Anda di halaman 1dari 71

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA


TENTANG PENULARAN HIV/AIDS DI
WILAYAHKERJA PUSKESMAS
LABUHAN HAJI
TAHUN 2022

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyusun Tugas Akhir Skripsi


Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Mataram Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
TahunAkademik 2021/2022

Disusun oleh :

Deni Yulistiawan
P07120421013A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan di depan tim penguji skripsi politehnik Kesehatan mataram jurusan

keperawatan dan di terima untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Program Pendidikan Diploma IV (D. IV) Keperawatan Mataram Tahun Akademik

2022.

Mengesahkan,
Ketua Jurusan Keperawatan
Politehnik Kesehatan Mataram Kemenkes RI

Rusmini, S. Kep. Ns., MM


NIP.197010161989032001

Tim Penguji,

1. Ni Putu Sumartini, M. Kep ( ) Penguji I


NIP. 197905132002122001

2. H. Cembun, A.Per. Pen, MPH (


) Penguji II
NIP. 196512311986031020

3. Mardiatun, M.Kep ( ) Penguji III


NIP. 198002052006042001

Tanggal Ujian:

ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap


Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Penularan HIV/AIDS Di
Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Haji Tahun 2022” telah mendapatkan
persetujuan untuk di seminarkan di depan tim penguji Skripsi Program Studi
D.VI Keperawatan Mataram Jurusan Keperawatan Politehnik Kesehatan Mataram
Kemenkes RI Tahun akademik 2022.

Oleh:

DENI YULISTIAWAN
NIM. P07120421013A

Mataram, 2022

Mengetahui:

Pembimbing I Pembimbing II

H. Cembun, A.Per. Pen, MPH Mardiatun, M.Kep


NIP. 196512311986031020 NIP. 198002052006042001

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum W. Wb

Alhamdulillah, dengan memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT


atas segala rahmat dan hidayahNya yang diberikan kepada penulis
sehingga proposal skripsi berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Penularan
HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Haji” ini dapat
terselesaikan.

Penyusunan proposal skripsi ini merupakan tugas yang harus


ditempuh dalam rangka penyusunan tugas akhir pendidikan Program
Studi D IV Keperawatan Alih Jenjang Poltekes Mataram. Dalam
penulisan proposal penelitian ini, penulis mendapatkan dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak sehingga proposal skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing bapak H. Cembun, A. Per. Pen., MPH dan Ibu
Mardiatun, M. Kep.

Penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi


penulis dan khususnya bagi pembaca.

Mataram, Maret 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN………………………….....................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................
1. Tujuan Umum..............................................................................................
2. Tujuan Khusus.............................................................................................
D. Manfaat Penelitian............................................................................................
1. Manfaat Teoritis...........................................................................................
2. Manfaat Aplikatif.........................................................................................
E. Ruang Lingkup Penelitian................................................................................
1. Ruang Lingkup Materi.................................................................................
2. Ruang Lingkup Responden..........................................................................
3. Ruang Lingkup Tempat...............................................................................
4. Ruang Lingkup Waktu.................................................................................
F. Keaslian Penelitian...........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
A. Tinjauan Teori...................................................................................................
1. Pendidikan Kesehatan..................................................................................
2. Pengetahuan.................................................................................................
3. Remaja.........................................................................................................
4. HIV/AIDS....................................................................................................
B. Kerangka Konsep..............................................................................................
C. Hipotesis...........................................................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................
A. Rancangan Penelitian........................................................................................
B. Variabel Penelitian............................................................................................
C. Definisi Operasional.........................................................................................
D. Populasi dan Sampel.........................................................................................
E. Etika Penelitian.................................................................................................
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data................................................................
G. Metode Pengolahan dan Analisis Data.............................................................
H. Jalannya Penelitian...........................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficience Virus (HIV) dan Acquired Immuno

Deficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang

serius di abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan

bumi.Kasus HIV/ADIS di dunia dikenal dan di tangani lebih dari 25 tahun,

namun jutaan orang masih terinfeksi dengan kasus baru setiap tahunnya.

Proyeksi Kementrian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa setiap dua

puluh lima menit terdapat satu orang yang terinfeksi di bawah usia 25 tahun

(UNICEF, 2012).

Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan

salah satu penyakit yang mengakibatkan kematian di dunia. Menurut

UNAIDS (United Nations Programme on HIV and AIDS) dan WHO (World

Health Organization), AIDS telah mengakibatkan kematian lebih dari 25 juta

jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981 (Inggit, 2017).

Angka kejadian HIV/AIDS dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan di seluruh dunia. Data HIV/AIDS secara global sepanjang tahun

2015 menyebutkan bahwa orang yang hidup dengan HIV/AIDS sebanyak 2,1

juta diantaranya kasus baru dan 1,1 juta diantaranya meninggal akibat AIDS

(WHO, 2016).

Menurut data World Health Organization, secara global, 37,9 juta

[32,7-44,0 juta] orang hidup dengan HIV pada akhir 2018. Diperkirakan 0,8%

[0,6-0,9%] orang dewasa berusia 15-49 tahun di seluruh dunia hidup dengan

1
2

HIV, meskipun beban epidemi terus sangat bervariasi antara negara dan

wilayah. Wilayah WHO di Afrika tetap terkena dampak paling parah, dengan

hampir 1 dari setiap 25 orang dewasa (3,9%) hidup dengan HIV dan

merupakan lebih dari dua pertiga dari orang yang hidup dengan HIV di

seluruh dunia.

Ditjen P2PL Kemenkes RI (Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit

dan Pencegahan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia)

berdasarkan data terbaru yang di keluarkan tentang perkembangan HIV/AIDS

yang dilaporkan pada tanggal 1 Januari 2016 hingga 31 Maret 2016,

menunjukkan bahwa pengidap HIV sebanyak 32.711 jiwa dan AIDS sebanyak

7.864 jiwa. Secara kumulatif, usia kasus AIDS ada pada rentang usia 20-29

tahun yaitu sebesar 24.628 kasus (37,2%). Data ini mengindikasikan bahwa

usia muda yaitu 15-29 tahun merupakan populasi yang rentan dan perlu

menjadi sasaran dalam program penanggulangan AIDS di Indonesia dan

memberikan gambaran bahwa remaja memerlukan penyuluhan kesehatan

yang benar agar tidak terinfeksi oleh HIV (P2PL Kemenkes RI, 2017).

Namun, terdapat fakta yang mengejutkan pada kalangan remaja

kelompok usia 15-19 tahun. Jumlah remaja yang terinfeksi HIV di Indonesia

semakin meningkat, dengan prevalensi sekitar 3,2-3,8% setiap tahunnya.

Hingga bulan April 2017, tercatat ada 7.329 remaja yang terinfeksi HIV dan

2.355 orang diantaranya menderita (AIDS) (Kementerian Kesehatan RI,

2017). Pada tahun 2012, tercatat ada 4,5% remaja pria dan 0,7% remaja

wanita usia 15-19 tahun yang telah melakukan aktivitas seksual pra nikah

(Kementerian Kesehatan, 2015). Jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia juga


3

terus meningkat, terbukti dengan adanya 33.660 kasus baru pada tahun 2017

dengan total kumulatif 242.699 orang yang terinfeksi HIV (Kemenkes RI,

2017).

Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk dalam kategori concenterated

epidemic level dan dapat memperluas menjadi generalize epidemic level. Nusa

Tenggara Barat menduduki urutan ke 20 dengan jumlah HIV/AIDS dari 34

provinsi di Indonesia pada tahun 2015, dengan kasus HIV sebesar 37 kasus,

dan AIDS sebesar 89 kasus. NTB memiliki sepuluh kabupaten, dari tahun

1993-2015, Kota Mataram dengan jumlah kasus terbesar yaitu 31 kasus

dengan jumlah HIV sebesar 14 kasus, dan AIDS sebesar 17 kasus. Peringkat

kedua yaitu Kabupaten Lombok Timur sebanyak 29 kasus dengan jumlah HIV

sebesar 8 kasus dan AIDS sebesar 21 kasus. Disusul oleh kabupaten Lombok

Barat di urutan ke ketiga sebanyak 25 kasus dengan HIV sebesar 12 kasus dan

AIDS sebesar 13 kasus. Kabupaten Bima sebanyak 15 kasus dengan HIV

sebesar 1 kasus dan AIDS sebesar 14 kasus. Kabupaten Lombok Tengah 13

kasus dengan HIV sebesar 0 kasus dan AIDS sebesar 13 kasus, Kabupaten

sumbawa 9 kasus dengan HIV sebesar 2 kasus dan AIDS sebesar 7 kasus

Kabupaten Sumbawa barat, dan Kabupaten Dompu memiliki 1 kasaus yaitu

AIDS dan Kbupaten Bima menduduki peringkat terakhir sebanyak 0 kasus

(Dinas Kesehatan Provensi NTB, 2016). Penemuan penderita HIV di

Kabupaten Lombok timur pada tahun 2017 sebanyak 14 kasus, dan penderita

AIDS sebanyak 28 kasus dengan kasus kematian sejumlah 11 kasus.

Sedangkan Penemuan HIV pada tahun 2016 sebanyak kasus atau mengalami

peningkatan tiga kali lipat lebih, dan penemuan AIDS sebanyak 13 kasus atau
4

peningkatan dua kali lebih dibanding tahun 2017.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) telah mengancam

kehidupan umat manusia dengan resiko kematian yang sangat fatal. Tingkat

fatalitas kematian manusia semakin diperparah oleh cara penularan yang

sangat cepat menyebar hingga tidak lagi mengenal batas-batas negara. Sampai

detik ini, obat penyembuhan AIDS belum ditemukan, sementara vaksin

pencegahannya pun hanya dapat ditempuh dengan cara perubahan perilaku

berisiko manusia. Sekalipun AIDS merupakan ancaman dahsyat pada abad ini,

bukan tidak mungkin ancaman tersebut tidak dapat diatasi.Serangan virus HIV

dapat dimatikan penyebarannya hanya dengan kebijaksanaan manusia dalam

mengubah pola perilaku dan kebiasaan hidupnya sehari-hari.

Konstruksi perilaku manusia sangat kompleks sehingga ia memerlukan

pendekatan multidimensional dalam perubahannya (Noviana N, 2016). Dalam

pandangan masyarakat Indonesia, kesehatan reproduksi yang berkaitan

dengan seks bebas adalah hal yang tabu dan sangat mengerikan jika hal

tersebut banyak terjadi di kalangan remaja. Kenyataannya bahwa HIV/AIDS

dianggap sebagai penyakit kutukan dikarenakan kurangnya pengetahuan

masyarakat terkait penularan penyakit mengerikan ini. Pengidap penyakit ini

akan dikucilkan sebab dianggap merusak nama baik daerah dan dikhawatirkan

akan menular dan merusak moral masyarakat sekitar terutama remaja

(Satriani, 2013).

Banyaknya penderita HIV/AIDS mendorong pemerintah untuk segera

menanggulanginya. Beberapa upaya pelayanan kesehatan dalam

penanggulangan penularan HIV/AIDS meliputi pelayanan promotif, preventif


5

dan rehabilitatif yang memiliki peran sangat penting. Mengingat tingginya

risiko penularan HIV/AIDS pada remaja, pemerintah mendirikan PIK-P

(Program Informasi Kesehatan Remaja) yang merupakan wadah kegiatan

PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) yang dikelola dari,

oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling

kesehatan reproduksi serta menyiapkan kehidupan keluarga (SKRRI, 2007).

Selain itu, pemerintah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS

Nasional (KPAN) melalui Keputusan Presiden Nomor 36/1994.Pada tahun

2006, KPAN lahir lebih baru dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden

Nomor 75/2006. Peraturan tersebut merubah terkait status keanggotaan dan

cara kerja KPAN. Sejauh ini agar penanggulangan dapat dilakukan secara

merata, KPAN mendapatkan dana dari RAPBN dan dana-dana yang sifatnya

tidak mengikat seperti Global Fund. Strategi dan Rencana Aksi Nasional

(SRAN) tahun 2015-2019 yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan

Penanggulangan HIV/ AIDS, untuk mempermudah akses masyarakat kini bisa

mendapatkan layanan pemeriksaan pendeteksi dini HIV/AIDS.Program ini

dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan dukungan penuh dari

pemerintah daerah.Masyarakat dapat mendapatkan pelayanan ini pada Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD). Selain itu juga terdapat tes Voluntary Conseling Testing (VCT) yang

dilakukan secara mobile dalam setiap sosialisasi (PerPres RI, 2006).

Peran tenaga kesaehatan dalam rangka menurunkan angka penularan

HIV/AIDS terutama pada remaja dengan upaya preventif dapat dilakukan

dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja terutama dalam hal


6

kesehatan reproduksi melalui beberapa metode seperti diskusi, ceramah tanya

jawab, dan sebagainya sebagaimana telah dituangkan dalam Peraturan Mentri

Kesehatan (Permenkes) Nomor 26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan

UU No 38 tahun 2018 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Keperawatan

yaitu memberi Asuhan Keperawatan, penyuluhan dan konselor bagi klien

(Kemenkes RI, 2007).

Masalah HIV/AIDS bukan sekadar masalah medis, namun juga

masalah perilaku. Islam memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan,

karena penyakit AIDS memang berbahaya (dharar) lantaran menyebabkan

lumpuhnya sistem kekebalan tubuh. Berbagai penyakit akan mudah

menjangkiti penderitanya yang ujung- ujungnya adalah kematian. Padahal

Islam adalah agama yang melarang terjadinya bahaya (dharar) pada umat

manusia. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:

"Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bahaya
bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa laa dhiraara fi al-islam)."
(HR Ibnu Majah No 2340, Ahmad 1/133; Hadits Sahih).

Namun Islam juga memandang HIV/AIDS sebagai masalah perilaku,

karena HIV/AIDS pada sebagian besar kasusnya berawal dan tersebar melalui

perilaku seks bebas yang menyimpang, seperti lesbianisme, gay, biseksual,

dan transgender di dalam Al Quran yang artinya sebagai berikut:

“dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra’ ayat 32)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Labuhan Haji pada tanggal 14 Maret 2022 kepada 10 orang

remaja dengan melakukan wawancara didapatkan bahwa 7 orang remaja

(70%) diantaranya mengatakan bahwa mereka belum mengetahui


7

pengertian HIV/AIDS, 8 orang (80%) belum mengetahui tanda dan gejala

serta risiko apa saja yang dapat menularkan HIV/AIDS kepada mereka, dan

7 orang (70%) tidak mengetahui bagaimana cara penularan HIV/AIDS

dikarenakan kurangnya keterpaparan informasi yang didapatkan oleh

remaja melalui media dan kurangnya rasa ingin tahu remaja ditambah

dengan kesimpangsiuran tanggapan masyarakat sekolah tentang HIV/AIDS

yang masih ada, remaja menganggap bahwa HIV/AIDS dapat tertular

apabila remaja berada satu lingkup dengan penderita HIV/AIDS, selain itu

pemahaman remaja tentang konsep HIV/AIDS belum sepenuhnya benar dan

mereka belum menyadari tentang bahaya HIV/AIDS. Pemahaman yang

menimbulkan persepsi yang salah mengenai HIV/AID dimana remaja

mengaku bahwa akan menjauhi penderita HIV/AIDS apabila berada di

lingkungan mereka. Pendekatan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan

reproduksi dan seksual yang diberikan di sekolah cenderung memandang

aspek kesehatan reproduksi dan seksual remaja menjadi terbatas pada

fenomena biologis semata dan cenderung mengkonstruksikan seksualitas

remaja sebagai hal yang tabu dan berbahaya yang dikontrol terutama

melalui wacana moral, dan agama. Hal ini mengakibatkan materi yang

diberikan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan remaja terutama

mengenai penularan HIV/ADIS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan “Adakah

Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap

Remaja tentang Penularan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas


8

Labuhan Haji?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

pengetahuan dan sikap remaja tentang penularan HIV/AIDS di Wilayah

Kerja Puskesmas Labuhan Haji.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja sebelum dan

sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang penularan HIV/AIDS

di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Haji.

b. Untuk mengidentifikasi sikap remaja sebelum dan sesudah diberikan

pendidikan kesehatan tentang penularan HIV/AIDS di Wilayah Kerja

Puskesmas Labuhan Haji.

c. Menganalisis pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap pengetahuan

remaja tentang penularan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas

Labuhan Haji.

d. Menganalisis pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap sikap remaja

tentang penularan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan

Haji.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta informasi


9

mengenai pengetahuan remaja mengenai penularan HIV/AIDS sebagai

implementasi pengetahuan peneliti yang di dapat.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Remaja

Menambah wawasan dan pengetahuan remaja mengenai penularan

HIV/AIDS.

b. Bagi Institusi Pendididkan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa dan

literatur ilmiah bagi pembaca di perpustakaan sehingga dapat

dilakukan kajian penelitian berikutnya.

c. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan dalam

memberikan dan meningkatkan konseling yang komprehensif pada

remaja.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Materi

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil ruang lingkup materi tentang

pendidikan kesehatan, tingkat pengetahuan, sikap, remaja, dan penularan

HIV/AIDS yang menjadi salah satu masalah kesehatan reproduksi dan

remaja cenderung lebih berisiko untuk tertular (Kusmiran, 2014).

2. Lingkup Responden

Responden yang diambil pada penelitian ini adalah remaja di Wilayah


10

Kerja Puskesmas Labuhan Haji dengan pertimbangan usia remaja yang

merupakan remaja awal dan pertengahan dengan rasa ingin tahu

mengenai seksualitas yang tinggi.

3. Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Haji

dengan pertimbangan bahwa berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Haji pada tanggal 14

Maret 2022 kepada 10 orang remaja dengan melakukan wawancara

didapatkan bahwa 7 orang remaja (70%) diantaranya mengatakan bahwa

mereka belum mengetahui pengertian HIV/AIDS, selain itu pemahaman

remaja tentang konsep HIV/AIDS belum sepenuhnya benar dan mereka

belum menyadari tentang bahaya HIV/AIDS.

4. Lingkup Waktu

Penyusunan skripsi ini dilakukan pada bulan Maret 2022 sampai bulan

Juli 2022.

F. Keaslian Penelitian

1) Agnes (2017), mengenai Hubungan antara Pengetahuan dengan Persepsi

Siswa terhadap Penularan Penyakit AIDS. Dari hasil persentase terlihat

hasil penelitian diperoleh Hubungan antara pengetahuan dengan persepsi

siswa terhadap pencegahan penularan AIDS, hasil respondennya

(63,6%). Hubungan antara lingkungan keluarga dengan persepsi siswa

terhadap pencegahan penularan AIDS, hasil respondennya (51,7%).

Hubungan antara lingkungan pergaulan dengan persepsi siswa terhadap


11

pencegahan penularan AIDS, hasil respondennya (53,4%). Hubungan

antara penyuluhan dengan persepsi siswa terhadap pencegahan penularan

AIDS, hasil respondennya (65,6%). Terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan persepsi siswa terhadap pencegahan penularan

AIDS di Sekolah Menengah Kejuruan Kota Langsa. Persamaan

penelitian ini terletak pada metode pengumpulan data yaitu

menggunakan primer dengan membagikan kuisioner pada responden.

Sedangkan perbedaan terletak pada judul penelitian, variabel penelitian,

metode pengolahan data, tempat penelitian, waktu penelitian, populasi

dan sampel penelitian.

2) Wulandari (2015), mengenai Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS dengan

Pemanfaatan Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) pada Remaja

di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Haji. Analisis data menggunakan

analisis univariabel, bivariabel dengan uji statistik chi-square p < 0,05dan

tingkat kemaknaan CI 95%,dan multivariabel dengan regresi logistik.

Persentase remaja yang memanfaatkan PIK-R sebesar 33.6%. Analisis

multivariable menunjukanterdapat hubungan bermakna antara pemanfaatan

PIK-R dengan pengetahuan denganOR 2.67 dan (95% CI 1.07-6.63 ), dan sikap

nilai OR 3.67 (95% CI 1.58-8.50)perilaku OR 3.16 (95% CI 1.30-7.69).

Paparan informasi menunjukan p- value 0.010, dan pengaruh teman sebaya p-

value 0.858 terhadap pemnafaatan PIK- R. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan terletak pada desain dan pendekatan penelitian

sedangkan perbedaannya terletak pada tempat, waktu, jumlah populasi, jumlah

sampel, teknik pengambilan sampel, dan metode pengolahan data penelitian.


12

3) Trianto (2015), mengenai Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang

HIV/AIDS Melalui Buku Cerita terhadap Tingkap Pengetahuan, Sikap,

dan Daya Terima Remaja dalam Pencegahan HIV-AIDS di SMA. Uji

statistik menggunakan uji Paired sample t-test, menunjukkan ada

perbedaan skor rata-rata pengetahuan (p=0,000) dan sikap (=0,000) pada

kelompok eksperimen setelah perlakuan dan tidak ada perbedaan skor

rata-rata pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,000) pada kelompok

kontrol. Hasil uji Independent sample t-test menunjukkan tidak ada

perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV-AIDS antara

menggunakan buku cerita dan LCD terhadap pengetahuan (p=0,577) dan

sikap (p=0,763) remaja dalam pencegahan HIV-AIDS. Persamaan

penelitian ini terletak pada jenis penelitian, pemilihan sampel, metode

pengumpulan data dan uji statistik. Perbedaan terketak dari jumlah

populasi, tempat penelitian, variable penelitian,

4) Amelia, dkk (2016), mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan

Reproduksi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Pencegahan

HIV/AIDS (ABCDE) di Kelas XI SMK Negeri 3 Banjarmasin. Analisis

dengan uji marginal homogeneity (𝛼=0,05). Hasil penelitian ini yaitu

adanya pengaruh penyukuhan Kesehatan Reproduksi terhadap

Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Pencegahan HIV/AIDS

(ABCDE) di Kelas XI SMK Negeri 3 Banjarmasin, dibuktikan dengan

nilai p 0,000 ≤ 𝛼 0,05 dan nilai Exp (B) pengetahuan 8,370 serta nilai

Exp(B) sikap 2.773. Persamaan dalam penelitian ini terletak pada teknik

pengumpulan data yang menggunakan data primer. Perbedaan terletak


13

pada judul, variabel, tempat, waktu, populasi, sampel dan teknik

pengolahan data.

5) Castro (2011), mengenai Transmisi Mengelompokkan Antara Pasien

HIV Yang Baru Didiagnosis Di Chicago, 2008-2011. Hasil yang didapat

yaitu, dari 920 pasien; dengan usia 35 tahun; 75% laki-laki; 67% Hitam,

23% Hispanik; 8% risiko penularan HIV 54%; 43% diidentifikasi dengan

laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Analisis filogenetik

menunjukkan 123 pasien (13%) dikelompokkan menjadi 26 kelompok,

yang terbesar memiliki 20 anggota. Dalam regresi multivariabel,

usia<25, status MSM, jenis kelamin laki-laki, lebih tinggi viral load HIV,

dan RPR = 1:16 terkait dengan clustering. Perbedaan terletak pada judul,

variabel, tempat, waktu, populasi, sampel, teknik pengumpulan data dan

teknik pengolahan data.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teoritis

1. Pendidikan Kesehatan

a. Pengertian Pendidikan Kesahatan

Pendidikan kesehatan secara umum adalah segala upaya yang

direncanakan pemerintah untuk mempengaruhi orang lain, baik

individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidikan, yang tersirat dalam

pendidikan adalah : input adalah sasaran pendidikan (individu,

kelompok, dan masyarakat), penduduk adalah (pelaku pendidikan),

proses adalah (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain), output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)

(Notoatmodjo, 2012).

Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spriritual,

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomi, dan menurut WHO yang paling

baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan

sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan

ssempurna, baik fisik maupun mental dan tidak hanya bebas dari

penyakit dan cacat (Notoatmodjo, 2012).

Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan

dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan

adalah semua kegiatan yang memberikan dan meningkatkan

14
15

pengetahuan, sikap, praktek baik individu, kelompok atau masyarakat

dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri

(Notoatmodjo, 2012).

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut (Susilo. R, 2011) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari :

1) Tujuan Kaitannya dengan Batasan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku orang atau

masyarakat dari perilaku tidak sehat dengan prinsip kesehatan

maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan.

Istilah sehat, bukan sekedar apa yang terlihat oleh mata yakni

tampak badannya besar dan kekar. Mungkin saja seseorang

menderita batin atau menderita gangguan jiwa yang menyebabkan

orang tidak stabil, tingkah laku dan sikapnya. Untuk mencapai

sehat seperti definisi diatas, maka orang harus mengikuti berbagai

latihan atau mengetahui apa saja yang harus dilakukan agar orang

tersebut benar-benar menjadi sehat.

2) Mengubah Perilaku Kaitannya dengan Budaya

Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan adat

istiadat, tata nilai atau norma, adalah kebudayaan. Mengubah

kebiasaan,apalagi adat kepercayaan yang telah menjadi norma atau

nilai di suatu kelompok masyarakat, tidak segampang itu untuk

mengubahnya. Hal itu melakukan proses yang sangat panjang

karena kebudayaan adalah suatu sikap dan perilaku serta cara

berpikir orang yang terjadi melalui proses belajar.


16

Sedangkan menurut Mubarak dan Chayatin (2009) tujuan

pendidikan kesehatan yaitu:

a) Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri

b) Memahami apa yang mereka lakukan terhadap masalahnya,

dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan

dukungan dari luar.

c) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk

meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan

dapat mencapai sasaran (Notoatmodjo, 2012) yaitu :

a) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang

terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat

dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya,

semakin mudah seseorang menerima informais yang di

dapatnya.

b) Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, semakin mudah

pula dalam menerima informasi baru.

c) Adat Istiadat

Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap

adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

c. Metode Pendidikan Kesehatan


17

Menurut Notoatmodjo (2012) metode pendidikan kesehatan dibagi

menjadi 3 macam, yaitu :

1) Metode Individual (Perorangan)

Metode ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu :

a) Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Counceling)

b) Wawancara (Interview)

2) Metode Kelompok

Metode kelompok ini harus memperhatikan apakah kelompok

tersebut besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektivitas

metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

a) Kelompok Besar

(1) Ceramah

Metode yang cocok untuk yang berpendidikan tinggi

maupun rendah

(2) Seminar

Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar

dengan pendidikan menengah atas. Seminar sendiri adalah

presentasi dari seorang ahli beberapa orang ahli dengan

topik tertentu

b) Kelompok Kecils

(1) Diskusi kelompok

(2) Curah pendapat (brain storming)

(3) Bola salju (snow balling)

(4) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)


18

(5) Bermain peran (role play)

(6) Permainan simulasi (simulation game)

3) Metode Massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan

pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat.

Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak

membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjan, status sosial

ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-

pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus dirancang

sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh masa.

4) Media Pendidikan Kesehatan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan

kesehatan. Alat- alat bantu tersebut mempinya fungsi sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2012):

a) Menimbulkan minat sasaran pendidikan

b) Mencapai sasaran yang lebih baik

c) Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam

pemahaman

d) Menstimulasi sasaran penndidikan untuk memneruskan

pesan-pesan yang diterima orang lain

e) Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

f) Mempermudah penerimaan informasi oleh asaran/masyarakat

g) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian

lebih mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang


19

lebih baik.

h) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh Dengan

kata lain media ini memliki beberapa tujuan yaitu :

(1) Tujuan yang akan di Capai

(a) Menanamkanpengetahuan/pengertian, pendapat dan

konsep-konsep

(b) Mengubah sikap dan persepsi

(c) Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru

(2) Tujuan Penggunaan Alat Bantu

(a) Sebagai alat bantu daam latihan/penataran/pendidikan

(b)Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah

(c) Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi

(d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, dan tindakan

Ada beberapa bentuk media pendidikan kesehatan antara lain

(Notoatmodjo, 2012):

a) Berdasarkan Stimuasi Indra

(1) Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam

membantu menstimulasi indra penglihatan

(2) Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat

membantu untuk menstimulasi indra pendengar pada

waktu penyampaian bahan pendidikan/pengajaran

(3) Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

b) Berdasarkan Pembuatannya dan Penggunaannya

(1)Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip,
20

slide, dan sebagainya yang memerlukan listrik dan

proyektor.

(2)Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan

bahan- bahan setempat.

c) Menurut (Maulana, 2009), berdasarkan fungsinya sebagai

penyalur media kesehatan antara lain :

(1) Media Cetak

(a) Leaflet

Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan

melalui lembaran yang di lipat. Keuntungan

menggunakan media ini anatara lain: sasaran dpat

menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis

karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran

dapat melihat isinya disaat santai dan sangat

ekonomis serta mudah disesuaikan dengan kelompok

sasaran

(b) Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan

pesan- pesan kesehtaan dalam bentuk tulisan dan

gambar. Menurut Kemm dan Close dalam Aini

(2010), booklet memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1) Dapat dipelajari disetiap saat, karena desain


berbentuk buku

2) Memuat informasi relative lebih banyak

dibandingkan dengan poster


21

(c) Flyer (Selembaran)

Flyer atau selembaran saitu media penyampaian

pesan seperti leaflet namun tidak dilipat.

(d) Flip Chart (Lembar Balik)

Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan

dalan bentuk buku di mana tiap lembar berisi gambar

perasaan dan lembaran baliknya berisi kalimat

sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan

gambar.

(e) Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, dan foto

(2) Media Elektronik

(a) Video dan Film Strip

Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah

dapat memberikan realita yang mungkin sulit

direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat

memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif

untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat

diulangi kembali, mudah digunakan dan tidak

memerlukan ruangan yang gelap (Maulana, 2009).

(b) Slide

Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan

berbagau realita walaupun terbatas, cocok untuk

sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan

pembuatannya relatif murah, serta peralatannya


22

cukup ringkas dan mudah digunakan.Sedangkan

kelemahannya memerlukan sambungan listrik,

peralatannya beresiko mudah rusak dan memerlukan

ruangan sedikit lebih gelap (Maulana, 2009).

2. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap suatu objek dari indera yang dimilikinya

(Notoatmodjo, 2012).

b. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut

(Mubarak, 2011) mempunyai enam tingkat yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

diterima.

2) Memahami (Comprehention)

Kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan terhadap objek yang dipelajari.


23

3) Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada

suatu kondisi real (sebenarnya).

4) Analisa (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke

dalam komponen, tapi masih dalam struktur organisasi tersebut,

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Syntehesis)

Sintesis menunjukkan kepada kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam batas keseluruhan yang

baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan suatu penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan

wawancara atau kuisioner yang menanyakan tentang isi materi

yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.

(Arikunto, 2010) membuat kategori tingkat pengetahuan

seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai

persentase yaitu sebagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya 76-100 %.

2) Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56–75 %.

3) Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya ≤55 %

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo, 2012) ada beberapa cara untuk memperoleh


24

pengetahuan, yaitu :

1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan

yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka

dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan

ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya,

sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya

maka cara ini disebut metode trial (coba) anderror (dan gagal

atau salah) atau metode coba salah coba-coba.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-

kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak.

Kebiasaan- kebiasaan ini biasanyan diwariskan turun temurun

dari generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain

pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau

kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin

agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah

orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang lain

yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau

membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris

ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan


25

karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap

bahwa yang dikemukakannya adalah benar.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah,

pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu

merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan

suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.

4) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik

melalui induksi maupun deduksi.

5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah.Cara ini disebut “metode penelitian

ilmiah”, atau lebih popular disebut metodelogi penelitian

(Research Methodology).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut (Wawan, dan Dewi, 2010) faktor-faktor yang mepengaruhi

pengetahuan yaitu :

1) Faktor Internal

(a) Pendidikan
26

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Mubarak (2011), menjelaskan

pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang

kepada orang lain agar dapat dipahami suatu hal. Tidak

dipungkiri semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin

mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya

pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak.

(b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga.Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

menyita waktu serta dapat memberikan pengalaman maupun

pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung.Lingkungan pekerjaan dapat membentuk suatu

pengetahuan karena adanya saling menukar informasi antara

teman-teman di lingkungan kerja (Wawan dan Dewi 2010).

(c) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

Menurut Widiastuti (2009) yaitu penyampaian informasi

yang baik yaitu pada masa kedewasaan karena masa

kedewasaan merupakan masa dimana terjadi perkembangan

intelegensia, kematangan mental, kepribadian, pola pikir dan


27

perilaku sosial.Sehingga dari informasi yang didapatkan

membentuk sebuah pengetahuan dan sikap dilihat dari

respons setelah informasi diterima.

(d) Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka

pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan (Riyanto, 2013).

Menurut Wawan dan Dewi (2010) suatu informasi dapat

membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan baru dan semakin banyak mendapatkan

informasi maka pengetahuan akan semakin luas.

2) Faktor Eksternal

(a) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

(b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

3. Sikap

a. Pengerian Sikap

Sikap adalah pernyataan evaluative terhadap objek, orang atau


28

peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu.

Sikap mungkin dihasilkan dari perilaku tetapi sikap tidak sama dengan

perilaku. Menurut Fish bein dalam Ali (2015)“Sikap adalah predis

posisi emosional yang dipelajari untuk merespons secara konsisten

terhadap suatu objek”. Menurut Secord dan Backman dalam Azwar

(2014)“ Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognitif),dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang

terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya”.

Menurut Randi dalam Imam (2011) mengungkapkan bahwa “Sikap

merupakan sebuah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap

dirinya sendiri atau orang lain atas reaksi atau respon terhadap

stimulus (objek) yang menimbulkan perasaan yang disertai dengan

tindakan yang sesuai dengan objeknya”.

Menurut Ahmadi dalam Aditama (2013) “Orang yang memiliki sikap

positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau

memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan

memiliki sikap negative terhadap objek psikologi bila tidak suka

(dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi”.

Sikap yang menjadi suatu pernyataan evaluatif,

penilaian terhadap suatu objek selanjutnya yang menentukan

tindakan individu terhadap sesuatu. Menurut Azwar (2014)

struktur sikap dibedakan atas 3 komponen yang saling

menunjang,yaitu:

1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai


29

oleh individu pemilik sikap,komponen kognitif berisi

kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu

dapat disamarkan penanganan (opini) terutama apabila

menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversal.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang

paling bertahan terhadap pengaruh- pengaruh yang mungkin

adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan

dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi

tendensi atau kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap

sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang

dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang

adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

b. Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurut Purwanto dalam Rina (2013) adalah:

a) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya.

Sifat ini yang membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis

seperti lapar,haus,kebutuhan akan istirahat.

b) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-


30

keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang

itu.

c) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain sikap itu terbentuk

dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e) Sikap mempunyai segi – segi motivasi dan segi – segi perasaan,

sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan – kecakapan

atau pengetahuan - pengetahuan yang dimiliki orang.

c. Fungsi Sikap

Daniel Katz dalam Rina (2013) membagi fungsi sikap dalam 4

kategori sebagai berikut:

a) Fungsi utilitarian

Melalui instrument suka dan tidak suka, sikap positif atau kepuasan

dan menolak yang memberikan hasil positif atau kepuasan.

b) Fungsi ego defensive

Orang cenderung mengembangkan sikap tertentu untuk melindungi

egonya dari abrasi psikologi. Abrasi psikologi bisa timbul dari

lingkungan yang kecanduan kerja. Untuk melarikan diri dari

lingkungan yang tidak menyenangkan ini,orang tersebut membuat

rasionalisasi dengan mengembangkan sikap positif terhadap gaya

hidup yang santai.


31

c) Fungsi value expensive

Mengekspresikan nilai-nilai yang dianut fungsi itu memungkinkan

untuk mengkspresikan secara jelas citra dirinya dan juga nilai-nilai

inti yang dianutnya.

d) Fungsi know ledge-organization

Karena terbatasnya kapasitas otak manusia dalam memproses

informasi,maka orang cendrung untuk bergantung pada

pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan informasi dari

lingkungan. Sikap merupakan suatu kebiasaan atau tingkah laku

dari seseorang untuk dapat mengekspresikan sesuatu hal atau

perasaan melalui perbuatan baik yang sesuai dengan norma yang

berlaku,sikap juga merupakan cerminan jiwa seseorang.

d. Pembentukkan sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu. Interaksi social mengandung arti lebih dari pada sekedar

adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota

kelompok sosial. Dalam interaksi sosial,terjadi hubungan saling

mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lainnya.

e. Perubahan Sikap

Menurut Kelman dalam Azwar (2014) ada tiga proses yang berperan

dalam proses perubahan sikap yaitu :

1) Kesedihan (Compliance)

Terjadinya proses yang disebut kesedihan adalah ketika individu


32

bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain

dikarenakan berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti

pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari

hal–hal yang dianggap negatif.

4. Identifikasi (Identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku tau sikap

seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut

sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan

menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud.

5. Internalisasi (Internalization)

Internalisai terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia

menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa

yang dipercaya dan sesuai dengan system nilai yang dianutnya. Dalam

ha lini,maka isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap

memuaskan oleh individu.

6. Remaja

a. Pengertian Remaja

Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada

pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan

usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. WHO

(World Health Organization) mendefinisikan remaja secara

konseptual, dibagi menjadi tiga kriteria yaitu biologis, psikologis

dan sosial ekonomi (Sarwono, 2012).


33

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin yang

berarti tumbuh kearah kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan

sosial dan psikologis (Sarwono 2012). Remaja merupakan bagian

dari masyarakat yang sedang mengalami perubahan fungsi organ

tubuh serta fungsi sosial. Masalah yang menonjol dikalangan remaja

yaitu seputar Tiga permasalahan kesehatab reproduksi remaja

(TRIAD KRR) yakin seksualitas, HIV dan AIDS serta Napza

(Umaroh Ayu K KY, 2015).

Difinisi remaja lebih bersifat konseptual yaitu suatu masa ketika

individu berkembanganya dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual, individu mampu mengalami kematangan seksual, individu

mampu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang

relatif mandiri (Sarwono, 2012). Batas usia 12-21 tahun sebagai

batas usia remaja (Said, 2015). Setiap fase remaja memiliki

keistimewaannya tersendiri. Ketiga fase tingkatan umur remaja

tersebut antara lain :

1) Remaja Awal (Early Adolescence)

Tingkatan usia remaja yang pertama adalah remaja awal. Pada

tahap ini, remaja berada pada rentang usia 12 hingga 15 tahun.

Umumnya remaja tengah berada di masa sekolah menengah

pertama (SMP).Keistimewaan yang terjadi pada fase ini adalah


34

remaja tengah berubah fisiknya dalam kurun waktu yang

singkat.Remaja juga mulai tertarik kepada lawan jenis dan

mudah terangsang secara erotis.

2) Remaja Pertengahan (Middle Adolescence)

Tingkatan usia remaja selanjutnya yaitu remaja pertengahan,

atau ada pula yang menyebutnya dengan remaja madya. Pada

tahap ini, remaja berada pada rentang usia 15 hingga 18 tahun.

Umumnya remaja tengah berada pada masa sekolah menengah

atas (SMA).Keistimewaan dari fase ini adalah mulai

sempurnanya perubahan fisik remaja, sehingga fisiknya sudah

menyerupai orang dewasa. Remaja yang masuk pada tahap ini

sangat mementingkan kehadiran teman dan remaja akan senang

jika banyak teman yang menyukainya.

3) Remaja Akhir (Late Adolescence)

Tingkatan usia terakhir pada remaja adalah remaja akhir. Pada

tahap ini, remaja telah berusia sekitar 18 hingga 21 tahun.

Remaja pada usia ini umumnya tengah berada pada usia

pendidikan di perguruan tinggi, atau bagi remaja yang tidak

melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka bekerja dan mulai

membantu menafkahi anggota keluarga. Keistimewaan pada fase

ini adalah seorang remaja selain dari segi fisik sudah menjadi

orang dewasa, dalam bersikap remaja juga sudah menganut

nilai-nilai orang dewasa.

b. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja


35

Ada beberapa masalah kesehatan reproduksi remaja antara lain :

1) Kehamilan

Kehamilan dan persalinan membawa risiko kesakitan dan

kematian yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada

remaja dibandingkan pada perempuan uang telah dewasa.

2) Aborsi yang Tidak Aman

Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali

berakhir dengan aborsi yang tidak aman.

3) Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS

Remaja cenderung lebih berisiko tertular PMS termasuk

HIV/AIDS karena berbagai sebab, salah satunya melakukan

hubungan seksual yang tidak rencanakan dan diinginkan

(Kusmiran, 2014).

7. HIV/AIDS

a. Pengertian

Hiv merupakan jenis parasit obligat yang hanya dapat hidup dalam

sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan

jatuh ke dalam kondisi AIDS, jika tanpa pengobatan. Umumnya,

keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik

akibat virus, bakteri, parasit ataupun jamur.Keadaan infeksi ini

yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Acquired Immuno

Deficiency Syndrome adalah suatu penyakit yang ditimbulkan

sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human Immuno


36

deficiency Virus) di dalam tubuh manusia (Purwoastuti, 2015).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency

Syndrome, yaitu menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai

penyakit karena adanya infeksi Virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh

infeksi HIV ( Irwan, 2017).

Virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga

mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh.Hilangnya atau

berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali

terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakait ringan

sekalipun. Penderita AIDS yang meninggal bukan semata-mata

disebabkan oleh virus AIDS, melainkan juga oleh penyakit lain

yang sebenarnya bisa ditolak, seandainya sistem kekebalan tubuh

tidak dirusak oleh virus. Virus HIV menyerang sel CD4 dan

menjadikannya tempat berkembang biak virus HIV, kemudian

merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi (Restianti, 2009).

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler

pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk

menerangkan terjadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan,

obat-obat supresi imun, penyakit yang sudah dikenal dan

sebagainya (Clever, 2013).

ODHA alah sebutan bagi orang yang telah positif HIV dan

AIDS. Sikap dan pandangan masyarakat terhadap ODHA sangat


37

buruk sehingga melahirkan permasalahan serta tindakan

pelanggaran hak asasi manuia bagi orang dengan HIV/AIDS dan

keluarganya, seringkali stigma diskriminasi dari masyarakat

(Clever, 2013).

b. Etiologi AIDS

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV).HIV pertama kali ditemukan pada

tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV -1. Pada tahun 1986

di afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.

HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan

dengan HIV-1.Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1) Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah


infeksi.

Tidak ada gejala.

2) Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan

gejala flu likes illness.

3) Infeksi asimsomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan

gejala tidak ada

4) Supresi imun simptomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala

demam, keringat malam hari, berat badan menurun, diare,

neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama

kali ditegakkan.Infeksi oportunitis berat dan tumor pada berbagai

sistem tubuh, neurologist.AIDS dapat menyerang semua golongan


38

umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk

kelompok risiko tinggi adalah :

1)Lelaki homoseksual atau biseksual

2)Bayi dari bapak dan atau ibu terinfeksi

3)Orang yang ketagihan obat intravena

4)Partner seks dari penderita AIDS

5)Penerima darah atau produk darah (transfuse) (Susanto, 2013)

c. Cara Penularan

Cara penularan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :

1) Melalui hubungan seks tanpa alat pelindung, misal kondom

2) Melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV

3) Melalui jarum suntik, alat tusuk lain (tusuk jarum, tindik, tattoo)

pisau cukur, sikat gigi yang terkena darah pengidap HIV

4) Melalui ibu hamil yang mengidap HIV dan ditularkan kepada

janinnya atau bayi proses menyusui

5) Melalui transplantasi jaringan/organ dari penderita HIV

(Taufan, 2014).

Awal infeksi biasanya terjadi dengan cara paparan cairan tubuh

yang berasal dari orang yang terinfeksi HIV. Virus HIV ditemukan

sebagai partikel virus yang bebas dan terdapat dalam sel terinfeksi,

dalam semen, cairan vagina dan ASI. Jalan penularan yang paling

diketahui di seluruh dunia, yaitu melalui persetubuhan, penggunaan

jarum suntik bekas yang tercemar oleh HIV pada orang-orang yang

menggunakan obat-obatan melalui intravena, dan penggunaan


39

darah atau produknya untuk tujuan pengobatan, juga merupakan

cara infeksi yang bisa terjadi. Tetapi di negara- negara maju,

dengan adanya penapisan yang ketat sebelumnya bagi darah yang

akan digunakan untuk transfusi penularan melalui produk darah

dapat dicegah, rute lain yang penting dalam penularan HIV yaitu

berasal dari ibu yang dapat menularkan HIV kepada anaknya

ketika melahirkan atau melalui ASI (Subowo, 2013).

Kegiatan yang tidak menularkan HIV/AIDS menurut Family

Health International((FHI), 2011), HIV/AIDS tidak menular

melalui aktivitas sosial biasa seperti :

1) Hidup serumah dengan pengidap HIV/AIDS

2) Bersentuhan dengan pakaian atau barang-

barang lain pengidap HIV/AIDS

3) Bersenggolan dengan pengidap HIV/AIDS

4) Berjabat tangan dengan pengidap HIV/AIDSMakan dan minum

dnegan pengidap HIV/AIDS

5) Gigitan nyamuk atau serangga lainnya

6) Berenang bersama pengidap HIV/AIDS

d. Tanda dan Gejala

Menurut (Nursalam dan Kurniawati, 2008), tanda dan gejala

penderita yang terinfeksi HIV/AIDS biasanya penderita mengalami

berat badanya menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat, demam

tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan), diare berkepanjangan

(lebih dari satu bulan), batuk perkepanjangan (lebih dari satu bulan),
40

kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi jamur pada mulut dan

kerongkongan, serta pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh

tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.

Menurut WHO dan CDC 2002, dalam Widoyono (2015),

manifestasi klinis HIV/AIDS pada penderita dewasa berdasarkan

stadium klinis yang disertai skala fungsional dan kalisifikasi klinis,

yaitu:

1) Stadium klinis I: pada skala I memperlihatkan kondisi

asimtomatis, dimana klien tetap melakukan aktivitas secara

normal maupun disertai adanya limfadenopati presistent

generalisata.

2) Stadium klinis II: pada skala II memperlihatkan kondisi

asimtomatis, dimana klien tetap melakukan aktivitas normal

tetapi disertai adanya penurunan berat badan <10% dari berat

badan sebelumnya, manifestasi mukokotaneius minor (dermatitis

seborhhoic, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulserasi mukosa

oral berulang, cheilitis angularis), herpes zoster dalam 5 tahun

terakhir, dan ISPA berulang.

3) Stadium III: pada skala III memperlihatkan adanya kelemahan,

berbaring di tempat tidur <50% sehari dalam 1 bulan terakhir

disertai penurunan berat badan >10%, diare kronis dengan

penyebab tidak jelas >1 bulan, demam dengan penyebab yang

tidak jelas (intermitent atau tetap) >1 bulan, kandidiasis oral,

oral hairy leukoplakia, TB pulmoner dalam satu tahun terakhir,


41

dan infeksi bakterial berat (misal: pneumonia, piomiostitis).

4) Stadium klinis IV: pada skala IV memperlihatkan kondisi yang

sangat lemah, selalu berada ditempat tidur > 50% setiap hari

dalam bulan-bulan terakhir disertai HIV wasting syndrome

(sesuai yang ditetapkan CDC),

Peneumocystis Carinii Pneumonia (PCP), encephalitis

toksoplasmosis, diare karena cryptosporidiosis >1 bulan,

cryptococcosis ekstrapulmoner, infeksi virus sitomegalo, infeksi

herpes simpleks >1 bulan, berbagai infeksi jamur berat

(histoplasma, coccoidioidomycosis), kandidiasis esophagus,

trakea atau bronkus, mikobakteriosis atypical, salmonelosis non

tifoid disertai eptikemia, TB ekstrapulmoner, limfomamaligna,

sarcoma Kaposi’s ensefalopati HIV.

e. Pengobatan

Obat antiretroviral adalah obat yang digunakan untuk retrovirus

seperti HIV guna mengahambat perkembang biakan virus, obat-

obatan yang termasuk anti retroviral seperti HIV diantaranya AZT,

Didanoisne, Zeacitabine, Stavudine. Obat yang digunakan untuk

penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya kekebalan

tubuh disebut dengan obat oportunistik (Rohan H, 2013).

f. Cara Pencegahan HIV/AIDS

Menurut (Sistiarani, 2018) kegiatan pencegahan penularan

HIV/AIDS diantaranya :

1) Peningkatan gaya hidup sehat melalui KIE, life skill education,


42

pendidikan kelompok sebaya, konseling

2) Peningkatan Penggunaan kondom pada perilaku seksual rawan

tertular dan menularkan

3) Pengurangan dampak buruk pada penggunaan NAPZA suntik.

4) Penatalaksanaan IMS (Klinik IMS, pemeriksaan berkala,

pengobatan dengan pendekatan sindrom dan etiologi)

5) Skrining pengamanan darah donor

6) Kewaspadaan universal pada setiap kegiatan medis.

7) Pencegahan penularan dari ibu HIV + kepada anaknya

(PMTCT dan pemberian makanan bayi)

Menurut (Widoyono, 2015), upaya untuk mencegah penularan

HIV/AIDS dikenal dengan prinsip ABCDE, yaitu :

A :Abstinence, merupakan suatu upaya untuk tidak melakukan

hubungan seksual, terutama bagi seseorang yang belum

menikah.

B :Be Faithful, merupakan suatu upaya untuk tidak berganti-

ganti pasangan atau dengan kata lain menunjukkan sikap

saling setia kepada pasangannya.

C :Condom, melakukan hubungan seksual yang aman yaitu

dengan menggunakan alat pelindung atau kondom.

D :Don’t Share Syringe / Don’t Inject., jangan memakai jarum

suntik atau alat yang menembus kulit secara bergantian

dengan orang lain, terutama di kalangan pemakai narkoba.

E :Save Equipment, hindari pemakaian alat/bahan tidak steril.


43

g. HIV/AIDS dan Remaja

Masalah yang menonjol di kalangan remaja yaitu permasalahan

seputar Triad Kesehatan Reproduksi Remaja (TKR) yaitu 3 hal

pokok yang mempunyai kaitan sebab-akibat antara satu dengan

lainnya.Triad tersebut meliputi perkembangan seksual dan

seksualitas (termasuk pubertas, kehamilan yang tidak diinginan

berdampak pada kesinambungan pendidikan, khususnya remaja putri

dan dapat mengarahkan dilakukannya tindakan aborsi), infeksi

menular seksual (IMS), HIV dan AIDS, dan NAPZA (narkotika,

alkohol, psikotropika dan zat adiktif). Remaja lebih beresiko terkena

HIV/AIDS dikarenakan pengetahuan yang kurang dan rasa ingin

tahu yang tinggi (Marmi, 2014).

Pengetahuan yang kurang akurat tentang kesehatan reproduksi

remaja terutama tentang seksual yang membuat masalah pada remaja

dan akan berpengaruh terhadap sikap remaja (Siswanto, 2011).

h. Dampak ODHA di Masyarakat

ODHA adalah sebutan bagi orang yang telah positif HIV dan AIDS.

Dengan status sebagai ODHA banyak diantara mereka yang

mengucilkan diri sendiri. Sikap dan pandangan masyarakat terhadap

ODHA sangat buruk sehingga melahirkan permasalahan serta

tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi orang dengan

HIV dan AIDS dan keluarganya. ODHA seringkali menerima stigma

dan diskriminasi dari masyarakat (Mukti, 2018).

1) Stigma Terhadap ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS)


44

a) Hubungan Sosial dengan penderita HIV dan AIDS akan

membuat kita tertular penyakitnya

b) Bersalaman, menggunakan WC yang sama, tinggal serumah,

menggunakan sprei yang sama dengan penderita HIV dan

AIDS dapat membuat kita tertular.

c) HIV dan AIDS adalah penyakit kutukan.

2) Diskriminasi Terhadap ODHA (Orang Dengan HIV DAN AIDS)

a) Oleh masyarakat

Masyarakat banyak meminta ODHA untuk dikarantina ke

shelter khusus pengidap HIV dan AIDS, padahal tanpa media

dan cara yang ada di atas HIV dan AIDS tidak akan tertular.

Sebagian masyarakat melakukan diskriminasi karena kurang

informasi yang benar bagaimana cara penularan HIV dan

AIDS, hal-hal apa saja yang dapat menularkan dan apa yang

tidak menularkan dan tidak percaya pada informasi yang ada

sehingga ketakutan mereka terhadap HIV dan AIDS

berlebihan.

b) Oleh penyedia layanan kesehatan

Karena masih ada penyedia layanan kesehatan yang tidak

mau memberikan pelayanan kepada penderita HIV dan

AIDS. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap

penyakit ini dan juga kepercayaan yang mereka miliki.


45
46

B. Kerangka Konsep

Pengetahuan Sikap
Pendidikan Kesehatan
Remaja 1 .Baik 1.Positif
2. Cukup 2.Negatif
3. Kurang

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Pengetahuan Dan Sikap
1.Factor internal
a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Umur
d. Informasi
2.Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
b. Sosial Budaya

(Sumber : Notoatmodjo, 2007)

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan

berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang penularan HIV

AIDS.

C. Hipotesis

Pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuandan sikap

remaja tentang penularan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan

Haji.
47
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-

experimental. Rancangan atau desain penelitian ini adalah one group

pretest posttestdesain yaitu penelitian ini dilakukan dengan cara

memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum

diberikan intervensi, intervensi yang diberikan berupan pendidikan

kesehatan. Setelah diberikan intervensi, kemudian dilakukan posttest

(pengamatan akhir) (Hidayat, 2014). Rancangan ini tidak ada kelompok

pembanding (kontrol), tetapi paling tidak setelah dilakukan observasi

pertama (pretest) yang mungkin menguji peerubahan-perubahan yang

terjadi setelah adanya eksperimen atau program (Sulistyaningsih, 2011).

Bentuk rancangan adalah sebagai berikut :

O1 x O2
Pretest Perlakuan Posttest

Gambar 3.1. Rancangan


Penelitian Sumber :
(Sulistyaningsih, 2011)
Keterangan :

X = penyuluhan
O1 = pretest (sebelum diberi pendidikan kesehtan)
O2 = posttest (setelah diberi pendidikan kesehtan)
Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja = O1 -

48
49

O2

B. Variabel Penelitian

1. Variable Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengarhui atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)

(Sugiyono, 2016).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan

tentang HIV/AIDS.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat merupan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel

terikatnya adalah pengetahuan dan sikap remaja tentang penularan

HIV/AIDS.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penentu konstrak atau sifat yang akan

dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi

operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan

mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang

lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau

mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik (Sugiyono,

2012).
50

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala


1 Pendidikan Suatu proses kegiatan  Proyektor - -
kesehatan pemberian informasi  Laptop
pada remaja di  LCD
Wilayah Kerja  Speaker
Puskesmas Labuhan  Microfon
Haji tentang  Video
HIV/AIDS
2 Pengetahuan Sejauh mana remaja Kuesioner  Baik Ordinal
tentang mengetahui tentang dengan jika
HIV/AIDS penularan HIV/AIDS pretest dan nilainya
yang diperoleh posttest 76-100%.
melalui pendidikan setelah  Cukup jika
kesehatan tentang pendidikan nilainya
HIV/AIDS yang di kesehatan 56–75 %.
dapat dari hasil pre-  Kurang jika
test dan post-test pada nilainya
remaja di wilayah ≤ 55 %
kerja puskesmas
Labuhan Haji

3 Sikap remaja Respon responden Kuisioner  Sangat Ordinal


tentang terhadap pernyataan setuju
penularan tentang penularan  Setuju
HIV/AIDS HIV/AIDS  Tidak punya
pendapat/rag
u-ragu
 Tidak setuju
 Sangat tidak
setuju

D. Populasi Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu remaja yang berada diWilayah kerja

Puskesmas Labuhan Haji yang berjumlah 160 orang.

2. Sampel
51

Sampel dalam penelitian ini merupakan remaja di Wilayah Kerja

Puskesmas Labuhan Haji dengan jumlah 62 orang, pengambilan sampel

menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = jumlah populasi

E = standar error (10%)

160
n= 2
=61,53=62 orang
1+(160 x ( 0,1 ) )

Jumlah sampel diperoleh dengan mengambil sampel dari tempat

posyandu dengan cara mendistribusikan jumlah sampel dengan teknik

proportional sample dengan pertimbangan banyaknya subyek yang

terdapat dalam setiap posyandu tidak sama, oleh karena itu, untuk

memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subyek dari

setiap posyandu ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek

dalam masing-masing tempat (Arikunto, 2010) menggunakan rumus

alokasi proportional :

𝑁𝑖
𝑛𝑖 = . 𝑛
𝑁
Dimana :
ni = jumlah anggota sampel menurut stratum
n = jumlah anggota sampel seluruhnya
52

Ni = jumlah anggota populasi menurut stratum


N = jumlah anggota populasi seluruhnya

Maka jumlah anggota sampel berdasarkan jumlah remaja masing-masing

posyandu yaitu :

a. Pos. Tuntang

23
¿= x 62=8,91=9 Remaja
160

b. Post timba timuk: .

29
¿= x 62=11,23=11 Remaja
160

c. Post Koko Daya:

25
¿= x 62=9,68=10 Remaja
160

d. Post Selungkep

25
¿= x 62=9,68=10 Remaja
160

e. Post Timba Daya:

29
¿= x 62=11,23=11 Remaja
160

f. Post Teliah:

27
¿= x 62=10,46=11 Remaja
160

Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 62 orang remaja

di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Haji dengan kriteria yang sudah

ditentukan.

Kriteria inklusi antara lain:


53

a. Remaja usia 12-18 tahun

b. Bersedia untuk menjadi responden penelitian

Kriteria esklusi antara lain:

a. Responden yang tidak hadir pada saat penelitian

E. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti perlu

mendapatkan rekomendasi dari institusi dengan mengajukan surat

permohonan ijin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian. Etika

dalam penelitian ini meliputi :

1. Kelaikan Etik (Ethical Clearance)

Peneliti akan masuk ke dalam komisi etik untuk mendapatkan surat atau

dokumen yang menyatakan bahwa sebuah rancangan penelitian (berupa

proposal atau protokol penelitian) telah memenuhi kaidah-kaidah etik

penelitian dan untuk menjaga martabat, hak, keamanan dan

kesejahteraan semua peserta penelitian dan memastikan bahwa subyek

penelitian diperlakukan secara manusiawi, sehingga dapat dilaksanakan

tanpa bahaya/kerugian (atau dengan risiko minimal) terhadap subyek

penelitian sesuai dengan surat keterangan layak.

2. Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta persetujuan menjadi responden dengan terlebih

dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan. Jika responden bersedia maka responden

menandatangani informed consent.

3. Menguntungkan (Beneficence)
54

Penelitian ini berguna bagi remaja agar mengetahui bagaimana

cara penularan HIV/AIDS serta diharapkan remaja mampu untuk

melakukan pencegahan penularan terhadap dirinya.

4. Bertindak Adil (Justice)

Penelitian ini bersifat adil, dalam kata lain siapa saja dari populasi

yang masuk dalam kriteria inklusi dapat dijadikan sampel,

kemudian dapat diberikan pendidikan kesehatan oleh peneliti.

5. Tanpa Nama (Anonymity)

Peneliti tidak mencantumkan nama subjek penelitian, melainkan

hanya akan diberi simbol atau kode guna menjaga privasi

responden.

6. Kerahasiaan (Confidentially)

Data-data yang didapat dari responden dijamin oleh peneliti

termasuk forum ilmiah atau pengembangan ilmu baru. Peneliti

hanya mengungkapkan data yang didapatkan tanpa menyebutkan

nama asli subjek penelitian.

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan angket/kuesioner merupakan alat ukur berupa isian dengan

beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya

besar dan tidak buta huruf. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan dalam kuesioner ini mengacu pada parameter yang sudah dibuat

oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Angket terdiri

atas tiga jenis, yakni angket terbuka, angket tertutup dan checklist (daftar
55

cek) (Hidayat, 2007).

1. Sumber data

Sumber data penelitian dari penelitian ini berasal dari data Primer

yang berasal dari remaja yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas

Labuhan Haji yang berumur antara 12-18 tahun, yang didapat dari

jawaban responden melalui kuesioner tentang pendidikan kesehatan

tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan remaja tentang penularan

HIV/AIDS. Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari

responden (Setiawan & Saryono, 2010). Jenis kuisioner yang

digunakan adalah kuisioner tertutup, dimana kuisioner tersebut dibuat

oleh peneliti, dan responden tinggal memilih pada jawaban yang sudah

ada dengan jenis jawaban benar – salah.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data.

(Notoatmodjo, 2010). Instrumen dalam penelitian ini menggunakan

kuisisoner. Kuisioner adalah alat bantu untuk menggali pengetahuan

dan pendapat dari subyek terhadap suatu masalah penelitian. Jenis

kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup, dimana kuisioner

tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden tinggal memilih

atau menjawab pada jawaban yang sudah ada dimana pada pertanyaan

dengan jawaban benar diberi nilai 1 dan pada nilai 0 untuk jawaban

yang salah.

Sebelumnya peneliti membuat persetujuan (informed consent) terlebih


56

dahulu kepada responden bahwa responden bersedia akan dilakukan

penelitian setelah responden setuju baru peneliti melakukan penelitian

dengan menggunkan alat bantu kuisioner dengan responden yang berisi

daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis. (Alimul, 2010).

Kuisioner pada penelitian ini akan mengadopsi dari penelitian (Mukti,

2018) dengan judul “Pengaruh Peer Education terhadap Pengetahuan dan

Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS di SMAN 1 Kretek Bantul Tahun

2018” yang terdiri dari 34 pertanyaan dengan memilih jawaban yang

“benar” dan “salah”, kuesioner sudah dilakukan uji valid dengan hasil

r>0,444 dan uji reliabilitas dengan hasil 0,960.

G. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode pengolahan Data

Melakukan pengolahan data dengan cara :

a. Editing, adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data pada

variabel yang diperoleh. Peneliti pada tahap ini akan memeriksa daftar

pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden, apakah terdapat

kekeliruan atau tidak dalam pengisiannya.

b. Cooding, peneliti akan mengklasifikasikan kategori-kategori dari data

yang didapat dan dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing-masing kategori.

1) Tingkat Pengetahuan

a) Baik : 76-100% (kode 1)

b) Cukup : 56-75% (kode 2)

c) Kurang : ≤55% (kode 3)


57

2) Score Pengetahuan Responden

a) Benar : 1

b) Salah : 0

c. Scoring, mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan. Setelah data dikumpulkan menggunakan

kuisioner dengan wawancara, yaitu setiap pertanyan pada kuisioner

diberi skor 1 apabila responden menjawab benar dan diberi skor 0

apabila responden menjawab salah. Kemudiaan data diolah dengan

menggunakan rumus :

F
P= x 100 %
N

Keterangan :

P : Persentase
F : Jumlah jawaban yang benar
N : Jumlah soal
100% : Bilangan Tetap (Machfoedz, 2008)

Setelah persentase diketahui kedalam katagori tingkat pengetahuan

sebagai berikut :

a. Baik : 76-100%

b. Cukup : 56-75%

c. Kurang : ≤55%

d. Entry atau Processing (memasukan data), entry data yaitu jawaban-

jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode”


58

(angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software”

komputer (Notoatmodjo, 2010).

e. Tabulating, data yang telah diberi kode kemudian dikelompokkan lalu

dihitung dan dijumlahkan dan kemudian ditulis dalam bentuk tabel

f. Cleaning, semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan data lalu dilakukan pembetulan atau

koreksi.

g. Sikap remaja tentang penularan HIV/AIDS diolah secara deskriptif

dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Penilaian sikap

digunakan skala likert yang terdiri dari :

1) Sangat setuju

2) Setuju

3) Tidak punya pendapat/ragu-ragu

4) Tidak setuju

5) Sangat tidak setuju

Untuk likert digunakan skala dengan lima angka. Skala 1 (satu) berarti

sangat negative dan skala lima (5) berati sangat positif. Berikut kriteria

interpretasi skornya berdasarkan interval :

Angka 0%   – 19,99% = Sangat tidak setuju


Angka 20% – 39,99%  = Tidak setuju
Angka 40% – 59,99%  = Tidak punya pendapat/ragu-ragu
Angka 60% – 79,99%  = Setuju
Angka 80% – 100% = Sangat setuju

Penyelesaian Akhir =  Total skor / Y x 100


59

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap

variabel penelitian dan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahun remaja tentang

penularan HIV/AIDS. Dasar pengambilan keputusan menggunakan

uji Wilcoxon dengan derajat kemaknaan 95% ( 𝑎 ≤0,05)

(Notoatmodjo, 2010).

H. Jalannya Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melaksanakan langkah-langkah, yaitu :

1. Tahap Persiapan

a. Pengajuan judul penelitian kepada pembimbing skripsi.

b. Melakukan Konsultasi BAB I kepada pembimbing skripsi.

c. Mengajukan surat studi pendahuluan

d. Menunggu surat balasan studi pendahuluan.

e. Melakukan studi pendahuluan di wilayah kerja puskesmas Labuhan

Haji dengan melakukan wawancara pada 7 remaja.

f. Menganalisis data yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan.

g. Penyusunan proposal penelitian, konsultasi dengan pembimbing skripsi.

h. Seminar proposal penelitian.


60

i. Revisi proposal hingga acc oleh penguji, pembimbing dan tim skripsi.

j. Membuat surat etika penelitian (ethical clearance)


DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat A.A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma


Kuantitatif.
Jakarta: Heath Books.
Amelia, R., Rahman, R. T. A., & Widitria, W. (2016). Pengaruh
Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pengetahuan dan
Sikap Remaja tentang Pencegahan HIV/AIDS (ABCDE) di Kelas Xi
Smk Negeri 3 Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, 7(1), 93–106.
Andalia, A. (2017). Hubungan Antara Pengetahuan dengan Persepsi
Siswa terhadap Penularan Penyakit AIDS. Jurnal Serambi Ilmu,
18(1), 51–58.
Anggareyni, R. (2015). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Pengetahuan Siswa Mengenai HIV AIDS Di Smp
Pgri 02 Singkawang. Jurnal Proner .
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Aspiawati. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Berbasis Media
Video Animasi Terhadap Pengetahuan Remaja tentang HIV/AIDS.
Skripsi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Clever, S. (2013). Penyakit Kulit dan kelamin. Yogyakarta: Nuha Medika.
Colti Sistiarani. (2018). Peran Keluarga dalam Pencegahan HIV/ AIDS
di Kecamatan Purwokerto Selatan. Jur. Ilm. Kel. & Kons, p : 96-107
Vol. 11, No.2 ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN.
Retrieved from http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2018.11.2.96
Castro . (2011). Transmission Clustering Among Newly Diagnosed HIV
Patients In Chicago, 2008 To 2011: Using Phylogenetics To
Expand Knowledge Of Regional HIV Transmission Patterns. Bone,
23(1), 1–7.
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.110.956839
F. H. I. (2011). Farmakope Herbal Indonesia (1st edn). Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Handayani, L. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media
Video Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan
HIV/AIDS Di Sma Negeri 1 Parigi Kabupaten Pangandaran.
Harmawati. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terdap Tingkat
Pengetahuan Pelajar SMA tentang HIV/AIDS. Jurnal Endurance ,
588-595.
Hidayat, A. A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa
Data.
Penerbit Salemba medika.

Irwan, S.K.M., M. K. (2017). Kearifan Lokal dalam Pencegahan


HIV/AIDS pada Remaja. Jalan Gelatik No. 24 Kota Gorontalo: Ideas
Publishing.
Kusmiran, Eny. (2014). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita.
Jakarta: Salemba Medika.
KUESIONER PENELITIAN

A. Identitas
Nama :
Kelas :
Umur :
Suku :
B. Petunjuk pengisian
1. Bacalah pernyataan dibawah ini dengan baik dan telitilah sebelum
menjawab
2. Untuk melancarkan penelitian ini, mohon diisi jawaban yang sesuai
dengan pengetahuan anda, tidak perlu bertanya kepada orang lain
3. Jawablah pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (√)
pada kolom benar atau salah sesuai dengan pilihan anda
4. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling tepat
5. Jawaban anda adalah jawaban pribadi yang tidak diketahui orang lain
dan terjamin kerahasiaannya, karena tanpa menggunakan nama dan
hanya untuk kepentingan penelitian ini saja.
C. Soal kuisioner
Saya pernah mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS melalui :
a. Pendidikan Formal
b. Pendidikan Non Formal (Seminar, Organisasi)
c. Media cetak/elektronik (Koran, Majalah, TV, Radio, Sosial Media)

No Pengetahuan Benar Salah


1 HIV adalah singkatan Human Immunodeficiency Virus.
2 AIDS adalah singkatan dari Acquired Imunodefisiency Syndrom.
3 HIV merusak sistem kekebalan tubuh sehingga daya tahan
Penderita AIDS akan menurun.
4 HIV/AIDS penyakit yang bisa disembuhkan dengan penyuntikan
antibiotik secara rutin.
5 HIV ditemukan dalam darah, air mani,dan cairan alat kelamin
perempuan.
6 Perilku seksual yang menyimpang merupakan perilaku beresiko
Tertular HIV/AIDS.
7 Pencandu narkoba memiliki kecenderungan tertular HIV/AIDS.
8 Jarum suntik yang dipakai oleh pecandu narkoba dapat menjadi media
penularan HIV pada pecandu lain.
9 AIDS hanya menyerang orang asing, wanita tuna susuila, dan
homoseks.
10 HIV/AIDS hanya menular melalui hubungan seks saja.
11 Kelompok yang beresiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu
Kelompok yangsering berganti-ganti pasangan.
12 HIV/AIDS tidak menular kepada wanita baik-baik seperti ibu
rumah tangga.
13 HIV/AIDS dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk.
14 HIV/AIDS bisa menular melalui transfusi darah.
15 HIV/AIDS bisa menular melalui pemakaian jarum tato bekas
pakai penderita HIV.
16 Kita bisa tertular HIV/AIDS jika berhubungan seks tanpa
menguunakan kondom.
17 HIV/AIDS bisa menular melalui alat-alat makan bekas penderita
HIV/AIDS.
18 HIV/AIDS dapat menular jika berenang bersama-sama dengan
penderita HIV/AIDS.
19 HIV/AIDS dapat menular melalui penggunaan WC dan kamar
mandi bersama.
20 Seorang ibu yang menderita HIV/AIDS dapat menularkan
penyakitnya pada bayi yang dikandungnya.
21 Penderita AIDS dapat menularkan penyakitnya memalui batuk
dan bersin.
22 Seseorang yang terinveksi HIV belum dapat menularkan HIV
pada orang lain karena belum sampai tahap AIDS.
23 Menurunnya daya tahan tubuh penderita AIDS menyebabkan
bebrapa penyakit akan timbul dan penyakit yang biasa bagi orang lain
dapat menjadi penyakit yang parah bagi penderita AIDS.
24 Gejala AIDS yang berat yaitu berupa penyakit jantung berat,
kencing manis berat, danginjal.
25 Gejala awal serangan AIDS kadang menunjukkan gejala ringan
yaitu berupa gatal-gatal,demam, keringat malam,flu biasa.
26 Pada tahap AIDS panderita diserang beberapa macam infeksi
keganasan.
27 Pada tahap AIDS dapat ditemukan beberapa jenis kanker
kelenjar getah bening dan kanker pada kulit.
28 Untuk mencegah HIV/AIDS setelah melakukan hubungan seks
sebaiknya mencuci alat kelamin dan meminum obat-obatan.
29 HIV/AIDS dapat dicegahdengan immunisasi.
30 Kondom dapat menghalangi pertukaran cairan tubuh dari alatkelamin.
31 Kondom dijamin 100% dapat mencegah penularanHIV/AIDS
Melalui hubungan seks.
32 Seseorang yang mengidap HIV kelihatannya sehat karena
Penyakit HIV tidak menunjukkan gejala.
33 Jika kita sudah dinyatakan HIV positif berarti kita sudah terkena
AIDS
34 Aspek social yang sering dialami oleh ODHA adalah ditolak oleh
Lingkungan bahkan akan kehilangan teman,pacar,dan tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai