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan
pasien
SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat
pasien halusinasi.
Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.
ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya Nurul, yang merawat A”
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa pendapat ibu tentang A?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang A alami dan bantuan
apa yang ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama
waktu ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
“Apa yang Mbak rasakan menjadi masalah dalam merawat A Apa yang ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh A itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak
ada.”
“Kalau A mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu
tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-
cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan A, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakan saja ibu percaya bahwa anak tersebut memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi ibu sendiri tidak mendengar atau
melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan A melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-
sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih A untuk membuat jadwal kegiatan
sehari-hari. Tolong ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia
lakukan!”
”Ketiga, bantu A minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih A untuk minum obat
secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini
yang orange namanya (CPZ) 2 kali sehari jam 1 siang dan jam 8
malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang kuning (THP) 2 kali
sehari jam 6 pagi dan jam 6 sore gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan
yang biru (HLP) 2 kali sehari jam 6 pagi dan jam 6 sore gunanya untuk pikiran
biar tenang.. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi A
dengan cara menepuk punggung A. Kemudian suruhlah A menghardik suara
tersebut. A sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi A. Sambil menepuk punggung A,
katakan: A, sedang apa kamu? Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat bila
suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, A tutup telinga kamu dan katakan
pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, A”
”Sekarang coba ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi S?”
“Sekarang coba ibu sebutkan kembali tiga cara merawat A?”
”Bagus sekali. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan A?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan


pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini?”
”Apakah ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi A yang sedang
mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung dihadapan A”.
”mari kita datangi A”
KERJA:
”Selamat pagi A” ”A, ibu sangat ingin membantu A mengendalikan suara-suara
yang sering S dengar. Untuk itu pagi ini adik A datang untuk mempraktekkan
cara memutus suara-suara yang di dengar. A nanti kalau sedang dengar suara-
suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka ibu akan mengingatkan
seperti ini” ”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang
sedang Ibu alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung A
lalu suruh A mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara
tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap
pasien)Bagus sekali!Bagaimana A? Senang dibantu? Nah ibu ingin melihat
jadwal harian A. (Pasien memperlihatkan dan dorong keluarga memberikan
pujian) Baiklah, sekarang saya dan ibu S ke ruang perawat dulu” (Saudara dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan A?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya. ibu dapat melakukan cara itu bila A
mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian A. Jam berapa bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai
jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

ORIENTASI
“Selamat pagi, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadwal Ibu selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal Ibu di rumah? Mari kita duduk di ruang
tamu!”
“Berapa lama ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Ini jadwal kegiatan ibu yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba
ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?” ibu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal
aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh A selama di rumah. Misalnya kalau A terus menerus mendengar suara-suara
yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”
TERMINASI
“Bagaimana ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba ibu sebutkan cara-cara
merawat A Bagus (jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya. Sampai jumpa”
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA STRATEGI PELAKSANAAN

WAHAM

Disusun Oleh :

Nama : Nurul Kusnainiyatun

NIM : 2204054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AN NUUR

T.A 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN MASALAH WAHAM

A. Masalah Utama
Perubahan pola pikir: waham
B. Proses terjadinya masalah
1. Definisi
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetap dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis
oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang
sudah kehilangan kontrol (Depkes RI, 2000 dalam Fitria, 2012).

Waham adalah suatu kenyakinan yang dipertahankan secara


kuat, terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.(Keliat,
2012) Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham.
Waham atau delusi adalah kenyakinan yang salah secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain yang
bertentangan dengan realita normal. (Aziz, 2012)
2. Penyebab
Etiologi waham dapat dijelaskan melalui 3 teori, yaitu ;

a. Teori Psikodinamika

Perkembangan emosi lambat kurangnya perhatian Ibu yang


menyebabkan kehilangan perlindungan dan gagal membuktikan
rasa percaya dengan orang lain, sehingga individu selalu hati-hati
dalam mengucapkan gangguan harga diri, kehilangan kontrol,
takut/cemas, sikap curiga terhadap orang lain dan sikap umum
yang digunakan yaitu proyeksi.

b. Teori dinamika keluarga

Beberapa teori percaya bahwa orang yang paranoid


mempunyai orang tua yang berkarakter keras, banyak permintaan
dan yang ingin segalanya sempurna, sering marah, mengutamakan
kepertingan pribadi, mencurigai individu, sehingga pengalaman
yang didapat dari dulunya akan mempengaruhi kepribadian
seseorang.

c. Teori Biologi
Muncuk karena adanya berapa kekuatan atau pengaruh dari
beberapa penyakit individu yang keluarganya mempunyai gejala
penyakit yang sama, contohnya : pad anak kemabar, jika salah satu
terkena skizofrenia, maka 58 % kemungkinan akan terkena pada
anak yang satunya.
3. Faktor Predisposisi

a. Klien

1. Beberapa gangguan mental dan fisik : waham, paranoid,


skizofrenia, keracunan zat tertentu pada otak dan gangguan
pada pendengaran.

2. Faktor sosial budaya : proses tumbuh kembang yang tidak


tuntas, misalnya rasa saling percaya yang tiadak terbina,
kegagalan dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran,
proses kehilangan yang berkepanjangan.

b. Lingkungan yang tidak terapeutik


Sering diancam, tidak dihargai atas jerih payah,
kehilangan pekerjaan, support sistem yang kurang, tidak
mempunyai teman dekat, atau tidak mempunyai orang
dipercaya.
c. Interaksi

1) Provokasi : sikap orang lain yang terlalu menguasai, curiga,


kaku, tidak toleran terhadap klien.

2) Anatisipasi : perhatian, penampilan, persepsi dan isi pikir.


3) Konflik : fantasi yang tidak terselesaikan, sudah dapat
memfokuskan pikiran dan sudah dapat mengorganisasikan
pikiran terhadap suatu permasalahan.
4. Faktor Presipitasi (Nita Fitria, 2010: 77)
a) Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan
orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
b) Faktor Biokimia
Dopamin, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya
diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
c) Faktor Psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan
untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan.
5. Jenis-Jenis
a. Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Contoh : “Kalau saya mau masuk surga saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari”, atau klien
mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan yang dapat
mengendalikan makhluknya
b. Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki
kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang
lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Contoh : “Saya ini pejabat di Departemen Kesehatan
lho…” “saya punya tambang emas!”
c. Waham Curiga
Keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “Saya tahu… semua saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami
saya”.
d. Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
tertanggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : Klien selalu mengatakan bahwa dirinya sakit kanker, namun
setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya
sel kanker pada tubuhnya.
e. Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-
roh”. (Nita Fitria, 2010: 78)
6. Rentang respon

Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang menyimpang 1. Gangguan proses


2.5. Persepsi akurat illusi pikir: waham
3.6. Emosi konsisten 2. Reaksi emosional berlebihan 2. Halusinasi
dengan pengalaman 3. Kerusakan emosi
dan kurang
4.7. Perilaku sosial 4. Perilaku tidak
5. Hubungan sosial 3. Perilaku tidak sesuai sesuai
4. Menarik diri 5. Ketidakteraturan
isolasi sosial
7. Tanda Gejala
Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir :
waham adalah sebagai berikut (Nita Fitria, 2010 : 76) :
a) Menolak makan
b) Tidak ada perhatian pada perawatan diri
c) Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
d) Gerakan tidak terkontrol
e) Mudah tersinggung
f) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g) Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h) Menghindar dari orang lain
8. Akibat
Klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai
dengan pikiran tidak realistis, flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang di dengar dan kontak mata yang kurang.
Akibat lain yang ditimbulkan nya adalah beresiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan.
C. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada
penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (2011),
Kaplan dan Sadock minggu 6 ) antara lain :
a. Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain : Chlorpromazine,
Trifluoperazine, Haloperidol
b. Anti parkinson
Jenis- jenis obat antara lain : Triheksipenydil (Artane),
Difehidamin
c. Anti Depresan
Jenis- jenis obat antara lain : Amitriptylin, Imipramin
d. Anti Ansietas
Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari
2. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan
hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi
kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang
waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang
wahamnya.
Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian
seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang
kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat
meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari
bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu
menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan
menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan
konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis
dapat meningkatkan tes realitas. Sehingga terapis perlu bersikap
empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu
menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata
: “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui,
“tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga
menghilangnya ketegangan klien.
Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki
keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat
timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki
terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas
terpeutik dapat dilakukan.
3. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga
klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan
memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu
perawatan klien.
D. Pohon Masalah
Effect : Kerusakan komunikasi verbal resiko tinggi mencederai diri,
orang lain, dan lingkungan

Care problem : perubahan isi piker waham

Cause : Gg.Konsep diri:Harga diri rendah (Fitria,2010)


E. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham
d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Data yang perlu dikaji :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan
kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai /
merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
2). Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi
marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang.
b. Kerusakan komunikasi : verbal
1).Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2).Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
c. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)
1). Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
1). Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
2). Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
2. Diagnosa Keperawatan
a) Perubahan isi pikir : waham
b) Gagguan konsep diri : harga diri rendah
3. Rencana asuhan Keperawatan
Diagnosa I: Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien
yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki
pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian
anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas
sehari - hari dan perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit,
cemas, marah).
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi
dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi
kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu
untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks
realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas
kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klieks
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang
nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
b. Bantu klien menggunakan obat
dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan
efek dan efek samping obat yang dirasakan.
d. Beri reinforcement bila klien
minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
a. Diskusikan dengan
keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
b. Beri reinforcement atas
keterlibatan keluarga
Diagnosa II: gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum
Kien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap berte: tenagabumu
klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan hara diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, F dkk.(2012). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.

Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi S1-Keperawatan. Jakarta: Salemba medika.

Fitria,(2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat Bagi program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Keliat B. A, (2011). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 . Jakarta: EGC

Townsend,MC.(2010). Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan & Medikasi


Psikotropik.Jakarta: EGC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan bahwa dia adalah Tuhan, tampak selalu memakai
pakaian putih, tampak bicara banyak, mendominasi pembicaraan.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Proses Pikir: Waham
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan:
a. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
b. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
d. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan


yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktikkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi

Orientasi:
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya Nurul kusnainiyatun, panggil saya
Nurul. Saya mahasiswa Universitas An Nuur Purwodadi. Nama bapak
siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak rasakan
sekarang?”apakah bapak masih punya perasaan atau pemikiran sebagai
Tuhan.
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?” “Dimana enaknya kita ngobrol pak?”
Fase Kerja:
“Saya mengerti bapak merasa bahwa bapak adalah seorang Tuhan, tapi
sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua Tuhan
cuma satu, bisa kita lanjutkan pembicaraan pak?”
“Tampaknya bapak gelisah sekali, bisa bapak ceritakan apa yang bapak
rasakan?”
“O jadi bapak merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak
punya hak untuk mengatur diri bapak sendiri?”
“Siapa menurut bapak yang sering mengatur-atur diri bapak?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya pak, juga anak dan saudara
yang lain?”
“Kalau bapak sendiri inginnya seperti apa?”
“bagus bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut bapak”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya bapak ingin ada kegiatan di
ruangan ini ya.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbicara dengan saya?”
”Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadwal ini bapak coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi dan kita bercakap-
cakap tentang kemampuan yang pernah bapak miliki? Mau di mana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”

SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu


mempraktikkannya

Orientasi:
“Selamat pagi bapak, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah bapak sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran
bapak?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bapak tersebut?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”
Fase Kerja:
“Apa saja hobi bapak? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah rupanya bapak pandai main catur ya, tidak semua orang bisa
bermain catur seperti itu”.
“Bisa bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main catur,
siapa yang dulu mengajarkannya kepada bapak, dimana?”
“Bisa bapak peragakan kepada saya bagaimana bermain catur yang cerdik
itu?”
“Wah baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bapak ini ya, berapa kali
sehari/seminggu bapak mau bermain catur?”
“Apa yang bapak harapkan dari kemampuan bermain catur ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan bapak yang lain selain bermain catur?”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan
kemampuan bapak?”
“Setelah ini coba bapak lakukan latihan catur sesuai dengan jadwal yang
telah kita buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya pak?”
“Bagaimana kalau besok pagi? Di ruang tamu saja, ya setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus bapak minum,
setuju?”
“Bagaimana kalau sekarang bapak teruskan kemampuan bermain catur.”

SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar

Orientasi
“Selamat pagi bapak.”
“Bagaimana bapak. sudah dicoba latihan caturnya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang
kita membicarakan tentang obat yang bapak minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di ruang tamu ini saja?”
“Berapa lama bapak mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
Fase Kerja
“Bapak berapa macam obat yang diminum/ Jam berapa saja obat
diminum?”
“Bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga
tenang”
“Obatnya ada tiga macam bapak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks,
dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi
teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan
jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat, mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak bisa banyak minum ”.
“Sebelum minum obat ini bapak mengecek dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya
sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bapak
tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi
dengan dokter”.
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat
yang bapak minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan bapak. Jangan lupa minum
obatnya dan nanti saat makan siang minta sendiri obatnya pada perawat”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Bapak, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 9 dan di sini?”
“Sampai besok.”

SP 4 Pasien : Mengajarkan dan melatih pasien berhubungan dengan kehidupan


realitas

Orientasi
“Selamat pagi bapak, bapak masih ingat nama saya siapa?”
“ Oh bapak lupa, baik kita kenalan lagi ya pak, nama saya perawat Aula,
nama bapak siapa? Panggilannya? wah nama panggilannya bagus sekali.”
“Bapak bagaimana perasaannya hari ini? wah bapak lagi seneng ya?”
“Baik, sekarang kita akan belajar berhubungan dengan realita, bagaimana
apakah bapak bersedia? Kalau begitu bapak mintanya kita ngobrol berapa
menit? Dimana kita ngobrolnya? Bagaimana kalau kita ngobrol sambil
duduk di kursi taman atau seperti sebelumnya?
Fase Kerja
“Kita mulai ya bapak ngobrolnya, bapak itu menganggap diri bapak itu
siapa?”
“Baik pak, bapak adalah pasien kami, bapak itu sudah punya istri dan dua
orang anak, bapak ingat?”
“Pekerjaan bapak kan seorang pegawai di kantor. Orang lain yang
memakai baju sama seperti bapak itu teman bapak, dan yang memakai baju
putih-putih adalah perawat yang bertugas merawat dan membantu bapak,
sekarang kita ada di rumah sakit pak, tempat untuk membantu mengatasi
masalah-masalah yang bapak hadapi.”
“Nanti kalau bapak kesepian, saya ajak bapak bermain dengan teman-
teman yang lain ya, biar kita bisa kenalan sama mereka dan bapak punya
banyak teman. Bagaimana bapak mau? Bagus sekali, kalau bapak mau.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah ngobrol dengan saya? syukur, kalau
bapak senang. Saya juga senang sekali bisa ngobrol dengan bapak.
“Baik, tadi kan kita sudah ngobrol masalah realita, bapak bisa ceritakan
kembali kepada saya bapak itu siapa dan sedang dimana ? Wah pintar
sekali bapak. bapak nanti kalau ada apa-apa, bapak bisa menghubungi
saya atau perawat yang ada disini.”
“Kalau begitu berhubung ini sudah 15 menit, berarti waktu ngobrol kita
sudah selesai, terima kasih bapak, silahkan bapak lanjutkan aktivitas bapak
lagi, saya permisi dulu.”

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga


Tujuan :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
b. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi
kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
c. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien
secara optimal.
Tindakan :
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien di
rumah.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
c. Diskusikan dengan keluarga tentang:

● Cara merawat pasien waham di rumah

● Lingkungan yang tepat untuk pasien.

d. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis,


frekuensi, efek samping, akibat penghentian obat).
e. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan
konsultasi segera, latih cara merawat

SP 1 Keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga;


mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya
masalah; dan obat pasien.
Orientasi
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Nurul Kusnainiyatun, saya
perawat yang dinas pagi ini. Saya yang merawat bapak selama ini. Nama
ibu siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bapak
dan cara merawat bapak di rumah?”
“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang ruang tamu ini?”
“Berapa lama waktu luang ibu? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase Kerja
“Bu, apakah ibu sudah mengetahui apa yang terjadi dengan bapak ini?
yang terjadi pada bapak ini merupakan salah satu gangguan proses
berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya.
Setiap kali suami ibu berkata bahwa ia seorang Tuhan, ibu mengatakan
pertama:
“Ibu mengerti bapak merasa seorang Tuhan, tapi saya tidak
mempercayainya karena Tuhan Cuma satu.”
“Kedua: ibu harus lebih sering memuji bapak jika ia melakukan hal-hal
yang baik.”
“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang
berinteraksi dengan bapak. Bapak/Ibu dapat berbicara dengan bapak
tentang kebutuhan yang diinginkan bapak, misalnya: “Ibu percaya bapak
punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada ibu. bapak kan
punya kemampuan.” (kemampuan yang pernah dimiliki oleh bapak)
“Keempat: Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?”(Jika bapak mau
mencoba berikan pujian). Bu, bapak perlu minum obat ini agar pikirannya
jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya supaya rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran tenang semuanya ini
harus diminum secara teratur 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam
7 malam, jangan dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena
dapat menyebabkan bapak kambuh kembali” (Libatkan keluarga saat
memberikan penjelasan tentang obat kepada klien). bapak sudah
mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera
beri pujian.
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
merawat bapak?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi saya datang kembali kesini dan
kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat bapak sesuai dengan
pembicaraan kita tadi”
“Jam berapa ibu bisa ?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya bu. Permisi.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien

Orientasi
“Selamat pagi bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu
lagi”
“Bagaimana bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
dua hari yang lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke bapak
ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
Fase Kerja
“Sekarang anggap saya bapak yang sedang mengaku-aku sebagai Tuhan,
coba ibu praktikkan cara bicara yang benar bila bapak sedang dalam
keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada kemampuan
yang dimiliki bapak. Bagus bu.”
“Sekarang coba cara memotivasi bapak minum obat dan melakukan
kegiatan positifnya sesuai jadwal. Bagus sekali, ternyata ibu sudah
mengerti cara merawat bapak”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada bapak?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih cara merawat bapak?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali ibu
membesuk bapak.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kita kembali bertemu
dan kita akan mencoba lagi cara merawat bapak sampai ibu lancar
melakukannya?”
“Jam berapa bisa bertemu ibu? Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di
tempat ini ya bu”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan Perawatan Lanjut

Orientasi
“Selamat pagi bu, karena bapak rencana mau pulang, bagaimana kalau
kita berbincang tentang perawatan lanjutan untuk bapak?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadwal di rumah? Mari Ibu
duduk di sini”
“Berapa lama ibu punya waktu? Baik 20 menit saja, sebelum Ibu
menyelesaikan administrasi di depan.”
Fase Kerja
“Bu, ini jadwal bapak yang sudah dibuat. Coba diperhatikan. Apakah kira-
kira dapat dilaksanakan semua? Jangan lupa memperhatikan bapak, agar
ia tetap menjalankan jadwal di rumah, dan jangan lupa memberi tanda M
(mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakan).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh suami ibu selama di rumah. Kalau misalnya bapak
mengaku sebagai seorang Tuhan terus menerus dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera kontrol ke rumah
sakit ya”
Terminasi
“Apa yang ingin Ibu tanyakan?Bagaimana perasaan Ibu? Sudah siap
melanjutkan di rumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Kalau ada apa-apa Ibu boleh juga
menghubungi kami. Terima kasih ibu, hati-hati di jalan!”
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA STRATEGI PELAKSANAAN

HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh :

Nama : Nurul Kusnainiyatun

NIM : 2204054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AN NUUR

T.A 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai ideal diri. Perasaan
tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
(Fajariah, 2012).
Harga diri rendah adalah kurangnya rasa percaya diri sendiri
yang dapat mengakibatkan pada perasaan negatif pada diri sendiri,
kempuan diri dan orang lain. Yang mengakibatkan kurangnya
komunikasi pada orang lain.
2. Penyebab
Penyabab terjadinya harga diri rendah:
a) Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya.
b) Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
c) Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau
pergaulan
d) Harga diri rendah muncul saat lingkkungan cenderung
mengsucikan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
3. Manifestasi
Menurut Keliat (2011), perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain:
a) Mengkritik diri sendiri.
b) Menarik diri dari hubungan sosial.
c) Pandangan hidup yang pesimis.
d) Perasaan lemah dan takut.
e) Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri.
f) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri.
g) Hidup yang berpolarisasi.
h) Ketidakmampuan menentukan tujuan.
i) Merasionalisasi penolakan.
j) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah.
k) Menunjukkan tanda depresi. (sukar tidur dan sukar makan)
4. Rentang respon
Rentang respon pada pasien dengan harga diri rendah terdiri dari:
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
a) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
b) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. (Eko, 2014)
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika
dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk
menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari
orang lain.
b. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain. (Eko, 2014) (Fajriyah, 2012)
5. Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya masalah pada pasien dengan harga diri rendah
dikarena 2 faktor, yaitu:
a) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut
Herdman (2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak
realistis.
Faktor predisposisi citra tubuh adalah:
1. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh.
2. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat
penyakit.
3. Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi
tubuh.
4. Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi.
Faktor predisposisi harga diri rendah adalah:
1. Penolakan.
2. Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter, tidak
konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
3. Persaingan antar saudara.
4. Kesalahan dan kegagalan berulang.
5. Tidak mampu mencapai standar.
Faktor predisposisi gangguan peran adalah:
1. Stereotipik peran seks.
2. Tuntutan peran kerja.
3. Harapan peran kultural.
Faktor predisposisi gangguan peran adalah:
1. Ketidakpercayaan orang tua.
2. Tekanan dari per grup.
3. Perubahan struktur sosial. (Herdman, 2011)
b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau
bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara situasional
maupun kronik.
1. Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana
situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri,
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan seksual dan
phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
(Herdman, 2011)
2. Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau
tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan
peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat
individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan
tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak
mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung tentang
peran yang sesuai.
1) Trauma peran perkembangan.
2) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
3) Transisi peran situasi.
4) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau
berkurang.
5) Transisi peran sehat-sakit.Pergeseran konsidi pasien yang
menyebabkan kehilangan bagian tubuh, perubahan bentuk,
penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan
keperawatan. (Herdman, 2011)
c) Perilaku
1. Citra tubuh
Citra tubuh diantaranya adalah menolak menyentuh atau
melihat bagian tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak mau
mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha
rehabilitasi, usaha pengobatan, mandiri yang tidak tepat dan
menyangkal cacat tubuh. (Herdman, 2011)
2. Harga diri rendah

Harga diri rendah diantaranya adalah mengkritrik diri atau


orang lain, produkstivitas menurun, gangguan berhubungan
ketengangan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik,
penolakan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan,
distruktif kepada diri, menarik diri secara sosial, khawatir,
merasa diri paling penting, distruksi pada orang lain, merasa
tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung/marah,
perasaan negatif terhadap tubuh. (Herdman, 2011)

3. Keracunan identitas
Keracunan identitas diantaranya adalah tidak ada kode
moral, kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal
yang ekploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang
tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak
mampu empati pada orang lain, masalah estimasi. (Herdman,
2011)
4. Depersonalisasi
Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas,
perasaan terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi
yang kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu
mencari kesenangan. Perseptual halusinasi dengar dan lihat,
bingung tentang seksualitas diri, sulit membedakan diri dari
orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti dalam mimpi,
kognitif bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir,
gangguan daya ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda.
(Herdman, 2011)
5. Komplikasi
Apabila masalah harga diri rendah tidak segera
ditangani, pasien akan selalu tidak percaya dan selalu
mempunyaki pikiran negatif, baik pada diri sendir maupun
orang lain, akibatnya pasien akan cenderung menyendiri dan
mengisolasi diri dari lingkungan, aktifitas yang menurun dan
sebagainya. Jika isolasi sosial sudah mendominasi kehidupan
pasien, maka aktivitas pasien hanya duduk sendiri, melamun
sehingga jika dibiarkan dalam kurun waktu yang panjang, maka
isolasi sosial dapat berlanjut menjadi gangguan sensorik
persepsi halusinasi. (Ayyubi, 2010)
6. Tanda Gejala
Tanda gejala harga diri rendah antara lain yaitu perasaan
malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
merendahkan martabat, gangguan hubungan sosial, seperti
menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka
sendiri, percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan,
mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, ingin mengakhiri kehidupan. Tidak ada kontak
mata, sering menunduk, tidak atau jarang melakuakan kegiatan
sehari-hari, kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian
tidak rapi, berkurang selera makan, bicara lambat dengan nada
lemah.
7. Akibat
Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko
terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi soasial menarik
diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptif mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial. Dan sering dirtunjukan dengan perilaku
antara lain :
Data subyektif
a) Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau
pembicaraan.

b) Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan


orang lain.

c) Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh


orang lain.
Data obyektif
a) Kurang spontan ketika diajak bicara.

b) Apatis.

c) Ekspresi wajah kosong.

d) Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal

e) Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat
bicara.
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
Jangka pendek :
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis :
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus
menerus.

2) Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok


sosial, keagamaan, politik).

3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi


olah raga kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara :
(penyalahgunaan obat-obatan).

Jangka Panjang :
1. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.

2. Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan


harapan masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah :
fantasi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik
pada diri sendiri dan orang lain.
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien dengan masalah harga
diri rendah adalah:
1. Obat anti depresi: Amitripilin.
Amitriptilin adalah obat anti depresan yang digunakan untuk
mengobati masalah kejiwaan, seperti depresi. Obat ini dapat membantu
meningkatkan mood dan perasaan senang, mengurangi kecemasan dan
ketegangan membantu tidur lebih baik dan meningkatkan energi.
Amitriptilin bekerja dengan menjaga keseimbangan kadar serotonin dan
norepinephrine dalam sistem saraf pusat. (Willy, 2018)
2. Obat anti ansietas: Diazepam.
Diazepam adalah obat untuk mengobati kecemasan, gejala putus
alkohol dan kejang. Obat ini juga digunakan untuk melemaskan
kejang otot dan sebagai obat penenang menjang prosedur medis.
Diazepam termasuk gologngan benzodiazepine yang bekerja diotak
dan saraf untuk menghasilkan efek tenang. Obat ini bekerja dengan
meningkatkan efek bahan kimia otak tertentu. Obat ini juga dapat
digunakan untuk mencegah mimpi buruk. (Samiadi, 2017)
Penatalaksanaan keperawatan untuk masalah harga diri rendah adalah:
1. Terapi keluarga.
Terapi keluarga berfokus pada keluarga, dimana keluarga
membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:

a. BHSP.
b. Jangan memancing emosi pasien.
c. Libatkan pasien dalam kegaitan yang berhubungan dengan
keluarga.
d. Berikan kesempatan pasien mengemukan pendapat.
e. Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialaminya.
2. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan
interpersonal.
3. Terapi Musik.
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni,
timbre bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa, sehingga
tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat
meningkatkan, memulihkan dan memelihara kesehatan fisik, mental,
emosional dan spiritual. Musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu
karena musik bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks,
berstruktur dan universal. (Rasyid, 2010)
D. Pohon Masalah (Mukhripah & Iskandar, 2012)
Isolasi social Effect

Harga Diri Rendah Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif Causa


E. Asuhan Keperawatan
1. Masalah yang sering muncul dan data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika
(2015):
a. Masalah utama
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data subyektif:
1. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
2. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
3. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
4. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
5. Mengkritik diri sendiri
6. Perasaan tidak mampu
Data obyektif:
1. Merusak diri sendiri
2. Merusak orang lain
3. Ekspresi malu
4. Menarik diri dari hubungan social
5. Tampak mudah tersinggung
6. Tidak mau makan dan tidak teratur
b. Masalah keperawatan
Akibat isolasi social menarik diri
Data subyektif:
1) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
2) Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain
Data obyektif:
1) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak
bicara
2) Suara pelan dan tidak jelas
3) Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak)
4) Menghindar ketika didekati.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul dari harga diri rendah adalah:
a. Isolasi sosial: Menarik diri.
b. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah. (Eko, 2014)
4. Rencana asuhan Keperawatan
TUJUAN RENCANA TINDAKAN

Tujuan umum: Bina hubungan saling percaya


dengan mengungkapkan prinsip
Pasien memiliki konsep diri yang positif
komumikasi terapeutik:

Tujuan khusus: 1. Sapa pasien dengan ramah


TUK 1: baik verbal maupun non

Pasian dapat membina hubungan saling verbal


percaya dengan perawat
2. Perkenalkan diri dengan
KRITERIA HASIL 1: sopan
Setelah…..x interaksi, pasien:
3. Tanyakan nama lengkap
1. Menunjukkan ekspresi wajah pasien dan nama panggilan
bersahabat. yang disukai pasien
2. Menunjukkan rasa senang.
4. Jelaskan tujuan pertemuan
3. Ada kontak mata.
4. Mau berjabat tangan. 5. Jujur dan menepati janji
5. Mau menyebut nama. 6. Tunjukkan sikap empati dan
6. Mau menjawab salam. menerima pasien apa adanya
7. Mau duduk berdampingan dengan
7. Beri perhatian kepada pasien
perawat.
dan perhatikan kebutuhan
8. Mau mengutarakan masalah yang
dasar pasien
dihadapi.

TUK 2: 1. Diskusikan kemampuan aspek


Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan positif, keluarga dan
dan aspek positif yang dimiliki lingkungan yang dimiliki
KRITERIA HASIL 2: pasien.

Setelah.….x interaksi pasien dapat 2. Bersama pasien membuat


menyebutkan:
daftar tentang:
1. Kemampuan yang dimiliki pasien.
a. Aspek positif pasien,
2. Aspek positif keluarga.
keluarga, dan lingkungan.
3. Aspek positif lingkungan.
b. Kemampuan yang dimiliki
pasien

3. Utamakan memberi pujian


yang realistik dan hindarkan
penilaian negatif.

TUK 3: 1. Diskusikan dengan pasien


kemampuan yang masih
Pasien dapat menilai kemampuan yang
dapat dilaksanakan dan
dimiiki untuk digunakan.
digunakan selama sakit.
KRITERIA HASIL 3:
2. Diskusikan kemampuan yang
Setelah…..x interaksi pasien dapat: dapat dilanjutkan
penggunaannya.
1. Menyebutkan kemampuan yang dapat
digunakan.

TUK 4: 1. Rencanakan bersama pasien


Pasien dapat (menetapkan) merencanakan aktivitas yang dapat
kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dilakukan setiap hari sesuai
dimiliki.
kemampuan.
KRITERIA HASIL 4:
a. Kegiatan mandiri.
Setelah…..x interaksi pasien mampu:
b. Kegiatan dengan
1. Membuat rencana kegiatan harian
bantuan.
c. Kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total.

2. Tingkatkan kegiatan sesuai


dengan toleransi kondisi
pasien.

3. Beri contoh cara pelaksanaan


kegiatan yang boleh pasien
lakukan.

TUK 5: 1. Beri kesempatan pada pasien


Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai untuk mencoba kegiatan
dengan rencana yang telah dibuat yang telah direncanakan.
KRITERIA HASIL 5: 2. Pantau kegiatan yang
Setelah…..x pertemuan, pasien: dilaksanakan pasien.
3. Beri pujian atas
1. Dapat melakukan kegiatan jadwal
keberhasilan pasien.
yang telah dibuat.
4. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
pasien pulang.

TUK 6: 1. Beri pendidikan kesehatan


Pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung pada keluarga tentang cara
yang ada. merawat pasien dengan
KRITERIA HASIL 6: harga diri rendah.
Setela…..x pertemuan, pasien: 2. Bantu keluarga memberikan
dukungan selama pasien
1. Memanfaatkan sistem pendukung yang
dirawat.
ada dikeluarga.
3. Bantu keluaga menyiapkan
lingkungan rumah.
TUK 7: 1. Diskusikan dengan pasien
Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik. dan keluarga tentang dosis,

KRITERIA HASIL 7: frekuensi dan manfaat obat.


2. Anjurkan pasien meminta
Setelah…..x pertemuan:
sendiri obat pada perawat,
1. Pasien dan keluarga dapat
dan merasakan manfaatnya.
menyebutkan manfaat, dosis dan efek
3. Anjurkan pasien dengan
samping obat.
bertanya kepada dokter
2. Pasien dapat mendemonstrasikan tentang efek dan efek
penggunaan obat. samping obat yang
3. Pasien termotivasi untuk berbicara dirasakan.
dengan perawat apabila dirasakan ada 4. Diskusikan akibat
efek samping obat. berhentinya tanpa konsultasi.
5. Bantu pasien menggunakan
4. Pasien memahami akibat berhentinya
obat dengan prinsip 5 benar.
obat.

5. Pasien dapat menyebutkan prinip 5


benar penggunaan obat.
DAFTAR PUSTAKA

Eko prabowo,2014.Konsep & Aplikasi asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:


Nuha Medika.
Fajariah N. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri
Rendah.Jakarta:Trans Info Media.
Herman ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa. yogyakarta: nuha
medika.

Keliat, B. A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN


(Basic Course). Yogyakarta: EGC.

Maramis,Willy F.2018.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Edisi 2.Surabaya :


Airlangga University Press.

Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika


Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah Utama : Harga Diri Rendah

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Klien kelihatan sering menyendiri
b. Klien mengatakan malu dan tak berguna
c. Klien sering mengatakan dirinya tidak mampu melakukan sesuatu,
d. Klien lebih banyak diam,
e. Selama berkomunikasi kontak mata kurang
2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


1. Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan :

a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
d. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan yang
dimilikinya
Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri


b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh pasien
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan
d. Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
e. Berikan pasien kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya setelah
melaksanakan kegiatan
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu
pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan
yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah
dilatih dalam rencana harian

ORIENTASI :

“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Nurul Kusnainiyatun, bisa dipanggil


Nurul, saya dari Universitas An Nuur Purwodadi. Bagaimana
keadaan bapak hari ini ? bapak terlihat segar“.

”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang


pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih”

”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?


Bagaimana kalau 20 menit ?

KERJA :

” bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring dst.”.

“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.

” bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua
sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3
kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.

”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu,
bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari
kita lihat tempat tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita
balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya
bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir
masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala.
Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda M(mandiri)


kalau bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan, dan T (tidak) melakukan.

TERMINASI :

“Bagaimana perasaa bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan


tempat tidur ? Ya, ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang
sudah bapak praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat
dilakukan juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Bapak Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok
jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”

SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan

kemampuan pasien.
ORIENTASI :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”

”Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi
pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”

”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”

KERJA :

“ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring,
dan air untuk membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran
ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu
buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas
dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang
sudah tersedia di dapur. Nah selesai…

“Sekarang coba Bapak yang melakukan…”

“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya

TERMINASI :

”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari

Bapak Mau berapa kali t mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring
tiga kali setelah makan.”

”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat
tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan
latihan mengepel”

”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

2. Tindakan keperawatan pada keluarga

Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.

a. Tujuan :

1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


pasien

2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki


pasien

3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih


dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien

b. Tindakan keperawatan :

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien

3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji


pasien atas kemampuannya

4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendaH

5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah

6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat


pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan
sebelumnya

7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat


pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan memberi
kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat
ORIENTASI :
“Selamat pagi !”

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak?
Berapa lama waktu Bapak/Ibu 30 menit? Baik, mari duduk di ruangan
wawancara!”

KERJA :

“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Bapak”

“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya diri
dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah
yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap
diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus menerus seperti itu, Bapak bisa
mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya t jadi malu bertemu dengan
orang lain dan memilih mengurung diri”

“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”

“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”

“Setelah kita mengerti bahwa masalah t dapat menjadi masalah serius, maka kita
perlu memberikan perawatan yang baik untuk Bapak”

”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Bapak? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan
Bapak)

” Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat
mengingatkan Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. tolong
bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian
agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang
kegiatannya”.

”Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu
tetap perlu memantau perkembangan Bapak. Jika masalah harga dirinya kembali
muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa Bapak ke rumah
sakit”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada
Bapak”

”temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian
yang yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin terampil
mencuci piring”

”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

TERMINASI :

”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”

“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi dan bagaimana


cara merawatnya?”

“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali
Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada Bapak”

“Jam berapa Bp/Ibu dating? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien
ORIENTASI:

“Selamat pagi Pak/Bu”

” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”

”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat keluarga Bapak/Ibu seperti yang kita
pelajari dua hari yang lalu?”

“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Bapak.”

”Waktunya 20 menit”.

”Sekarang mari kita temui Bapak”

KERJA:

”Selamat pagi Bapak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”

”Hari ini saya datang bersama keluarga Bapak. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, keluarga Bapak juga ingin merawat Bapak agar Bapak cepat pulih.”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan
keluarga Bapak/Ibu”

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti


yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).

”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan keluarga?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Bapak ke ruang perawat dulu”

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan


keluarga)

TERMINASI:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”


« Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi
kepada Bapak»

« tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama
seperti sekarang Pak/Bu »

« Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


ORIENTASI:

“Selamat pagi Pak/Bu”

”Karena hari ini bapak direncanakan pulang, maka kita akan membicarakan
jadwal Bapak selama di rumah”

”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor

KERJA:

”Pak/Bu ini jadwal kegiatan Bapak selama di rumah sakit. Coba diperhatikan,
apakah semua dapat dilaksanakan di rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat
selama Bapak dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya”

”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Bapak terus menerus menyalahkan
diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera hubungi rumah sakit atau bawa bapak lansung kerumah sakit”

TERMINASI:

”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian Bapak.
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh :

Nama : Nurul Kusnainiyatun

NIM : 2204054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS AN NUUR

T.A 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Masalah utama
Resiko bunuh diri
B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh


seseorang untuk mengakhiri kehidupannnya. (Dewi, 2020) jurnl
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan.(Herdman,2012)
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Penyebab

Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :


1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
3. Klasifikasi
Jenis bunuh diri terdiri dari tiga jenis yaitu
a) Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari
oleh faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga
mendorong seseorang untuk bunuh diri.
b) Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan
tugasnya.
c) Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan
faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
(Yosep, 2010)
4. Rentang respon

Respon adaptif respon maladaptive


Peningkatan Pengambilan Perilaku Pencederaan Bunuh
diri resiko yang destruktif-diri diri diri
meningkatkan tidak langsung
pertumbuhan

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-


norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku,
sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif
antara lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu
mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta
yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya: kehilangan pekerjaan dan kesehatan,
perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa,
rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi
berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
5. Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya resiko bunuh diri akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep adaptasi Stuart yang meliputi stessor dari faktor
predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri
meliputi:
1) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya faktor
herediter, riwayat bunuh diri, riwayat penggunaan Napza,
riwayat penyakit fisik, nyeri kronik, dan penyakit terminal.
2) Faktor psikologis
Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masak
anak-anak, riwayat keluarga bunuh diri, homoseksual saat
remaja, perasaan bersalah, kegagalan dalam mencapai harapan.
3) Faktor social budaya
Faktor social budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri
antara lain perceraian, perpisahan, hidup sendiri dan tidak
bekerja.
b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi perasaan terisolasi
karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan marah/bermusuhan. Bunuh diri dapat
merupakan cara pasien menghukum diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusan.
6. Tanda Gejala
Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien
yang menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan
didukung dengan data hasil wawancara dan observasi.
a. Data subjektif :
Pasien mengungkapkan tentang merasa hidupnya tak berguna lagi,
ingin mati, pernah mencoba bunuh diri, mengancam bunuh diri, dan
merasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya.
b. Data objektif :
Ekspresi murung, tak bergairah, banyak diam, dan ada bekas
percobaan bunuh diri.( Gustadino, 2016)
7. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan social
9. Pikiran dan rencana bunuh diri
10. Percobaan atau ancaman verbal (Agung,2011)
8. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-
diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi
C. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Pada kasus bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka
bertindak kekerasaan pada diri sendiri, mereka atau orang lain.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Membina hubungan saling percaya kepada pasien
2) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
3) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
4) Membantu paien untuk meningkatkan harga dirinya
5) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu
yang kondusif.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Membina hubungan saling percaya
2) Memanfaatkan system pendukung yang ada.(Desy, 2014)
D. Pohon Masalah
Effect Bunuh diri

Care problem Resiko bunuh diri

Cause Isolasi social

Harga diri rendah


E. Asuhan keperawatan
1. Masalah yang sering muncul
a. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
1) Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
2) Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
3) Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup
sendiri merupakan masalah.
4) Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
5) Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan
orang yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di
lingkungan social.
6) Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian
introvert/menutup diri. Lain – lain: Penelitian membuktikan
bahwa ras kulit putih lebih beresiko mengalami perilaku bunuh
diri.
b. Masalah keperawatan
1) Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuhdiri.
2) Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak
ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Perilaku bunuh diri
b) Harga diri rendah
3. Rencana asuhan Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan Harga diri rendah
Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan lain secara
optimal untuk mengungkapkan sesuatu yang dia rasakan pada
orang yang dipercaya.
Tujuan khusus:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya. Bina
hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapetik.
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya.
6) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.

b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek


positif yang dimiliki.
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
1) Diskusikan penggunaannya.kemampuan yang masih
dapat digunakan.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
b. Diagnosa keperawatan Resiko bunuh diri
Tujuan umum: Klien tidak melakukan tindakan bunuh diri dan
mengungkapkan kepada seseorang yang dipercaya apabila ada
masalah.
Tujuan khusus:
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
menerapakan prinsip komunikasi terapetik.
1) Sapa klien dengan ramah dan sopan.
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di
sukai klien.
4) Juluskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepda klien.
b) Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
2) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan kesal.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko bunuh diri
4) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan jengkel.
5) Observasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
6) Menyimpulkan bersama sama klien resiko bunuh diri yang
dialami.
c) Klien dapat mengidentifikasi resiko bunuh diri yang biasa
dilakukan.
1) Menganjurkan percobaan bunuh diri yang biasa dilakukan.
2) Berbicara dengan klien apakah cara yang dilakukan salah.
d) Klien dapat mengidentifikasi akibat resiko bunuh diri.
1) Bicarakan akibat dan kerugian dari resiko bunuh diri.
2) Menyimpulkan bersama klien akibat dari resiko bunuh
diri.
e) Klien dapat mengidentifikasi cara berespon resiko bunuh diri.
1) Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari
cara yang sehat untuk menghadapi masalah.
f) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan
resiko bunuh diri.
1) Bantu klien untuk mengatasi masalah.
2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang dipilih.
g) Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara
spiritual.
1) Menganjurkan klien untuk berdo’a dan sholat.
h) Klien dapat menggunakan obat secara benar.
1) Jelaskan cara minum obat dengan klien.
2) Diskusikan manfa’at minum obat.
i) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
tindakan bunuh diri.
1) Identifikasi keluarga merawat klien.
2) Jelaskan cara merawat klien.
j) Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak
melakukan tindakan bunuh diri.
1) Lindungi klien untuk tidak melakukan bunuh diri.
c. Diagnosa keperawatan koping yang tak efektif
Tujuan umum: Klien dapat memilih koping yang efektif agar tidak
melakukan bunuh diri.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
menerapakan prinsip komunikasi terapetik.
1) Sapa klien dengan ramah dan sopan.
2) Perkenalkan diri dengan sopan,
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepada klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
2) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan kesal.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
1) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan jengkel.
2) Observasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
3) Menyimpulkan bersama sama klien resiko bunuh diri yang
dialami.
d. Klien dapat mengidentivikasi resiko binuh diri yang biasa
dilakukan.
1) Menganjurkan percobaan bunuh diri yang biasa dilakukan.
2) Berbicara dengan klien apakah cara yang dilakukan salah.
e. Klien dapat mengidentivikasi akibat resiko bunuh diri.
1) Bicarakan akibat dan kerugian dari resiko bunuh diri.
2) Menyimpulkan bersama klien akibat dari resiko bunuh diri.
f. Klien dapat mengidentivikasi cara berespon resiko bunuh diri.
1) Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari
cara yang sehat untuk menghadapi masalah.
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan
resiko bunuh diri.
1) Bantu klien untuk mengatasi masalah.
2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang dilih.
h. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara
spiritual.
1) Menganjurkan klien untuk berdo’a dan sholat.
i. Klien dapat menggunakan obat secara benar.
1) Jelaskan cara minum obat dengan klien.
2) Diskusikan manfa’at minum obat.
j. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol tindakan
bunuh diri.
1) Identifikasi keluarga merawat klien.
2) Jelaskan cara merawat klien.
k. Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak
melakukan tindakan bunuh diri.
1) Lindungi klien untuk tidak melakukan bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA

Dewi,Itsnaini & Erna. (2020).Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan


resiko bunuh diri.Jurna l Keperawatan Jiwa.vol.8 (2) Hal 211-216
Dessy,dkk.(2014). Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri. Jakarta: EGC
Gustadino. (2016). Laporan Pendahuluan Resiko Bunuh Diri.Mataram: Stikes
Mataram
Herdman,(2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: EGC
Nugroho,Agung.(2011). Lapoeran Pendahuluan Keperawatan Pada Resiko
Bunuh Diri. Salatiga: Satya Wacana
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah Utama : Resiko Bunuh Dir


A. PROSES PERAWATAN
Isyarat bunuh diri

1. Kondisi Kien
a. Data subyektif
a) Klien mengatakan “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
b) Klien mengatakan memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya
c) Klien mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih /
marah / putus asa / tidak berdaya.
d) Klien mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah
b. Data obyektif
a) Tampak murung
b) Sering menyendiri
c) Disforik
d) Tidak bersemangat
2. Diagnosa Perawatan: Resiko Bunuh Diri
Tujuan:

1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya


2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
B. STRATEGI TINDAKAN PELAKSANAAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri :
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,
maka saudara dapat melakukan tindakan berikut:

a) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat


yang aman
b) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang)
c) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
d) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

ORIENTASI

”Selamat pagi kenalkan nama saya adalah perawat Nurul kusnainiyatun, biasa dipanggil
Nurul, saya perawat yang dinas diruangan ini saya melakukan kunjungan rutin ke sini.”
Boleh tahu namanya siapa?senang dipanggil apa?

”Bagaimana perasaan G hari ini?”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang G rasakan selama ini. Dimana
dan berapa lama kita bicara?”

KERJA

“Bagaimana perasaan G setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini G
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah kehilangan kepercayaan diri? Apakah G
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah G merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau
berharap bahwa G mati? Apakah pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang di rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien,
misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya G membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar
G ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan.”

”Nah, Karena G tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup G,
maka saya tidak akan membiarkan sendiri.”

”Apa yang G lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini
dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi jangan sendirian ya, katakan pada
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.

”Saya percaya G dapat mengatasi masalah, OK?”

TERMINASI
”Bagaimana perasaan G sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”

”Coba S sebutkan lagi cara tersebut”

”Saya akan menemani S terus sampai keinginan bunuh diri hilang”

( jangan meninggalkan pasien )


SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI
”Selamat pagi!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan G hari ini?
Jadi G merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah G ada perasaan ingin
bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana
cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana?”Disini saja ya!
KERJA
“Baiklah, tampaknya G membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar G ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan G.”
”Nah, karena G tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup G, maka saya tidak akan membiarkan G sendiri.”
”Apa yang G lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya G harus langsung minta bantuan kepada
perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan G jangan
pernah sendirian ya..”.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan G setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa
yang telah kita bicarakan tadi? Bagus G. Bagimana Masih ada dorongan untuk
bunuh diri? Kalau masih ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil
segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunh diri
saya akan ketemu S lagi, untuk membicarakan cara meninngkatkan harga diri
setengah jam lagi dan disini saja.

SP 3Pasien: Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Selamat pagi G! Bagaimana perasaannya saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih G miliki. Mau
berapa lama? Dimana?”
KERJA
Apa saja dalam hidup G yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi
kalau G meninggal. Coba ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan G. Keadaan
yang bagaimana yang membuat G merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan G masih
ada yang baik yang patut G syukuri. Coba sebutkan kegiatan apa yang masih dapat G
lakukan selama ini”.Bagaimana kalau G mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari
kita latih.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan G setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa
saja yang G patut syukuri dalam hidup G? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan G jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus. Nanti jam
11 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana?
Baiklah.
SP 4 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah pada pasien isyarat bunuh diri

ORIENTASI
”Selamat pagi. Bagaimana perasaannya? Masihkah ada keinginan bunuh diri?
Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan
berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul.
Mau berapa lama? Di sini saja yah ?”
KERJA
« Coba ceritakan situasi yang membuat G ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow banyak juga yah. Nah coba kita
diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita
pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!
TERMINASI
Bagaimana perasaan G, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, G menyelesaikan
masalah dengan cara yang dipilih tadi. Besok di jam yang sama kita akan
bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman G menggunakan cara yang
dipilih”.

1. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri

a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.

b. Tindakan keperawatan:

1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri


a) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah
muncul pada pasien.
b) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada
pasien berisiko bunuh diri.
2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah diawasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien
sendirian di rumah
(1) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri, seperti: tali, bahan bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam
lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.
(2) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan
pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah
melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala
untuk bunuh diri.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan
bantuan medis
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol
secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunakannya, benar waktu penggunaannya
SP 1 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga
berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI
”Selamat pagi Bapak/Ibu. Bagaimana keadaan anak Bpk/Ibu?”

” Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari
bunuh diri.

”Dimana kita akan diskusi.Bagiaman kalau di ruang wawancara?” Berapa lama Bapak/Ibu punya
waktu untuk diskusi?”

KERJA
”Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan G?”

SP”Bapak/Ibu
2 Keluarga:sebaiknya memperhatikan
Melatih keluarga benar-benar
cara merawat munculnya
pasien risiko tanda dan bunuh
bunuh diri/isyarat gejala diri
bunuh diri. Pada
umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukkan tanda melalui percakapan misalnya
“Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah G pernah mengatakannya?”

”Kalau Bapak /Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak /Ibu mendengarkan
ungkapan perasaan dari G secara serius. Pengawasan terhadap G ditingkatkan, jangan biarkan dia
sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan
gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah
dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut.
Katakan bahwa Bpk/Ibu sayang pada G. Katakan juga kebaikan-kebaikan.

”Usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak dan ibu memuji G dengan tulus”

”Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain.
Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu membantu
agar G terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.

TERMINASI
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara
merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”

”Ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera
hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara
meningkatkan harga diri G dan penyelesaian masalah”

”Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau demikian sampai bertemu lagi minggu depan disini”.
ORIENTASI
“Selamat pagi, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”

“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”

“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”

“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke G ya?”

“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?

KERJA
“Sekarang anggap saya G yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila G sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada G”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi G minum obat dan melakukan kegiatan positifnya
sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat G”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada G?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI“

“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat G di rumah?”

“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk G”

“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat G sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”

“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”

“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan kepada keluarga

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, hari ini saya sudah mengakhiri kunjungan saya, maka sebaiknya
kita membicarakan jadwal G selama dirumah”Berapa lama kita bisa diskusi?, baik mari
kita diskusikan.

KERJA

“Pak, bu, ini jadwal G, coba perhatikan, dapatkah dilakukan?’ tolong dilanjutkan, baik
jadual aktivitas maupun jadwal minum obatnya”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh G
selama di rumah. Kalau misalnya G terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera
memberikan obat

TERMINASI
“Bagaima pak/bu? Ada yang belum kelas?” Ini jadwal kegiatan harian G . Ini surat
rujukan untuk perawat A di puskesmas . Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat
habis atau ada gejala yang tampak.

Anda mungkin juga menyukai