Anda di halaman 1dari 32

LEMBAR PERSETUJUAN PRESEPTOR

LAPORAN STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH I

LAPORAN AKHIR STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PENYUSUN
ATAS NAMA : ISRA R. SUDAI, S.Kep
NIM : C03122009
TEMPAT PRAKTEK : RSUD TOTO KABILA
TANGGAL PRAKTEK : 02 NOVEMBER 2022 – 29 NOVEMBER 2022

TELAH DISETUJUI OLEH PRESEPTOR KLINIK DAN PRESEPTOR


AKADEMIK UNTUK DAPAT DIPERTAHANKAN DAN TELAH
DIPERBAIKI SESUAI DENGAN SARAN DAN MASUKAN YANG
DIBERIKAN.

SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK DAPAT LULUS PADA


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I.

MENYETUJUI,

PRESEPTOR KLINIK / AKADEMIK TANDA TANGAN


RUANGAN ROTASI I INTERNA II
1. Ns. Hasna Asse, S.Kep (..............................)

2. Ns. Fadli Syamsuddin, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB (..............................)

RUANGAN ROTASI II INTERNA I


1. Ns. Nurliah, S.Kep., M.Kep (...............................)

2. Ns. Fadli Syamsuddin, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB (...............................)


LAPORAN LENGKAP
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

OLEH :

NURAIN LAILATURRAHMATYAH LAYA, S.Kep


NIM. C03122021

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS XV
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022
LAPORAN LENGKAP
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Wajib Dalam Menyelesaikan


Stase Keperawatan Medikal Bedah II

OLEH:
NURAIN LAILATURRAHMATIYAH LAYA, S.Kep
NIM. C03122021

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS XV
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022
PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN LENGKAP

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Saya menyatakan bahwa Laporan Lengkap Stase Keperawatan Medikal


Bedah II adalah karya saya dibawah arahan dari Perseptor Akademik maupun
perseptor Klinik. Data-data yang didalam laporan ini adalah data asli yang
bersumber dari pasien kelolaan selama fase klinik di rumah sakit yang
identitasnya sudah disamarkan untuk menjaga privasi dari setiap pasien.
Laporan ini juga bebas unsur plagiat. Apabila dikemudian hari ditemukan
unsur-unsur plagiat, maka saya bersedia menerima sangsi berupa tidak
diluluskan pada Stase Keperawatan Medikal Bedah II.

Gorontalo, November 2022

Nurain Lailaturrahmatiyah laya, S.Kep


NIM : C03122021
PENGESAHAN LAPORAN AKHIR

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN AKHIR STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH I1 PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS

ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

GORONTALO TAHUN 2022

ATAS NAMA :Nurain Lailaturrahmatiyah Laya, S.Kep

NIM : C03122021

TEMPAT PRAKTEK : RSUD Toto Kabila

MENGETAHUI :

KETUA PROGRAM STUDI KOORDINATOR PROFESI

Ns. Andi Akifa Sudirman, M.Kep Ns. Fadli Syamsuddin, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunian-
Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan akhir Stase Keperawatan Medikal Bedah II di Program Studi Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo.

Penulis selama menjalani program Profesi Ners khususnya Stase


Keperawatan Medikal Bedah ini banyak mendapat bantuan dan arahan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Abd Kadim Masaong.,M.Pd selaku Rektor


Universitas Muhammadiyah Gorontalo;
2. Dr. Zuriati Muhamad, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
3. Ns. Andi Akifa Sudirman, M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
4. Ns. Fadli Syamsuddin, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Koordinator Stase
Keperawatan Medikal Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango
5. Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, M.Kep. selaku Preseptor Akademik di
Ruangan OK dan Ruangan Bedah RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango
6. Dr. Serly Daud, M.Kes selaku Direktur RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bone Bolango
7. Ns. Iskandar Simbala, S.Kep., M.Kep, selaku kepala bidang
keperawatan dan selaku preceptor akademik di ruangan HD RSUD
Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
8. Ns. Eka Fitriani, S.ST, M.Kes selaku kepala diklat RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango
9. Ns. Hasna, S.Kep, selaku Preseptor Klinik di Ruangan Interna II RSUD
Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
10. Ns. Nurliah, S.Kep, M.Kep selaku Kepala Ruangan dan Preseptor Klinik di
Ruangan Interna I RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
11. Ns. Ani Retni, M.Kep selaku supervisor di RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bone Bolango
12. Kepada teman-teman Ners Angkatan XV yang telah banyak memberikan
dukungan dan motivasi dalam penyusunan laporan ini
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan ini selanjutnya.

Gorontalo, 03 Januari 202

ISRA R. SUDAI , S.Kep


NIM : C03122009
LEMBAR PENGESAHAN

SEMINAR KASUS PADA Tn. A.I DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ESRD EC HIPERTENSI DIRUANGAN HEMODIALISA

RSUD TOTO KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO

Telah Disetujui Oleh Preceptor Klinik Dan Preceptor Akademik Dan Telah
Diperbaiki Sesuai Saran Dan Masukan Yang Diberikan Untuk Dapat Di
Seminarkan Pada :

Penyusun : ISRA R. SUDAI, S.Kep


HARI : RABU

TANGGAL : 28 DESEMBER 2022

MENGETAHUI :

PRESEPTOR AKADEMIK PRESEPTOR KLINIK

Ns. Iskandar Simbala, S.Kep., M.Kep Ns. Adhelin Sahi, S.Kep


RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Isra R. Sudai.


Dilahirkan di Leboto, 20 Desember 1998. Penulis
merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari
pasangan Rasid Sudai (Ayah) dan Herlina Padangi
(Ibu). Penulis memulai pendidikan tahun 2006 di
SDN 3 Leboto dan selesai pada tahun 2011. Pada
tahun 2011 juga penulis melanjutkan pendidikan di

SMP Negeri 2 Kwandang dan selesai pada tahun 2014 kemudian penulis
melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Gorontalo Utara dan selesai pada tahun
2017, ditahun yang sama 2017 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan
tinggi swasta, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGo)
Fakultas ilmu kesehatan pada program studi S1 Ilmu Keperawatan dan
menyelesaikan kuliah strata satu pada tahun 2022 dan pada saat ini tahun 2022
sedang mengambil profesi ners pada Angkatan ke XV di program Studi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Pada bulan
September 2022 penulis mengikuti pelatihan Basic Trauma Cardiac Life
Suport (BTCLS) Oleh himpunan perawat Gawat Darurat dan Bencana
Indonesia (HIPGABI) Gorontalo
DAFTAR ISI

SAMPUL PERNYATAAN KEASLIAN


LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETEJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN DAN RESUME KELOLAAN PASIEN


KMB I
2.1 Laporan Ruangan Interna II
2.1.1 Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Syndrom Dispepsi
2.1.2 Resume Keperawatan dengan Diagnosa TB Paru
2.1.3 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Kolik Abdomen
2.1.4 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Kolik Abdomen e.c S/Gastro DM,
Kolelitiasis,
Hipertensi
2.1.5 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Kolik Abdomen
2.1.6 Resume Keperawatan dengan Diagnosa TB Paru d.d Pneumonia
2.2 Laporan Ruangan Interna I
2.2.1 Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Gastritis Gout, Anemia obs Febris
2.2.2 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Athritis Gout
2.2.3 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Gerd, Syndrom Dispepsia
2.2.4 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Asites
2.2.5 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Febris

BAB III ASUHAN SPIRITUAL, JURNAL READING


3.1 Asuhan Spiritual
3.3.1 Asuhan Spiritual Terapi Dzikir diruangan Interna II
3.3.2 Asuhan Spiritual Terapi Dzikir diruangan Interna I
3.2 Jurnal Reading Ruangan Interna I
3.2.1 Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan Perawatan Luka Metode
Moist Wound
Healing

BAB IV LAPORAN MINICASE, LAPORAN PENYULUHAN KESEHATAN,


LAPORAN
OSCE
4.1 Laporan Minicase
4.1.1 Laporan Minicase dengan Diagnosa Kolik Abdomen e.c Sindrom Dispepsia
di Ruangan
Interna II
4.1.2 Laporan Minicase dengan Diagnosa Kolik Abdomen, Gastro DM di
Ruangan Interna II
4.1.3 Laporan Minicase dengan Diagnosa Athritis Gout di Ruangan Interna I
4.2 Laporan Penyuluhan
4.2.1 Laporan Penyuluhan Kesehatan Diagnosa Strok Non Hemoragik, Hipertensi
di Ruangan
Poli Syaraf
4.3 Laporan Ujian Osce
4.3.1 Laporan Ujian Osce Dengan Diagnosa Kolik Renal Susp ISK di Ruangan
Interna I

BAB V LAMPIRAN SEMINAR UJIAN


5.1 Seminar Ujian Kasus Ruangan Interna I
5.5.1 Seminar Kasus dengan Diagnosa Acites Grade III e.c Sirosis Hepatis d.d
Malegna

BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
6.2.1 Departemen KMB
6.2.2 Bagi Rumah Sakit
6.2.3 Bagi Program Studi
6.3 Daftar Riwayat Hidup
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DAN RESUME KELOLAAN PASIEN KMB I

2.1 Laporan Ruangan Interna II


2.1.1 Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Syndrom Dispepsi
2.1.2 Resume Keperawatan dengan Diagnosa TB Paru
2.1.3 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Kolik Abdomen
2.1.4 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Kolik Abdomen e.c S/Gastro DM,
Kolelitiasis,
Hipertensi
2.1.5 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Kolik Abdomen
2.1.6 Resume Keperawatan dengan Diagnosa TB Paru d.d Pneumonia
2.2 Laporan Ruangan Interna I
2.2.1 Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Gastritis Gout, Anemia obs Febris
2.2.2 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Athritis Gout
2.2.3 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Gerd, Syndrom Dispepsia
2.2.4 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Asites
2.2.5 Resume Keperawatan dengan Diagnosa Febris
BAB III
ASUHAN SPIRITUAL, JURNAL READING

3.1 Asuhan Spiritual


3.3.1 Asuhan Spiritual Terapi Dzikir diruangan Interna II
3.3.2 Asuhan Spiritual Terapi Dzikir diruangan Interna I
3.2 Jurnal Reading Ruangan Interna I
3.2.1 Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan Perawatan Luka Metode
Moist Wound
Healing
BAB IV
LAPORAN MINICASE, LAPORAN PENYULUHAN KESEHATAN,
LAPORAN OSCE

4.1 Laporan Minicase


4.1.1 Laporan Minicase dengan Diagnosa Kolik Abdomen e.c Sindrom Dispepsia
di Ruangan
Interna II
4.1.2 Laporan Minicase dengan Diagnosa Kolik Abdomen, Gastro DM di
Ruangan Interna II
4.1.3 Laporan Minicase dengan Diagnosa Athritis Gout di Ruangan Interna I
4.2 Laporan Penyuluhan
4.2.1 Laporan Penyuluhan Kesehatan Diagnosa Strok Non Hemoragik, Hipertensi
di Ruangan
Poli Syaraf
4.3 Laporan Ujian Osce
4.3.1 Laporan Ujian Osce Dengan Diagnosa Kolik Renal Susp ISK di Ruangan
Interna I
BAB V
LAMPIRAN SEMINAR UJIAN

5.1 Seminar Ujian Kasus Ruangan Interna I


5.5.1 Seminar Kasus dengan Diagnosa Acites Grade III e.c Sirosis Hepatis d.d
Malegna
BAB I

1.4 Latar Belakang


1.5 Tujuan
1.6 Manfaat
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
6.2.1 Departemen KMB
6.2.2 Bagi Rumah Sakit
6.2.3 Bagi Program Studi
6.3 Daftar Riwayat Hidup
DOKUMENTASI FOTO KEGIATAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I DAN II NERS


ANGKATAN XV
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS FIKES UM
RESUME MATERI MEET THE EXPERT

DI SUSUN OLEH
ISRA R. SUDAI
C03122009

KOORDINATOR STASE Ns. Fadli Syamsuddin, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB TTD


KMB

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS XV FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022
FAKTOR RESIKO PENANGANAN PRE, INTRA, POST OPERATIF
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
OLEH dr. Diki Arma Duha, SpU
Ini merupakan penyebab lain dari LUTS selain BPH.
• Pada pria yang mengeluhkan LUTS, sangat mungkin untuk memiliki lebih
dari satu penyebab.
• Deretan penyebab ini umumnya berhubungan dengan peningkatan usia.
Mengidentifikasi penyebab-penyebab ini lebih awal akan menghambat
perkembangan penyakit, meningkatkan kualitas hidup, dan menurunkan beban
biaya pasien.
• Onset cepat, efektif, dan memiliki efek samping minimal → Pilihan utama
untuk pasien dengan LUTS
• Jenis obat yang tersedia di Indonesia: alfuzosin hydrochloride (alfuzosin);
doxazosin mesylate (doxazosin); silodosin; tamsulosin hydrochloride
(tamsulosin); terazosin hydrochloride (terazosin)

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Colok Dubur


 Fokus pemeriksaan fisik yaitu menilai:
 Area suprapubik untuk adanya distensi kandung kemih.
 Pemeriksaan fungsi sensorik dan motorik dari perineum dan
ekstremitas bawah.
 Pemeriksaan colok dubur→
 Mengevaluasi tonus dari sfingter ani
 Mengevaluasi kelenjar prostat:
 Ukuran, konsistensi, bentuk, dan abnormalitas lain yang
mengarah ke kanker prostat.
Indikasi Terapi Pembedahan
Indikasi Absolut:
• Retensi urine berulang
• Over- flow incontinence,
• ISK berulang
• Batu kandung kemih
• Diverticula,
• Treatment-resistant macroscopic hematuria karena BPH
• Dilatasi dari saluran kemih bagian atas
(dengan atau tampa insufisiensi ginjal)
Indikasi relatif:
• Pasien yang tidak merasa perbaikan setelah terapi konservatif ataupun terapi
farmakologis.
• Antibiotik praoperasi:
- Sefalosporin generasi ke-2/ 3, kotrimoksasol, aminopenisilin/ inhibitor beta
laktamase
- Dua jam sebelum hingga 3 jam setelah tindakan. Antibiotik iv à saat induksi
anestesi
• Persiapan darah
• Cukur/ tidak cukur
• Obat-obatan yang sebelumnya rutin diminum (seperti obat antihipertensi, obat
DM) à konsultasikan apakah dilanjutkan atau ditunda dahulu
PENANGANAN CEDERA KEPALA PRE, INTRA, PASCA OPERATIF
OLEH dr. Akbar Patuti Sp.BS

Fokus penatalaksanaan cedera kepala pada saat ini adalah mencegah cedera
primer serta menghindari dan mengelola cedera sekunder. Landasan dari pengelolaan
cedera kepala traumatik adalah resusitasi dan stabilisasi di tempat kejadian, kecepatan
dan ketepatan transportasi, resusitasi di unit gawat darurat, evakuasi pembedahan,
kontrol Tekanan Intra Kranial (TIK), menjaga tekanan perfusi otak, monitoring
multimodal, optimalisasi lingkungan fisiologis. Periode perioperatif sangat penting
pada pengelolaan cedera kepala traumatik. Penatalaksanaan pada periode pra rumah
sakit merupakan titik kritis untuk mencegah terjadinya cedera sekunder, tetapi ini
jarang dilakukan karena pasien dikelola oleh tenaga kesehatan setelah tiba di rumah
sakit. 1- 3, 6-7.
Penatalaksanaan di rumah sakit pertama adalah resusitasi dan stabilisasi,
pembebasan jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi cairan dan pemberantasan
kejang telah dilakukan. Pada waktu dalam perjalanan transportasi ke rumah sakit
kedua resusitasi dan stabilisasi untuk mencegah cedera sekunder tetap dilakukan.
Datang di UGD rumah sakit kedua dilakukan survei primer menyeluruh serta
dilakukan resusitasi terhadap cedera yang mengancam jiwa. Diberikan oksigen 8–10
l/menit, ventilasi dengan Jackson Reese, pemberian Ringer Fundin 100 cc/jam. Dari
rumah sakit pertama sudah diberi cairan RL 1000 cc, terpasang collar neck. Pasien
disiapkan intubasi, head up 15o –30o diberikan manitol 200 ml karena juga terdapat
tanda Cushing. Intubasi sering dilakukan untukm enghilangkan obstruksi jalan nafas,
kontrol ventilasi, proteksi terhadap resiko aspirasi. Intubasi dilakukan dengan indikasi
yaitu: GCS 40x/menit, volume tidal < 3,5 ml/Kg berat badan, kapasitas vital.
Disamping mencegah dan mengelola hipoksi dan hiperkarbi, penting juga
menjaga stabilitas kardiovaskular karena hipotensi dan hipertensi dapat memperburuk
luaran. Hipotensi yang terjadi pada cedera kepala membahayakan hemodinamik otak
dan menyebabkan iskemiaotak, oleh karena itu penting untuk menjaga tekanan darah
optimal termasuk juga pemilihan cairan untuk resusitasi dan penggunaan vasopresor
bila dianggap penting.
GCS pada pasien ini setelah resusitasi sebelum intubasi adalah 5. Dengan GCS
5 dan pola nafas yang pendek dan kecil maka dilakukan segera intubasi di unit gawat
darurat. Permasalahan perioperatif pada pasien ini adalah masalah pernafasan: resiko
hipoksi dan hiperkarbi yang disebabkan obstruksi jalan nafas karena kesadaran
menurun. Masalah sirkulasi: pasien dengan hipertensi dan bradikardi dapat
memperberat edema serebri. Pasien beresiko hipotensi karena induksi untuk intubasi
sehingga memperberat iskemi yang sedang berlangsung. Masalah neurologi: pasien
dengan kondisi kesadaran menurun menunjukkan adanya peningkatan Intra Kranial
sehingga terjadi iskemi. Tanda cushing menunjukkan adanya herniasi.
Penatalaksanaan Anestesi Penatalaksanaan nestesi pada pasien cedera kepala
traumatik bertujuan mengendalikan Tekanan Intra Kranial dan memelihara tekanan
perfusi serebral, melindungi jaringan saraf dari iskemi dan cedera (Brain Proteksi
Otak), menyediakan kondisi pembedahan yang adekuat (slack brain). Hal ini dikenal
dengan prinsip ABCDE Neuro Anestesi yaitu:5 A) airway, jalan nafas yang selalu
bebas sepanjang waktu, B) breathing, ventilasi kendali untuk mendapatkan oksigenasi
adekuat dan normokapnea, C) circulation, menghindari peningkatan atau penurunan
tekanan darah yang berlebihan, menghindari faktor mekanis yang meningkatkan
tekanan venaserebral, menjaga kondisi normotensi, normoglikemi, isoosmolar selama
anestesi, D) drugs, menghindari obat dan tehnik anestesi yang dapat meningkatkan
TIK, dan beri obat-obatan yang mempunyai efek proteksi otak, E) environment,
kontrol temperatur dengan target suhu inti 35o di kamar operasi. Pasien dibawa ke
ruang operasi sudah dalam kendali ventilasi karena diintubasi di unit gawat darurat,
dan selama dilakukan tindakan diagnostik tetap dilakukan kendali ventilasi dengan relaksan.
Tindakan induksi intubasi mempertimbangkan keadaan klinis dan stabilitas
hemodinamik. Induksi dilakukan dengan dosis titrasi propofol intra vena total 2mg/Kg
berat badan, obat pelumpuh otot non depol dipergunakan fentanyl 1μg/Kg berat badan
diberikan untuk mengurangi respon hemodinamik sewaktu laringoskopi dan intubasi,
lidokain 1,5 mg/Kg diberikan 90 detik sebelum laringoskopi untuk mencegah
peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) lidokain diberikan setelah laju nadi bisa
dinaikkan dengan tindakan hiperventilasi sebelumnya. Obat anestesi dan tehnik
anestesi yang dipergunakan untuk rumatan anestesi dipilih yang mempunyai
kemampuan menurunkan TIK, mempertahankan tekanan perfusi serebral (CPP).
TB RO, PERMASALAHAN DAN UPDATE TATA LAKSANA
OLEH dr. Mohamad Zukri Antuke Sp.P

Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) merupakan penyakit yang berdampak


pada kesehatan masyarakat, dengan jumlah kasus yang semakin meningkat sehingga
memerlukan upaya penanggulangan yang komprehensif dari semua pihak. Tatalaksana
penanggulangan TB RO telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2009 dan telah
ditetapkan menjadi bagian dari Program Penanggulangan TB Nasional.
Pada tahun 2013, Menteri Kesehatan RI telah menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat, sebagai acuan dalam tatalaksana
penanggulangan TB RO di Indonesia. Perkembangan tatalaksana TB RO di tingkat
global terjadi dengan cepat baik terkait alur diagnostik, paduan pengobatan maupun
tatalaksana penyakit yang berpusat pada pasien (patient centered approach). Oleh
karena itu perlu dilakukan pembaruan dokumen yang digunakan dalam tatalaksana TB
RO, sesuai dengan perkembangan dan rekomendasi dari WHO.
Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana TB Resistan Obat di Indonesia ini
merupakan pembaharuan dari Buku Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu
Pengendalian TB RO yang telah diterbitkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2014.
Diharapkan buku ini dapat menjadi pedoman nasional dalam penanganan kasus TB
RO di Indonesia bagi seluruh pelaksana program TB di semua tingkatan, fasilitas
pelayanan kesehatan dan stakeholder terkait.
Penemuan pasien TB RO adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dengan
penemuan terduga TB RO menggunakan alur penemuan baku, dilanjutkan dengan
proses penegakan diagnosis TB RO dengan pemeriksaan dahak, dan kemudian
didukung dengan kegiatan edukasi kepada pasien dan keluarga sehingga penularan
penyakit TB dapat dicegah di keluarga maupun masyarakat. Semua kegiatan yang
dilakukan dalam kegiatan penemuan pasien TB RO harus dicatat dalam buku register
terduga TB (TBC.06) sesuai dengan fungsi fasyankes.
Resistansi kuman M. tuberculosis terhadap obat antituberkulosis (OAT) adalah
keadaan dimana kuman sudah kebal sehingga tidak dapat lagi dibunuh oleh obat
antituberkulosis. Terdapat beberapa jenis resistansi terhadap OAT, yaitu: a.
Monoresistansi: resistansi terhadap salah satu OAT lini pertama, misalnya resistansi
terhadap isoniazid (H)
b. Poliresistansi: resistansi terhadap lebih dari satu OAT lini pertama selain dari
kombinasi obat isoniazid dan rifampisin (HR), misalnya resistan isoniazid dan
etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE), isoniazid etambutol dan streptomisin
(HES), atau rifampisin, etambutol dan streptomisin (RES) c. Multidrug resistance
(MDR): resistansi terhadap isoniazid dan rifampisin (HR), dengan atau tanpa OAT lini
pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES
Pada dasarnya, terduga TB RO adalah semua orang yang mempunyai gejala
TB dengan satu atau lebih riwayat pengobatan atau kriteria berikut: 1. Pasien TB gagal
pengobatan dengan OAT kategori 2 2. Pasien TB pengobatan OAT kategori 2 yang
tidak konversi 3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB tidak standar
atau menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua selama minimal 1 bulan 4.
Pasien TB gagal pengobatan dengan OAT kategori 1 5. Pasien TB pengobatan
kategori 1 yang tidak konversi 6. Pasien TB kasus kambuh setelah pengobatan OAT
kategori 1 ataupun kategori 2 7. Pasien TB yang kembali setelah putus berobat 8.
Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB RO Pasien ko-
infeksi TB-HIV yang tidak responsif secara klinis maupun bakteriologis terhadap
pemberian OAT (bila penegakan diagnosis TB di awal tidak menggunakan TCM)
Pasien yang sudah terdiagnosis TB RO dan menjalani pengobatan juga dapat kembali
menjadi terduga TB RO. Beberapa kriteria terduga TB RO yang telah mendapatkan
pengobatan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Pasien TB RO yang gagal pengobatan 2.
Pasien TB RO kasus kambuh 3. Pasien TB RO yang kembali setelah putus berobat Terduga
TB RO baik dari kelompok pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan maupun yang
telah diobati merupakan pasien dengan risiko tinggi mengalami TB RO, dan harus segera
dilanjutkan dengan penegakan diagnosis menggunakan pemeriksaan TCM.
Rujukan dalam manajemen TB RO dapat berupa rujukan pemeriksaan
laboratorium TB (untuk diagnosis dan pemantauan pengobatan) dan rujukan
pengobatan. Rujukan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium lebih
direkomendasikan dibandingkan rujukan pasien, hal ini bertujuan untuk mengurangi
risiko penularan dan memastikan spesimen dahak sampai di laboratorium.
DIABETES MELITUS : PENCEGAHAN, TATA LAKSANA DAN
KOMPLIKASI OLEH dr. Moh. Taufan Ibrahim, Sp.PD

Definisi, Penyakit kelompok metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia


disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Klasifikasi, Tipe 1 (destruksi sel beta pancreas, umumnya berhubungan dengan
defisiensi insulin absolut). Tipe 2 (bervariasi, resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative samapi yang dominan defek sekresi insulin disertsi resistensi insulin).
Gestational diabetes mellitus (diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau
ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan tidak pernah didapatkan diabetes).
Specific types of diabetes due to other causes,seperti sindrom diabetes monogenic
(dabetes neonatal, MODY), penyakit eksokrin pancreas (fibrosis kitik, pankreatitis),
obat atau zat kimia ( glukokortikoid).
Diagnosis, Keluhan klasik : polidipsi, polifagi, poliuri, penurunan berat badan
yang tidak jelas, Keluhan lain : Kesemutan, gatal, mata kabur, lemah badan, disfungsi
ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita. Pemeriksaan GDP ≥ 126 atau GDP ≥
200 2-jam setelah TTGO dengan beban 75gr atau GDS ≥ 200mg/dl dengan keluhan
klasik atau krisis hiperglikemia atau pemeriksaan Hba1c ≥ 6.5% dengan metode
terstandarisasi
Berat badan dengan IMT ≥ 23 Kg, dengan satu atau lebih faktor resiko, Aktifitas fisik
kurang, Faktor keturunan DM dalam keluarga, Perempuan dengan riwayat melahirkan
bayi BBL > 4kg atau dengan riwayat DM gestasional, Hipertensi atau sedang dalam
terapi hipertensi, HDL > 35mg/dl dan atau trigliserida > 250mg/dl, Riwayat
prediabetes, Obesitas berat, akantosis nigricans, Riwayat penyakit kardiovaskuler ,
Usia ≥ 45 tahun tanpa faktor resiko diatas.
Tujuan penatalaksanaan umum DM
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi resiko komplikasi akut
2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati
dan makroangiopati
3. Tujuan akhir : turunnya morbiditas dan mortalitas DM
Tujuan penatalaksanaan umum DM
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi resiko komplikasi akut
2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati
dan makroangiopati
3. Tujuan akhir : turunnya morbiditas dan mortalitas DM
Komposisi makanan terdiri atas :
1. Karbohidrat (45-65% total asupan energi, pembatasan ≤130gr/hari,glukosa
pada bumbu diperbolehkan, sukrosa ≤ 5% total asupan energi, makan 3x sehari
+ buah)
2. Lemak (20-25% kebutuhan kalori, ≤ 30% dari asupan energi, lemak jenuh ≤
7% keb kalori, lemak tidak jenuh ≤ 10 %, daging berlemak dan susu full cream
dihindari).
3. Protein (asupan protein 0,8 gr/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi,
pasien dengan hemodialysis 1-1,2gr/KgBB/hari, sumber protein diantaranya
ikan, udang,cumi, daging tnpa lemak, ayam tanpa kulit, tahu tempe)
  Pemanis Alternatif aman digunakan (fruktosa tidak dianjurkan karena
meningkatkan LDL)
Kebutuhan kalori berdasarkan berat badan
1. Gemuk, kalori dikurangi 20-30%
2. Kurus, kalori ditambah 10-30%
3. Jumlah kalori paling sedikit 1000-1200 kal/hari untuk wanita dan 1200-1600
kal/hari untuk pria
4. Latihan dilakukan 3-5 hari seminggu, 30-45 menit/hari dengan total 150
menit/minggu. Bersifat aerobic dengan intensitas sedang (50-70% denyut
jantung maksimal) seperti jalan sehat, sepeda santai, jogging, dan berenang
5. Usia muda latihan fisik 90 menit/ minggu dengan latihan aerobic berat (>70 %
denyut jantung maksimal
6. Pasien dengan kadar gula darah ≤ 100 wajib mengkonsumsi karbohidrat
sebelum latihan dan jika kadar glukosa darah ≥ 250 dianjurkan untuk menunda
latihan fisik

Anda mungkin juga menyukai