Anda di halaman 1dari 91

PROPOSAL SKRIPSI

Untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana keperawatan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN KEPATUHAN

MINUM OBAT DENGAN KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA PARANOID

DI RSJD Dr AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH:

CHOIRUL BAGAS PRADANA

NIM : 180213115

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

Purwodadi, Juli 2022


PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN KEPATUHAN

MINUM OBAT DENGAN KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA PARANOID

DI RSJD Dr AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH:

CHOIRUL BAGAS PRADANA

NIM : 180213115

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

Purwodadi, Juli 2022

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi ini telah disetujui, diperiksa dan siap dipertahankan dihadapan tim

penguji skripsi program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Sains Dan Kesehatan An

Nuur.

Purwodadi, April 2022

Pembimbing Pembimbing II

Ns. Suryani, M.Kep Ns. Rahmawati, S. Kep., M. Kes

NIND : 062907901 NIND : 0624048804

Mengetahui,

Dekan FK. Saind dan Kesehatan Ka. Prodi S1 Keperawatan

Ns. Suryani, M.Kep Ns. Sutrisno, M. Kep

NIDN : 06290790 NIDN : 0621127501

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi disusun oleh Choirul Bagas Pradana NIM : 180213115 dengan

judul “HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN

KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA

PARANOID DI RSJD Dr AMINO GONDOHUTOMO” telah dipertahankan

didepan dewan penguji pada tanggal Juli 2022

Purwodadi, Juli 2022

Penguji I Tanda Tangan

Ns. Purhadi, S.Kep., M.Kep


NIDN : 0613047901
Pembimbing I Tanda Tangan

Ns. Suryani, M.Kep


NIDN : 06290790

Pembimbing II Tanda Tangan

Ns. Rahmawati, S. Kep., M. Kes


NIDN : 0624048804

Mengetahui,
Dekan Fk. Sains dan Kesehatan Ka.Prodi S1 Keperawatan

Ns. Suryani, M.Kep Ns. Sutrisno, M.Kep


NIDN : 062907901 NIDN : 0621127501

iii
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penitian dapat menyelesaikan

proposal dengan judul “HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA

DAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEKAMBUHAN

SKIZOFRENIA PARANOID DI RSJD Dr AMINO GONDOHUTOMO ”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Ns. Purhadi, M.Kep selaku Plt. Rektor Universitas An Nuur.

2. Ns. Suryani, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Sains dan Kesehatan Universitas An Nuur yang telah memberikan

kesempatan kepada peniliti untuk melakukan penelitian.

3. Ns. Sutrisno, M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan.

4. Ns. Purhadi, M.Kep Selaku penguji I yang banyak memberi bimbingan dan

pengarahan dalam penelitian.

5. Ns. Suryani, S.Kep.,M.Kep selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan serta motivasi kepada mahasiswa dengan baik.

6. Ns. Rahmawati, S. Kep., M. Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan serta motivasi kepada mahasiswa dengan baik.

7. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Sains dan

Kesehatan Universitas An Nuur yang telah memberikan dukungan moral.

iv
8. Bapak Mustakim yang telah memberikan motivasi, arahan dan juga bimbingan

sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Bapak dan Ibuk saya yang selalu memberikan motivasi dan doa sehingga

penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman PSIK 2018 seperjuangan yang senantiasa memberikan motivasi

dalam proses penyusunan proposal skripsi ini.

11. Kepada semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, peneliti

mengucapkan banyak terimakasih atas support dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan isi maupun bahasa dari proposal skripsi ini

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu apabila ada kesalahan dan kekeliruan

didalamnya, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pihak manapun. Akhir kata, semoga proposal penelitian ini dapat

bermanfaat. Aamiin.

WassalamualaikumWr.Wb

Purwodadi, 2022

Peneliti

Choirul Bagas Pradana

v
MOTO DAN PERSEMBAHAN

1. “Berhentilah melihat masa lalu, mulailah melihat masa depan”

“Stop looking at the past, start looking at the future”

2. “Whoever is involved in the work of Allah SWT, then Allah SWT will be

involved in his work.”

“Barang siapa melibatkan diri dalam pekerjaan Allah SWT, Maka Allah SWT

akan terlibat dalam pekerjaannya” (Abu Bakar As-Shiddiq)

Ini saya persembahkan kepada:

1. Terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada

saya bisa sampai titik ini.

2. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Basirantoro dan Ibu Nanik Suwarni

yang slalu mendo’akan kebaikan untuk saya dan terimakasih telah

memperjuangkan sepenuhnya untuk pendidikan saya agar bisa memiliki

kehidupan yang lebih layak kedepannya, semoga selalu diberikan kesehatan

dan selalu dalam lindungannya.

3. Dan seuruh keluarga besar yang tidak bisa saya sebutkan terimakasih atas

support dan motivasinya untuk segera menyelesaikan Skripsi ini.

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .................................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian :.................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

E. Sistematika Penulisan ............................................................................... 8

F. Keaslian Penelitian ................................................................................... 8

BAB II .................................................................................................................. 11

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 11

A. Tinjauan Teori ............................................................................................ 11

1. Dukungan keluarga................................................................................. 11

2. Kepatuhan Meminum obat ..................................................................... 16

3. Kekambuhan Pasien Skizofrenia ............................................................ 18

B. Kerangka Teori........................................................................................... 39

BAB III ................................................................................................................. 40

vii
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 40

A. Penelitian dengan Pengambilan Data ......................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Konsep pengambilan data ....................................................................... 8


Tabel 1.2 Keaslian penelitian .................................................................................. 8
Tabel 2.1 Gejala - gejala negatif dalam
skizofrenia paranoid ............................................................................................. 24
Tabel 2.2 Gejala-gejala kognitif dalam
skizofrenia paranoid ............................................................................................. 27
Gambar 3.1 Kerangka konsep ............................................................................... 39
Gambar 3.2 Desain penelitian kuantitatif .............................................................. 42
Gambar 3.3 Skema dasar penelitian cross Sectional ............................................. 42
Gambar 3.4 Definisi Operasional ......................................................................... 47

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Pencarian Data Penelitian


Lampiran 2. Surat Balasan Ijin Pencarian Data RSJ Dr. Amino Gondohutomo
Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5. Kuisioner dukungan keluarga
Lampiran 6. Kuesioner kepatuhan meminum obat
Lampiran 7. Kuesioner kekambuhan pasien skizofrenia paranoid
Lampiran 8. Lembar Konsultasi

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seorang individu dapat menghadapi masalah psikologis, ini adalah

akibat dari kejengkelan dalam penalaran atau perasaan bahwa hasil dalam

perilaku maladaptif, Tidak adanya kapasitas untuk beradaptasi dengan tekanan

dan masalah yang khas kerja. Ada berbagai alasan untuk masalah mental, salah

satunya adalah dapat dibuat oleh perubahan ketidakberdayaan individu adalah

skizofrenia. Skizofrenia paranoid adalah jenis gangguan mental Skizofrenia

yang ditandai dengan adanya satu atau lebih waham dengan halusinasi

auditorikyang sering muncul. Menurut Yosep, H.I dan Sutini (2016) bahwa

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional gangguan utama pada proses

fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, emosi,

kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham

dan halusinasi, asosiasi terbagi bagi sehingga timbul inkoheransi”.

World Health Organization (WHO) tahun 2018, menuliskan terdapat

satu dari empat orang didunia yang mengalami masalah mental, dan saat ini

sekitar 450 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan jiwa skizofrenia

paranoid. Data Riskesdas 2019, Di Indonesia, prevalensi gangguan jiwa berat

atau skizofrenia paranoid atau psikosis mencapai sekitar 6,7 %. Kasus

skizofrenia/psikosis terbanyak diduduki oleh provinsi Bali (11,1 %) pada urutan

pertama, selanjutnya daerah Istimewa Yogyakarta (10,4 %), Nusa Tenggara

1
2

Barat (9,6 %), Sumatera Barat (9,1 %), Sulawesi Selatan (8,8 %), dan Aceh (8,7

%)”. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Yudistira, dkk.2020) di dapatkan hasil lebih dari separuh dari responden tidak

patuh minum obat yang mempunyai kekambuhan tinggi (67.8%). “Secara

nasional rerata rumah tangganya yang anggota menderita gangguan jiwa

skizofrenia paranoid sebanyak 7%. Angka ini terus meningkat secara signifikan

dibandingkan tahun 2013 yang hanya berkisar 1,7%. (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2018).

Adapun faktor yang mempengaruhi pasien tidak patuh dalam meminum

obat yaitu, dukungan keluarga, efek samping obat tersebut, hubungan

praterapeutik antara pasien dengan perawat, dan karakteristik penyakit. Dalam

PPDGJ-III, disebutkan beberapa hal yang menjadi contoh dari skizofrenia

paranoidyang paling sering ditemukan. Gejala-gejalanya adalah waham-waham

kejaran, rujukan (reference), merasa dirinya paling tinggi atau istimiwa, adanya

misi khusus, kecemburuan, atau perubahan bentuk diri, suara halusinasi yang

mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa

bentuk verbal berupa bunyi siulan (whistling), dengungan (humming), atau suara

tertawa (laughing). Beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia

paranoid, diantaranya tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara

teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya

dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang

berat yang membuat stres.


3

Berdasarkan fakta yang terdapat di Dr. Amino Gondohutomo pada tahun

2021, didapatkan data tentang penderita Skizofrenia perlu untuk diprioritaskan

karena prosentase dari jenis penderita skizofrenia dengan tipe paranoid

menunjukkan jumlah yang paling besar apabila dibandingkan dengan jenis

skizofrenia paranoid dengan presentase 8.74% skizofrenia paranoid, 7.55%

skizofrenia yang tak tergolongkan, 6.45% skizofrenia tipe kataton, 5.65%

skizofrenia hebefrenik dan 5.25% residual, angka kekambuhan yang terjadi

akibat dari skizofrenia dengan tipe paranoid juga menunjukkan angka tertinggi

dibanding jenis skizofrenia lainnya”.(RSJ Dr. amino gondohutomo, 2021).

Didapatkan Skor dukungan keluarga terendah 38 dan dukungan tertinggi 63

yang mengalami kekambuhan.

Salah satu kendala dalam mengobati penyakit skizofrenia paranoid yaitu

dukungan keluarga pasien untuk sembuh. Pasien skizofrenia paranoid yang

kurangnya dukungan keluarga akan memicu munculnya kembali gejala positif

dan negatif dari kekambuhan skizofrenia (misalnya: halusinasi, austitik, waham,

isolasi sosial). Dalam intervensi keluarga dapat menggunakan pendekatan

kolaboratif yang melibatkan pasien Skizofrenia paranoid itu sendiri, seluruh

anggota keluarga dan klinisi. Intervensi keluarga lainya dapat menerapkan

terapi problem salving family therapi (PSFT). Terapi ini di lekukan pada pasien

Skizofrenia paranoid yang mengalami kekambuhan berulang kali dengan dengan

latar belakang yang penuh masalah. PSFT menekankan pada terapi keluarga

yang lebih intensif dan bertujuan untuk mencari jalan keluar atas permasalahan

yang dihadapi oleh keluarga (Bustillo et al., 2016). Ada juga konsep ekspresi
4

emosi (expressed emotion / EE) untuk mengetahui atau menjelaskan respon

keluarga terhadap kondisi pasien. Untuk proporsi dalam pengobatan rumah

tangga dengan ART gangguan jiwa skifrenia paranoid dengan gejala halusinasi

audiotoric tahun 2018 yang pernah berobat ke rumah sakit jiwa sebesar 85,0%,

dan tidak berobat sebesar 15,0% sedangkan penderita gangguan jiwa skizofrenia

paranoid yang minum obat rutin 1 bulan terakhir sebesar 48,9%. Alasan ketidak

patuhan minum obat pada penderita gangguan jiwa skifrenia paranoid pada ART

tertinggi karena pasien sudah merasa sembuh dari penyakit 36,1%, tidak rutin

menjalanni pengobatan 33,7% dan tidak mampu untuk membeli obat secara rutin

sebanyak 23,7%. Untuk dukungan keluarga sendiri dalam pengobatan pasien

gangguan jiwa skizofrenia paranoid dengan halusinasi paranoid sendiri dalam

meminum obat proposinya dalam 1 bulan terakhir ini di DKI jakarta sebanyak

(84,1%), jawa barat sebanyak (55,8), jawa tengah sebanyak (45,7%), dan jawa

timur sebanyak (47,9) (kementrian kesehatan RI,2018. Profil kesehatan

indonesia 2018).

Dari persentase diatas kekambuhan tidak hanya terjadi karena dukungan

keluarga saja namun keterlambatan klien datang ke rumah sakit atau klinik untuk

berobat dan kepatuhan meminum obat juga dapat mengakibatkan kekambuhan

karena terjadi peningkatan kadar neurotransmitter dopamine. Antipsikotik yang

diminum oleh pasien mempunyai cara kerja menghambat reuptake dopamine

neurotransmitter sehingga terjadi keseimbangan kembali neurotransmitten

dopamine (Astuti, dkk., 2017). Maka dari itu dukungan keluarga dan kepatuhan

minum obat sangat penting dalam proses kesembuhan pasien skizofrenia


5

paranoid secara total dan mencegah terjadinya kekambuhan terhadap pasien

skizofrenia paranoid itu sendiri.

Dari data diatas, peneliti memfokuskan penelitiannya pada klien

skizofrenia paranoid pada tahun 2021 yang berjumlah 73 orang untuk dijadikan

sampel penelitian, dimana 56 orang tersebut berlatar belakang dari penyakit

yang sama dan dukungan sosial dari keluarganya tentu berbeda-beda dan

kepatuhan dalam meminum obat. Ketertarikan peneliti dari kelima subjek yaitu

ketika sering melakukan halusinasi oudiotoric. Oleh karena itu, peneliti ingin

meneliti hubungan antara dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat pada

klien skizofrenia paranoid, Hubungan antara dukungan keluarga dengan

kekambuhan pasien Skizofrenia paranoid, Hubungan antara kepatuhan minum

obat dengan kekambuhan pasien Skizofrenia Paranoid yang sering melakukan

halusinasi audiotoric.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti bermaksud untuk

melakukan penelitian tentang: Hubungan antara dukungan keluarga dan

kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia Paranoid

di Rumah Sakit Jiwa Dr Amino Gondhohutomo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian dalam latar belakang masalah maka peneliti

hubungan antara dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat dengan

kekambuhan pasien skizofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Dr Amino

Gondohutomo ditemukan sebuah rumusan masalah sebagai berikut; Apakah ada


6

hubungan antara dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat dengan

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid?

C. Tujuan Penelitian :

Tujuan Umum:

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga

dan kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia Paranoid di

Rumah Sakit Jiwa Dr Amino Gondohutomo.

Tujuan khusus:

1. Untuk menganalisis bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap

kekambuhan pada pasien Skezofrenia Paranoid di Rumah Sakit Dr Amino

Gondohutomo Semarang.

2. Untuk menganalisis bagaimana hubungan kepatuhan minum obat kekambuhan

pada pasien Skezofrenia Paranoid di Rumah Sakit Dr Amino Gondohutomo

Semarang.

3. Untuk menganalisis bagaimana hubungan dukungan keluarga dan kepatuhan

minum obat kekambuhan pada pasien Skezofrenia Paranoid di Rumah Sakit

Dr Amino Gondohutomo Semarang.

4. Untuk mengindentifikasi dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien

Skizofrenia

5. Untuk mengindentifikasi kepatuhan minum obat terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia
7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang hubungan

antara minum obat dan dukungan keluarga itu sangat penting bagi pencegahan

kekambuhan pasien Skizofrenia paranoid.

2. Manfaat bagi Peneliti

Sebagai pengalaman lain bagi para peneliti dan merupakan data untuk spesialis

yang berbeda dengan eksplorasi serupa untuk waktu berikutnya.

3. Manfaat bagi Universitas AN NUUR

Sebagai sumber referensi untuk penulisan dan pemeriksaan eksplorasi yang

akan dilakukan oleh tenaga ahli tambahan. Bisa menjadi sumber bahan bacaan

ekstra untuk alamat yang diidentifikasi dengan upaya penghindaran yang

menghalangi.

4. Manfaat bagi responden

Sebagai salah satu sumber pengetahuan pentingnya kepatuhan minum obat dan

dukungan keluarga dengan kekambuhan minum obat pasien Skizofreania

paranoid.

5. Manfaat bagi Masyarakat

Sebagai sumber pengetahuan bagaimana pentingnya kepatuhan minum obat dan

gdukungan keluarga dengan kekambuhan minum obat pasien Skizofreania

paranoid.
8

E. Sistematika Penulisan

Bagian ini merupakan bagian yang menjelaska system penyusunan proposal

penelitian. Secara umum sistematika penulisan proposal sebagi berikut :

Tabel 1.2 Konsep pengembilan data

BAB Konsep Pengambilan Data

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, perumusan


masalah, tujuan penulisan, manfaat, sistematika penulisan
dan penelitian terkait

BAB II Tinjauan Pustaka, tentang landasan dan design penelitian,


teori yang digunakan dalam penelitian serta
menggambarkan dalam kerangka teori penelitian

BAB III Metodologi Penelitian, berisi tentang konsep metodologi


mulai dari jenis, design dan rancangan penelitian, populasi,
sampel, Definisi Operasional, Instrumen peelitian, Uju
instrument penelitian dan analisa data serta etka dalam
penelitian

F. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Hubungan antara dukungan keluarga dan kepatuhan


minum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa
Dr Amino Gondohutomo”, belum ditemukan dalam kepustakaan Universitas AN
NUUR, namun dalam jurnal penelitian lain ditemukan beberapa yang hampir sama
yaitu:
Tabel 1.2
Keaslian penelitian
Peneliti/tahun Judul Metode Perbedaan

Fajar Alam Putra, Hubungan Penelitian ini Desain penelitian


Widiyono, Kepatuhan menggunakan yang digunakan
Wijayanti Miunum Obat rancangan studi adalah metode
Sukmonowati Dengan Tingkat korelasi (correlation observasional
2021 Kekambuhan study) dengan dengan desain
Pada Pasien pendekatan cross Cross Sectional.
SKIZOFRENIA sectional Populasi
9

dalam penelitian ini


adalah semua pasien
skizofrenia yang
berjumlah 54 pasien.
Teknik sampling
dalam penelitian ini
adalah Purposive
Sampling dengan
jumah sampel
penelitian 48 pasien.

Endri Ekayamti Analisa Populasi dalam Populasi dalam


2021 Dukungan penelitian ini adalah penelitian ini adalah
Keluarga keluarga dengan pasien yang ngelami
Terhadap angota keluarga kekambuhan karena
Tingkat yang mengalami dukungan dari
Kekambuhan gangguan jiwa yang keluarga dan
Orang Dengan berada diwilayah kepatuhan minum obat
Gangguan Jiwa kerja Puskesmas diwilayah kerja RSJD
(ODGJ) Di Geneng Kabupaten Dr Amino
Wilayah Kerja Ngawi yang Gondohutomo
Puskemas berjumlah 100 semarang dengan
Geneng orang, dan hasil sempling 50 orang dan
Kabupaten penghitungan besar hasil penghitungan
Ngawi sampel didapatkan besar sempel yang
80 responden. didapatkan 20
Tehnik pengambilan responden. Tehnik
sampel dengan pengambilnya dengan
purposive sampling. observasi dan
wawancara

Ananda Kepatuhan Penelitian ini Dalam intervensi


Muhammad Minum Obat merupakan keluarga dapat
Naafi, Dyah Pasien Rawat penelitian menggunakan
Aryani Jalan observasional pendekatan kolaboratif
Perwitasari , Skizofrenia Di analitik dengan yang melibatkan
Endang Rumah Sakit desain studi kasus pasien Skizofrenia
Darmawan Jiwa PROF. kontrol. Sampel paranoid itu sendiri,
2016 DR. SOEROJO kasus adalah balita seluruh anggota
MAGELANG usia 12-59 bulan keluarga dan klinisi.
10

dengan TB/U kurang Intervensi keluarga


dari -2 SD dan lainya dapat
sampel kontrol menerapkan terapi
adalah balita usia problem salving
12-59 bulan dengan family therapi (PSFT).
TB/U lebih dari -2 Terapi ini di lekukan
SD pada pasien
Skizofrenia paranoid
yang mengalami
kekambuhan berulang
kali dengan dengan
latar belakang yang
penuh masalah. PSFT
menekankan pada
terapi keluarga yang
lebih intensif dan
bertujuan untuk
mencari jalan keluar
atas permasalahan
yang dihadapi oleh
keluarga (Bustillo et
al., 2016). Ada juga
konsep ekspresi emosi
(expressed emotion /
EE) untuk mengetahui
atau menjelaskan
respon keluarga
terhadap kondisi
pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Dukungan keluarga

a. Pengertian Dukungan keluarga

Menurut Friedman dalam Fauziah dan Latipun, dukungan keluarga

adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dukungan

yang diberikan pada setiap perubahan perkembangan kehidupan

juga berbeda. Dengan adanya dukungan keluarga membuat anggota

keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepintaran dan akal.

Sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

(Fauziah Sefrina, 2016) . Keluarga menurut Galvin dan Brommel

dalam jurnal Enjang dan Encep Dulwahab, 2018 adalah jaringan

antara orang yang saling berbagi kehidupan dalam waktu yang

panjang dan diikat oleh tali pernikahan yang sah, ikatan darah, atau

keturunan yang kuat, serta satu sama lain memiliki komitmen yang

tinggi ( Enjang dan Encep Dulwahab, 2018).

b. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Sri Maslihah

(2011) mengatakan bahwa ada tiga faktor penting yang mendorong

seseorang memberikan dukungan keluarga yang positif, diantaranya

sebagai berikut :

11
12

1) Empati

Empati adalah ikut merasakan kesusahan yang dialami anggota

keluarganya dengan tujuan yaitu mengantisipasi emosi dan

memotivasi tingkah laku untuk mengurangi kesusahan dan

meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga.

2) Norma dan Nilai Sosial

Norma dan nilai sosial yaitu berguna untuk membimbing setiap

individu disebuah keluarga untuk menjalankan kewajiban dalam

kehidupannya.

3) Pertukaran Sosial

Pertukaran sosial adalah hubungan timbal balik perilaku sosial

antara cinta, pelayanan dan informasi. Keseimbangan dalam

pertukaran dapat memberikan hubungan interpersonal yang

memuaskan. Pengalaman akan pertukaran secara timbal balik

akan membuat individu lebih percaya bahwa orang lain akan

menyediakan bantuan.

c. Jenis-Jenis Dukungan Keluarga Menurut Fauziah ada empat jenis

dukungan keluarga (Fauziah Sefrina dan Latipun, 2016),

diantaranya :

1) Dukungan Informasional

Keluarga berperan sebagai pusat informasi, berarti keluarga

diharapkan dapat mengetahui segala informasi terkait dengan

anggota keluarga dan penyakitnya. Seperti pemberian nasihat,


13

bimbingan, usulan, saran dan petunjuk yang berfungsi untuk

mengungkap suatu permasalahan. Manfaat dukungan ini yaitu

dapat meminimalisir munculnya tekanan yang ada pada diri

individu akibat tuntutan di lingkungan masyarakat, seperti

pemberian nasehat, usulan, petunjuk, sqerta pemberian

informasi yang dibutuhkan oleh anggota keluarga yang sedang

melakukan rehabilitasi guna membantu kesembuhannya.

Dukungan informasi yang diberikan pada anggota keluarga

dengan skizofrenia paranoid seperti memberikan pengertian

juga penjelasan mengenai gangguan yang tengah dialami

sekarang, ketika ia dapat mengerti maka penting baginya untuk

mengrikuti aturan dalam mengkonsumsi obat-obatan yang ia

perlukan dengan tepat waktu dan mengikuti semua aktivitas di

panti rehabilitasi. Selain itu dapat pula memberitahukan akan

tugas-tugas sosialnya, paling tidak sampai ia mampu mengurus

kebutuhan dirinya sendiri, seprti mandi sendiri, makan sendiri

dan lain-lain.

2) Dukungan Instrumental

Menurut Friedman menjelaskan tentang dukungan instrumental

keluarga merupakan bantuan penuh atau dukungan penuh dari

keluarga dalam bentuk pemberian bantuan tenaga, dana,

maupun meluangkan waktu untuk membantu, melayani dan

mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan


14

pesannya. Dukungan intrumental keluarga merupakan fungsi

perawatan kesehatan dan fungsi ekonomi yang diterapkan oleh

sebuah keluarga terhadap anggota keluarga yang sedang sakit.

3) Dukungan Penilaian

Menurut Friedman dukungan penilaian keluarga merupakan

bentuk fungsi afektif keluarga terhadap anggota keluarga yang

dapat meningkatkan status kesehatannya. Keluarga mempunyai

peranan sebagai pemberi umpan balik untuk membimbing dan

menjadi penengah dalam pemecahan suatu masalah, seperti

memberikan support, penghargaan dan perhatian. Dukungan

penilaian adalah suatu dukungan dari keluarga dalam bentuk

pemberian umpan balik dan penghargaan kepada anggota

keluarga, menunjukkan respon positif yaitu pemberian

dorongan terhadap gagasan, ide, dan perasaan seseorang.

Dengan adanya support, penghargaan dan perhatian ini, klien

mejadi termotivasi, klien merasa masih dihargai dan klien masih

ada yang memperhatikan dirinya.

4) Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga yang

harus diterapkan kepada seluruh anggota keluarga termasuk

individu dengan skizofrenia paranoid. Fungsi afektif juga

berhubungan dengan fungsi internal dari keluarga dalam

memberikan perlindungan dan dukungan psikososial untuk


15

anggota keluarga, keluarga merupakan sumber utama dari cinta,

kasih sayang dan pengasuhan. Dukungan emosional keluarga

dapat diartikan sebagai bentu dukungan atau jenis dukungan

yang diberikan keluarga berupa pemberian perhatian, nasihat,

kasih sayang dan empati. Salah satu nilai yang sangat penting

dalam sebuah keluarga yaitu menganggap keluarga sebagai

tempat untuk memperoleh dukungan, kehangatan dan

penerimaan.

5) Sumber Dukungan Keluarga

Afrianto, 2020, sumber dukungan keluarga dibagi menjadi 2

(Fitriana Gebyar Fahanan 2010, Afrianto, 2020) yaitu:

a) Dukungan keluarga internal

Dukungan internal berasal dari suami atau istri dan anak.

b) Dukungan keluarga eksternal

Dukungan ekternal keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial

keluarga). Sebuah jaringan keluarga secara sederhana adalah

jaringan kerja keluarga inti itu sendiri. Menurut Friedman,

menyatakan bahwa di dalam jaringan kerja sebuah keluarga

ada teman-temaan, tetanggatetangga dan jarinagn kerja

komunitas (gereja, kelompok-kelompok komunitas dan

lembaga-lembaga) dan jaringan kerja professional (termasuk

mereka yang memberikan perawatan kesehatan dan kaum


16

professional lainnya), kelompok-kelompok mandiri,

saudara-saudari kandung atau dari keluarga besar.

d. Manfaat Dukungan Keluarga

Menurut Friedman dalam Eva Maria Keljombar

menerangkan bahwa manfaat dari dukungan keluarga adalah sebuah

proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis

dukungan sosial berbeda-beda namun demikian keluarga mampu

berfungsi dalam kepandaian dan akal sehingga akan meningkatkan

kesehatan dan adaptasi dalam lingkungan (Keljombar, 2015). Secara

lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti

berhubungan dengan menurunnya moralitas, lebih mudah sembuh

dan pemulihan fungsi kogntif, fisik, serta kesehatan emosi. Oleh

karena itu, dengan dukungan keluarga yang kuat pada penderita

skizofrenia paranoid akan berefek pada kesembuhan dan

merefungsionalisasi fungsi sosial klien penderita skizofrenia

paranoid.

2. Kepatuhan Meminum obat

a. Pengertian Kepatuhan Meminum obat

Kepatuhan minum obat adalah masalah utama dalam kekambuhan pada

pasien skizofrenia paranoid. Kepatuhan dapat difinisikan sebagai

kemampuan seseorang untuk mematuhi terapi yang telah direncanakan,

meminum obat secara teratur sesuai waktu dan frekuensinya dan mampu

mengikuti aturan makanan atau peraturan obat lainya(Sahay,Reddy &


17

Dhayakkar, 2011).

b. Faktor – faktor Kepatuhan Meminum obat

Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan meminum obat menurut

Neiman, N., Rupar, T, Garber, et al pada tahun 2017 yaitu ;

1) kebosanan pasien dalam meminum obat atau sudah merasa diri

pasiensembuh

2) lupa dalam meminum obat

3) efek samping obat

4) dukungan keluarga

c. Faktor – faktor lainnya dalam kepatuhan meminum obat adalah ;

1) Faktor individu

Beberpa faktor individu dapat mempengaruhi kepatuhan meminum

obat seseorang, seperti demografik yaitu usia, jenis kelamin, setatus

kepegawaian, keuangan, dan status perkawinan. Misalnya,

penelitian yang dilakukan Bonolo, Ceccato, Rocha, Acurcio,

Campos & Guimares (2013) pada orang berazil, hasilnya

menunjukan bahwa terdapat perempuan lebih cenderung memiliki

tingkat kepatuhan yang lebih rendah dari laki – laki, akan tetapi,

perbedaan ini juga masih perlu mempertimbangkan cut point

tingkat tingkat kepatuhan sebagai indikator.


18

2) Faktor sosial

Faktor sosial ini bisa didapatkan dari lingkungan skitar pasien. salah

satunya yaitu, dukungan sosial yang diterima, baik dukungan sosial

yang berasal dari pasangan, dan dukungan yang berasal dari

keluarga merupakan faktor yang erat kaitannya dengan kepatuhan

meminum obat terhadap pasien skizofrenia paranoid.

3) Faktor Pengobatan

Faktor pengobatan ini bisa didapatkan dari ekonomi pasien dan

keluarga pasien yang menyebabkan keterlambatan atau ketidak

mampuan pasien dalam menjalankan pengobatan secara telatur.

d. Tujuan

Tujuan dalam kepatuhan meminum obat Antipsikotik pada pasien

skizofrenia paranoid adalah menghambat reuptake dopamine

neurotransmitter sehingga terjadi keseimbangan kembali

neurotransmitten dopamine (Astuti, dkk., 2017). Selain itu juga obat

Antipsikotik ini mempunyai fungsi untuk mencegah dalam

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dan untuk kesembuhan pasien

skizofrenia paranoid itu sendiri.

3. Kekambuhan Pasien Skizofrenia

a. Pengertian kekambuhan pasien skizofrania

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang

mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal

kognitif, mempengaruhi emosional dan tingkah laku (Rikesdes, 2018).


19

Dibanding dengan penyakit lain seperti jantung, pernpasan, dan

metabolik orang dengan skizofrenia memiliki tingkat mortalitas yang

cukup tinggi. Skizofrenia adalah gangguan yang kronis dan merupakan

gangguan mental yang terberat jika di bandingkan dengan gangguan

mental yang lain ( Eti, Sumarni & Sri, 2017).

Skizofrenia paranoid adalah jenis gangguan mental Skizofrenia yang

ditandai dengan adanya satu atau lebih waham dengan halusinasi

auditorikyang sering muncul. Skizofrenia paanoid ditandai dengan

adanya satu atau lebih waham dan halusinasi auditorik yang sering

muncul (D. surya Yudhantara & Ratri Istiqomah, 2018). Kekambuhan

merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya penurunan

ataupun kemunduran fungsi progresif penderita, respon yang memburuk

terhadap pengobatan dan memiliki prognosis klinis yang negatif (Boyer,

et al 2013).

b. Etiologi Skizofrenia paranoid

Etiologi Skizofrenia Videback (2020) menyatakan bahwa skizofrenia

paranoid dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :

1) Faktor Predisposis

a) Faktor Biologis

Faktor Genetik Faktor genetik adalah faktor utama pencetus dari

skizofrenia paranoid. Anak yang memiliki satu orang tua

biologis penderita skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh


20

keluarga tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki resiko

genetik dari orang tua biologis mereka.

b) Faktor Neuroanatomi

Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia

memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit. Hal ini dapat

memperlihatkan suatu kegagalan perembangan atau kehilangan

jaringan selanjutnya. Computerized Tomography (CT Scan)

menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak.

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem

limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia

terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat

melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa area terjadi

peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik.

Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit

perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada massa

prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada

trauma otak setelah lahir (Prabowo, 2014).

(1) Neurokimia

Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan

adanya perubahan. sistem neurotransmitters otak pada

individu penderita skizofrenia. Pada orang normal, sistem

switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal

persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna


21

tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan,

pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai

kebutuhan saat itu. Pada otak penderita skizofrenia, sinyal-

sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak

berhasil mencapai sambungan sel yang dituju (Yosep, 2016).

(2) Faktor Psikologis Skizofrenia terjadi karena kegagalan

dalam menyelesaikan perkembangan awal psikososial

sebagai contoh seorang anak yang tidak mampu membentuk

hubungan saling percaya yang dapat mengakibatkan konflik

intrapsikis seumur hidup. Skizofrenia yang parah terlihat

pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada.

Gangguan identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi

masalah pencitraan, ketidakmampuan untuk mengontrol diri

sendiri juga merupakan kunci dari teori ini (Stuart, 2013).

(3) Faktor Sosiokultural dan Lingkungan Faktor sosiokultural

dan lingkungan

(4) menunjukkan bahwa jumlah individu dari sosial ekonomi

kelas rendah mengalami gejala skizofrenia lebih besar

dibandingkan dengan individu dari sosial ekonomi yang

lebih tinggi. Kejadian ini berhubungan dengan kemiskinan,

akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak memadahi, tidak

ada perawatan prenatal, sumber daya untuk menghadapi

stress dan perasaan putus asa.


22

c. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dari skizofrenia antara sebagai

berikut :

1) Biologis Stresssor biologis yang berbuhungan dengan respons

neurobiologis maladaptif meliputi : gangguan dalam komunikasi

dan putaran umpan balik otak yang mengatur mengatur proses balik

informasi, abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak

yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus (Stuart, 2013).

2) Lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan

secara biologis

3) berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan

terjadinya gangguan pikiran (Stuart, 2013).

4) Pemicu Gejala Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering

menimbulkan

5) episode baru suatu penyakit.Pemicu yang biasanya terdapat pada

respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan

kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu (Stuart, 2013).

d. Manifestasi Klinis Skizofrenia Gejala-gejala sebagai berikut :

1) Gejala Positif

Gejala positif merupakan gejala yang paling jelas dan dramatik bagi

penderita, masyarakat, maupun klinisi, yang kadang dipandang

sebagai suatu hal yang mengerikan dari skizofrenia paranoid (Stahl,

2013). Kriteria perbarui dari DSM-II ke DSM-III membantu klinis


23

untuk memahami gejala positif yang menjadi gejala dari skizofrenia

paranoid. Gejala positif ini adalah gejala yang paling terlihat baik

pada saat pasien kambuh dan juga paling terlihat jika menghilang

ketika pasien diberikan obat – obatan antipsikosis. Meskipun gejala

positif atau gejala psikosis yang paling nampak ini mudah diketahui,

pengobatan skizofrenia tidak kemudian hanya ditujukan untuk

gejala positif saja karena skizofrenia sendiri adalah gangguan yang

kompleks dan memiliki beberapa aspek gejala. Meskipun demikian,

gejala positif tetap menjadi inti dari konsep mengenai skizofrenia

(Lewis et al., 2017). Gejala positif seringkali menggambarkan

adanya peningkatan fungsi di atas ambang normal dan

memunculkan berbagai gejala yang mudah dikenali, misalnya dari

pembicaraan yang kacau, perilaku yang kacau, yang dapat

disebabkan adanya waham atau halusinasi (Stahl, 2013).

2) Gejala Negatif

Meskipun gejala ini tidak sejelas kenampakannya seperti gejala

positif, namun gejala negatif ini paling penting pada skizofrenia

karena keparahan gejala negatif dapat memprediksi perjalanan

penyakit jangka panjang dibandingkan gejala positif. Gejala negatif

adalah prediktor signifikan untuk gangguan kemampuan sosial dan

kecakapan kerja.

Gejala negatif tidak hanya terjadi pada skizofrenia, tetapi juga dapat

ditemukan pada pasien cedera otak dan 5-10% dari populasi umum
24

(meski tanpa gangguan psikiatri). Untuk memudahkan pengenalan

gejala negatif, secara klasik semuanya diberi awalan huruf A.

Avolisi adalah hilangnya minat dan kemauan, adanya keterbatasan

untuk memulai perilaku-perilaku yang bertujuan, disebut juga

dengan abulia. Anhedonia adalah menurunnya kemampuan atau

bahkan hilangnya kemampuan untuk merasakan kesenangan. Afek

tumpul yaitu menurunnya kemampuan atau hilangnya kemampuan

untuk memahami dan mengekspresikan emosi. Asosial adalah

adanya penarikan din secara sosial. Alogia adalah penurunan minat

dan kemampuan dalam komunikasi verbal, disfungsi dari

komunikasi, ata keterbatasan kelancaran dan produktivitas dari

pikiran dan pembicaraan. Akinesia adalah ketidakmampuan untuk

mengawai aktivitas motorik (Stahl, 2013).

Tabel 2.1 Gejala - gejala negatif dalam skizofrenia paranoid.


Gejala – gejala Negatif
Avolisi Berkurangnya hasrat,motivasi, usaha;
misalnya tidak mampu menyelesaikan
tugas sehari-hari yang biasa. memiliki
higiene persona yang buruk.
Anhedonia Berkurangnya kemampuan untuk
merasakan kesenangan; Misalnya tidak
dapat lagi merasakan senang dengan
hobi atau hal lain yang biasanya
menyenangkan untuk pasien

Afek tumpul berkurangnya rentang emosi (dalam hal


ini termasuk Persepsi emosi,
pengalaman, dan ekspresi emosi);
misalnya merasa mati rasa atau kosong
dalam perasaannya, kurang mampu
25

mengingat hal-hal yang emosional bagi


dirinya, baik itu baik atau
menyenangkan dan buruk atau
menyedihkan.
Asosial berkurangnya dorongan sosial dan
interaksi sosial. Misalnya keinginan
semua yang minimal, sulit berteman,
tidak tertarik (sedikit saja
ketertarikan) untuk menghabiska
waktu bersama dengan orang lain.
Alogia Berkurangnya jumlah dan kualitas
pembicaraan; misalnya, hanya
bercanda sedikit, penggunaan kata
atau kalimat yang tidak luas.

Sumber: Stahl SM. Stahl's essential psychopharmacology:


neuroscientific basis and practical application, 4th Ed. Cambridge:
Cambridge University Press; 2013.

Gejala negatif dapat dinilai yang dilakukan oleh dokter dan juga

dinilai dari jawaban yang diberikan oleh pasien. Dari pengamatan

yang dilakukan oleh dokter, gejala negatif misalnya terlihat dari

kontak mata yang nampak dibatasi oleh pasien terhadap pemeriksa.

Kemudian, pasien nampak kurang rapi, kurang terawat, atau higiene

yang kurang, bahkan dapat menimbulkan bau. Pasien juga nampak

membatasi pembicaraan, menggunakan kata-kata yang sedikit,

menggunakan bahasa nonverbal. Makin parah gangguan yang

dialami oleh pasien, hal-hal ini akan makin nampak (Stahl, 2013).
26

3) Gejala Disorganisasi

Batasan gejala ,disorganisasi skizofrenia kurang jelas jika

dibandingkan gejala psikosis dan gejala negatif. Gangguan ini

meliputi gangguan pikiran formal, perilaku aneh dan katatonik, serta

efek yang inapproriate. Gejala seperti mannerimus, ekopraksia,

bergerak-gerak ketika duduk atau berdiri, memainkan baju, barang,

atau rambut dan sebagainya adalah contoh dari gejala motorik.

4) Gejala kognitif

Gangguan neurokognisi sering ditemukan pada pasien

skizofrenia paranoid Gangguan ini misalnya ditemukan pada

memori, aten (perhatian), cara menyelesaikan masalah,

pembicaraan, dan juga kemampuan untuk bersosialisasi. Defisit

pada kognisi dapa muncul pada awal gejala dan bukan disebabkan

karena gejala psikosi yang dialami. Meskipun, pada beberapa kasus

difisit kognisi ini muncul pada saat omset dari gejala psikosis.

Working memory adalah kemampuan seseorang untuk

mempertahankan informasi tetap bertahan selama beberapa waktu

(dalam hal ini hanya dalam hitungan detik). Defisit working memory

pada skizofrenia biasanya juga disertai gangguan neurokognitif

yang lain seperti atensi, perencanaan, dan intelegensia. Atensi

adalah kemampuan untuk mempertahankan perhatian terhadap suatu

hal.

Tabel 2.2 Gejala-gejala kognitif dalam skizofrenia paranoid


27

Gejala Kognitif

a) Masalah dalam menetapkan tujuan Masalah dalam


atensi
b) Masalah dalam pemrosesan informasi
c) Masalah pada kemampuan belajar & memori verbal
d) Masalah pada working memori
e) Masalah pada pengambilan keputusan
f) Masalah pada daya nilai/pertimbangan
g) Masalah kecerdasan sosial
Sumber: Stahl SM. Stahl's essential psychopharmacology:
neuroscientific basis and practical application, 2013.

Kecerdasan sosial terdiri dari kemampuan sese mengambil

kesimpulan dari perhatian orang lain menggambarkan status

kejiwaan dari orang lain. Pada skizofrenia paranoid kemampuan ini

dan juga persepsi sosialnya mengalami gang Gangguan-gangguan

neurokognisi yang terjadi pada pasien skizofrenia paranoid juga

dapat disebabkan oleh efek samping antipsikosis golongan pertama

atau efek dari antikolinergik diberikan untuk mengatasi efek

samping ekstrapiramidal obat antipsikosis (Stahl, 2013).

5) Gejala Agresi

Pada pandangan masyarakat umum, pasien skizofrenia disamaka

dengan pelaku kekerasan lain yang seringkali tanpa alasan

Meskipun pada kenyataannya, pasien juga seringkali menjadi objek

kekerasan dari orang-orang di sekitarnya. Disebutkan bahwa hanya

sejumlah kecil pasien dengan skizofrenia yang melakukan

kekerasan dan pembunuhan, yaitu sekitar 5%. Belum ada variabel

pada skizofrenia yang terkait dengan kekerasan, meski sebagian


28

besar dilakukan oleh pasien laki-laki. Peningkatan risiko kekerasan

pada skizofrenia salah satunya adalah karena penggunaan alkohol

(yaitu skizofrenia yang berkomorbid dengan penyalahgunaan zat).

Kekerasan juga dipengaruhi onset dari gejala (misal adanya waham

persekutori dan tujuan pasien untuk berusaha melindungi diri)

(Sadock et al., 2015).

6) Skizofrenia paranoid disebut memiliki domain gejala afektif.

Namun, bukan berarti afektif yang dimaksud adalah memenuhi

kriteria diagnosis dari gangguan-gangguan afektif ataupun juga

kelompok gangguan kecemasan. Sebagian besar pasien dengan

skizofrenia akan mengalami depresi selama perjalanan penyakitnya.

Sedangkan mengenai kecemasan, belum terlalu banyak diketahui

kejadiannya dalam skizofrenia, meskipun disebutkan cukup sering

muncul. Diduga terdapat patologi yang tumpang tindih antara

skizofrenia dan gangguan obsesif-kompulsif. Sebanyak 20-40% dari

pasien skizofrenia akan melakukan percobaan bunuh diri dalam

suatu saat pada perjalanan penyakitnya. Risiko bunuh diri

meningkat pada awal-awal terjadinya gangguan, dengan adanya

kekambuhan yang sering sekitar waktu masuk atau keluar rumah

sakit, atau ketika gejala psikosis muncul yaitu adanya halusinasi atau

waham.
29

e. Pemeriksaan penunjang

1) Manajemen Psikofarmaka

Pada dasarnya tidak terdapat suatu pemeriksaan penunjang

sederhana yang dapat membantu menegakkan diagnosis skizofrenia.

Pemeriksaan radiologi sederhana atau pemeriksaan laboratorium

sederhana seperti darah dan urine yang dapat dilakukan sehari-hari

tidak dapat membantu diagnosis skizofrenia (Rosenstock, 2017).

Adapun pemeriksaan-pemeriksaan seperti ini barangkali masih

perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding yang

memiliki gejala serupa, misalnya untuk menyingkirkan

kemungkinan yang mencolok akan adanya psikosis akibat kondisi

medis umum lainnya (APA, 2013). Berikut ini dijelaskan

pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien

skizofrenia, misalnya untuk menilai gejala, domain domain gejala

tertentu, yang beberapa dapat digunakan juga untuk menilai

perbaikan akibat terapi.

2) Pemeriksaan gejala positif dan negatif

Skala-skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur gejals

positif dan negatif pada skizofrenia di antaranya adalah Positive

and Negative Syndrome Scale (PANSS), Scale for the Assessment

of Negative Symptoms (SANS), dan Scale for the Assessment of

Positive Symptoms (SAPS) (Lewis et al., 2009), PANSS adalah

alat klinis yang dikembangkan utamanya untuk digunakan pada


30

skizofrenia sebagai alat ukur gejala positif, negatif, dan gejala

psikopatologi secara umum.

a) PANSS digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi

keberadaan dan tingkat keparahan psikopatologi gejala. PANSS

dibuat oleh Stanley Kay, Lewis Opier, dan Abraham Fizsbein

pada tahun 1987 yang diambil dari dua instrument terdahulu,

yaitu Brief Psychiatry Rating Scale (BPRS) dan

Psychopathology Rating Scale. Selain menilai gejala yang

berhubungan dengan psikosis, PANSS juga menggambarkan

psikopatologi umum (termasuk depresi dan kecemasan) dan fitur

kognitif yang terkait (Giesbrecht et al., 2016). Waktu yang

dibutuhkan untuk wawancara sekitar 30-4 menit. Masing-

masing item dinilai dari angka 1 (tidak ada gejala 2 (gejala

minimal), 3 (gejala ringan), 4 (gejala sedang), 5 (gejala agak

berat), 6 (gejala berat), hingga 7 (gejala sangat berat) Sehingga,

PANSS memiliki rentang poin mulai dari 30 sampai 210. Pasien

dianggap sakit ringan jika mencapai angka 58, sakit sedang 75,

terlihat nyata sakit 95, dan sakit berat 116. Disebutkan bah

SANS memiliki poin penilaian yang memiliki validitas san

dengan penilaian mengguanakan PANSS. Dalam hal ini,

penilaia PANSS dalam poin poin gejala negatif (Rabany et al.,

2011).
31

b) SANS

SANS digunakan untuk mengukur lima gambaran sindroma

negatif pada skizofrenia yaitu afek tumpul, alogia, avolisi,

anhedonia/asosa dan gangguan perhatian. Masing-masing

gambaran ini dinila menggunakan skala enam-poin (0 = tidak

ada sama sekali sampa 5 = berat). Wawancara awal dan

pengamatan tingkah laku pasie menghasilkan data yang penting

untuk menentukan penilaian namun pengamatan lain juga tetap

diperlukan pada pasien Penilaian masing-masing komponen

perilaku diikuti dengan penilaian subjektif pasien.

Pertanyaan tidak hanya berdasar pada pengamatan

pasten langsung tetapi mengacu pada fungsi pasien selama satu

minggu terakhir. Penilaian SANS dapat dilakukan oleh dokter

yang terlatih dan membutuhkan waktu antara sepuluh sampai

dengan lima belas menit untuk menyelesaikan penilaian. Tingkat

kepercayaan (reliabilitas) SANS telah diuji secara berulang-

ulang pada berbagai negara, dan data yang diperole dari studi-

studi tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi

untuk penilaian secara global.

Internal konsistensi SANS untuk lima domain secara

menyeluruh cukup tinggi. Dari pernyataan konsensus The

National Institute of Mental Health Measurement and Treatment

Research to Improve Cognition in Schizophrenia (NIMH-


32

matriks) pada gejala negatif mengemukakan bahwa SANS lebih

diutamakan dibanding PANSS dalam penelitian berfokus pada

gejala negatif karena SANS mencakup beberapa domain dan

beberapa hal pada setiap domain. Sedangkan validitas prediksi

pada banyak penelitian menunjukkan SANS juga berhasil

digunakan untuk memantau respon terhadap pengobatan.

Meskipun, disebutkan bahwa terdapat dua poin dalam SANS

yang dinilai tidak memiliki relasi yang kuat dengan gejala

negatif. Kedua poin tersebut adalah kontak mata yang kurang

serta perawatan diri dan higiene (Rabany et al., 2011).

c) Pemeriksaan Neurokognisi

Pasien dengan skizofrenia biasanya akan memiliki hasil tes

kognisi yang buruk. Bukan hanya salah satu tes saja, melainkan

berbagai macam tes yang menandakan adanya masalah pada

korteks frontotemporal (Sadock et al., 2015). Continuous

Performance Test (CPT) adalah salah satu standar pemeriksaan

gangguan atensi pada pasien skizofrenia. Terdapat empat hal

yang dinilai pada pengukuran menggunakan CPT. Yaitu,

stimulus response mapping, target probablility, delay intervals,

dan response readiness.

Untuk menilai kemampuan belajar dan memori verbal,

biasanya menggunakan California Verbal Learning Test yang

juga melibatkan kemampuan untuk mempelajari daftar kata-kata


33

yang tersedia kemudian pasien diminta untuk mengingat

kembali sebanyak-banyaknya. Hopkins Verbal Learning Test-R

adalah tes lain yang juga dapat dilakukan untuk menilai

kemampuan belajar dan memori verbal pada pasien dengan

skizofrenia (Keefe, 2013). Untuk pertimbangan dan kemampuan

pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan Wisconsin Card

Sorting Test (WCST). Pemeriksaan ini menggunakan kartu-

kartu untuk pemeriksaan. Selain menggunakan WCST,

pemeriksaan untuk pertimbangan dan kemampuan pengambilan

keputusan pada pasien skizofrenia dapat diukur dengan

Neuropsychological Assessment Battery (NAB) (Keefe, 2013).

Tes lain yang dapat dilakukan untuk mengukur kecepatan

berpikir adalah Brief Assessment of Cognition in Schizophrenia

(BACS) dan trail making A. Proses berpikir pasien dengan

skizofrenia didapatkan lebih lambat dibandingkan dengan

populasi umum (Keefe, 2013).

Kecepatan proses berpikir biasanya dikaitkan juga dengan

kelancaran atau fluency. Kelancaran verbal dapat diukur dengan

melihat kelancaran berbahasa dan penyusunan bahasa (Keefe,

2013). Misalnya, dengan meminta pasien menyebutkan kata

berawalan huruf tertentu sebanyak-banyaknya dalam jangka

waktu yang ditetapkan. Memori kerja atau working memory

disebut juga dengan immediate memory. Tes untuk memori


34

kerja misalnya dengan meminta pasien mengingat urutan angka

atau huruf. Selain itu, dapat juga dilakukan pengukuran terhadap

memori kerja dengan tes memori Wechsler. Pada pasient

dengan skizofrenia paranoid, sering kali terdapat masalah dalam

memori kerja (Keefe, 2013).

d) Pemeriksaan Proyektif dan Kepribadian

Terdapat beberapa tes proyeksi, misalnya tes Rorschach dan

Thematic Apperception Test. Jika tes-tes ini dilakukan kepada

pasien dengan skizofrenia, akan mendapatkan hasil yang

menggambarakan ide-ide bizarre. Beberapa tes kepribadian,

misalnya Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

juga akan menunjukkan hasil yang abnormal pada skizofrenia.

Namun, hasil pemeriksaan ini saja pun tidak dapat menegakkan

diagnosis skizofrenia (Sadock et al., 2015).

e) Brain Imaging

Johnstone dkk., sekitar tahun 1970-an melakukan

pemeriksaan gambaran otak pasien skizofrenia menggunakan

computed tomography (CT). Diketahui pada saat itu adanya

pelebaran ventrikel lateralis pasien skizofrenia jika

dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya, pemeriksaan

menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) sejak tahun

1980-an dan sesudahnya pada pasien dengan skizofrenia

menyimpulkan bahwa gangguan otak pada pasien skizofrenia


35

bukanlah gangguan yang besar secara anatomis. Gangguan otak

pada pasien skizofrenia cenderung kecil dan halus, yang cukup

bervariasi. Pemeriksaan lain yang saat ini digunakan untuk

mengamati gambaran otak pada pasien skizofrenia misalnya

diffusion tensor imaging (DTI) positron emission tomography

(PET), dan magnetic resonanc spectroscopy (MRS) (Lyall et al.,

2017).

Studi mengenai neuroimaging pada skizofrenia paranoid

menggunakan FMRI (functional Magnetic Resonance Imaging

menunjukkan area yang berhubungan dengan gejala kognitif da

emosi. Meskipun, tes menggunakan FMRI akan bervariasi

dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan keadaan klinis pasien

Masalah kognisi pada pasien skizofrenia berhubungan dengan

kaskade proses informasi. Seringkali, pada fungsi eksekutif,

belajar, dan memori, yang terkait dengan frontotemporal serta

limbik. Masalah emosi pada pasien berkaitan dengan kognist

sosial yang berkaitan dengan banyak neuron di otak dan sering

terkait dengan amigdala (Gur & Gur, 2017).

Molecular brain imaging adalah salah satu cara untuk

menguji hipotesis ini secara langsung pada pasien skizofrenia

(Wong et al., 2017). Pemeriksaan ini secara historis berasal dari

neuroreceptor imaging dengan positron emission tomography

(PET) dan single photon emission computed tomography


36

(SPECT). PET dan SPECT merupakan suatu cara untuk

mempelajari D2-like dopamine receptor, dan membuka peluang

untuk melakukan penelitian tentang neuroreseptor (Wong et al.,

2017).

f. Terapi dan rehabilitasi

1) Psikofarmaka

Psikofarmaka yang digunakan pada skizofrenia dan gangguan

psikosis lainnya adalah obat golongan antipsikosis. Setiap pasien

skizofrenia membutuhkan terapi farmakologis untuk mengatasi

gejala yang muncul. Terapi psikofarmakologis utama yang

digunakan pada skizofrenia adalah antipsikosis. Secara umum

dikenal ada dua generasi obat-obatan antipsikosis, yaitu antipsikosis

generasi I (first generation) dan antipsikosis generasi II (second

generation). Obat antipsikosis orisinal seperti klorpromazin dan

haloperidol disebut sebagai obat antipsikosis tipikal atau generasi I.

Antipsikosis generasi I ini memiliki profil aksi antipsikosis dan

mempunyai banyak efek samping terutama yang berkaitan dengan

sistem ekstrapiramidal dan endokrin. Profil obat ini berkaitan

dengan tingginya afinitas antagonis reseptor dopamin D2 (Stahl,

2013).

Obat seperti klozapin, olanzapin, risperidon, dan yang lainnya

disebut sebagai antipsikosis generasi II. Antipsikosis generasi II ini

dikembangkan untuk mengurangi efek samping neurologis,


37

Mekanisme kerja antipsikosis generasi II terutama berkaitan dengan

afinitasnya pada reseptor D₂ dan 5HT2A. Efek samping utama

akibat pemakaian antipsikosis generasi II in adalah gangguan

metabolik. Selain itu, dikenal antipsikosis baru seperti aripiprazol

yang relatif mempunyai sedikit efek samping (Mailman dan Murthy,

2010; Stahl, 2013; D. surya Yudhantara & reti Istiqomah, 2018).

Secara teori diketahui bahwa obat antipsikosis generasi II

mempunyai efektivitas lebih baik dibandingkan dengan generasi I,

karena bekerja juga pada reseptor serotonin (Stahl, 2013). Namun,

dalam penelitian yang dilakukan oleh Fusar-Poli et al. (2015) tidak

ada antipsikosis yang mempunyai efektivitas yang berbeda secara

bermakna pada penurunan gejala negatif. Antipsikosis generasi II,

antidepresan, agen glutamatergik, dan kombinasi di antaranya lebih

baik dalam perbaikan gejala negatif dibandingkan dengan

antipsikosis generasi I dan stimulasi otak. Namun, hal ini tidak

bermakna secara statistik (Fusar-Poli et al., 2015). Obat antipsikosis

yang baru seperti cariprazin diperkirakan memiliki efektivitas

dibandingkan antipsikosis seperti risperidon walaupun masih

memerlukan studi lebih lanjut (Németh et al., 2017).

2) Non – Psikofarmaka

Terapi psikososial dan psikoterapi juga merupakan terapi

fundamental yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. Terapi psikososial dan psikoterapi untuk psikoterapi


38

meliputi beragam pendekatan. Terapi tersebut memiliki rentang

yang luas yang didesain untuk membantu pasien skizofrenia

paranoid untuk dapat mengatasi gejala yang dialaminya dan juga

memperbaiki fungsi serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

Beberapa intervensi dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan

pasien dalam berobat (Sadock et al, 2015). Di samping itu, sebagian

besar pasien skizofrenia memerlukan dukungan secara formal dan

informal dalam menjalani hidup sehari-hari dan banyak yang tetap

terganggu secara kronis, dengan eksaserbasi dan remisi pada gejala

aktif.

Sebagian lainnya mengalami deteriorasi secara progresif. Dalam

perjalanan penyakitnya hanya 20% pasien skizofrenia paranoid

mempunyai prognosis yang baik dan beberapa individu dengan

skizofrenia paranoid dilaporkan sembuh sempurna (APA, 2013).

Semakin berkembangnya pendekatan non-psikofarmaka untuk

pasien skizofrenia paranoid memperbanyak intervensi yang dapat

dilakukan untuk pasien skizofrenia paranoid. Terapi

nonpsikofarmaka pada skizofrenia meliputi beberapa modalitas

terapi. Rehabilitasi psikososial untuk pasien skizofrenia meliputi

beberapa hal seperti pelatihan kemampuan sosial (social skill

training/SST), remediasi kognitif, dan sebagainya. Pendekatan

psikoterapi yang diberikan dapat merupakan intervensi berbasis

keluarga (family-based intervention/FBI), terapi kognitif perilaku


39

(cognitive behavioral therapy/CBT), dan sebagainya (Kern et al.,

2014).

B. Kerangka Teori

Berdasarkan landasan teori diatas, maka penelitian merumuskan dan

menyusun kerangka teori sebagai beriku :


Faktor-faktor yang
mempengaruhi Dukungan Dukungan Keluarga
Keluarga : Kekambuhan pasien
1. Empati Skizofrenia
2. Norma dan Nilai Paranoid
3. Pertukaran Sosial
Kepatuhan 1. Kambuh dengan
Meminum Obat waktu cepat
2. Kambuh dengan
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu yang lama.
Kepatuhan Meminum Obat:
1. Kebosanan pasien dalam = Yang Diteliti
meminum obat atau sudah = Tidak Diteliti
merasa diri pasien sembuh.
2. Lupa dalam meminum obat
3. Efek samping obat
4. Dukungan keluarga

Sumber : Riskesdas. (2018). Laporan Nasional 2018. Retrieved from


http://www.depkes.go.id.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Penelitian dengan Pengambilan Data

1. Variabel Penelitian

Variabel didefiniskan sebagai ukuran atau ciri yang dipunyai para anggota

kelompok tertentu dan berbeda-beda dengan yang dipunyai kelompok

lainnya (Notoatmodjo, 2012). Variabel pada penelitian ini yaitu terdiri dari

dua variabel sebagai berikut:

a. Variabel bebas (variabel independen)

Variabel bebas merupakan variabel yang keberadaannya mempengaruhi

variabel terikat (Notoatmodjo, 2012). Variabel bebas pada penelitian ini

yaitu dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat.

b. Variabel terikat (variabel dependen)

Variabel terikat merupakan variabel yang keberadaannya dipengaruhi

oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2012). Variabel terikat pada

penelitian ini yaitu kekambuhan pasir skizofrenia paranoid.

2. Kerangka Konsep dan Hipotensis

a. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konsep.

Variabel Dependen Variabel Independen

Dukungan Keluarga
Kekambuhan pasien
Kepatuhan minum Skizofrenia paranoid
obat

40
41

b. Hipotensis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian yang masih perlu diuji secara statistik (Nursalam,

2012). Hipotesis dilihat dari kategori rumusannya dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

1) Hipotesis nihil/null (Ho)

Hipotesis null adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya

hubungan atau pengaruh antara variabel dengan variabel lain

(Nursalam, 2012).

2) Hipotesis alternatif (Ha)

Hipotesis alternative adalah hipotesis yang menyatakan adanya

hubungan atau pengaruh antara variabel dengan variabel lain.

Hipotesis pada penelitian ini yaitu peneirimaan Ha yaitu: Ada

hubungan antara dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat

dengan kekambuhan pasir skizofrenia paranoid.

3. Jenis, Desain dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang di lakukan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan metode korelasional yang bertujuan untuk mengkaji

apakah terdapat hubungan antara variabel. Peneliti melakukan pemantauan

ataupun pengukuran data variabel dependen atau variabel yang

mempengaruhi dan variabel independen atau yang di pengaruhi yang di

lakukan satu kali pada saat satu waktu yang bersamaan sehingga tidak ada
42

tindak lanjut dari penelitian ini. Variabel dependen dari penelitian ini adalah

dukungan keluarga dan kepatuhan meminum obat sedangkan variabel

independen adalah tingkat kemampuan perawatan diri. Sehingga peneliti

ingin melihat apakah ada hubungan dari ketiga variabel.

Desain Penelitian

Observasional
1. Deskriptif
2. Analitik
Cross sectional
Sumber: Gambar 3.1 Desain penelitian kuantitatif, Sastroasmoro (2014) dan
Notoatmodjo (2010).

Desain penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang

mempelajari korelasi antara paparan atau faktor resiko (independen) dengan

akibat atau efek (dependen), dengan pengumpulan data dilakukan

bersamaan secara serenak dalam satu waktu antara faktor resiko dengan

efek (point time approach), yang artinya dimana semua variabel baik itu

variabel independen maupun variabel dependen di observasi dalam waktu

yang sama. Berikut ini adalah sekama desain dari penilitian cross sectional:
Dukungan keluarga dan kepatuhan
meminum obat dengan kekambuhan
pasien skizofrenia paranoid.

Faktor Dukungan Kekambuhan


keluarga (+) Pasien Skizofrenia

Kekambuhan
Pasien Skizofrenia
Faktor Kepatuhan (-)
Minum Obat(+)
Kekambuhan Pasien
Skizofrenia

Kekambuhan Pasien
Skizofrenia (-)
43

Gambar 3.2 Skema dasar penelitian cross Sectional, sumber: Riyanto


(2011).

Berdasarkan skema tersebut, maka langkah-langkah penelitian cross

sectional adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian serta mengidentifikasi

variabel independen (faktor risiko) dan variabel dependen (efek).

b. Menetapkan populasi dan sampel penelitian

c. Melaksanakan pengumpulan data atau observasi terhadap variabel

independen dan variabel dependen sekaligus pada waktu yang sama

d. Melakukan analisis hubungan dengan membandingkan proporsi antar

kelompok hasil observasi atau pengukuran.

4. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Sugiyono (2018) mengartikan populasi sebagai wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah 73

pasien skizofrenia paranoid yang tercatat pada data bulan tahun 2021 di

RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

b. Sampel penelitian

Sugiyono (2018) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

insidental sampling. Sugiyono (2015) probability sampling adalah teknik


44

pengambilan sampel yang secara acak sederhana (simpel rendom

sampeling). Pengambilan secara acak sederhana adalah bahwa setiap

anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

seleksi sebagai sempel. Dalam menentukan sampel peneliti

menggunakan rumus Slovin, yaitu:


𝑁
N= 1+Ne2

Keterangan :

N = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

E = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misalnya 10%.

Sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus slovin adalah

sebagai berikut:
𝑁
N = (1+𝑁×𝑒 2 )

73
=(1+73×10%2)

= 56

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitiannya ini adalah 56

pasien skizofrenia paranoid

1) Kriteria inklusi atau kriteria sampel yang dapat dimasukkan menjadi

anggota sampel penelitian yaitu:

a) Keluarga menyetujui dirinya sebagai responden pada penelitian.


45

b) Keluarga bersedia mengisi koesioner melalui google formulir,

dan jika responeden tidak mengerti maka dapat di bantu atau

diwakilkan oleh keluarga yang merawat dan memenuhi

kebutuhan sehari-hari responden tetapi dengan catatan harus

sesuai dengan apa yang di alami atau yang di rasakan oleh

responeden.

c) keluarga yang merawat harus memiliki aplikasi WhatsApp.

d) Memiliki kemampuan membaca yang dan menggunakan

handphone dengan baik.

e) Mampu berkomunikasi dengan baik dan dalam keadaan sehat

atau keadaan yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan

dari kuesioner yang diberikan.

2) Sedangkan kriteria atau kriteria calon responden yang harus

dikeluarkan dari anggota sempling adalah:

a) Mampu berkomunikasi dengan baik dan dalam keadaan sehat

atau keadaan yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan

dari kuesioner yang diberikan.

b) Keluarga yang tidak memiliki handphone atau aplikasi

Whatsapp.
46

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni tahun 2022 di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo semarang.

6. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang menyatakan seperangkat

petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus

diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan

empiris (Notoatmodjo, 2012).


47

Variabel Penelitian Definisi Oprasional Instrumen Hasil Ukur Skala Ukur

Variabel Independen Dukungan Keluarga Kuesoner dengan skala likert 0 - 24 = kurang Ordinal
Dukungan Keluarga Adalah sebuah proses (1-3) 25 – 48 = sering
yang terjadi panjang 3 = kurang 49 – 60 = selalu
kehidupan, dungan yang 2 = Sering
diberikan pada setiap 1 = selalu
perubahan
perkembangan
kehidupan juga berbeda
Variabel Independen Kepatuhan menimum Kuesioner dengan skala Tidak patuh : Apabila sekor Ordinal
Kepatuhan meminum obat obat dapat didefinisikan Guttman nilai median >15
sebagai kemampuan Tidak patuh : Apabila sekor Patuh : apabila jika skor
seorang untuk mematuhi nilai >15 nilai median ≤ 15
terapi yang elah Patuh : apabila jika skor nilai
direncanakan, meminum ≤ 15
obat secara teratur sesuai
waktu dan frekuensinya
dan mampu mengikut
aturan makanan atau
peraturan minum obat
lainya
Variabel Dependen Kekambuhan pasien Kuesioner dengan skala Kambuh : jika pasien Nominal
Kekambuhan skizefrenia dapat GuttmaN dirawat >2 kali dalam satu
didefinisikan sebagai Kambuh : jika pasien dirawat tahun
suatu keadaan yang >2 kali dalam satu tahun Tidak kambuh : jika pasien
ditandai dengan adanya Tidak kambuh : jika pasien dirawat ≤ 2 kali dalam satu
penurunan ataupun dirawat ≤ 2 kali dalam satu tahun.
kemunduran fungsi tahun.
progresif penderita,
respon yang memburuk
terhadap pengobatan dan
48

memiliki prognosis
klinis yang negatif
terhadap penyakit
skizofrenia paranoid.

Tabel 3.3 Definisi Operasional


49

7. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data (Sugiyono, 2013). Teknik

pengumpulan data kuantitatif pada penelitian ini berdasarkan sumber

datanya sebagai berikut:

a. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data meliputi data dukungan keluarga dan kepatuhan

meminum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.

Pengumpulan data saat pandemicovid-19 ini dilakukan dengan cara

penerapan protokol kesehatan yaitu mencuci tangan, memakai masker

dan jaga jarak dengan responden penelitian.

b. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan

data pada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat

dokumen seperti data rekam medis Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino

Gondohutomo semarang.

Prosedur pengumpulan data yaitu:

1) Menyusun proposal skripsi hingga disetujui tim penguji sidang

proposal skripsi Universitas An Nuur Purwodadi.

2) Melengkapi perijinan penelitian dari Universitas An Nuur

Purwodadi hingga tempat penelitian di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino

Gondohutomo semarang

3) Pengumpulan data penelitian di wilayah kerja Rumah Sakit Jiwa Dr.

Amino Gondohutomo Semarang .


50

4) Pengambilan data telah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino

Gondohutomo Semarang, awalnya peneliti menemui calon

responden dengan memberikan penjelasan terkait tujuan penelitian

dan tidak menimbulkan bahaya atau dampak negatif terhadap calon

responden.

5) Setelah bertemu calon responden penelitian yang sesuai dengan

kriteria inklusi kemudian diberikan informed concent atau lembar

persetujuan menjadi responden penelitian, jika calon responden

setuju langsung dilakukan pengumpulan data terkait dukungan

keluarga dan kepatuhan meminum obat dengan kekambuhan pasien

skizofrenia paranoid.

6) Pengambilan data penelitian di masa pandemi covid-19 dengan tetap

menerapkan protokol kesehatan yaitu cuci tangan, pakai masker dan

jaga jarak.

8. Instrumen / Alat Pengumpulan Data

Dalam penyusunan instrumen/alat ukur dalam penelitian metode dan jenis

instrumen yang akan digunakan angket/kuesioner. Selanjutnya menyusun

parameter/ indikator yang akan digunakan dalam penelitian yang sesuai

dengan variabel yang akan diamati. Setelah itu dilakukan uji validitas dan

reliabilitas instrumen. Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang

digunakan untuk mengumpulkan data (Nototamodjo, 2010). Dalam

penelitian ini data yang dikumpulkan berupa kuesioner untuk mengukur

dukungan keluarga kuesioner dengan skala likert (1-3): 1= selalu, 2= sering,


51

3= kurang, dan kepatuhan minum Kuesioner dengan skala Guttman tidak

patuh : apabila sekor nilai median >15, patuh : apabila jika skor nilai median

≤ 15 Kekambuhan pasien skizofrenia kuesioner dengan menggunakan skala

gutman kambuh : dikatakan kambuh jika skornya >7, tidak kambuh :

ditakan tidak kabuh jika skornya ≤ 7.

9. Teknik Pengolahan Data

a. Pengolahan data dan analisa data dengan bantuan program komputer

SPSS versi 23. 0 dengan tahapan pengolahan sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2012):

1) Editing

Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data, yaitu

denganmemeriksa isiandata pada lembar observasi. Kemudian jika

data tersebut ada yang belum diisi atau salah, maka peneliti

menanyakan kembali kepada responden mengenai data terkait.

2) Coding

Peneliti menandai masing-masing data pada lembar observasi yang

telah diisi, coding dilakukan untuk memberikan kode kategori pada

setiap variabel penelitian sesuai dengan kategori pada definisi

operasional variabel penelitian.

3) Tabulating

Peneliti membuat tabel kerja dengan komputerisasi, kemudian data

dari hasil penelitian diberi kode pada masing-masing variabel.


52

4) Entry Data

Peneliti memasukkan data ke lembaran tabel kerja dengan

komputerisasiuntuk analisa data lebih lanjut mulai dari analisis

univariat sampai ke analisis bivariat.

b. Menurut (Notoadmodjo, 2014) dan (Wasis 2008) cara melakukan uji

coba alat ukur dengan teknik analisis instrumen sebagai berikut :

1) Uji Validitas

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2014).

Validitas merupakan segala suatu ukuran yang menunjukan tingkat

kevalidan suatu instrument. Suatu instrumen yang valid mempunyai

validitas yang tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang baik berarti

memiliki validitas yang rendah (Arikunto 2010). Pernyataan

dikatakan valid apabila skore variabel tersebut berkorelasi seacara

signifikan dengan skor totalnya menggunakan teknik

PearsonProduct Momentyaitu sebagai berikut :

𝑛Ʃ𝑥𝑦 − Ʃ𝑥. Ʃ𝑦
𝑟=
√[𝑛 Ʃ𝑥 2 − (Ʃ𝑥)²] − [n Ʃ𝑦 2 − (Ʃ𝑦)²]

Rumus Pearson Product Moment

Keterangan :

r : Nilai koreksi

n : Jumlah responden

x : Nilai setiap pertanyaan

y : Jumlah seluruh
53

Hasil perhitungan tiap-tiap pertanyaan dibandingkan dengan tabel

ini product moment. Untuk penilaian pertanyaan kuesioner valid

atau tidak valid dapat menentukan signifikan dari pertanyaan.

Kriteria yang digunakan untuk validitas adalah jika r dihitung > r

tabel maka dinyatakan nilai valid. Nilai r yang dipakai dalam

penelitian ini adalah 5% (0,05) (Sugiyono, 2013). Jika nilai hitung >

r tabel (0,444) berarti valid demikian sebaliknya, jika nilai r

hitungnya < r tabel (0,444) berarti tidak valid. Uji validitas ini akan

dilakukan di RSJD Dr. Ammino Gondohutomo.

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini

berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten

atau tetap asas (ajeg) billa dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama (Notoadmodjo, 2014). Reliablitas menunjukan bahwa

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpulan data karena instrument tersebut sudah baik (Arikunto,

2010). Pengajuan reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal

konsistensi yaitu melakukan uji coba instrumen sekali saja

kemudian diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu (Saryono,

2009). Pada penelitian ini uji reliabilitas kuesioner dengan


54

menggunakan rumus Koefisien Alpa (Cronbach’s Alpha) dengan

rumus sebagai berikut :

𝑘 Ʃ𝑠𝑖²
𝑎= [1 − ]
𝑘−1 𝑠𝑖²

Rumus Koefisien Alpha (Cronbach’s Alpha)

Keterangan

A : Cronbach’s Alpha

K : Mean kuadrat antara subjek

ƩSi² : Mean kuadrat kesalahan

Si² : Variabel total

Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap

seluruh butir pertanyaan. Jika nilai Alpa > 0,06 reliable (Sujarweni,

2014).Uji realibilitas ini akan dilakukan di RSJD Dr. Ammino

gondohutomo semarang pada bulan Januari 2022.

10. Rencana Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini terdiri dari analisa univariat dan analisa

bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan

karakteristik setiap variabel. Bentuk analisis univariat tergantung dari

jenis datanya. Pada umumnya dalam analisi ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel (Nototamodjo,

2018). Analisa yang dilakukan pada satu variabel dalam bentuk

distribusi frekuensi dan persentase, dimana variabel dukungan keluarga


55

dan kepatuhan meminum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia

paranoid disajikan Sedangkan presentase dari tiap variabel dibuat

dengan rumus :

𝐹
𝑃= × 100%
𝑛

Keterangan :

P : presentase

F : jumlah pertanyaan benar

n : jumlah semua pertanyaan

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menguji hubungan dua variabel yaitu

terdiri dari satu variabel bebas dengan satu variabel terikat. Analisis

statistik untuk mengetahui hubungan riwayat dukungan keluarga dan

kepatuhan meminum obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia

paranoid pada tahun 2021 di Rumah sakit jiwa Dr. Amino

Gondohutomo semarang dengan uji Chi Square karena uji statistik Chi

Square termasuk dalam uji statistik nonparametik yang dapat

digunakan untuk menganalisa data yang berskala nominal dan ordinal

yang tidak menyebar secara normal (Notoatmodjo, 2010 ).

Pengambilan keputusan dilakukan dengan menggunakan nilai

probabilitas (p) dibandingkan dengan nilai α=0,05, yaitu:


56

1) Penolakan Ho dan penerimaan Ha jika p ≤ 0, 05

Ada hubungan dukungan keluarga dan kepatuhan meminum obat

dengan kekambuhan pasien skizofrenia paranoid pada tahun 2021

di Rumah sakit jiwa Dr. Amino Gondohutomo semarang.

2) Penerimaan Ho dan Penolakan Ha jika p > 0, 05

Tidak ada dukungan keluarga dan kepatuhan meminum obat

dengan kekambuhan pasien skizofrenia paranoid pada tahun 2021

di Rumah sakit jiwa Dr. Amino Gondohutomo semarang.

11. Etika Penelitian

Setelah mendapatkan izin pengambilan data untuk penelitian dari pihak

RSJD Dr. Amino Gondohutomo, peneliti melaporkan ke Dekan untuk

melakukan penelitian pada tahun 2022. Sebelum penelitian dilakukan

semua responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah

kebetulan dijumpai pada saat penelitian, maka dipilih menjadi responden

penelitian. Responden penelitian diberi informasi tentang manfaat dan

tujuan penelitian serta kerahasiaan data yang diberikan. Responden berhak

untuk menerima dan menolak untuk menjadi responden dalam penelitian.

Bagi responden yang setuju menjadi subjek penelitian diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah

disediakan. Setelah mendapat persetujuan barulah peneliti melakukan

penelitian dengan etika penelitian yang meliputi :


57

a. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed concert)

Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, terlebih

dahulu peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian

yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan

sesudah pengumpulan data, jika responden diteliti maka diberi lembar

persetujuan menjadi responden (lampiran kedua) yang harus

ditandatangani, tetapi jika pasien menolak untuk diteliti maka peneliti

tidak akan memaksa dan tetap akan menghormati hak-haknya (Hidayat

2017).

b. Tanpa nama (Anomity).

Untuk menjaga kerahasian informasi dari responden peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpul data, tetapi

dengan memberika kode pada masing-masing lembar yang dilakukan

oleh peneliti (Hidayat, 2018).

c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh

peneliti, bahwa informasi tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti dan

pembimbing atas persetujuan responden (Hidayat, 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Fajar Alam Putra, Widiyono, Wijayanti Sukmonowati. 2021. Hubungan Kepatuhan

Miunum Obat Dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien SKIZOFRENIA.

JIKI VOL 14 NO.1 APRIL 2021 ISSN 1979-8261, e-ISSN 2657-0076.

Endri Ekayamti. 2021. Analisa Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat

Kekambuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Wilayah Kerja

Puskemas Geneng Kabupaten Ngawi. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific

Journal of Nursing), Vol 7, No 2, Tahun 2021.

Ananda Muhammad Naafi, Dyah Aryani Perwitasari , Endang Darmawan. 2016.

Kepatuhan Minum Obat Pasien Rawat Jalan Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa

PROF. DR. SOEROJO MAGELANG. KARTIKA-JURNAL ILMIAH

FARMASI, Des 2016, 4(2), 7-12 p-ISSN 2354-6565 /e-ISSN 2502-3438.

Yosep, H., & Sutini, T. Buku ajar keperawatan jiwa dan advance mental health

nursing. Bandung: Refika Aditama (2016).

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), tahun 2017.

https://vizhub.healthdata.orgbd-compare/

Riskesdas. (2018). Laporan Nasional 2018. Retrieved from

http://www.depkes.go.id.

Bustillo J, et al . psychosocial intervention for schizophrenia. Upto Date ; 2016

WHO. (2018). Schizophrenia. Fact Sheets of World Health Organization

stuti, A. P., Susilo, T., & Putra, S. M. (2017). Hubungan Kepatuhan Minum Obat

dengan Periode Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia: Halusinasi di Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan

58
59

Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus, Vol. 6, No. 2, 53-86.

Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika

Aditama

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH (2021). RSJD Dr. AMINO

GONDOHUTOMO, 8 Febuari 2022, NO 420/187.

Fauziah Sefrina, Hubungan Dukungan Keluarga dan Keberfungsian Sosial pada

Pasien Skizofrenia Rawat Jalan, Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas

Muhamadiyah Malang, 2016, hlm. 09.

Fauziah dan Latipun, Hubungan Dukungan Keluarga dan Keberfungsian Sosial

pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol.

04, No. 02, Agustus 2016, hlm. 146 & 147.

Enjang dan Encep Dulwahab, Komunikasi Keluarga Perspektif Islam, (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2018)

Sri Maslihah, Studi Tentang Hubungan Dukungan Sosial Penyesuaian Sosial di

Lingkungan Sekolah dan Prestasi Akademik SiswaSMP IT Assyfa Boarding

School Subang Jawa Barat, Jurnal Psikologi Undip, Vol. 10, No. 2, 2011,

hlm. 5.

Fitriana Gebyar Fahanani, Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa dengan

Dukungan Keluarga yang Mempunyai Anggota Keluarga Skizofrenia di RSJ

Surakarta, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2010, hlm. 37.

Eva Maria Keljombar, Dukungan Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di

Ruangan Poli Psikiatri RSJ. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado, Skrpsi,


60

Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado, 2015, hlm.

26.

Neiman AB, Ruppar T. Ho M, et al. CDC Grand Rounds Improving Medication

Adherence for Chronic Disease Management Innovations and

Ophportunities. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2017:66. DOI

http://dx.doi.org/10.15585/mmen mm6645a2 external icon.

Sahay, S., Reddy, K., Dhayrkar, S. (2011). Optimizing adherence to antiretroviral

therapy. Indian J Med Res. 2011 Dec; 134(6): 835-849.doi: 10.4103/0971-

5916.92629.

Bonolo, P., Ceccato, M., Rocha, G., Acurcio, F., Campox, L. Guimaraes, M. (2013).

Gender differences in non-adherence among Brazilian patients initiating

antiretroviral therapy.

Clinica (Sao Paulo) 2013 May: 68(5): 612-620. doi: 10.6061/ Clincs/2013/05) 06.

Y Dengan Fokus Studi Harga Diri Rendah Di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

Link: http://repository.poltekkes smg.ac.id/index.php?p=show

detail&id=15832&keywor ds. Diakses pada : 10 Maret 2022

Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika

Aditama

Yosep, H., & Sutini, T. Buku ajar keperawatan jiwa dan advance mental health

nursing. Bandung: Refika Aditama (2016).

Riskesdas. (2018). Laporan Nasional 2018. Retrieved from

http://www.depkes.go.id.

Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta, 2012.


61

Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Notoatmodjo, S. (2014).Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Edisi

revisi.Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Salemba Medika, Jakarta, 2012.

Sastroasmoro, S dan Ismael, S. (2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Edisi ke-5. Jakarta: Binarupa Aksara.

Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan.Bantul: Nuha

Medika.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2013. "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D". Bandung:

Alfabeta.

Dr. Sri Hernawati, drg., M. Kes. Metodologi Forker Penelitian Dalam Bidang

Kesahatan, Forum Ilmiah Kesahatan (FORIKES), 2017.

Imas Masturoh & Nauri Anggita T, Metodologi penelitian kesehatan, Pusat

pendidikan sumber daya manusia kesehatan badan pengembangan dan

pemberdayaan sumber daya manusia ksehatan edisi tahun 2018.


LAMPIRAN

62
63

Lampiran 1

KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA

Umur : Pendidikan terakhir:

Nama keluarga pasien (Sebutkan) :

1. 3. 5.

2. 4. 6.

Petunjuk pengisian : Berikan tanda centang ( ) pada masing-masing

pertanyaan yang menurut anda paling sesuai.

Keterangan :

SL = Selalu K = Kadang-kadang

S = Sering T = Tidak

No Pertanyaan Jawaban Jumlah


SL S K T
1 Apa keluarga menerima segala kondisi yang
pasien hadapi
2 Apakah keluarga menceritakan hasil
perkembangan perawatan dan pengobatan
kepada pasien
3 Keluarga bertekad untuk mendampingi
pasien sampai keadaan saya lebih baik
4 Keluarga menjelaskan kepada pasien
bagaimana minum obat yang benar
5 Keluarga merasa turut bertanggung jawab
atas perawatan pasien karena pasien adalah
bagian dari anggota keluarganya

6 Keluarga mengikut sertakan pasien dalam


memutuskan atas kesadaran dirinya untuk
patuh berobat
7 Keluarga memberikan pujian ketika pasien
64

mampu melakukan hal positif, seperti


meminum obat tepat waktu
8 Keluarga membantu pasien untuk minum
obat dan mengawasi obat benar-benar
diminum.
9 Keluarga saya memberikan pujian atas hasil
kerja yang positif yang telah pasien lakukan
10 Keluarga membimbing pasien untuk segera
berobat jalan jika sudah jadwalnya harus
berobat jalan
11 Keluarga membimbing dan melatih kegiatan
rutin pasien di rumah supaya terbiasa
12 Keluarga mengakui pekerjaan yang telah
pasien lakukan atau hasil kerja yang posistif
yang telah pasien lakukan.
13 Keluarga melatih pasien melakukan aktivitas
sesuai kemampuan atau hoby pasien, seperti
menyapu dan berolahraga.
14 Keluarga memberikan kepercayaan pada
pasien untuk beraktivitas di luar rumah
dengan tetap dalam bimbingan
15 Keluarga melatih, membantu dan
mendampingi pasien dalam pengobatan
dengan ikhlas dan tulus
16 Keluarga mendampingi pasien ketika
dilakukan pemeriksaan dan perawatan oleh
petugas kesehatan
19 Keluarga merasakan masalah yang pasien
hadapi adalah masalah yang harus dihadapi
bersama.
20 Keluarga memberikan penjelasan kepada
pasien mengenai pentingnya minum obat
21 Keluarga mendukung pasien untuk
kesembuh dan selalu menghindari
kekambuhan terhadap penyakit pasien
22 Keluarga pasien mengingatkan pasien untuk
meminum obat secara teratur
65

KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT

Umur : Pendidikan terakhir:

Nama obat yang dikonsumsi (Sebutkan) :

1. 3. 5.

2. 4. 6.

Mengonsumsi obat-obat diatas sejak bulan…………… tahun ………………..

Petunjuk pengisian : Berikan tanda centang ( ) pada masing-masing

pertanyaan yang menurut anda paling sesuai.

Keterangan :

SL = Selalu K = Kadang-kadang

S = Sering T = Tidak

No Pernyataan Jawaban Jumlah


SL S K T
1 Pasien meminum obat secara teratur tanpa di
ingatkan oleh keluarga
2 Pasien dikendalikan oleh obat
3 Pasien merasa pengobatan yang saya jalani
tidak ada gunanya
4 Pasien lupa meminum obat
5 Pasien kontrol tepat waktu (kontrol saat obat
habis) agar saya sembuh

6 Obat yang dimunum membuat pasien lelah


dan lesu
7 Ketika pasien merasa lebih baik, pasien
tetap minum obat
8 Pasien minum obat ketika sakit saja
9 pasien mengurangi atau berhenti meminum
obat tanpa memberitahu dokter karena
merasa bertambah parah saat meminum obat
tersebut
10 Pasien diingatkan keluarga untuk rutin
66

meminum obat
11 Pasien berhenti meminum obat karena sudah
merasa sehat
12 Pasien lupa dalam meminum obat
dikarenakan lupa membawa obat saat
berpergian
13 Pasien yakin obat yang diminum bermanfaat
bagi hidup pasien
14 dalam dua minggu terakhir pasien meminum
obat secara teratur
15 Pasien sulit mengingat seluruh obat yang
harus rutin untuk diminum agar sehat
67

KUESIONER KEKAMBUHAN

Umur : Pendidikan terakhir:

Nama pasien (Sebutkan) :

1. 3. 5.

2. 4. 6.

Petunjuk pengisian : Berikan tanda centang ( ) pada masing-masing

pertanyaan yang menurut anda paling sesuai.

1. Dalam satu tahun ini berapa kali pasien mengalami kekambuhan?


a. ( ) Tidak pernah
b. ( ) 1 kali
c. ( ) 2 kali
d. ( ) lebih dari 2 kali.
68

Lampiran 2
69

Lampiran 3
70

Lampiran 4
71

Lampiran 5
72

Lampiran 6
73

Lampiran 7
74

Lampiran 8
75

Lampirang 9
76
77

Lampiran 10
78

Lampiran 11
79

Lampiran 12
80

Anda mungkin juga menyukai