Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN TUGAS AKHIR

STUDI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PATOLOGIS PADA By “M”
DENGAN ASFIKSIA SEDANG DAN HIPOTERMIA DIRUANG
NICU RSUD DR SOEDJONO SELONG

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program


Pendidikan Diploma III (D-III) Jurusan Kebidanan
Tahun Akademik
2020/2021

Oleh :

HILDA MAULIDIYANI
NIM. P07124019068

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI DIII KEBIDANAN
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Tim Penguji Laporan Tugas Akhir


Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram Jurusan Kebidanan
dan Diterima untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma
III (D III) Kesehatan Jurusan Kebidanan Tahun Akademik
2021/2022

Mengesahkan,
Ketua Jurusan Kebidanan

(Syajaratuddur Faiqah,S.Si.T,.M.Kes)
NIP.197608032003122002

Tim Penguji,
1. Ketua Penguji

Mutiara Rachmawati Suseno. M.Keb


NIP.198406222012122001 ( )

2. Penguji I

Lina Sundayani, S.pd,. M.Kes


NIP.196710171990032002 ( )

3. Penguji II

Imtihanatun Najahah,SST.,M.Kes
NIP. 198002242002122002 ( )

Tanggal Lulus :

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Pendidikan Diploma III (D III) Kesehatan Jurusan Kebidanan
Tahun Akademik 2021/2022

Disusun Oleh:

HILDA MAULIDIYANI
NIM. P07124019068

Mataram, November 2021

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Imtihanatun Najahah,SST.,M.Kes) (Syajaratuddur Faiqah, SsiT,., M.Kes)


NIP. 198002242002122002 NIP. 197608032003122002

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa, atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN

NEONATUS PATOLOGIS PADA By “M” DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DAN HIPOTERMIA DIRUANG NICU RSUD DR SOEDJONO SELONG”,

dapat terselesaikan tepat pada waktunya sebagai salah satu persyaratan

untuk menyelesaikan tugas akhir di Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan

Kebidanan.

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimkasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. H. Awan Dramawan, S.Pd M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kememkes Mataram.

2. Dr. Tantowi Jauhari., M.Kes., selaku Direktur RSUD Dr. R. Soed]jono

Selong

3. Syajaratuddur Faiqah, S. Si. T., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan

Poltekkes Mataram.

4. Ati Sulianty, SST, M.Kes. selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan

Poltekkes Mataram.

5. Imtihanatun Najahah, SST, M.kes selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan.

iv
6. Lina Sundayani, S.pd., M.Kes selaku Pembimbing II yang elah banyak

memberikan bimbingan.

7. Semua dosen Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Mataram yang banyak memberikan bekalpengetahuan dan wawasan

kepada penulis.

8. Seluruh tenaga kesehatan RSUD Dr Soedjono Selong yang membantu

penulis dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan

penelitian ini.

9. Orang Tua dan saudara tercinta yang selaku memberikan dukungan

moril, dan do’a demi kelancaran penelitian ini.

10. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat

membangun dan semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Mataram, 7 Desember 2021

Penulis

v
ABSTRAK

Hilda Maulidiyani Asuhan kebidanan Neonatus Patologis pada By. M


dengan asfiksia sedang dan Hipotermia Di Ruang Nicu RSUD Dr. Soedjono
Selong. (Dibawah Bimbingan Ibu Syajaratuddur Faiqah, SsiT,. M.Kes dan Ibu
Imtihanatun Najahah,SST.,M.Kes).

Latar Belakang World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira


3% (3,6juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta
bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57%
meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat
lahir rendah (29%), asfiksia (27%), traumalahir, tetanus neonatorum, infeksi
lain dan kelainan kongenital. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
NTB tahun 2019, jumlah kasus kematian bayi tahun 2020 adalah 863 kasus,
tidak berbeda jauh jika dibandingkan tahun 2019 dengan jumlah kasus
kematian bayi adakah 856 kasus dan Berdasarkan data lembar kerja PMKP
RSUD Dr. R. Soedjono Selong pada tahun 2020, jumlah kasus kematian bayi
19 bayi meninggal karena asfiksia, dan 98 bayi meninggal dunia yang
disebabkan oleh hipotermi. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan studi kasus tentang “Asuhan kebidanan Neonatus Patologis
pada By. M dengan asfiksia sedang dan Hipotermia Di Ruang Nicu RSUD Dr.
Soedjono Selong”.

Tujuan Studi Kasus untuk mengetahui Asuhan kebidanan Neonatus


Patologis pada By. M dengan asfiksia sedang dan Hipotermia Di Ruang Nicu
RSUD Dr. Soedjono Selong.

Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini


adalah studi kasus dengan menggunakan metode deskriptif dengan
menggunakan data primer dan data sekunder dari anamnesa, pemeriksaan
fisik. Subyek dalam kasus ini adalah Asuhan kebidanan Neonatus Patologis
pada By. M dengan asfiksia sedang dan Hipotermia Di Ruang Nicu RSUD Dr.
Soedjono Selong mulai dari tanggal 20-10-2021 sampai dengan tanggal 23-
10-2021.

Hasil Asuhan Kebidanan Neonatus pada By. M umur 2 hari dengan asfiksia
sedang dan Hipotermia mulai dari Asfiksia dan dilakukan Resusitasi dan
observasi sampai pemulihan selama 4 hari.

Kesimpulan Bayi mengalami afiksia dan Hipotermi dilakukan Resusitasi dan


pemeriksaan fisik, keadaan umum bayi baik dan tidak terjadi masalah selama
proses pemulihan.

Kata Kunci Asfiksia sedang dan Hipotermia.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................iii
KATA PENGANTAR...............................................................iv
ABSTRAK ..............................................................................vi
DAFTAR ISI.............................................................................vii
DAFTAR TABEL.....................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN..........................................................1
A. Latar Belakang..............................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................7
C. Tujuan...........................................................................7
D. Manfaat.........................................................................8
E. Kaslian Laporan Kasus.................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................11
A. Tinjauan Teori Asfiksia Sedang....................................11
B. Tinjauan Khusus Hipotermi...........................................30
C. Asuhan Kebidanan Asfiksia sedang dan Hipotermi......44
D. Kerangka Berfikir...........................................................52
BAB III METODE PENELITIAN..............................................53
A. Rancangan....................................................................53
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian........................................53
C. Subyek..........................................................................54
D. Jenis Data.....................................................................54
E. Alat dan Metode Pengumpulan Data............................54
F. Analisa Data..................................................................55
G. Masalah Etika................................................................55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................58
A. Hasil...............................................................................58

vii
B. Pembahasan.................................................................76
BAB V......................................................................................82
A. Kesimpulan....................................................................82
B. Saran.............................................................................84
DAFTAR PUSTAKA...............................................................85

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Hal
1.1 Keaslian Laporan...............................................................10
2.1 Menentukan Derajat Asfiksia yg dialami............................18
2.2 Bentuk Rangsangan taktil yg membahayakan...................23
4.1 Konsep dalam menyusun asuhan......................................48

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia

28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Dari sisi

penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan

eksogen. Kematian bayi endogen atau kematian neonatal disebabkan

oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang

tuanya pada saat konsepsi. Pendapat Saifuddin, kematian bayi yang

dibawa oleh bayi sejak lahir adalah asfiksia. Sedangkan kematian bayi

eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang

berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar. (Rachmadiani dkk., 2018).

Angka kematian bayi yang terjadi pada periode neonatal sekitar

(78,5%) dan terjadi pada umur 0-6 hari. Penyebab kematian neonatal

adalah gangguan atau kelainan pernafasan (35,9%), prematuritas

(32,4%), sepsis (12%), Hipotermi (6,3%), kelainan darah atau icterus

(5,6%), post matur (12%), (Depkes, 2010).

Salah satu indicator kesehatan Indonesia adalaah derajat kesehatan

bayi, yang di ukur melalui angka kematian bayi. Angka kematian bayi

juga (AKB) merupakan indicator penting untuk menilai tingkat

kesejahteraan suatu Negara dan status kesehatan masyarakat. Angka

Kematian Bayi sebagian besar adalah kematian neonatal yang berkaitan

dengan status kesehatan ibu saat hamil, pengetahuan ibu dan keluarga

1
tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, dan peranan tenaga

kesehatan serta ketersediaan fasilitas kesehatan (Proverawati,2011)

Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira

3% (3,6juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1

juta bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi,

sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di

Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%),

traumalahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital

(Rahmawati dan Ningsih, 2016).

Angka kematian bayi di Indonesia dapat dikatakan menurun sejak

tahun 1990. Diketahui AKB Indonesia tahun 1990 adalah 71 kematian

beyai setiap 1.000 kelahiran hidup, untuk memenuhi target MDG’s ke-

empat, Indonesia harus mengurangi dua pertiga dari angka kematian

bayi sebelumnya. Pada tahun 2010, AKB Indonesia mencapai 32

kematian bayi disetiap 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2015

berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2017) AKB

Indonesia menurun menjadi 23 kematian bayi setiap 1.000 kelahiran

hidup. Secara keseluruhan AKB di Indonesia masih tinggi dan tetap

menjadi negara dengan AKB tinggi di Asia Tenggara, namun Indonesia

menjadi salah sati negara menvapai target untuk menurangi MDG’s.

berdasarkan hasil SDKI pada tahun 2017, AKB menjadi 24 per 1.000

kelahiran hidup. (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional, (BKKBN,2018)

2
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 Angka

Kematian Bayi (AKB) karena hipotermi di dunia 34 per 1.000 kelahiran

hidup, AKB di negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup dan AKB

karena hipotermi di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup. AKB di Asia

Timur 11 per 1.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 43 per 1.000 kelahiran

hidup, Asia Tenggara 24 per 1.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 21 per

1.000 kelahiran hidup. (WHO, 2019)

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonsia menunjukkan

bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) turun, pada tahun 2017 Angka

Kematian Bayi sebanyak 24 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut

mengalami penurunan disbanding hasil SDKI tahun 2012, yaitu sebanyak

32 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Permenkes RI dalam program

SDGs bahwa target system kesehatan nasional yaitu pada goals ke 3

menerangkan bahwa pada 2020 seluruh negara berusaha menurunkan

Angka Kematian Bayi setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup

(SDKI, 2017)

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi NTB tahun 2019, jumlah

kasus kematian bayi tahun 2020 adalah 863 kasus, tidak berbeda jauh

jika dibandingkan tahun 2019 dengan jumlah kasus kematian bayi

adakah 856 kasus (Profil Kesehatan Provinsi NTB, 2020).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur

tahun 2019, jumlah kasus kematian bayi sebanyak 288 kasus dengan

AKB 10 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2018, jumlah

3
kematian bayi sebanyak 277 kasus, sehingga terjadi peningkatan angka

kematian bayi sebanyak 26,7% komplikasi yang terjadi pada saat

neonatal dapat diperkirakan sebesar 15% dari jumlah kelahiran hidup.

(Profil Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2019).

Berdasarkan data lembar kerja PMKP RSUD Dr. R. Soedjono Selong

pada tahun 2020, jumlah kasus kematian bayi berdasarkan rujukan dari

bidan, puskesmas, rumah sakit, dan faskes lainnya sebanyak 377 bayi,

314 bayi meninggal dan sekitar 63 sebanyak bayi hidup, dan tercatat

sekitar 150 kematian bayi dari 2.462 bayi yang lahir tanpa rujukan di

RSUD Dr. R. Soedjono Selong. Sedangkan dari 377 jumlah bayi rujukan

Bidan, Puskesmas, Rumah Sakit dan Faskes lainnya tercatat bahwa 19

bayi meninggal karena asfiksia, dan 98 bayi meninggal dunia yang

disebabkan oleh hipotermi. (Rekam Medik RSUD. Dr. R. Soedjono

Selong, 2020).

Secara umum banyak faktor yang dapat menimbulkan kejadian

asfiksia pada bayi baru lahir, baik itu faktor dari ibu seperti (primi tua,

riwayat obstetrik jelek, grande multipara, masa gestasi, anemia dan

penyakit ibu, ketuban pecah dini, partus lama, panggul sempit, infeksi

intrauterin, faktor dari janin yaitu gawat janin, kehamilan ganda, letak

sungsang, letak lintang, berat lahir, dan faktor dari plasenta (Lisa

Rahmawati, Hal: 31, 2016).

Asfiksia merupakan salah satu yang menjadi penyebab kematian

bayi baru lahir hal ini disebabkan karena proses persalinan yang terlalu

4
lama terutama pada proses persalinan kala II lama dan memegang peran

penting dalam pencapaian penurunan angka kematian bayi baru lahir.

Solusinya dengan menekan angka kejadian asfiksia dengan cara

meminimalkan resiko terjadinya asfiksia pada saat proses persalinan.

Asfiksia merupakan hipoksia yang progesif melakukan penimbunan

CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat

mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat

mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang kekurangan oksigen

akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat dan

apabila berlanjut gerak nafas akan berhenti, denyut jantung juga mulai

menurun (Prawirohardjo, 2009).

Setelah melihat banyaknya kematian bayi baru lahir karena afiksia

serta dampak yang ditimbulkan oleh asfiksia, maka diperlukan upaya

pencegahan dan penanganan yang tepat terhadap kasus tersebut.

Tenaga kesehatan dituntut untuk meningkatkan pelayanan pada bayi

baru lahir dengan baik dan memberikan asuhan yang tepat. Banyaknya

fenomena Bayi Baru Lahir dengan asfiksia membuat penulis tergerak

untuk membahas asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia (Arief

& Sari, 2009).

Hipotermi dapat terjadi pada bayi baru lahir (neonatus), yaitu pada

bayi dengan asfiksia, bayi BBLR, bayi dengan sepsis, distress

pernafasan, pada bayi prematur atau bayi kecil yang memiliki cadangan

glukosa yang sedikit (Rukiyah dan Yulianti, 2013).

5
Hipotermi menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah,

yang mengakibatkan terjadinya metabolik anaerobik, meningkatkan

kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan

kematian (Rukiyah dan Yulianti, 2013).

Menurut Syafirudin (2009) pencegahan hipotermi merupakan

komponen asuhan neonatus dasar agar bayi baru lahir tidak mengalami

hipotermi. Hipotermi terjadi jika suhu tubuh dibawah 36,5 derajad celcius

(suhu normal pada neonatus 36,5c)

Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum

berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan

kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami

hipotermi. Bayi dengan hipotermi sangat rentan terhadap kesakitan dan

kematian. Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam

keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun di

dalam ruangan yang realtif hangat (Indrayani & Moudy Emma, 2013).

Asfiksia dapat menyebabkan kegagalan bernafas secara spontan

dan teratur pada saat setelah lahir yang ditandai dengan

hipoksia,sedangkan hipotermi menyebabkan keadaan bayi yang dimana

mengalami atau beresiko mengalami penurunan suhu tubuh terus-

menerus dibawah 36,5ºc. Keadaan asfiksia dapat menyebabkan

ketidakseimbangan suhu tubuh dan terjadi hipotermia. Hipotermia

tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah

yang mengakibatkan terjadinya metabolik anaerobik, meningkatkan

6
kebutuhan oksigen, dan mengakibatkan hipoksemia. Jika hal ini terjadi

maka tubuh dengan cepat menggunakan energi agar tetap hangat

sehingga pada saat kedinginan, bayi memerlukan lebih banyak oksigen.

Maka, hipotermia dapat mengakibatkan berkurangnya aliran oksigen ke

jaringan dan neonatus akan mengalami asfiksia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik

mengangkat rumusan masalah pada kasus ini yaitu “Bagaimanakah

asuhan kebidanan Neonatus pada By “M” dengan asfiksia sedang dan

hipotermi di ruang NICU RSUD Dr Soedjono Selong ?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hasil asuhan kebidanan neonatus pada By “M”

dengan asfiksia sedang dan hipotermi diruang nicu RSUD DR

Soedjono Selong dengan menggunakan pendekatan manajemen

kebidanan pendokumentasian Varney dengan SOAP.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian data subyektif dan objektif pada By. Ny. M

dengan asfiksia sedang dan hipotermi

b. Menentukan interpretasi data dasar pada By. Ny. M pada dengan

asfiksia sedang dan hipotermi

c. Menentukan diagnose dan masalah potensial pada By. Ny. M

dengan asfiksia sedang dan hipotermi

7
d. Menentukan kebutuhan tindakan segera pada By. Ny. M dengan

asfiksia sedang dan hipotermi

e. Menentukan perencanaan asuhan kebidanan pada By.Ny.M

dengan asfiksia sedang dan hipotermi

f. Melakukan pelaksanaan asuhan kebidanan pada By. Ny.M dengan

asfiksia sedang dan hipotermi

g. Melakukan evaluasi dari asuhan kebidanan pada By. Ny.M dengan

asfiksia sedang dan hipotermi

h. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan pada By. Ny.M

dengan asfiksia sedang dan hipotermi

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan kasus komprehensif ini dapat dijadikan sebagai

referensi bagi ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan

by “m” dengan neonatus dengan asfiksia sedang dan hipotermi

diruang nicu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lahan Praktek Laporan tugas akhir ini dapat dijadikan

gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan

manajemen kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktek

mengenai asuhan kebidanan neonatus patologis pada by “m”

dengan asfiksia sedang dan hipotermia diruang nicu RSUD DR

Soedjono Selong.

8
b. Bagi Institusi Pendidikan Poltekes Kemenkes Mataram Sebagai

sarana belajar, bahan referensi dan untuk pengembangan bagi

mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan

melalui pada by “m” dengan asfiksia sedang dan hipotermia

diruang nicu RSUD DR Soedjono Selong.

c. Bagi Profesi kebidanan Menjadi informasi dalam upaya

meningkatkan pelayanan kebidanan pada bayi baru lahir,

terutama dalam memberikan pengetahuan, pengawasan dan

pelayanan dengan pada by “m” dengan asfiksia sedang dan

hipotermia diruang nicu RSUD DR. R Soedjono Selong.

d. Bagi Ibu/Klien Dapat menambah informasi tentang pada by “m”

dengan asfiksia sedang dan hipotermia diruang nicu RSUD Dr.

R. Soedjono Selong.

9
E. Keaslian Laporan Kasus

Beberapa penelitian yang serupa dengan penelitian ini dapat dilihat

pada tabel di bawah ini

Tabel. 1.1

Aspek Peneliti I Peneliti II Peneliti III Peneliti


Sarnah Erik Kusuma Yuni Arita Sekarang
Judul Manajemen Asuhan Pengaruh Terapi Asuhan Asuhan Kebidanan
Kebidanan Pada Bayi Hipotermi terhadap Kebidanan Bayi pada By. M Dengan
Ny “H” Dengan Kejadian Kejang Baru Lahir Pada Asfiksia Sefang Dan
Hipotermi Di pada Bayi Asfiksia di By. Ny. S Dengan Hipotermi Di Ruang
Puskesmas Ruang Alamanda Asfiksia Ringan Di Nicu RSUD Dr
Jumpandang Baru RSUD Bangil Rs Pku Soedjono Selong.
Makassar Muhammadiyah
Sukoharjo

Variabel Hipotermi Hipotermi, Kejang, Bayi Baru Lahir Bayi Baru Lahir
Asfiksia Neonatorum Pada By. Ny. S Dengan Asfiksia
Dengan Asfiksia Sedang Dan
Ringan Hipotermi

Jenis Metode static group Metode Metode


Penelitian Deskriptif comparison Deskriptif Deskriptif
Analisi Data
SOAP Uji Fisher SOAP SOAP
Responden Seseorang
Bayi penderita Bayi Baru Lahir” Bayi Baru Lahir
Hipotermi 22 Bayi

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Neonatus

Neonatus Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru

mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan

penyesuain fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri

dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin) dan toleransi

bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik (Marmi dan Rahardjo, 2015).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru dilahirkan pada

kehamilan cukup bulan (dari kehamilan 37-42 minggu) dan berat

badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram dan tanpa tanda-

tanda asfiksia dan penyakit penyerta lainnya (Sari, 2012).

Bayi baru lahir Newborn (Inggris) atau Neonatus (Latin) adalah

bayi yang baru dilahirkan sampai dengan usia empat minggu (Sari,

2012:1). Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses

kelahiran dan harus menyesuaikan diri dai kehidupan intrauterine ke

kehidupan ekstrauterine (Vivian, 2013:12)

2. Ciri-ciri bayi baru lahir Normal

a. Berat badan : 2500-4000 gram.

b. Panjang badan : 48-52 cm.

c. Lingkar kepala : 33-35 cm.

11
d. Lingkar dada : 30-38 cm.

e. Frekuensi jantung : 120-160 x/menit.

f. Pernafasan : 40-60 x/menit.

g. Kulit kemeran dan licin karena jaringan subkutan cukup.

h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya sudah

sempurna.

i. Kuku agak panjang dan lemas.

j. Genetalia Perempuan labia mayora telah menutupi labia minora,

jika laki-laki testis telah turun, skrotum sudah ada.

k. Refleks hisap dan menelan telah terbentuk dengan baik.

l. Refleks moro batau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.

m. Refleks graps atau menggenggam sudah baik.

n. Eleminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,

mekonium berwarna hitam kecoklatan (Rahardjo.Kukuh, Marmi,

2015:8)

3. Masa Neonatal

Masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah

kelahiran (Rahardjo, Kukuh & Marmi, 2015:3)

a. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1

bulan sesudah lahir.

b. Neonatus dini : usia 0-7 hari.

c. Neonatus lanjut : usia 0-28 hari.

12
3. Definisi Asfiksia

Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan

dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Sembiring

2017:173). Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana

bayi yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur, sehingga

dapat meurunkan O2 (oksigen) dan makin meningkatkan CO2

(karbondioksida) yang dapat menimbulkan akibat buruk dalam

kehidupan lebih lanjut (Dweindra 2014:15).

Asfiksia adalah keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami

gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Dewi

2013:102). 2. Etiologi Asfiksia Menurut Dewi (2014) penyebab asfiksia

atau kegagalan pernapasan pada janin disebabkan oleh beberapa hal

seperti berikut:

a. Faktor keadaan ibu

1) Gangguan aliran pada tali pusat, biasanya berhubungan

dengan adanya lilitan tali pusat, ketuban pecah dini (KPD)

yang menyebabkan tali pusat menumbung dan kehamilan

lebih bulan ( post-term).

2) Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang

menggunakan narkosa.

3) Penyakit masalah kehamilan preeklampsia dan eklampsia,

penyakit kronis seperti TBC (tuberculosis), jantung,

13
kekurangan gizi, dan gijnal.

4) Persalinan patologis seperti presentasi bokong, letak lintang,

partus lama atau partus macet, demam sebelum dan selama

persalinan, vakum ekstraksi, dan forceps.

5) Penyakit genetik

6) Kehamilan lebih bulan (serotinus)

Keadaan ibu yang harus diwaspadai yang dapat menyebabkan

terjadinya asfiksia yang kemungkinan mengancam kesalamatan

ibu dan bayi. Beberapa yang dapat dilihat pada ibu yang dapat

terjadinya asfiksia menurut Dewi (2014:15-16) adalah edema pada

kaki yang tidak hilang dengan istrahat, tekanan darah sistol >130

mmHg, albuminaria, tinggi badan ibu 35 tahun, anemia 7), sikap,

dan presentasi bayi abnormal.

Penyebab asfiksia tersebut, dapat menyebabkan aliran darah

ibu ke janin melalui plasenta berkurang, sehingga menurunkan

aliran oksigen dan glukosa ke janin, akibatnya terjadi gawat janin

yang menyebabkan asfiksia bayi baru lahir.

b. Faktor keadaan tali pusat

Berikut adalah beberapa faktor tali pusat yang dapat

menyebabkan asfiksia pada neonatal.

1) Insersio velamentosa adalah inserpsi tali pusat paa selaput

janin, pembuluh-pembuluh umbilical di selaput ketuban

terpisah jauh dari tepi plasenta dan mencapai keliling tepi

14
plasenta dengan hanya dilapisi oleh satu lipatan amnion.

2) Proplapsus vuniculi adalah ketika tali pusat keluar dari uterus

mendahului bagian presentasi.

c. Faktor plasenta

1) Palsenta previa adalah plasenta yang letaknya yang abnormal

yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi

sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Keadaan normal

uterus terletak di bagian atas uterus.

2) Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum janin

lahir, biasanya terjadi pada trimester III, walaupun dapat terjadi

setiap saat kehamilan.

3) Infark plasenta adalah terjadinya pemadatan plasenta, nuduler

dank eras sehingga tidak berfungsi dalam pertukuran nutrisi.

d. Faktor janin

Penyebab asfiksia yang diakibatkan oleh janin adalah

kelainan kromosom, kelainan genetika, kelainan pertumbuhan, dan

malnutris pada janin.

e. Faktor keadaan bayi

Berikut adalah faktor bayi yang dapat menyebabkan asfiksia:

1) Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan

bayi

2) Persalinan patologis seperti persalinan dengan presentasi

bokong, gemeli, distosia bahu, ekstraksi vakum, dan forseps).

15
3) Bayi prematur atau kehamilan kurang dari 37 minggu

4) Aspirasi mekonium pada air ketuban bercampur meconium

atau ketuban berwarna kehijauan.

4. Klasifikasi Asfiksia

Asfiksia terbagi atas tiga jenis (Dwiendra 2014:17)

a. Asfiksia Ringan

Asfiksia ringan dapat dilihat dengan nilai Apgar 7-10 dengan

bayi terlihat merintih, bayi merintih, takipnea dengan nafas

>60x/menit, bayi tampak sianosis, bayi kurang aktifitas, adanya

retraksi sela iga, adanya pernafasan cuping hidung dan

pemeriksaan auskultasi didapatkan wheezing positif.

b. Asfiksia Sedang

Nilai Apgar pada asfiksia sedang adalah 4-6 dapat dilihat

dengan napas yang lambat, frekuensi jantung menurun (60-

80x/menit), bayi tampak sianosis, tonus otot biasanya dalam

keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan

yang diberikan, dan tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna

selama proses persalinan.

c. Asfiksia Berat

Nilai Apgar 0-3, tidak ada usaha nafas, frekuensi jantung

kecil (rangsangan, dan tidak terjadi kekurangan O2 yang

bermakna selama proses persalinan.

16
5. Gejala Asfiksia

a. Asfiksia Berat

Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia adalah

sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.

2) Tidak ada usaha nafas

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan

rangsangan.

5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau

sesudah persalinan.

b. Asfiksia ringan sedang

Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah

sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.

2) Usaha nafas lambat.

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang

diberikan.

5) Bayi tampak sianosis.

6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama

17
proses persalinan.

c. Asfiksia Ringan

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul

adalah sebagai berikut :

1) Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.

2) Bayi tampak sianosis.

3) Adanya retraksi sela iga.

4) Bayi merintih (grunting).

5) Adanya pernafasan cuping hidung.

6) Bayi kurang aktifitas.

7) Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif

(Maryunani 2013).

Tabel.2.1 untuk menentukan tingkat/derajat asfiksia yang


dialami bayi
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak Ada Kurang dari Lebih dari
100/menit 100/menit
Usaha nafas Tidak Ada Lambat tidak Menagis kuat
teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
Reflek Tidak Ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan Seluruh tubuh
ekstremitas biru kemerahan
Apabila Nilai Apgar:

1) 7-10 : Bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam

keadaannormal.

2) 4-6 : Bayi mengalami asfiksia sedang.

3) 0-3 : Bayi mengalami asfiksia berat (Marmi, S,St 2013)

18
6. Diagnosis Asfiksia

a. Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap

terjadinya asfiksia neonatorum.

1) Gangguan/ kesulitan waktu lahir.

2) Cara dilahirkan.

3) Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah

dilahirkan (Ghai, 2012)

b. Pemeriksaan fisik.

1) Bayi tidak bernafas atau menangis.

2) Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

3) Tonus otot menurun.

4) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium,

atau sisa mekonium pada tubuh bayi.

5) BBLR (berat badan lahir rendah)

c. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan

hasil asidosis pada darah tali pusat jika:

1) PaO2 < 50 mm H2O

2) PaCO2 > 55 mm H2

3) PH < 7, 30 (Lockhart 2014: 52-53).

19
7. Persiapan resusitasi pada bayi baru lahir dengan Asfiksia

a. Persiapan tenaga kesehatan

1) Memakai alat pelindung diri: celemek plastic, sepatu yang

tertutup.

2) Lepaskan cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.

3) Cuci tangan dengan air mengalir atau alcohol yang

bercampur gliserin (Sudarti, 2013:68).

b. Persiapan keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga

mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada

ibu dan bayinya (Tando, 2013:147).

c. Persiapan tempat

Persiapan yang meliputi ruang bersalin dan tempat

resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat

resusitasi hendaknya rata, keras, bersih, dan kering: misalnya

meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar. Kondisi rata

diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi.

Tempat resusitasi sebaiknya di dekta sumber pemanas

( misalnya lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin ( jendela

atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau

bohlan yang berdaya 60 watt (Tando, 2013: 148).

20
d. Persiapan alat

1) 2 helai kain atau handuk.

2) Bahan ganjal bahu bayi, bahan ganjal dapat berupa kain,

kaos, selendang, handuk kecil di gulung 5 cm dan mudah

disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.

3) Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.

4) Tabung atau sungkup atau balon atau sungkup neonatal.

5) Kotak alat resusitasi.

6) Jam untuk pencatat waktu.

7) Sarung tangan (Tando 2013: 148).

e. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Resusitasi BBL bertujuan

untuk memulihkan fungsi pernafasan bayi baru lahir yang

mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala

sisa dikemudian hari.

Langkah Awal

Sambil melakukan langkah awal:

1. Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya

memerlukan bantuan untuk memulai bernafas.

2. Minta keluarga mendampingi ibu (memberikan dukungan

moral, menjaga dan melaporkan kepada penolong

apabila terjadi perdarahan).

Langkah awal ini perlu dilakukan secara tepat (dalam waktu 30

detik). Secara umum, 6 langkah awal dibawah ini cukup untuk

21
merangsang bayi baru lahir untuk bernafas spontan dan teratur.

Langkah awal (dilakukan dalam waktu 30 detik):

a) Jaga bayi tetap hangat:

1. Letakkan bayi diatas kain yang ada di atas perut ibu

atau dekat perineum.

2. Selimuti bayi dengan kain tersebut.

3. Pindahkan bayi keatas kain tempat resusitasi

b) Atur posisi bayi

1. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat

penolong.

2. Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi

c) Isap lender

Gunakan alat penghisap lender Dee Lee atau bola karet.

1. Pertama. Isap lender didalam mulut kemudian baru

hisap lender dihidung

2. Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap (bukan

pada saat memasukkan)

3. Bila menggunakan penghisap lendir Dee Lee, jangan

memasukkan ujung penghisap terlalu dalam (lebih

dari 5cm kedalam mulut atau 3cm kedalam hidung)

karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi

melambat atau henti nafas bayi (Indrayani dan Djani,

2014).

22
d) Keringkan dan rangsang taktil

1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian

tubuh lainnya engan sedikit tekanan. Rangsangan ini

dapat memulai pernafasan bayi atau bernafas lebih

baik

2. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara

dibawah ini

- Menepuk atau menyentil telapak kaki.

- Menggosok punggung, perut, dada atau

tungkai dengan telapak tangan (indrayani dan

Djani, 2014).

Tabel 2.2 Bentuk Rangsangan Taktil yg Membahayakan

Rangsangan Bahaya/Resiko
Menepuk bokong Trauma dan luka
Meremas rongga dada Fraktur , Pneumotoarks, Gawat nafas,
Kematian
Menekan kedua paha bayi ke perutnya Rupture hati atau limfa Perdarahan didalam
Mendilatasi sfingter ani Sfingter ani robek
Menempelkan kompres hangat atau Hipotermia Hipertermia Luka bakar
dingin
Mengguncang bayi Kerusakan otak
Meniupkan oksigen atau udara dingin Hipotermia
ketubuh bayi

e) Reposisi

Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi.

1. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan

23
kering yang baru (disiapkan)

2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian

muka dan dada agar pemantauan pernafasan bayi

dapat diteruskan

3. Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi)

f) Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan

teratur

1. Lakukan penilaian apakah bayi apakah bayi bernafas

normal, megap-megap atau tidak bernafas.

2. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil

membelainya, bila bayi tidak bernafas atau mengap-

megap, segera lakukan tindakan ventilasi.

8. Penatalaksanaan

Asfiksia Untuk semua bayi baru lahir, lakukan penilaian awal

dengan menjawab 4 pertanyaan :

a. Sebelum bayi lahir

1) Apakah kehamilan cukup bulan?

2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

b. Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain

bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu,

segera lakukan penilaian berikut:

1) Apakah bayi menangis atau bernafas/tidak megap-megap?

2) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

24
Dalam bagan alur manajemen bayi baru lahir dapat

dilihat alur pelaksanaan bayi baru lahir mulai persiapan,

penilaian dan keputusan serta alternatif tindakan yang sesuai

dengan hasil penilaian keadaan bayi baru lahir. Untuk bayi

baru lahir cukup bulan dengan air ketuban jernih yang

langsung menangis atau bernafas spontan dan bergerak aktif

cukup dilakukan manajemen bayi baru lahir normal.

Jika bayi kurang bulan (≤37 minggu/259 hari) atau bayi

lebih bula (≥ 42 minggu/283 hari) dan atau air ketuban

bercampur mekonium dan atau tidak bernafas atau megap-

megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manjemen bayi

baru lahir dengan asfiksia. Jika bayi baru lahir tidak mulai

bernafas memadai (setelah tubuhnya dikeringkan dan

lendirnya dihisap) berikan rangsangan taktil secara singkat.

Pastikan posisi bayi diletakkan dalam posisi yang benar dan

jalan nafasnya telah bersih.

Rangsangan taktil harus dilakukan secara lembut dan

hati-hati sebagai berikut:

a) Dengan lembut, gosok punggung, tubuh, kaki atau

tangan (ekstremitas) satu atau dua kali.

b) Dengan lembut, tepuk atau sentil telapak kaki bayi (satu

atau dua kali).

Proses menghisap lendir, pengeringan, dan merangsang

25
bayi tidak berlangsung lebih dari 30 sampai 60 detik dari sejak

lahir hingga proses tersebut selesai. Jika bayi terus mengalami

kesulitan bernafas, segera mulai tindakan ventilasi aktif

terhadap bayi.

c. Ventilasi Tekanan Positif (VTP).

Ventilasi Tekanan Positif (VTP) merupakan tindakan

memasukkan sejumlah udara kedalam paru dengan tekanan

positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan

teratur.

1) Bila bayi tidak menangis atau megap-megap. Warna kulit

bayi bitu atau pucat, denyut jantung kurang dari 100 kali per

menit, lakukan langkah resusitasi dengan melakukan

Ventilasi Tekanan Positif (VTP).

2) Sebelumnya periksa dan pastikan bahwa alat resusitasi

(balon resusitasi dan sungkup muka) telah tersedia dan

berfungsi baik.

3) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum

memegang atau memeriksa bayi.

4) Selimuti bayi dengan kain kering dan hangat, kecuali muka

dan dada bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan

lingkungan yang hangat.

5) Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala telah dalam

posisi setengah tengadah (sedikit ekstensi).

26
6) Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut

sehingga terbentuk semacam pertautan antara sungkup dan

wajah.

7) Tekan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan seluruh

jari tangan (bergantung pada ukuran balon resusitasi).

8) Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi

sebanyak dua kali dan periksa gerakan dinding dada.

9) Bila pertautan baik (tidak bocor) dan dinding dada

mengembang, maka lakukan ventilasi dengan menggunakan

oksigen (bila tidak tersedia oksigen gunakan udara ruangan).

10) Pertahankan kecepatan ventilasi sekitar 40 kali per detik

dengan tekanan yang tepat sambil melihat gerakan dada

(naik turun) selama ventilasi.

11) Bila dinding dada naik turun dengan berarti ventilasi berjalan

secara adekuat.

12) Bila dinding dada tidak naik, periksa ulaang dan betulkan

posisi bayi, atau terjadi kebocoran lekatan atau tekanan

ventilasi kurang.

13) Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik,

kemudian lakukan Penilaian segera tentang upaya bernafas

spontan dan warna kulit.

Ventilasi dengan balon dan sungkup dalam waktu yang

cukup lama (beberapa menit) dan bila perut bayi kelihatan

27
membuncit, maka harus dilakukan pemasangan pipa lambung

dan pertahankan selama ventilasi karena udara dari orofaring

dapat masuk ke dalam esophagus dan lambung yang kemudian

menyebabkan:

1) Lambung yang terisi udara akan membesar dan menekan

diafragma sehingga menghalangi paru-paru untuk

berkembang.

2) Darah dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi

lambung dan mungkin dapat terjadi aspirasi.

3) Udara dalam lambung dapat masuk ke usus dan

menyebabkan diafragma tertekan (Sudarti 2013:70-73).

9. Penanganan Asfiksia Pada Neonatus Di RSUD Dr Soedjono

Selong

1) Pengertian : Asfiksia Neonatrium adalah keadaan dimana

bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelag

lahir.

2) Tujuan : Sebagai acuan dalam penanganan bayi asfiksia

atau bayi gagal napas (apnea) sesuai standar.

3) Kebijakan : Keputusan Direktur RSUD Dr. R. Soedjono

Selong Nomor 445/15/PD.RSUD/2016 Tentang Pelayanan

Kesehatan Neonatal Esensial pada RSUD Dr R. Soedjono

Selong.

4) Prosedur

28
 Langkah Awal

a. gaun dan sarung tangan steril

b. alat penghisap lendir

c. radian walmer

d. 2 helai kain kering, hangat dan bersih

e. alat observasi, berupa : stetoskop khusus neonatus, jam

tangan detik dan thermometer

f. alat resusitasi: balon dan sungkup untuk bayi cukup bulan

dan kurang bulan, laringoskop, pipa endotrakeal sesuai

tafsiran berat badab janin, siley, selang oksigen

g. T-piece rescuitor atau javksen-Rees

h. pulse oximeter

i. set umbilical yang bersih : 1 gunting tali pusat, 1 buah kom

kecil berisi betadine, 3 helai kasa steril

j. pipa nasogastric No 3.5 dan 5

 Langkah Awal

a. bayi lahir lakukan penilaian sambil meletekkan dan

menyelimuti bayi diatas perut ibu atau dekat perineum

- Apakah bayi cukup bulan?

- Apakah ketuban jernih, tidak bercampur

meconium?

- Apakah bayi bernafas atau menangis?

- Apakah bayi aktif?

29
b. bila yg dilakukan asuhan bayi normal, jika salah satu tidak

dilakukan lakukan langkah awal

- hangatkan bayi

- atur posisi bayi

- hisap lendir

- keringkan dan rangsangan taktil.

- reposisi

c. bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.

d. Bayi tidak bernafas/megap-megap, lakukan ventilasi

- pasang sungkup dan perhatikan lekatan

- ventilasi 2 kali denga tekanan 20cm air raksa

- bila dada mengembang lakukan ventilasi 20 kali

dengan tekanan 30cm air selama 30 detik

e. Nilai pernafasannya bila bayi tidak bernafas/bernafas

megap-megap

- ulang ventilasi 20 kali selama 20 detik

B. Hipotermi

1. Pengertian

Hipotermi adalah suhu dibawah 36,5ºC, yang terbagi atas :

hipotermi ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5ºC, hipotermi

sedang yaitu suhu antara 32- 36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu

tubuh.

30
Hipotermi didefinisikan sebagai keadaan termal yang tidak

normal dimana suhu tubuh bayi turun dibawah 36,5ºC. Penurunan

suhu tubuh secara progresif menyebabkan efek yang dapat

merugikan mulai dari gangguan metabolik hingga kematian (Khalifa,

2015:6).

2. Penyebab

Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : jaringan lemak

subkutan tipis, perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat

badan besar, cadangan glikogen dan brown fat sedikit, BBL (Bayi

Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada

reaksi kedinginan, kurangnya pengetahuan perawat dalam

pengelolaan bayi yang berisiko tinggi mengalami hipotermi. (Rukiyah

& Yulianti. 2013, hal.283).

Luas permukaan neonatus relatif lebih luas dari orang dewasa

sehingga metabolisme basal per kg BB lebih besar. Oleh karena

itulah, bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dengan menyesuaikan

diri dengan lingkungan baru sehingga energi dapat diperoleh dari

metabolisme karbohidrat dan lemak. Pada jam-jam pertama

kehidupan, energi didapatkan dari karbohidrat.

Dari hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak.

Setelah mendapat susu, sekitar dihari keenam energi diperoleh dari

lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60 % dan 40 %

(Dewi, 2013:14). Pada saat lahir, suhu tubuh bayi kira-kira sama

31
dengan suhu tubuh ibunya. Namun demikian sedikit insulasi lemak.

Faktor yang meningkatkan kehilangan panas pada bayi baru

lahir, antara lain :

a. Rasio permukaan tubuh dengan berat badan lebih besar.

b. Kehilangan cairan transdermal.

c. Insulasi buruk akibat kulit tipis dan pembuluh darah yang

dipermukaan.

d. Keterbatasan merubah posisi tubuh.

Hipotermia juga dapat disebabkan oleh karena terpapar

dengan lingkungan dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang

dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak

berpakaian (Yunanto, 2014:89). Luas permukaan tubuh yang besar

dan sirkulasi yang relatif buruk serta dapat berkeringat atau menggigil

sehingga kemampuan bayi untuk mengatur suhu tubuhnya masih

buruk.

Disamping itu, dingin yang berlebihan dapat menyebabkan

kelebihan kerja jantung. Selain itu beberapa Faktor-faktor yang

menyebabkan hipotermi menurut (Sudarti dan Fauziah, 2013:118)

adalah :

a. Kesalahan perawatan bayi segera setelah lahir.

b. Bayi dipisahkan dengan ibunya setelah lahir.

c. BBLR.

d. Kondisi ruangan yang dingin.

32
e. Prosedur penghangatan yang adekuat.

f. Asfiksia, hipoksia.

3. Tanda dan gejala hipotermia

Bayi tidak mau minum atau menetek, bayi tampak lesu atau

mengantuk saja, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat,

denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras

(sklerema).

a. Tanda-tanda hipotermi sedang (stress dingin) yaitu : Aktifitas

berkurang, Letargis, Tangisan lemah, Kulit berwarna tidak rata

(cutis marmorata), Kemampuan menghisap lemah dan Kaki

teraba dingin.

b. Tanda-tanda hipotermi berat (cidera dingin) Sama dengan

hipotermi sedang ditambah dengan bibir dan kuku kebiruan,

pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur, bunyi jantung

lambat dan selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis

metabolik. Hipotermia juga bisa menyebabkan hipoglikemia

(kadar gula darah yang rendah), asidosis metabolik (keasaman

darah yang tinggi) dan kematian. Tubuh dengan cepat

menggunakan energi agar tetap hangat, sehingga pada saat

kedinginan bayi memerlukan lebih banyak cadangan oksigen.

Karena itu, hipotermi bisa menyebabkan berkurangnya aliran

oksigen ke jaringan.

c. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi yaitu muka, ujung kaki dan

33
tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit

mengeras merah dan timbul oedema terutama pada punggung,

kaki dan tangan (sklerema) (Rukiyah & Yulianti, 2013:289)

4. Patofisilogi

Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan

memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :

a. Shivering thermoregulation/ST.

Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar

secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan

panas.

b. Non-shivering thermoregulation/NST.

Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem

saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan

melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat.

Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan

meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.

c. Vasokontriksi perifer.

Mekanisme ini juga diistimulasi oleh sistem saraf simpatis,

kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol

kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan

ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan

mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.

34
Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa

mekanisme menggigil merupaka usaha utama seorang bayi yang

kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya.

Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan

lemak coklat yang terdapat di seluruh tubuh, dan mereka mampu

meningkatkan panas tubuh.

Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi menggunakan

glukosa untuk mendapatkan energi yang akan mengubah lemak

menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi

baru lahirdan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu

singkat dengan adanya stress dingin. Jika seorang bayi kedinginan,

dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Oleh

karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas

utama dan bidan berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan

panas pada bayi baru lahir.

Suhu tubuh normal pada neonatus adalah 36,5-37,5ºC melalui

pengukuran aksilla dan rektum, jika nilainya turun dibawah 36,5ºC

maka bayi mengalami hipotermi. Pada bayi, respon fisiologis

terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi dari lemak

coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL, NST (proses

oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu

peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan

dingin. Paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh

35
karena dapat menimbulkan komplikasi serta gangguan-gangguan

metabolik yang berat (Yunanto, 2014:92).

Tekanan dingin yang lama dapat mengalihkan kalori untuk

menghasilkan panas, yang mengganggu pertumbuhan. Neonatus

merespons pendinginan oleh hepar sarah simpatis norepinephrine

pada lemak coklat dan dengan liposis diikuti oleh oksidasi atau

reesterifikasi asam lemak yang dilepaskan.

Reaksi ini menghasilkan panas secara lokal, dan suplai darah

yang kaya lemak coklat membantu memindahkan panas ini kebagian

tubuh neonatus lainnya. Reaksi ini meningkatkan metabolisme dan

komsumsi oksigen 2 sampai 3 kali lipat. Dengan demikian, pada

neonatus dengan stress dingin juga dapat menyebabkan hipoksia

jaringan dan kerusakan neurologis. Selain itu, hipotermia dapat

menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolik, dan kematian

(Khalifa, 2015:6).

5. Komplikasi

Akibat yang ditimbulkan hipotermi apabila tidak segera

ditangani yaitu Hipoglikemia-Asidosis Metabolik karena vasokontriksi

perifer dengan metabolisme anaerob, kebutuhan oksigen yang

meningkat, metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan

terganggu, gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan

perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat, syok, apnea

36
dan perdarahan Intra Ventricular (Rukiyah & Yulianti, 2013:284).

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl

(2,6 mmol/L) Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru

lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat hipoksi otak.

Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada

susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk

ketahanan hidup selama proses 20 persalinan dan hari-hari pertama

pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa

yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa,

misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, dan gangguan

pernafasan (Yongki, dkk. 2012:146).

6. Penanganan Hipotermi

Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali

meninggal. Tindakannya yang harus dilakukan adalah segera

menghangatkan bayi di dalam incubator atau melalui penyinaran

lampu. Dimana inkubator bayi adalah sebuah wadah tertutup yang

kehangatan lingkungannya dapat diatur dengan cara memanaskan

udara dengan suhu tertentu yang berfungsi untuk menghangatkan

bayi (Setyaningsih & Wahyunggoro, 2015:1).

Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh

setiap orang adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu.

37
Bayi diletakkan di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan

bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus

berada di dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru)

disebut sebagai Metode Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan

pakaian longgar berkancing depan (Rukiyah & Yulianti, 2013:290).

Metode kanguru (Kangoroo Mother Care) pada umumnya bayi

digendong oleh ibu atau bapaknya sendiri dengan prinsip terjadinya

kontak kulit ke kulit antara kulit bayi dengan orang dewasa. KMC

pertama kali dilaksanakan di Bogota, Colombia pada tahun 1978,

yaitu dengan penempelan kulit kekulit dalam posisi tegak lurus pada

dada ibunya. Metode KMC memungkinkan untuk memberika ASI

secara eksklusif dan dapat meninggalkan rumah sakit lebih awal,

namun tetap dalam pengawasan yang baik. KMC dapat dilaksanakan

secara intermiten (beberapa jam seharinya) atau kontinyu selama

lebih dari 20 jam sehari.

Caranya adalah bayi tanpa pakaian atau baju sampai ke

popoknya dan ditempelkan pada ibu/ayahnya, kemudian bayi

diselimuti agar hangat. KMC dalam perawatan bayi :

a. KMC dapat menjalin bounding antara bayi dan ibu.

b. KMC memberikan kenyamanan bayi seperti masih di dalam

rahim dan bayi bisa merasakan denyut jantung ibu.

c. KMC menunjukkan pernafasan yang stabil dan bisa tidur

nyenyak.

38
d. Berat badan lebih cepat naik serta suhu tubuhnya lebih stabil.

e. KMC dapat mencegah hipotermia.

f. Mengurangi stress ibu yang menggendongnya dan produksi ASI

lebih banyak.

g. KMC dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas (Ranuh,

2013:82- 83).

Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain

hangat yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk

menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh

bayi hangat. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia,

sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila

bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg

per hari (Rukiyah & Yulianti, 2013:290).

Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan suhu tubuh bayi

baru lahir agar tidak terjadi hipotermi adalah pemantauan suhu tubuh

bayi secara cepat dan teliti, mengusahakan agar suhu kamar optimal

atau pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, inkubator,

metode kanguru dan skin to skin yaitu salah satunya dengan

meletakkan bayi telungkup di dada ibu maka akan terjadi kontak kulit

langsung antara ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh

kehangatan karena ibu juga salah satu sumber panas yang baik bagi

bayi (Ekawati, 2015:1)

39
7. Penanganan Hipotermi Pada Neonatus Di RSUD Dr Soedjono

Selong

a. Pengertian :Hipotermia pada bayi baru lahir adalah penutunan

suhu tubuh sampai di bawah 36,5°C (normal 36,5-37,5°C).

b. Tujuan : Mencegah dan mengatasi hipotermia pada bayi

baru lahir/neonatus dengan factor risiko BBLR, premature,

asfiksia atau kondisi lain

c. Kebijakan : Keputusan Direktur RSUD Dr. R. Soedjono

Selong Nomor 445/15/PD.RSUD/2016 Tentang Pelayanan

Kesehatan Neonatal Esensial pada RSUD Dr R. Soedjono

Selong.

d. Prosedur

 Tindakan pencegahan

1. Siapkan ruang yang cukup hangat

Berat lahir (gram) Suhu ruangan (°C)

1000-1500 34 - 35

1500-2000 32 - 34

2000-2500 30-32

> 2500 28-30

2. Bayi dengan asfiksia, distress respirasi atau sepsis

membutuhkan suhu ruang lebih tinggi disbanding bayi

dengan berat yang sama tanpa masalah.

40
3. Gunakan pemancar panas hanya selama resusitasi.

4. Bayi segera dikeringkan setelah lahir dengan handuk

bersih dan lembut.

5. Jangan memandikan bayi segera setelah lahir, lebih baik

mandi ditunda.

6. Jangan hilangkan verniks.

7. Tutuplah kepala dengan handuk bersih dan kering

8. Berikan bayi ke dada ibunya, dan selimuti keduanya

9. Khusus bayi kecil (BBLR) lakukan perawatan bayi lekat

(PBL)

dengan metoda Kangguru (lihat cara PBL) bila kondisi

sudah stabil

10. Susukan bayi dalam 30 menit setelah lahir

 Penanganan hipotermia berat (suhu tubuh < 32 0C)

1. Segera hangatkan bayi dengan menggunakan pemancar

panas yang sebelumnya telah dihangatkan (bila mungkin)

2. Gunakan inkubator atau ruangan hangat bila perlu.

3. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian

yang hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut

hangat.

4. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi

sering

diubah.

41
5. Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas > 60

atau > 30 kali/ menit, retraksi dada, merintih)

6. Pasang jalur IV dan beri cairan IV seusai dengan dosis

rumatan, dan pipa infus tetap terpasang di bawah

pemancar panas, untuk menghangatkan cairan

7. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah 45

mg/dl, tangani untuk hipoglikemia.

8. Nilai bayi untuk tanda kegawatan (misalnya gangguan

napas, kejang atau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga

9. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai standar

pelayanan untuk penanganan Sepsis.

10. Anjurkan menyusu secara setelah bayi siap.

11. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan

menggunakan salah satu alternatip cara pemberian

minum. Bila refleksi menelan bayi tidak baik, pasang pipa

lambung dan beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai

350C.

12. Periksa suhu bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak

0,50C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil

kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap

2 jam

13. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk

menghangatkan dan suhu ruang setiap jam.

42
14. Setelah suhu tubuh bayi normal:

- Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

- Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur

suhunya tiap 3 jam.

15. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian

antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam bayas normal

dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain

yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi

dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara

menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.

 Penanganan hipotermia sedang (suhu tubuh 32-350C)

1. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian

yang hangat memakai topi dan selimuti dengan selimut

yang hangat

2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi

dengan melakukan kontak kulit dengan kulit kesiapan

untuk minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali ke

batas normal.

3. Bila tidak ada :

- Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat

pemancar panas. Gunakan inkubator dan ruang

hangat bila perlu.

- Periksa suhu alat penghangat dan ruangan hangat,

43
beri ASI peras dengan menggunakan salah satu

- alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan

e. Unit terkait : SMF Ilmu Kesehatan Anak dan Instalasi

Maternal-PerinataL

C. Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi

1. Standar Asuhan Kebidanan

Manajemen Asuhan Kebidanan mengacu pada KEPEMENKES

NO.938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan

yang meliputi:

a. Standar I : Pengkajian (Rumusan Format Pengkajian)

b. Standar II : Perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan

c. Standar III : Perencanaan

d. Standar IV : Implementasi

e. Standar V : Evaluasi

f. Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan.

2. Manajemen asuhan kebidanan

Manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dibuat

berdasarkan tinjauan teori tentang Asuhan Kebidanan bayi baru lahir

dengan Asfiksia Sedang dan Hipotermi..

Helen Varney mengungkapkan alur berfikir bidan pada saat

menghadapi klien meliputi tujuh langkah, yaitu :

Helen Varney mengungkapkan alur berfikir bidan pada saat

44
menghadapi klien meliputi tujuh langkah, yaitu :

a. Langkah I (Pertama) : Tahap Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :

1) Data subyektif (S)

a) Identitas bayi : merupakan biodata klien yang berisikan

(nama bayi ,nama orang tua, umur, agama, suku bangsa,

pendidikan, pekerjaan, alamat).

2) Hasil anamnesa: Pada anamnesa bayi dengan asfiksia

sedang dan hipotermi akan didapatkan keluhan nafas

megap-megap, dan suhu tubuhnya kurang dari 36,5ºc

3) Data obyektif (O)

a) Pemeriksaan umum : Mengetahui kondisi pasien, apakah

dalam keadaan baik, cukup atau lemah. Pada bayi

asfiksia sedang dan hipotermi biasanya keadaan

umumnya lemah dan suhunya kurang dari 36,0ºc

b) Pemeriksaan tanda vital : Pada bayi baru lahir dengan

asfiksia sedang dan hipotermi biasanya mempunyai

tanda-tanda vital: pernafasan sekitar 45-70 denyut per

menit,prekuensi nadi 100-170 denyut per menit,dan suhu

dibawah 36,5ºc

c) Berat badan : Normal 2500-4000gram, panjang 48-52 cm.

45
d) Lila : Bayi dengan asfiksia sedang dan hipotermi

didapatkan normal

e) Dan melakukkan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

f) Pemeriksaan penunjang :

 Pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin

g) Kardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin

b. Langkah II (Kedua) : Interpretasi Data Dasar.

Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga

dapat merumuskan diagnose atau masalah yang spesifik.

Rumusan diagnose dan masalah keduanya digunakan karena

masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap

membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan

hasil pengkajian (Walyani, 2015).

Diagnosa pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan hipotermi

dapat di tetapkan berdasarkan data objektif, nafas megap-megap

dan suhu tubuh dingin

Diagnosa :Neonatus dengan Asiksia dan Hipotermi

Masalah :Nafas megap-megap dan suhu tubuh dingin

Kebutuhan :Kolaborasi dengan dokter

c. Langkah III (Ketiga): Mengidentifikasi Diagnosa atau asalah

Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya

Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa

46
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang

sudah diidentifikasi.

Masalah potensial yang bisa timbul pada bayi dengan asfiksia

sedang dan hipotermi adalah hipotermi berat,,dan hipoglikemia.

d. Langkah IV (Keempat): Menetapkan Kebutuhan Terhadap

Tindakan Segera, untuk Melakukan Konsultasi, Kolaborasi

dengan Tenaga Kesehatan Lain Berdasarkan Kondisi Klien.

Tindakan segera terhadap kondisi yang diperkirakan akan

membahayakan klien. Tindakan ini dilaksanakan secara

kolaborasi dan rujukan sesuai dengan kondisi klien. Tenaga

kesehatan dapat melakukan langkah awal resusitasi dan

pemberian oksigen.

Langkah awal resusitasi dapat dilakukan dengan hangatkan, atur

posisi bayi,membersihkan jalan nafas dengan kepala bayi

diletakan lebih rendah agar cairan atau lendir mudah mengalir,

bila perlu gunakan laringskop untuk membantu penghisapan

lendir dari saluran pernapasan yang lebih dale,keringkan bayi,

atur posisi kembali, dan penilaian pad bayi.

e. Langkah V (Kelima): Menyusun Rencana Asuhan yang

Menyeluruh

Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan

perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis

yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh

47
juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar

pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil.

Tabel 4.1 Konsep dalam menyusun rencana asuhan.

N0 Sasaran Rencana Tempat


1. By Ny “M” 1. Jelaskan pada kedua Ruang
Dengan Asfiksia orang tua bayi tentang NICU RSUD
sedang dan maksud dan tujuan dari SOEDJONO
hipotermi mahasiswa. SELONG
2. Berikan informed
consent pada orang
tua/wali bayi.
3. Lakukan anamnesa
pada klien dan orang
tua klien menggunakan
format asuhan
Kebidanan
4. Mengajarkan atau
mendokumtasikan
pada ibu dan keluarga
tentang perawatan
metode kanguru(PMK).
2. By Ny “M” 1. Lakukan pemeriksaan Ruang
Dengan Asfiksia fisik, pengukuran NICU RSUD
sedang dan antropometri, SOEDJONO
hipotermi mengecek tanda-tanda SELONG
vital pada bayi dengan
Asfiksia sedang dan
hipotermi
2. Berikan Pendidikan
kesehatan tentang cara
mempertahankan suhu
tubuh asfiksia dan
hipotermi, pengawasan
nutrisi reflex menelan,
tekhnik menyusui, dan
perawatan metode
kungguru.
3. By Ny “M” 1. Lakukan pemeriksaan Ruang
Dengan Asfiksia fisik, pengukuran NICU RSUD
sedang dan antropometri, dan SOEDJONO
hipotermi mengecek tanda-tanda SELONG

48
vital pada asfiksia
sedang dan hipotermi
2. Anjurkan pada ibu dan
keluarga bagaimana
cara melakukan
perawatan metode
kangguru.
4. By Ny “M” 1. Lakukan pemeriksaan Ruang
Dengan Asfiksia fisik, pengukuran NICU RSUD
sedang dan antropometri, dan SOEDJONO
hipotermi mengecek tanda-tanda SELONG
vital asfiksia sedang
dan hipotermi.
2. Merekap hasil catatan
perkembangan pada
bayi ibu.
3. Melakukan evaluasi
kembali pada ibu dan
keluarga mengenai
asuhan yang diberikan
pada bayinya.

f. Evaluasi (langkah VII)

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang

aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui aspek mana

yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan

yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi

keefektifan asuahan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi

pemenuhan kebutuhan akan bantuan : apakah benar benar

terpenuhi sebagaimana diidentifikasi di dalam diagnosis dan

masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang

benar efektif dalam pelaksanaannya ( Soepardan, 2007).

49
3. Pendokumentasian manajemen kebidanan

Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas,

singkat, logis dalam melakukan suatu metode pendokumentasian.

Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang dapat

mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah

dilakukan dan yang akan dilakukan pada seorang klien, yang di

dalamnya tersirat proses berpikir yang sistematis seorang bidan

dalam menghadapi seorang klien sesuai langkah langkah dalam

proses manajemen kebidanan. Menurut Helen Varney, alur berpikir

bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah.

Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan

melalui proses berpikir sistematis, didokumentasikan dalam bentuk

SOAP, yaitu :

S (Subjektif), menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan

data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney.

O (Objektif), menggambarkan pendomentasian hasil pemeriksaan fisik

klien, hasil labolatorium dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam

data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney.

A (Assasement), menggambarkan pendokumentasian hasil analisis

dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :

a. Diagnosis/masalah.

b. Antisipasi diagnosis/masalah potensial.

c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,

50
konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan

4 Varney.

P (Plan), menggambarkan pendokumentasian dan tindakan

(Implementasi) dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan

assasement sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney (Salmah, 2006

51
D. Kerangka Berpikir

Neonat
us

Klasifikasi Asfiksia Hipotermi

Gejala Asfiksia Diagnosis Penatalaksana Tanda & Gejala


Sedang Penyebab
1. Sianosis 1. Anamnesis 1. jaringan lemak
1. Sebelum 1. Aktifitas kurang
2. Retraksi Sela 2. Pemeriksaan subkutan tipis, 2. Latergis
bayi lahir 2. perbandingan
Iga Fisik 2. Setelah bayi 3. Tangisan lemah
3. Grunting 3. Pemeriksaan luas permukaan 4. Cutis marmorata
lahir tubuh dengan
4. Pernafasan Penunjang 3. Ventilasi 5. Menghisap
cuping tekanan
berat badan lemah
hidung positif (VTP) besar 6. Kaki dingin
5. Bayi Kurang 3. cadangan
Aktivitas glikogen dan
6. Askultasi brown fat sedikit
4. menggigil

Penatalaksana
1. Hangatkan bayi
di incubator
2. Hangatkan bayi
melalui panas
Teori Manajemen tubuh ibu
Kebidana 3. Metode
kanguru

7 Langkah
Varney

52
BAB III

METODE

A. Rancangan

Rancangan dalam penelitian ini dengan metode penelitian

deskriptif dan jenis penelitian deskriptif yg digunakan adalah studi

penelaahan kasus (case study), yakni dengan cara meneliti suatu

permasalahan yang berhubungan dengan kasus itu sendiri, faktor-faktor

yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yg muncul sehubungan

dengan kasus maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu

perlakuan. Penelitian dengan judul asuhan kebidanan neonatus patologis

pada by “m” dengan asfiksia sedang dan hipotermia diruang nicu RSUD

Dr Soedjono Selong menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan studi kasus.

B. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Studi kasus dilaksanakan di Ruang nicu RSUD Dr Soedjono

Selong dengan menerapkan asuhan kebidanan pada neonatus

dengan asfiksia sedang dan hipotermi.

Studi kasus dilakukan pada bulan Oktober Kegiatan

pengumpulan data dilakukan dari tanggal 20 Oktober - 23 Oktober

2021.

53
C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian dalam study kasus asuhan ini adalah Ruang

Nicu RSUD Dr. R, Soedjono Selong dengan menerapkan asuhan

kebidanan pada neonatus dengan asfiksia sedang dan hipotermi.

D. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden.

Data primer yang digunakan oleh peneliti adalah data dari hasil

anamnesa dan pemeriksaan fisik.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil

pendokumentasian. Data sekunder yang digunakan peneliti adalah

Buku register.

E. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat dan instrument dalam penelitian study kasus ini adalah :

a. Alat : penimbangan berat badan, metlin, stetoskop, thermometer,

handscone

b. Instrumen : Lembar informed consent persetujuan keluarga

pasien studi

2. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara atau Interview

54
Menurut Sugiyono (2014) mendefinisikan wawancara adalah

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi atau ide melalui

tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

sesuatu topik tertentu. Penulis melakukan tanya jawab dengan

keluarga klien guna mendapatkan data yang diperlukan.

b. Observasi

Menurut Sugiyono (2014) menyatakan bahwa, observasi adalah

dasar semua ilmu pengetahuan. Data itu dikumpulkan dan sering

dengan bantuan berbagai alat. Observasi yang dilakukan dengan

cara melakukan pemeriksaan fisik pada pasien setelah dilakukan

tindakan asuhan kebidanan.

F. Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data-data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah menjadi laporan

yang ditulis secara komunikatif, dan mudah dibaca, sehingga

memudahkan pembaca untuk memahami seluruh informasi penting

dan laporan dapat membawa pembaca kedalam situasi kasus

kehidupan seseorang. Pelaporan menggunakan pendokumentasian

kebidanan.

2. Analisa Data

Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,

mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang

55
dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal

khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data.

Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukan

kedalam tipologi. Analisa data dilakukan sejak peneliti dilapangan,

sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau

setelah selesai dan lapangan. Analisa dan didokumentasikan dalam

bentuk asuhan kebidanan VARNEY.

G. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak

boleh bertentangan dengan etika. Tujuan harus etis dalam arti hak

pasien harus dilindungi. Setelah proposal mendapat persetujuan dari

pembimbing, kemudian penyusunan LTA mendapat surat pengantar

dari institusi pendidikan untuk diserahkan kepada Bangkes Bangpol

untuk mendapatkan persetujuan untuk diteruskan menyusun LTA.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk memenuhi etika penelitian

sebagai berikut:

1. Lembar pernyataan

Menjelaskan tentang apa yang akan peneliti lakukan selama

pasien menjadi responden

2. Lembar Persetujuan

Menjadi Responden (Informed Consent) Lembar persetujuan

sebagai responden diberikan pada saat pengumpulan data.

56
Bertujuan agar responden mengetahui tujuan, manfaat, prosedur

intervensi dan kemungkinan dampak yang terjadi selama

penelitian. Jika responden bersedia maka responden

menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden

menolak untuk diteliti maka peneliti menghargai hak- hak tersebut.

3. Tanpa Nama (Anonimity) Nama bayi yang menjadi responden

tidak perlu dicantumkan pada hasil dokumentasi. Peneliti cukup

memberikan kode pada hasil dokumentasi yang berupa asuhan

kebidanan nifas. Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan

informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga

kerahasiaannya oleh peneliti.

57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum RSUD Dr. R. Soedjono Selong

Rumah Sakit Umum Daerah Selong berlokasi di Jl. Prof.

M Yamin SH no. 55, Pancor, Kec Selong, Kabupaten Lombok

Timur, Nusa Tenggara Barat. Dengan kose Pos 83611.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong

yang pada awalnya adalah praktek pribadi didirikan oleh dr. R.

Soedjono pada tahun 1912 yang selanjutnya berkembang

menjadi Poli Pelayanan Umum hingga Tahun 1932. Poli

Pelayanan Umum tersebut pada tahun 1932 dikembangkan

menjadi Poliklinik Perawatan dengan kapasitas 10 (sepuluh)

tempat tidur (setara dengan Puskesmas Perawatan sekarang).

Poliklinik Perawatan ini kemudian berkembang menjadi Rumah

Sakit Umum Selong yang berlokasi di Puskesmas Selong

sekarang. Setelah dr. R. Soedjono meninggal, pelayanan medis

dilakukan oleh dokter lain yang ditunjuk. Selanjutnya ditunjuk

dokter dari Belanda sebagai dokter kunjungan dari RSU

Mataram ke RSUD dr. R. Soedjono Selong.

Pada tanggal 31 Desember 2001 RSUD Dr. R. Soedjono

Selong dibawah kepemimpinan Dr. H. Muchdar mendapat

pengakuan dari KARS bahwa telah memenuhi 5 standar

58
Pelayanan Rumah Sakit yang meliputi : Administrasi

Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat Darurat,

Pelayanan Keperawatan dan Rekam Medis melalui Sertifikat

Akreditasi Penuh Tingkat Dasar dengan SK. Menkes (Dirjen

Pelayanan Medik) No. YM. 00.03.2.2.2034. Untuk masa berlaku

31 Desember 2001 s/d 31 Desember 2004 , dan pada tanggal

27 Desember 2004 RSUD Dr. R. Soedjono Selong kembali

untuk ketiga kalinya mendapat Pengakuan dari KARS bahwa

telah lulus Akreditasi Penuh Tingkat Dasar untuk 5 Standar

Pelayanan dengan SK. Menkes (Dirjen Pelayanan Medik) No.

Hk.00.06.3.5.472 untuk masa berlaku 14 Februari 2005 s/d 14

Februari 2010.

Nama Rumah Sakit Umum Selong yang pada awalnya

bernama RSUD Dr. R. Soedjono Selong berubah menjadi RSU

Selong pada masa Kepemimpinan Bupati H. Moh. Sadir

(Kolonel TNI-AD) dan H. Syahdan, SH, MBA, MM. Selanjutnya

pada masa Kepemimpinan Bupati H. Moh.Ali Bin Dachlan

Tahun 2003 dikembalikan lagi namanya menjadi RSUD Dr. R.

Soedjono Selong berdasarkan SK. Bupati Lombok Timur No.

188.45/417/ KUM/2003 Tanggal 12 Nopember 2003 dan

dibawah kepemimpinan Bupati Periode 2008 – 2013 yaitu Drs.

H. Sukiman Azmy, MM. ( Brigjen. TNI – AD) nama Rumah Sakit

Menjadi RSUD Dr. R. Soedjono Selong.

59
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R Soedjono Selong telah

dinyatakan LULUS PARIPURNA oleh Komisi Akreditasi Rumah

Sakit berdasarkan Sertifikat Akreditasi Rumah sakit Nomor:

KARS-SERT/628/VII/2020 tanggal 24 Juli 2020. Selanjutnya

pada tanggal 26 Agustus 2020 RSUD Dr. R Soedjono Selong

telah mendapatkan izin operasional Rumah Sakit Kelas B

berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Barat

Nomor: 503/01/03/DPM-PTSP/VIII/2020.

RSUD Dr. R. Soedjono Selong adalah Rumah Sakit

Daerah Type B yang memiliki luas lahan seluas kurang lebih 5,7

hektar (57.349 m3) dengan jumlah tempat tidur sesuai dengan

SK Direktur RSUD dr. R. Soedjono Selong tentang perubahan

kesatuan penetapan kelas perawatan pada RSUD dr. R.

Soedjono Selong No. 445 / 726.1 / RSUD / 2021 sebanyak 314

tempat tidur dengan jumlah tenaga sebanyak 1.288 orang.

2. Gambaran Subyek

Responden atau pasien dalam studi kasus ini adalah

By. Ny. M umur 1 hari dengan orang tua bernama Ny. M dan

Tn. S. Bayi laki-laki lahir secara spontan tanggal 19 Oktober

2021 pukul 13.50 wita, dengan asfiksia sedang dengan nilai

APGAR 6 dan mendapatkan asuhan manajemen asfiksia BBL

60
yaitu resusitasi di Ruang VK Bersalin pasca resusitasi bayi

mengalami hipotermia dengan suhu 35,6 ˚C. By. Ny. M dibawa

keruang neonatus pada tanggal 19 Oktober 2021 pukul 15.00

wita dan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tanda-

tanda vital bayi baru lahir.

Asuhan pada By. Ny. M dilakukan kunjungan sejumlah

4 kal kunjungan. Berdasarkan kunjungan pertama pada tanggal

20 Oktober 2021 di dapatkan bahwa keadaan umum bayi masih

tampak lemah, denyut jantung bayi 135 x/mnt, RR:53 x/mnt,

S:36,5 ºC,SPo2: 96% BB:2900 gram,PB:50 cm, JK: Laki-laki,

terpasang infus D10%, terpasang oksigen nasal kanul 3

liter/mnt , bayi di rawat dalam incubator,melanjutkan terapi obat-

obatan ampicilin 2 x 155 mg, Gentamicin 1 x 15 mg,

Dexamethason 3 x 0,5 mg, dan ranitidin 2 x 3 mg.

Kemudian penulis melakukan asuhan pada neonatus

dengan meletakkan bayi didalam incubator untuk menjaga

suhu tubuh bayi tetap hangat dan melakukan pencegahan

kehilangan panas lain, seperti mengganti popok yang basah

dan membedong bayi serta menggunakan bayi topi dan

melakukan pemantauan suhu tubuh bayi.

Kunjungan kedua peneliti melakukan kunjungan ulang

pada tanggal 21 Oktober 2021 untuk evaluasi perkembangan

pasien peneliti melakukan pemeriksaan tanda-tanda

61
vital,lakukan perawatan tali pusat, lakukan evaluasi BAK BAB

serta KIE cara menjaga kehangatan bayi.

Kunjungan ketiga peneliti melakukan kunjungan pada

tanggal 22 oktober 2021 melakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital, anjurkan menyusui bayinya, KIE ASI eksklusif

Kunjungan keempat peneliti melakukan kunjungan pada

tanggal 23 oktober 2021 untuk mengevaluasi perkembangan

pasien melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, KIE menjaga

kehangatan bayi

3. Tinjauan Kasus

KUNJUNGAN I

Hari/Tanggal : Rabu, 20 Oktober 2021

Waktu : 08.00 WITA

No.RM : 538044

Tempat : Ruang Nicu

A. Data Subyektif

1. Identitas Bayi

Biodata Bayi
Nama By. Ny. M
Umur 1 hari
Tanggal Lahir 19 Oktober 2021
Alamat Jeroaru

62
2. Identitas orang tua

Biodata Istri Suami


Nama Ny. M Tn. S
Umur 27 tahun 30 tahun
Agama Islam Islam
Suku Sasak Sasak
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan IRT Pedagang
Alamat Jeroaru Jeroaru

3. Keluhan utama

Keluarga mengatakan ini adalah hari ke 1 bayi berada di ruang

Nicu, bayi dipindahkan dari ruang VK bersalin dikarenakan k/u bayi

lemah

4. Riwayat Perjalanan penyakit

Seorang Bayi lahir spontan di VK bersalin pada tanggal 19

Oktober pukul 13.50 wita dengan asfiksia sedang bayi sudah

mendapatkan manajemen asuhan asfiksia yaitu langkah awal

resusitasi, pada pukul 15.00 wita bidan membawa bayi keruang

NICU karena bayi mengalami hipotermi yang dimana didapatkan

suhu badan bayi kurang dari batas normal yaitu 35,7 ˚C

B. Data Obyektif

1. Pemeriksaan umum

Keadaan Umum :Bayi tampak lemah

Kesadaran :composmintis

63
Tonus otot : lemah

Tanda-Tanda Vital

Denyut jantung : 135 x/mnt

Respirasi : 53 x/mnt

Suhu : 35,7 ˚C

Spo2 : 96%

2. Pemeriksaan Fisik

a. Muka : simetris (+), kelainan (-), pucat (-),

b. Ubun-ubun : caput seksedenum (-), chepal hematoma (-),

UUB datar (+), molase (+), pembekakakn (-), daerah

yang cekung pada kepala (-), ukuran lingkar kepala

normal (+), kelainan (-)

c. Hidung : Lunak (+), pernafasan cuping hidung (-),

d. Bibir : labioskisis (-), sianosis (-), palatum lunak (-),

palatokisis (-), labiogenatopalatoskisis (-), reflex rooting

(+), reflex sucking (+), reflex swallowing (+)

e. Telinga : lunak (+), kelainan (-), letak sejajar dengan

kontus mata (+)

f. Leher : pembekakan V, dapat digerakkan ke kiri dan

ke kanan (+)

g. Dada : simetris (+), putting susu normal (+), retraksi

dinding dada saat bernafas (-), bunyi nafas pada paru-

64
paru kiri dan kanan sama (+), respirasi normal (+), bunyi

jantung normal (+).

h. Tali pusat : perdarahan tali pusat (-)

i. Punggung : pembekakan (spina bifida dan okulta) (-).

j. Genetalia : jenis kelamis (L)

k. Anus : berlubang (+), pengeluaran meconium (+)

l. Ekstremitas

Atas : Teraba dingin, simetris, jumlah jari normal

(+), trauma lahir

Bawah : sianosis pada kuku ( +), teraba dingin, simetris

(+), jari kaki normal (+), sianosis pada kuku (+)

3. Refleks

Refleks moro : Ada

Refleks rooting : Ada

Refleks sucking : Ada

Refleks swallowing : Ada

4. Antropometri

Berat Badan : 2900 gram

Panjang Badan : 50 cm

Lingkar Kepala : 31 cm

Lingkar dada : 31 cm

Lingkar lengan : 11 cm

5. Eliminasi

65
Miksi : sudah

Defekasi: belum

C. Analisa

1. Diagnosa : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan

umur 1 hari dengan asfiksia sedang dan hipotermia.

2. Diagnosa Potensial : Asfiksia berat dan hipotermi

3. Kebutuhan : menghangatkan bayi dan mencegah

kehilangan panas dan melakukan kolaborasi dengan Dokter

Sp. A dengan advice menjaga kehangatan bayi dengan

meletakkan bayi dibawah radian dengan suhu 34c, berikan

ASI 8x (20-25cc) perhari dan memantau tanda-tanda vital

bayi tiap 2 jam.

D. Penatalaksanaan

1. Pada pukul 08.30 wita Mengganti pempers bayi.

Pempers sudah diganti

2. Memantau pernafasan bayi

Pernafasan bayi normal didapatkan 35x/menit

3. Memantau pemasangan infus pada bayi

Infus terpasang dengan baik

4. Pukul 10.00 2wita Mengobersevasi oksigen

66
Oksigen terpasang dengan baik sebanyak 3liter/menit.

5. Pukul 10.20 wita. Melanjutkan advice dokter yaitu :

pemberian cairan infus D10% 190cc/24jam, Pasien di

berikan terapi obat-obatan sesuai kebutuhan yaitu ampicilin

2x155 mg, gentamicin 1x15mg,dexamethasone 3x0,5mg

dan ranithidin 2x3mg.

Obat sudah diberikan

6. Bayi di rawat di dalam incubator dengan suhu 34 ºC

7. Meminta keluarga pasien untuk tetap berjaga di luar

ruangan dan memberitahu keluarga untuk tetap mencuci

tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi.

Keluarga sudah diberitahu.

Kunjungan II

Hari/Tanggal : Kamis, 21 Oktober 2021

Waktu : 08.00 WITA

No.RM : 538044

Tempat : Ruang Nicu

A. Data Subyektif

Keluarga mengatakan keadaan bayinya masih lemas

B. Data Obyektif

1. Keadaan Umum

67
Keadaan Umum : lemah

Kesadaran :composmintis

Tonus otot : cukup baik

Tanda-Tanda Vital

Denyut jantung:138 x/mnt

Respirasi :50 x/mnt

Suhu:36,0C

Spo2 :98%

BAB :2 Kali

BAK :4 Kali

2. Refleks moro : Ada

Refleks rooting : Ada

Refleks sucking : Ada

Refleks swallowing : Ada

C. Analis

1. Diagnosa : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan

umur 2 hari

2. Diagnose pitensial : asfiksia berat dan hipotermi

3. Kebutuhan : menghangatkan bayi dan mencegah kehilangan

panas

68
D. Penatalaksanaan

1. Pada pukul 08.30 wita menggati pempes bayi

Pempers sudah diganti

2. Pada pukul 09.00 memastikan oksigen terpasang dengan

baik

Oksigen terpasang dengan baik sebanyak 3liter/menit.

3. Memantau pemasangan infus pada bayi

Infus terpasang dengan baik

4. Meminta keluarga pasien untuk tetap berjaga di luar

ruanganagar dapat membantu petugas untuk menyiapkan

perlengkapan bayi.. Memberitahu keluarga untuk tetap

mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi

sesuai dengan instruksi yang diberikan.

Keluarga pasien setuju

5. Mengunjungi ibu di ruang Nifas pada pukul 14.30 wita untuk

mengajarkan kepada ibu tentang ASI Eksklusif dan teknik

menyusui yang baik dan benar, yaitu dengan cara saat

menyusui perut bayi dan ibu menempel, tangan ibu salah

satu dibokong bayi dan salah satu bisa dibiarkan, kemudian

usaha agar saat menyusui bagian hitam disekitaran

payudara masuk kedalam mulut bayi dan pastikan tidak

69
timbul bunyi sehingga dapat dipastikan ibu menyusui dengan

benar, kemudian menyusui secara bergantian antara

payudara yang satu dengan yang satunya. kemudian selalu

gunakan payudara yang pas dan dapat menyongkong

payudara ibu. Ibu mengerti dengan penjelasan yang

diberikan dan bersedia untuk melakukan instruksi yang

diberikan oleh bidan.

Ibu mengerti tentang penjelasan pentingnya pemberian ASI

eksklusif dan tekhnik menyusui yang benar

6. Melakukan pemberian ASI setiap 2 jam

Ibu bersedia melakukan pemberian ASI setiap 2 jam

7. Menjadwalkan kunjungan ulang pada hari Jumat, 22 Oktober

2021, Keluarga setuju dan bersedia untuk dilakukan

kunjungan ulang pada esok hari.

Ibu dan keluarga bersedia untuk melakukan kunjungan ulang

Kunjungan : III (Ketiga)

Hari/Tanggal : Jumat 22 Oktober 2021

Waktu : 08.00 WITA

No.RM : 538044

Tempat : Ruang Nicu

A. Data Subyektif

70
Keluarga mengatakan keadaan bayi cukup baik

B. Data Obyektif

1. Keadaan umum

Keadaan umum : cukup baik

Kesadaran : composmentis

Tonus otot : cukup baikn

Tanda-tanda vital

Denyut jantung:145 x/mnt

Respirasi :50 x/mnt

Suhu:36,5C

Spo2 :98%

BAB :2 kali

BAK : 4 kali

2. Reflek

Refleks moro : Ada

Refleks rooting : Ada

Refleks sucking : Ada

Refleks swallowing : Ada

C. Analisa

1. Diagnose : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan

umur 3 hari

71
2. Diagnosa potensial : asfiksia berat dan hipotermi

3. Kebutuhan : menghangatkan bayi dan mencegah

kehilangan panas

D. Penatalaksanaan

1. Pada pukul 08.30wita mengganti pempes bayi

Pempers sudah diganti

2. Pada ukul 10.00wita. Memastikan infus D10% 190cc/24jam,

Pasien di berikan terapi obat-obatan sesuai kebutuhan yaitu

ampicilin 2x155 mg, gentamicin 1x15mg,dexamethasone

3x0,5mg dan ranithidin 2x3mg.

Infus terpasang dengan baik dan pemberian obat lanjutan

sudah diberikan.

3. Mengunjungi ibu di ruang nifas pada pukul 15.30 wita untuk

Menjelaskan ibu tanda-tanda bahaya pada bayi yaitu:

a. Bayi tidak mau menyusu

b. Mengantuk dan tidak sadarkan diri

c. Napas cepat

d. Merintih

e. Tarikan dinding dada bagian bawah

f. Tampak biru pada ujung jari tangan dan kaki

g. Kejang

h. Bayi kuning

i. Demam tinggi

72
j. Tali pusat kemerahan

k. Mata tampak bernanah

Ibu sudah mengerti dengan penjelasan yang diberikan

dan bersedia untuk memberitahu petugas apabila

ditemukan tanda-tanda bahaya yang disebutkan tersebut

pada pasien.

4. Memberitahu keluarga untuk tetap berjaga diluar ruangan.

Keluarga bersedia untuk tetap berjaga diluar ruangan

5. Menjadwalkan kunjungan ulang yaitu Sabtu, 23 Oktober

2021, Keluarga setuju dan bersedia untuk dilakukan

kunjungan ulang pada esok hari.

Ibu dan keluarga bersedia untuk melakukan kunjungan

ulang.

Kunjungan IV

Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Oktober 2021

Waktu : 08.00 WITA

No.RM : 538044

Tempat : Ruang Nicu

A. Data Subyektif

Keluarga mengatakan keadaan bayi baik

B. Data Obyektif

73
1. Keadaan umum

Kesadaran : composmentis

Tonus otot : Baik

Tali pusat : kering

Tanda-tanda vital

Denyut jantung:145 x/mnt

Respirasi :50 x/mnt

Suhu:36,9C

Spo2 :98%

BAB : 2 kali

BAK : 4 kali

2. Reflek

Refleks moro : Ada

Refleks rooting : Ada

Refleks sucking : Ada

Refleks swallowing : Ada

C. Analisa

1. Diagnose : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan

umur 4 hari

2. Diagnose potensial asfiksia berat dan hipotermi

3. Kebutuhan : pemberiak oksigen dan mencegah kehilangan

panas

74
D. Penatalaksanaan

1. Pukul 08.30wita. Mengganti pempers bayi.

Pempers sudah diganti

2. Melakukan pemantauan pemberian ASI setiap 2 jam.

Ibu sudah melakukan pemberian ASI setiap 2 jam.

3. Bayi dikeluarkan dalam incubator pukul 13.00wita

Bayi sudah dikeluarkan

4. Mengajarkan ibu Perawatan Metode Kanguru (PMK) yaitu

dengan cara meletakkan bayi dengan posisi tegak di antara

payudara ibu, kontak kulit antara dada bayi dengan dada ibu.

Kepala bayi menghadap ke samping dengan posisi sedikit

menengadah supaya jalan napas terbuka dan ada kontak

mata dengan ibu sedangkan panggul bayi dalam posisi

seperti katak. Pada pukul 14.10 wita

Ibu mengerti bagaimana cara Perawatan Metode Kangguru

(PMK) yang akan dilakukan dirumah.

5. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kehangatan bayi

dengan metode kanguru yang pernah diajarkan dan harus

tetap memberikan bayi ASI secara on demand. Ibu mengerti

dengan penjelasan bidan dan bersedia melakukannya

dirumah.

Ibu bersedia untuk tetap menjaga kehangatan bayinya.

75
6. Mengingatkan kepada ibu untuk segera fasilitas kesehatan

terdekat jika terjadi sesuatu terhadap bayi nya dirumah. Ibu

mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.

Ibu bersedia untuk segera ke fasilitas kesehatan jika terjadi

sesuatu pada bayinya.

B. Pembahasan

Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang

pengaruh asuhan kebidanan yang telah diberikan. Pada bab ini juga

penulis akan menguraikan tentang ada atau tidaknya kesenjangan

antara teori dan hasil studi penatalaksanaan dan penerapan asuhan

kebidanan pada bayi Ny M dengan Asfeksia sedang dan hipotermi.

Adapun hasil setiap kunjungan yang dilakukan antara lain sebagai

berikut :

1. Data Subyektif

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah diperoleh. Ny. M 27

tahun mengaku hamil anak ke 4 dan tidak pernah keguguran.HPHT

:24-1-2021 HTP : 31-10-2021 usia kehamilan 38 minggu 1 hari.

Dipindahkan dari ruang IGD PONED Selong keruang VK Bersalin

dengan indikasi KPD (Ketuban Pecah Dini).

Melihat kondisi pasien dengan teori yang menjadi landasan

terjadinya asfiksia dan hipotermi, maka penulis menyimpulkan

bahwa tidak ada kesenjangan antara praktek dengan teori yang

76
sudah ada.

2. Data obyektif

Kunjungan Usia Keadaan Hasil Pemeriksaan


Pasien Umum
1 1 hari Bayi A-S 4-7, berat badan 2900 gram,
tampak panjang badan 49 cm, lingkar
lemah kepala 31 cm, lingkar dada 31 cm,
lingkar lengan 11 cm,denyut
jantung 135x/menit, respirasi
53x/menit, suhu 35,7˚C,dan SPO2
96%, pemeriksaan fisiktampak
kepala lebih besar dari
2 2 hari Bayi Denyut jantung 138x/menit,
tampak respirasi 50x/menit, suhu 36,0◦C,
lemah dan SPO2 98%. Reflek moro
ada,reflek babinski ada, refkeh
grasping ada, reflek swallowing
ada.
3 3 hari Bayi Denyut jantung 145x/menit,
tampak Respirasi 50x/menit, suhu 36,5˚C ,
baik SPO2 98%. Reflek moro ada,
reflek babinski ada, reflek
rootingada, reflek suckingada,
reflek swallowing ada, dan reflek
grasping ada.
4 4 hari Bayi Denyut jantung 145x/menit,
semakin respirasi 50x/menit, suhu 36,9˚C,
membaik dan SPO2 98%. Reflek moro
ada,reflek babinski ada, reflek
rooting ada, reflek sucking ada,
reflek swallowing ada, dan reflek
grasping ada

Asfiksia adalah keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami

gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Dewi

2013:102). Menurut Dewi (2014) asfiksia disebabkan oleh factor

keadaan ibu yaitu Gangguan aliran pada tali pusat, biasanya

berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat, ketuban pecah dini

77
(KPD) yang menyebabkan tali pusat menumbung dan kehamilan lebih

bulan ( post-term).

Menurut teori Khalifa, 2015:6. .Hipotermi didefinisikan sebagai

keadaan termal yang tidak normal dimana suhu tubuh bayi turun

dibawah 36,5ºC. Penurunan suhu tubuh secara progresif

menyebabkan efek yang dapat merugikan mulai dari gangguan

metabolik hingga kematian. Menurut (Sudarti dan Fauziah, 2013:118)

factor penyebab hipotermi adalah Kesalahan perawatan bayi segera

setelah lahir, Bayi dipisahkan dengan ibunya setelah lahir,BBLR,

Kondisi ruangan yang dingin, Asfiksia dan hipoksia.

Melihat kondisi pasien, maka penulis menyimpulkan bahwa tidak

ada kesenjangan antara praktek dan teori yang sudah ada.

3. Analisa (a)

Pada kasus ini didapatkan hasil pemeriksaan bahwa By. Ny. M

mengalami asfiksia dikarenakan adanya factor ibu yang mengalami

KPD (ketubah pecah dini) dan mengalami hipotermi diarenakan

suhu tubuh bayi kurang dari batas normal 36,5ºC. Berdasarkan

hasil pengkajian data subyektif dan obyektif, maka ditegakkan

sebuah diagnosa kebidanan yaitu “ Neonatus cukup bulan sesuai

masa kehamilan dengan Asfiksia Sedang dan HIpotermi.

Masalah yang ditemukan pada bayi Ny R adalah gangguan

pernafasan Dan diagnosa potensial yang didapatkan dari hasil

pemeriksaan adalah Respiratory Distress Syndrom (RDS),

78
hipoglikemi. hipokalemia, hiperbilirubin. Paa kasus ini tidak terjadi

diagnose potensial pada bayi.

4. Penatalaksanaan (p)

Penatalaksanaan perawatan utama bagi bayi Asfiksia dan

Hipotermi adalah melakukan resusitasi saat lahir bayi tidak

langsung menangis, ekstremitas kebiruan dan tonus otot lemah

dan henti napas. Melakukan pemberian ASI, mengajarkan ibu cara

menghangatkan bayi menggunakan Perawatan Metode Kanguru

(PMK), dan pemberian terapi obat-obatan sesuai anjuran dokter.

1. Melakukan Resusitasi

Faktor resiko dari asfiksia diantaranya adalah hipotermi.

Maka dari itu sesuai dengan pemeriksaan diruang VK Bersalin,

pada saat bayi baru lahir bayi tidak langsung menangis,

ekstremitas kebiruan, dan tonus otot lemah.

Menurut Isyama T, 2019, Bayi yang terlahir dalam keadaan

asfiksia diakibatkan karena kegagalan bernafas karena kurangnya

jumlah surfaktan pada paru-paru. Maka dari itu diperlukan

manajemen pernapasan yaitu resusitasi serta penggunaan

ventilator untuk membantu memperlancar sistem pernapasan.

Selain itu bayi prematur juga berpotensi mengalami perdarahan

intraventrikular sehingga sirkulasi dan pernapasan harus

diperhatikan. salah satu caranya adalah meminimalkan

penanganan bayi dengan menempatkan bayi pada posisi yang

79
nyaman dan tidak melakukan penghisapan cairan mulut atau jalan

napas.

2. Pemberian ASI pada Bayi melalui DOT

Dari berbagai penelitian didapatkan bukti yang menunjukkan

keuntungan pemberian ASI jangka pendek maupun jangka

panjang. Keuntungan tersebut di antaranya adalah

pencernaannya yang lebih mudah,lebih sedikit residu lambung

dan kejadian muntah, menurunkan kejadian infeksi seperti sepsis

dan meningitis, maupun enterokolitis nekrotikans. Dari penelitian

Lukas dkk., didapatkan perbaikan hasil keluaran perkembangan

neurologis di usia 7 - 8 tahun dari bayi prematur yang

mendapatkan ASI.

3. Mengajarkan ibu untuk menghangatkan bayi dengan

Perawatan Metode Kanguru (PMK).

Mengajarkan ibu Perawatan Metode Kanguru (PMK) dengan

tujuan dapat mengurangi risiko terjadinya hipotermi pada bayi

karena tubuh ibu dapat memberikan kehangatan kepada bayinya

dengan cara kontak langsung antara kulit ibu dengan kulit bayi.

Menurut Fazrin, 2015,Perawatan metode kanguru dilakukan

oleh ibu dengan cara mendekap bayinya diantara payudara

ditambah dengan terapi sentuhan yang diberikan oleh kedua

telapak tangan ibu yang hangat akan menimbulkan rasa nyaman

pada bayi prematur sehingga akan mengurangi stress dan sakit

80
akibat alat-alat medis yang digunakannya serta meningkatkan

berat badan, tanda-tanda vital dan imunitas bayi prematur.

Menurut Walyani, 2015, keuntungan dan manfaat dari

Perawatan Metode Kanguru (PMK) tersebut adalah suhu tubuh

bayi tetap normal, mempercepat pengeluaran ASI, dan

meningkatkan keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari

infeksi, berat badan bayi cepanaik, memperpendek perawatan Di

RS (bisa pulang lebih awal), melatih ibu cara menyusui yang baik

dan benar. Perawatan Metode Kanguru (PMK) Ini tidak hanya bisa

dilakukan oleh ibu saja, melainkan bisa dilakukan oleh pengganti

Ibu (ayah atau anggota keluarga lain)

4. Pemberian terapi obat-obatan

Pemberian terapi obat-obatan antibiotic seperti ampicillin

2x155mg, gentamicin 1x15mg, dexamethasone 3x0,5mg,

ranithidin 2x3mg untuk pencegahan infeksi pada bayi dengan

Asfiksia dan Hipotermi sesuai advice dokter.

Berdasarkan penatalaksanaan yang telah dilakukan, maka

penulis menyimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara

praktek dan teori yang sudah ada.

81
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan asuhan kebidanan yang telah di berikan dengan

menggunakan metode SOAP, maka peneliti menarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dari pengkajian data subyektif yang dilakukan penulis memperoleh

data subyektif bahwa Ny. M 27 tahun mengaku hamil anak ke 1

dan tidak pernah keguguran HPHT : 24-1-2021 HTP : 31-10-2021

usia kehamilan 38 minggu. Dipindahkan dari ruang IGD PONED

Selong keruang VK Bersalin dengan indikasi KPD (Ketuban Pecah

Dini) kemudian didapatkan data objektif saat bayi lahir tangisan

bayi merintih ekstremitas kebiruan, nafas megap-megap, dan suhu

tubuh bayi. Penyebab terjadinya hal tersebut dikarenakan ibu

mengalami KPD

2. Interpretasi data dasar dari hasil pengkajian data peneliti

menegakkan diagnosa yaitu Neonatus Cukup Bulan (NCB)Sesuai

Masa Kehamilan(SMK) dengan Asfiksia Sedang dan Hipotermi.

3. Diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada responden adalah

Asfiksia berat dan hipotermi.

4. Tindakkan segera yang di lakukan yaitu menghangatkan bayi dan

mencegah kehilangan panas.

82
5. Perencanaan yang di lakukan peneliti untuk kunjungan adalah

sebagai berikut:

a. Tanyakan kesediaan ibu bayi sebagai responden untuk studi


kasus dan berikan informed consent
b. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik
pada bayi.
c. Melakukan perawatan bayi dalam incubator
d. Kolaborasi dengan doker Sp. A untuk pemberian terapi obat
e. berikan ibu penyuluhan tentang asi eksklusif dan teknik
menyusui yang benar untuk bayinya.
f. Melakukan pemeriksaan perkembangan bayi apakah ada
penyulit atau tidak
6. Implementasi dari setiap kunjungan yang di lakukkan yaitu:
a. Ibu bayi bersedia bayinya menjadi responden pada studi kasus
ini dan menandatangani informed consent
b. Kolaborasi dengan dokter untuk Pemberian obat – obatan :
infus D10% 190cc/24jam, Pasien di berikan terapi obat-obatan
sesuai kebutuhan yaitu ampicilin 2x155 mg, gentamicin
1x15mg,dexamethasone 3x0,5mg dan ranithidin 2x3mg.
c. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya asi eksklusif dan
tekhnik menyusui yang benar
d. Memberikan ibu penyuluhan tentang cara menjaga kehangatan
bayi
e. Menjelaskan ibu tanda-tanda bahaya pada bayi
f. Melaukan pemeriksaan perkembangan bayi berupa
pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital bayi
g. Memberikan penyuluhan Metode Kangguru (PMK)
7. Evaluasi dari kunjungan yang di lakukkan yaitu:
a. Informed consent sudah disetujui

83
b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi sudah
dilakukan
c. Pemeriksaan perkembangan bayi sudah dilakukan
d. penyuluhan tentang cara menjaga kehangatan bayi sudah
dilakukan
e. ibu mengerti tentang penjelasan tanda-tanda bahaya pada bayi
h. penyuluhan tentang Metode Kangguru (PMK) sudah dilakukan

B. SARAN

1. Bagi Pasien

Disarankan kepada masyarakat untuk memperhatikan

perencanaan kehamilan dengan matang, mengatur jarak kehamilan.

Memberikan ASI yang adekuat, tetap menjaga kehangatan tubuh bayi

dan memperhatikan tumbuh kembang bagi ibu dengan bayi Asfiksia

dan Hipotermi faktor resiko Asfiksia yaitu dari faktor ibu berupa usia

ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak hamil dan

bersalin terlalu dekat, penyakit menahun seperti hipertensi, jantung,

gangguan pembuluh darah, dan pekerjaan yang terlalu berat. Faktor

kehamilan berupa hamil ganda, komplikasi kehamilan, KPD (Ketuban

Pecah Dini), eklampsia/preeklampsia, dan faktor janin berupa cacat

bawaan dan infeksi dalam rahim.

2. Bagi Penulis

Diharapakan penulis dapat melakukan identifikasi dan asuhan

terhadap bayi dengan Asfiksia dan Hipotermi, sehingga dapat

memperdalam dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.

84
DAFTAR PUSTAKA

Angka Dewi, Vivian Nanny Lia, 2013, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita, Edisi kelima, Jakarta: Salemba Medika.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia Menurut WHO,


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/50561/Chapt
er%20I.pdf? sequence=5.

Amalia, W. R. (2020). GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN BAYI


DI RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG KABUPATEN KEBUMEN
TAHUN 2017-2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta)

Berencana Nasional. (2018). Survei demografi dan kesehatan Indonesia


2017. Diakses dari sdki.bkkbn.go.id/file/buku/2017IDHS.pdf

Dinas kesehatan provinsi NTB, 2019, Profil Kesehatan Privinsi NTB tahun
2019, Mataram.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2019, Profil Kesehatan


Kabupaten Lombok Timur Tahun 2019 Selong.

Dian Insana Fitri dkk, Jurnal Keseha tan Andalas.Hubungan Pemberian ASI
dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 Bulan di Puskesmas
Nanggalo Vol. 3.

Ekawati, Heny, 2015, Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Terhadap


Perubahan Suhu Tubuh Pada Bayi Baru Lahir Di Klinik Bersalin Mitra
Husada Desa Pangean Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan.

Fitri, D. I., Chundrayetti, E., & Semiarty, R. (2014). Hubungan pemberian ASI
dengan tumbuh kembang bayi umur 6 bulan di Puskesmas Nanggolo,
Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2)

Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami, 2013, Asuhan Persalinan dan
Bayi Baru lahir, CV Trans Info Media, Jakarta.

Wahidiyat dan Sastroasmoro, 2012, Pemeriksaan Klinis pada Bayi dan Anak,
CV Sangung, Jakarta.

Kusuma, E. (2019). Pengaruh Terapi Hipotermi terhadap Kejadian Kejang


pada Bayi Asfiksia di Ruang Alamanda RSUD Bangil. Jurnal Citra
Keperawatan, 7(2), 72-78.

85
Khalifa, Amany K.A, 2015, Jurnal Of International Management Of Neonatal
Hazards In Intensive Care Units : A Review.

Maryunani, Anik, 2013, Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal, CV


TRANS INFO MEDIA, Jakarta Timur.

Paranggagian, Regina. 2017. Hubungan Derajat Asfiksia dengan Kejadian


Hipotermi, Palembang: Jurnal Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Vol 3, No. 1

Ratika, Ratika, 2017, Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada
Bayi Ny “S” dengan Asfiksia Sedang di RSUD Syekh Yusuf Gowa,
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Sarnah, S. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny “H” dengan


Hipotermi di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Safitri Aulia Rahma & Sri Pingit Wulandari, 2016 Klasifikasi Risiko Infeksi
pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
Menggunakan Metode Classification Trees.Vol. 5, No.1.

Seto, 2014, World Health Organization, Global Health Observatory (GHO)


Data-Chid Mortality and Causes of Death, Regional Office.

Verney, Helen dkk. 2016, Buku Saku Bidan, Varney’s pocket midwife, ed.
Alfriana Hany, Jakarta.

Yuni, A. (2017). Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada By. Ny. S Dengan
Asfiksia Ringan Di Rs Pku Muhammadiyah Sukoharjo. DIII
Kebidanan

86

Anda mungkin juga menyukai