Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MALARIA PADA ANAK

Mata Kuliah : Keperawatan Anak


Dosen Pengampuh : Ns. Jeni Oktavia Karundeng, M.Kep., SP. Kep. A

Disusun oleh : Kelompok I

1. Prawita Indah Christania NIM : PO. 7120720059


2. Wisma Safitri Manuputty NIM : PO. 71207200
3. Kartini Hadi NIM : PO. 71207200
4. Nopin Nawipa NIM : PO. 71207200
5. Alfonsina B. Muray NIM : PO. 71207200
6. Demince Badii NIM : PO. 71207200

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MIMIKA
TAHUN 2022
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Berkat kuasa dari-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk makalah sebagai syarat dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
MALARIA PADA ANAK”.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, tetapi berkat bantuan dan bimbingan yang berupa saran dan kritikan dari
berbagai pihak, penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan dan penyelesaian makalah mengenai asuhan keperawatan ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi penulis
khususnya. Terima Kasih

Timika, 27 Januari 2022

Kelompok I
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Malaria Pada Anak

1. Pengertian..........................................................................................................3

2. Anatomi Fisiologi..............................................................................................3

3. Etiologi..............................................................................................................7

4. Klasifikasi..........................................................................................................8

5. Patofisiologi.......................................................................................................9

6. Manifestasi Klinis..............................................................................................10

7. Komplikasi........................................................................................................11

8. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................11

9. Penatalaksanaan.................................................................................................12

10. Pathway...........................................................................................................14

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian.........................................................................................................15

2. Klasifikasi Data.................................................................................................15

3. Analisa Data......................................................................................................15

4. Diagnosa Keperawatan......................................................................................16

5. Intervensi Keperawatan.....................................................................................20

BAB III PENUTUP

Kesimpulan................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles) betina. Penyakit ini dapat menyerang segala ras, usia, dan jenis kelamin
(Irianto, 2011). Kondisi global dari kejadian penyakit malaria saat ini membutuhkanlebih
banyak perhatian daripada masa-masa sebelumnya (Sorontou, 2014).
Berdasarkan data dari World Health Organization(WHO) diperkirakan sekitar 41%
populasi dunia dapat terinfeksi malaria. WHO juga menyatakan penyakit ini termasuk
banyak dari Afrika Sub-Sahara, Asia, dan Amerika Latin. Pada tahun 2015, ada 214 juta
kasus malaria di seluruh dunia. WHO juga telah mengoordinasi penanggulangan malaria
melalui program Roll Bock to Malaria (RBM). Laporan terakhir menyebutkan bahwa
kasus malaria impor di 13 negara menurun sebanyak 47%, yaitu dari 140 kasus pada
tahun 2003 menjadi 66 kasus pada tahun 2008 (Behrens, 2010). World Malaria Report
melaporkan bahwa dari tahun 2000 hingga tahun 2005, jumlah kasus malaria meningkat
dari 233 juta menjadi 244 juta tetapi kemudian pada tahun 2009 menurun menjadi 225
juta, dan pada tahun 2017 menurun lagi menjadi 219 juta. Laporan tersebut juga
menyebutkan bahwa jumlah kematian yang pada tahun 2000 sebesar 985.000 menurun
menjadi 781.000 pada tahun 2009, dan menurun lagi menjadi 435.000 pada tahun 2017
(WHO 2009: Kakkilaya, 2011: WHO, 2018).
Sedangkan berdasarkan Riskesdas Kemenkes RI tahun 2018, situasi malaria di
Indonesia menunjukkan masih terdapat 10,7 juta penduduk yang tinggal di daerah
endemis menengah dan tinggi malaria. Daerah tersebut terutama meliputi Papua, Papua
Barat, dan NTT. Pada 2017, dari jumlah 514 kabupaten/kota di Indonesia, 266 (52%) di
antaranya wilayah bebas malaria, 172 kabupaten/kota (33%) endemis rendah, 37
kabupaten/kota (7%) endemis menengah, dan 39 kabupaten/kota (8%) endemis tinggi.
Prevalensi malaria di Provinsi Papua mencapai angka 12,07% dengan jumlah 48.477
kasus dengan kelompok umur <1 tahun 831 kesakitan, kelompok umur 1-4 tahun
sebanyak 4.006 kesakitan dan kelompok usia 5-14 sebanyak 10.663 kasus. (Riskesdas
Papua 2018).
Kabupaten Mimika merupakan salah satu daerah endemis malaria di provinsi
Papua. Kasus positif malaria di Kabupaten Mimika masih cukup tinggi dari semua
penyakit yang dijumpai di Puskesmas dan klinik layanan kesehatan. (Sabariah
2015). Masuk tahun 2021, kasus malaria di Mimika khususnya di distrik Wania per
Januari dan Februari mencapai angka 1.283 kesakitan malaria berdasarkan data yang
dilaporkan Puskesmas Wania. Dari jumlah kasus tersebut, per Januari 2021 tercatat 788
angka kesakitan malaria dengan persentase tertinggi adalah penyakit malaria tersiana dan
tropika yang mencapai 46% angka kesakitan, sedangkan per Februari 2021 terjadi 495
kesakitan malaria dengan kesamaan kasus kesakitan malaria yang terjadi.  Dari data
Puskesmas Wania yang tercatat, angka kesakitan malaria per Januari tertinggi terjadi
pada masyarakat yang berusia 15 hingga 64 tahun dan terbanyak terjadi di kampung
Kamoro Jaya dan Nawaripi yang sedikitnya 15 orang ibu hamil terjangkit malaria per
Januari 2021. Sedangkan untuk bulan Februari, tertinggi terjadi juga pada usia 15 hingga
64 tahun yang terbanyak di kampung Kamoro Jaya dengan sedikitnya 11 ibu hamil
terjangkit dari keseluruhan kasus per februari 2021 (Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika,
2021).
Di tinjau dari tingginya angka kejadian serta komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit malaria maka para tenaga kesehatan termasuk para perawat mempunyai peranan
penting dalam memberikan pelayanan keperawatan yang merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta pengalaman
biologi, psikologi, sosiologi, spiritual yang komprehensif, ditunjukan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang meliputi peningkatan
derajat kesehatan klien, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan
klien dan menggunakan pendekatan proses keperawatan (Praptianingsih, 2010).
Semua itu dapat di berikan dalam bentuk asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
tersebut di laksanakan dalam beberapa langkah mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, sampai evaluasi yang mana kita dapat membantu
klien untuk memenuhi kebutuhanya, mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut,
mengatasi respon penyakit yang di deritanya sehingga masalah klien dapat dikurangi
ataupun teratasi.
Berdasarkan uraian diatas maka Penulis tertarik mengangkat makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Malaria Pada Anak”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar malaria pada anak yang meliputi definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostic dan penatalaksanaan malaria pada anak?

2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan malaria pada anak yang meliputi
pengkajian, diagnose, dan itervensi keperawatan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar malaria pada anak meliputi definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostic dan penatalaksanaan malaria pada anak.

2. Untuk memahami konsep dasar asuhan keperawatan malaria pada anak yang meliputi
pengkajian, diagnose, dan itervensi keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Malaria Pada Anak

1. Pengertian

Malaria merupakan salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk
Anopheles. (Marni, 2016). Sedangkan menu menurut Poespoprodjo dalam (harijanto,
2018) mengemukakan bahwa Infeksi malaria disebabkan oleh 5 spesies Plasmodium (P.
Falcifarum, P.Vivax, P.Malariae, P.Ovale, dan P. Knowlesi). (Najmah, 2016) juga
mengemukakan bahwa Plasmodium malaria akan hidup dan berkembang biak dalam sel
darah merah manusia Dan dapat ditularkan dari manusia kemanusia lain melalui gigitan
nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Dan Marni tahun 2016 menambahkan juga bahwa
gejala malaria akan di tandai demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa
Indonesia (Depkes, 2017).
Dari beberapa pengertian tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa Malaria
merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronis, yang disebabkan oleh 5 spesies
plasmodium, ditularkan kepada manusia lewat gigitan nyamuk anopheles betina,
berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditandai lewat gejala demam
rekuren, anemia, dan hepatosplenomegaly.

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Darah

Darah merupakan komponen esensial makluk hidup yang berada dalam ruang
vascular, karena peranannya sebagai media komunikasi antar sel ke berbagai bagian
tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa oksigen dari paru-paru kejaringan
dan karbondioksida dari jaringan keparu-paru untuk dikeluarkan, membawa zat nutrient
dari saluran cerna ke jaringan kemudian menghantarkan hormone dan materimateri
pembekuan darah (Tarwoto, 2008).
a. Karakteristik darah (Tarwoto, 2008)
1) Warna
Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang
berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah vena
berwarna merah tua/gelap karena kurang oksigen dibanding dengan
darah arteri.
2) Viskositas
Viskositas darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar 1.048
sampai 1.066.
3) pH
pH darah bersifat alkalin dengan pH 7.35 sampai 7.45 (netral 7.00).
4) Volume
Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB, atau sekitar
4 sampai 5 liter darah.
5) Komposisi
a) Plasma darah yaitu bagian cair darah (55%) yang sebagian besar terdiri dari air
(92%), 7% protein, 1% nutrien, hasil metabolisme, gas pernapasan, enzim,
hormon-hormon, faktor pembekuan dan garam-garaman organic. Protein-
protein dalam plasma terdiri dari serum albumin (alpha-1 globulin, alpha-2
globulin, beta globulin dan gamma globulin), fibrinogen, protombine dan
protein esensien untuk koagulasi. Serum albumin dan gamma globulin sangat
penting untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan gamma globulin
juga mengandung antibody (immunoglobulin) seperti IgM, IgG, IgA, IgD dan
IgE untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme.
b) Sel-sel darah/ butir-butir darah (bagian padat) kira-kira 45%, terdiri atas
eritrositatau sel darah merah (SDM) atau red blood cell (RBC), leukosit atau
sel darah putih (SDP) atau white blood cell (WBC), dan trombositplatelet. Sel
darah merah merupakan unsur terbanyak dari sel darah (44%) sedangkan sel
darah putih dan trombosit 1% . sel darah putih terdiri dari basofil, eosinofil,
neutrofil, limfosit, dan monosit.

b. Struktur sel darah


1) Sel darah merah
Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5
mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian 12 tengahnya 1 mikron atau
kurang, tersusun atas membran yang sangat tipis sehingga sangat mudah terjadi
diffusi oksigen, karbondioksida dan sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti
sel. Sel darah merah matang mengandung 200-300 juta hemoglobin (terdiri
hem merupakan gabungan protoporfirin dengan besi dan globin adalah bagian
dari protein yang tersusun oleh 2 rantai alfa dan 2 rantai beta) dan enzim-enzim
seperti G6PD (glucose 6 – phosphate dehydogenase). Hemoglobin
mengandung kira-kira 95% besi dan berfungsi membawa oksigen dengan cara
mengikat oksigen dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme. Kadar normal hemoglobin tergantung usia dan jenis kelamin.
Hemoglobin adalah protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah
merah. Normalnya dalam darah pada laki-laki 15,5g/dl dan pada wanita
14,0g/dl (Susan M Hinchliff,1996). Rata-rata konsentrasi hemoglobin pada sel
darah merah 32g/dl.

Gambar 2.2 Sel darah merah

2) Sel darah putih


Pada keadaan normal jumlah sel darah putih atau leukosit 5000- 10000
sel/mm3 . Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu yang bergranulosit dan yang
agranulosit.

Gambar 2.3 Sel darah putih

3) Trombosit
Trombosit merupakan sel tak berinti, berbentuk cakram dengan diameter 2-
5 um, berasal dari pertunasan sel raksasa berinti banyak megakariosit yang
terdapat dalam sumsum tulang. Pada 13 keadaan normal jumlah trombosit
sekitar 150.000-300.000/mL darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1-2
minggu atau kirakira 8 hari. Trombosit tersusun atas substansi fospolifid yang
penting dalam pembekuan dan juga menjaga keutuhan pembuluh darah serta
memperbaiki pembuluh darah kecil yang rusak. Trombosit diproduksi di
sumsum tulang kemudian sekitar 80% beredar disirkulasi darah hanya 20%
yang disimpan dalam limpa sebagai cadangan.
Gambar 2.4 Trombosit

c. Hemopoisis (hematopoisis)
Hemopoisis adalah proses pembentukan dan pematangan darah. Organ-organ
yang penting dalam hemopoisis adalah:
1) Limpa
Limpa berada dibawah diafragma sebelah kiri dari lambung. Tersusun atas
3 tipe jaringan yaitu white pulp, red pulp dan marginal pulp, yang semua
berperan dalam keseimbangan pembentukan dan pemecahan sel darah. Selama
pembentukan darah, limpa menghancurkan sel darah merah yang sudah tua
dengan cara memfagosit, membantu metabolisme besi dengan cara memecah
hemoglobin.
2) Hati
Hati merupakan organ sangat penting dalam eritropoisis, terutama jika
produksi sel darah merah dalam susum tulang tidak normal. Hati merupakan
tempat utama produksi dari faktor pembekuan darah dan protrombin,
menghasilkan empedu, mengaktifkan vitamin k .

Gambar 2.5 Limpa dan hati


d. Fungsi darah
1) Transport internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.
a) Respirasi. Gas oksigen dan karbondioksida dibawah oleh hemoglobin dalam
sel darah merah dan plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru.
b) Nutrisi, nutrient/zat gizi diabsorpsi dari usus, kemudian dibawa dalam
plasma kehati dan jaringan-jaringan lain yang digunakan untuk metabolisme.
c) Sekresi. Hasil metabolisme dibawa plasma kedunia luar melalui ginjal.
d) Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga
berperan dalam hemoestasis.
e) Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai efek
dalam mengaktivitas metabolisme sel, dibawa dalam plasma.
2) Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi dari
sel darah putih.
3) Proteksi terhadap cedera dan perdarahan Proteksi terdahap respon peradangan
local terhadapcedera jaringan. Pencegahan perdarahanmerupakan fungsi dari
trombosit karena adanya faktor pembekuan, fibrinolitik yang ada dalam
plasma.
4) Mempertahankam temperatur tubuh Darah membawa panas dan bersirkulasi
keseluruh tubuh. Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk
panas (Tarwoto, 2008).

3. Etiologi

Malaria disebabkan oleh parasite sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui


gigitan nyamuk anopheles betina inefektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan
menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk, puncak
gigitannya adalah tengah malam sampai fajar. (Widoyono, 2011)
Plasmodium akan mengalami dua siklus. Siklus aseksual (skizogoni) terjadi pada
tubuh manusia, sedangkan siklus seksual (sporogoni) terjadi pada nyamuk. Siklus
seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina untuk membentuk ookinet
dalam perut nyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk kista
diselaput luar lambung nyamuk. Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah
8-35 hari, tergantung dari situasi lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah
kista akan membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh
organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah sporozoit menjadi
matang dan siap ditularkan bila nyamuk menggigit manusia.
Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala sesuai dengan jumlah
sporozoid, kualitas plasmodium, dan daya tahan tubuhnya. Sporozoid akan memulai
stadium eksoeritrositer dengan masuk ke sel hati. Di hati sporozoid matang menjadi
skizon yang akan pecah dan melepaskan merozoid jaringan. Merozoid akan memasuki
aliran darah dan menginfeksi eritrosit untuk memulai siklus eritrositer. 24 Merozoid
dalam eritrosit akan mengalami perubahan morfologi yaitu: merozoid > bentuk cincin >
trofozoid > merozid. Proses perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari. Diantara
merozoid-merozoid tersebut akan ada yang berkembang membentuk gametosit untuk
memulai siklus seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina). Eritrosit
yang terinfeksi biasanya pecah yang bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk
yang menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang ada pada darah
manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian, siklus seksual pada nyamuk
dimulai, demikian seterusnya penularan malaria.
Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesisnya. P falcifarum
memerlukan waktu 7-14 hari, P.vivax dan P.ovale 8-14 hari, sedangkan P. malariae
memerlukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena berbagai
factor seperti pengobatan dan pemberian profilaksis dengan dosis yang tidak adekuat.
Selain ditularkan melalui gigtan nyamuk, malaria dapat menjangkiti orang lain melalui
bawaan lahir dari ibu ke anak, yang disebabkan karena kelainan pada sawar placenta
yang menghalangi penularan infeksi vertical. Penularan lainnya adalah melalui jarum
suntik, yang banyak terjadi pada pengguna narkoba suntik yang sering bertukar jarum
secara tidak steril. Model penularan infeksi yang terakhir adalah melalui tranfusi darah.
Disebutkan dalam literatur bahwa melalui metode ini, hanya akan terjadi siklus
eritrositer. Siklus hati tidak terjadi karena tidak melalui sporozoid.

4. Klasifikasi Malaria

Menurut World Health Organization (WHO) malaria dapat diklasifikasikan menjadi


5 yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae dan Plasmodium knowlesi.
a. Plasmodium falciparum
Plasmodium falsiparum merupakan jenis yang paling berbahaya karena siklus
perkembangan yang cepat merusak sel darah merah dan dapat menyumbat aliran
darah sehingga dapat mengakibatkan anemia dan cerebral. Malaria ini dapat
berkembang dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan mendominasi di
beberapa negara seperti Afrika dan Indonesia.
b. Plasmodium vivax
Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis seluruh dunia. Hidup pada
sel darah merah, siklus seksual terjadi pada 48 jam. Menyebabkan penyakit tertian
yang ringan dimana demam terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa dorman di hati
manusia “hipnozoid” dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan tahun.
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika Barat dan pulau-
pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria
ovale atau malaria tertiana benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.
d. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di sel darah merah
terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.
e. Plasmodium knowlesi
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia Tenggara,
penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang, monyet berekor coil) dan
babi yang terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam dan
dapat menjadi sangat parah. P. knowlesi dapat menyerupai baik Plasmodium
falciparum atau Plasmodium malariae. Seorang penderita dapat dihinggapi lebih
dari satu jenis plasmodium, infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed
infection). Infeksi campuran Plasmodium falciparum dengan vivax atau malariae
merupakan infeksi yang paling sering terjadi.

5. Patofisiologi

Patofisiologi malaria seperti dikemukakan oleh (Teguh Wahju Sardjono, 2019)


bahwa vector penyakit yang menggigit manusia adalah Nyamuk Anopheles. Perubahan
utama yang akan terjadi akibat malaria bisa melibatkan system dalam eritrosit, limpa
dan hepar. Patologi berikutnya dapat mengenai semua organ tergantung pada jenis
Plasmodium yang menginfeksi dan beratnya proses infeksi patologi. Infeksi
Plasmodium terjadi melalui mekanisme utama yang disebut sitoaderens, yaitu
penempelan eritrosit terinfeksi dengan berbagai macam jenis sel dalam hospes, yang
terjadi karena kemampuan Plasmodium untuk mengubah sifat/ karakteristik membrane,
sitoplasma dan permukaan eritrosit terinfeksi.
Beberapa tipe sitoaderens yaitu sekuestrasi, resetting dan autoclumping. Sekuestrasi
merupakan kemampuan eritrosit terinfeksi untuk melekat dengan berbagai reseptor sel
endotel di berbagai jaringan seperti otak, paru, hepar, ginjal dan plasenta, yang dapat
mengakibatkan penutupan pembuluh darah kapiler di berbagai organ vital. Rosetting
adalah kemampuan eritrosit terinfeksi untuk menempel pada eritrosit normal sehingga
mengakibatkan destruksi eritrosit 27 massif. Lisis eritrosit yang massif terjadi pada
malaria falcifarum, mengakibatkan gejala yang disebut black water fever. Sedangkan
autoclumbing adalah kemampuan eritrosit terinfeksi untuk menempel dengan
permukaan sel endotel yang diperantarai oleh platetel sehingga membentuk agregat
yang besar. Keadaan ini sering terjadi pada kasus infeksi yang berat.
Jenis plasmodium juga akan mempengaruhi berat ringannya penyakit malaria.
Plasmodium falcifarum dapat menyebabkan malaria berat. Parasite yang masuk ke
pembuluh darah akan memasukan sporozoit kemudian akan tumbuh dan mengalami
pembelahan. Setelah itu akan membentuk skizon dan hari 6-9, skizon menjadi dewasa
dan pecah dan melepaskan beribu-ribu merozoid. Sebagian merozoid akan memasuki
sel-sel darah merah dan berkembang melalui stadium plasmodium yaitu stadium dingin,
stadium demam, dan stadium berkeringat.
Menurut Depkes; Marni tahun 2016 Demam akan timbul bersamaan dengan
pecahnya skizon darah yang akan mengeluarkan antigen. Kemudian, antigen akan
merangsang sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan sitokin dan tumor
necrosis factor (TNF) yang di bawah hipotalamus yang merupakan pusat pengaturan
suhu tubuh. Pembesaran limpa juga akan terjadi karena plasmodium dihancurkan oleh
monosit yang akan menyebabkan bertambahnya sel radang dan terjadi peningkatan
jumlah eritrosit yang terinfeksi parasite. Penyebaran eritrosit ke pembuluh kapiler
menyebabkan obstruksi 28 dalam pembuluh darah kapiler sehingga terjadi iskemia
jaringan (Rossete), yaitu berkumpulnya sel darah merah yang berparasit dengan sel
darah merah lainnya.

6. Manifestasi Klinis
a. Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
1) Meriang  
2) Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
minggu setelah infeksi)
3) Keringat dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

b. Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )


1) Meriang  
2) Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu setelah infeksi)
miggu setelah infeksi)
3) Keringat dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

c. Plasmodium malariae ( malaria kuartana )


1) Meriang  
2) Panas dingin menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara 18 sampai
40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali
setiap 3 hari )
3) Keringat dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi
d. Plasmodium ovale ( jarang ditemukan )
Dimana manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
1) Meriang  
2) Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
minggu setelah infeksi)
3) Keringat dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

7. Komplikasi
Komplikasi penting malaria berat pada anak adalah hipoglikemia. Hal ini terjadi
karena supresi proses glukoneogenesis parasit di hati dan sekaligus menginduksi sekresi
insulin di pankreas. Sekresi insulin meningkat dengan penggunaan kina dan dapat
mengakibatkan sekuele neurologis yang berat. Distres pernafasan adalah komplikasi
umum lain pada anak-anak, umumnya konsekuensi dari asidosis berat. Berbeda dengan
anak-anak, distres pernafasan pada orang dewasa biasanya akibat edema paru dan juga
ARDS.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyertai antara lain anemia, trombositopenia,
leukosit normal/leukopenia, dan peningkatan LED.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan apusan darah tebal dan apusan darah tipis.
Apusan darah tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau Field Stain, sedangkan
apusan darah tipis dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Pemeriksaan apusan darah
tebal bertujuan melihat jumlah eritrosit dalam darah, sementara pemeriksaan apusan
darah tipis bertujuan melihat perubahan bentuk eritrosit, jenis Plasmodium, dan
persentase eritrosit yang terinfeksi. Hasil apusan darah negatif tunggal tidak
meniadakan diagnosis malaria, karena sebagian besar pasien bergejala akan
menunjukkan hasil positif dalam 48 jam. Pemeriksaan darah serial setiap 6 jam selama
tiga hari berurutan dapat dilakukan.
Pemeriksaan apusan darah tipis tidak mungkin dapat membedakan morfologi spesies
P. malariae dan P. knowlesi, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih canggih seperti
polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan praktis terutama di daerah endemis
dapat dilakukan dengan rapid diagnostic test (RDT) berbentuk dipstick, dianjurkan
menggunakan tes diagnostik cepat yang memiliki kemampuan minimal sensitivitas 95%
dan spesifi sitas 95%.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Malaria Ringan/Tanpa Komplikasi
1) Pengobatan malaria P.Falcifarum/vivax
Pilihan ACT yang tersedia di Indonesia adalah sebagai berikut, yaitu: Pilihan I:
obat kombinasi dihydroartemisin-piperakuin (DHP), sudah berupa fixed dose
combination (FDC). Dosis ACT untuk malaria falsifarum dan vivax sama
sedangkan untuk primakuin pada malaria falsifarum hanya diberikan hari pertama,
sedangkan pada malaria vivax 48 selama 14 hari dengan dosis 0, 25 mg/kgBB.
Pada bayi dengan usia <6 bulan tidak boleh diberikan. Penyesuaian dosis karena
adanya pertimbagan perkembangan system organ secara anatomi dan fisiologi
dimana system organ pada bayi masih matur dan belum berkembang sehingga
mempengaruhi farmakodinamik obat yaitu pada bayi mebutuhkan pengosongan
lambung yang lebih lama, pembentukan vili yang menyebabkan perbedaan
aktivitas motoric saluran cerna, dan juga aktivitas metabolism pada hepar yang
belum matur dan lebih lambat sehingga menyebabkan perbedaan absorbs obat.

Pengobatan malaria pada bayi/infant Malaria pada bayi usia dibawah 2 tahun
sering terjadi di daerah endemik malaria, khususnya daerah dengan
holo/hiperendemik. Masalah penanganan pada kelompok ini sering mengalami
kesulitan, misalnya kesulitan mengambil sampel darah untuk memastikan malaria
pada usia bayi dan pemilihan obat yang kurang berasa pahit agar mudah
dikonsumsi dan tidak menyebabkan muntah. Apabila masalah resitensi tidak
ditemukan, kloroquin dan sulfadoksi-pirimetamin merupakan obat utama pada
kelompok ini. Di Indonesia, sering digunakan eukinin yang kurang berasa pahit.
Di Era ACT, artemisin aman untuk bayi, sehingga kegunaanya tergantung pada
obat pasangannya; SP kombinasi dengan artesunate harus dihindari untuk bayi
karena dapat menstimulus terjadinya neonatal hiperbilirubinemia. Primaquin tidak
diberikan kepada bayi di bawah usia 6 bulan. Tetrasiklin tidak boleh dipakai pada
anak-anak sampai usia diatas 11 tahun. Masalah kedua ialah dosis yang berbeda
antara dosis dewasa/anak-anak. Pada bayi dianjurkan penggunaan dosis
berdasarkan takaran BB. Bayi dengan BB.
2) Pengobatan Malaria Fix

b. Pengobatan Malaria pada Bayi


Pengobatan malaria pada bayi/infant Malaria pada bayi usia dibawah 2 tahun sering
terjadi di daerah endemik malaria, khususnya daerah dengan holo/hiperendemik.
Masalah penanganan pada kelompok ini sering mengalami kesulitan, misalnya
kesulitan mengambil sampel darah untuk memastikan malaria pada usia bayi dan
pemilihan obat yang kurang berasa pahit agar mudah 54 dikonsumsi dan tidak
menyebabkan muntah. Apabila masalah resitensi tidak ditemukan, kloroquin dan
sulfadoksi-pirimetamin merupakan obat utama pada kelompok ini. Di Indonesia,
sering digunakan eukinin yang kurang berasa pahit. Di Era ACT, artemisin aman
untuk bayi, sehingga kegunaanya tergantung pada obat pasangannya; SP kombinasi
dengan artesunate harus dihindari untuk bayi karena dapat menstimulus terjadinya
neonatal hiperbilirubinemia. Primaquin tidak diberikan kepada bayi di bawah usia 6
bulan. Tetrasiklin tidak boleh dipakai pada anak-anak sampai usia diatas 11 tahun.
Masalah kedua ialah dosis yang berbeda antara dosis dewasa/anak-anak. Pada bayi
dianjurkan penggunaan dosis berdasarkan takaran BB. Bayi dengan BB.

c. Pengobatan Malaria Berat


Pada Anak Kina HCL 25% (perinfus) dosis 10mg/kgBB (bila umur < 2 bulan : 6-8
mg/kgBB) diencerkan dalam D5 %/NaCL 0,9% sebanyak 5-10 cc/kgBB/4 jam,
diulang selama 8 jam sampai pasien mampu minum obat peroral.
Catatan:
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus IV, karena toksis bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian
- Dosis kina maksimum dewasa 2.000mg/hari.
11. PATHWAY

Gigitan nyamuk anopheles betina

Parasit Plasmodium masuk dalam tubuh

Menginvasi sel parenkim hepar

Merozoit lepas

Masuk dalam sirkulasi darah

Protein membrane Menginfeksi sel darah merah Kompensasi tubuh


eritrosit terinfeksi

Pengikatan khusus MALARIA Kurang Peningkatan


pada CD 36 informasi metabolisme

Sumbatan kapiler Eritrofagositosis Kurang


Peningkatan suhu
Pengetahuan tubuh

Penurunan aliran darah HB menurun Ansietas Hipertermi

Ginjal Serebral Kadar 02 dalam


darah menurun
Darah ke Hipoksia
ginjal jaringan
mengalami
penurunan

Produksi urine Penurunan Sirkulasi jaringan


Menurun kesadaran terganggu

Resiko ketidak-
seimbangan Resiko
cairan perfusi serebral
tidak efektif
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Malaria pada Anak

1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan

b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat
(fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan
lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.

c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen

d. Makanan dan cairan


Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa
otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.

e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.

f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas

g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat
splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.

2. Klasifikasi Data
a. Data Subyektif
Adalah data yang diperoleh dari keluhan yang disampaikan pasien , misalnya rasa
nyeri, sakit kepala, rasa khawatir dan sebagainya.
b. Data Obyektif
Adalah data nyata yang diperoleh dari suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan
menggunakan standar yang diakui (berlaku) Misalnya: perubahan warna kulit,
tekanan darah, suhu tubuh dan sebagainya.

3. Analisa Data
Analisa adalah kemampuan kognitif dalam mengembangkan daya berpikir dan
penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman
dan pengertian keperawatan. Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
Analisa data dibuat dari data yang telah diklasifikasikan yaitu dari data subjektif dan
data objektif yang telah ditemukan.

4. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermia (D.0130)
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

Penyebab
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan inkubator

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
1. Suhu tubuh diatas normal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif (tidak tersedia)

Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

Kondisi Klinis Terkait


1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas
b. Ansietas (D.0080)
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman.

Penyebab
1. Krisis situasional
2 Kebutuhan tidak terpenuhi.
3. Krisis maturasional
4. Ancaman terhadap konsep diri
5. Ancaman terhadap kematian
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan
7. Disfungsi sistem keluarga
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain).
12. Kurang terpapar informasi

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi

Objektif
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya

Objektif
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu

Kondisi Klinis Terkait


1. Penyakit kronis progresif (mis. kanker, penyakit autoimun).
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana operasi
5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh kembang

c. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)

Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke ctak

Faktor Risiko :
1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri
3. Aterosklerosis aorta
4. Diseksi arteri
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskuler diseminata
13. Embolisme
14. Cedera kepala
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortik
4. Infark miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskular diseminata
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri akinetik
16. Sindrom sick sinus
17. Stenosis karotid
18. Stenosis mitral
19. Hidrosefalus
20. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)

d. Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)

Definisi : Berisiko mengalami penuruan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial atau intraselular.

Faktor Risiko
1. Prosedur pembedahan mayor
2 Trauma/perdarahan.
3. Luka bakar
4. Aferesis
5 Asites
6. Obstruksi intestinal
7. Peradangan pankreas
8. Penyakit ginjal dan kelenjar 9. Disfungsi intestinal

Kondisi Klinis Terkait


1. Prosedur pembedahan mayor
2. Penyakit ginjal dan kelenjar
3. Perdarahan
4. Luka bakar
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Luaran dan Hasil Intervensi
Hipertermi b/d proses Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Hipertermia (I. 15506)
penyakit dibuktikan dengan 3x24 jam, maka termoregulasi membaik dengan
suhu tubuh diatas nilai kriteria hasil : Observasi
normal 1. Menggigil menurun -Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
2. Suhu tubuh membaik lingkungan panas, penggunaan inkubator)
3. Suhu kulit membaik -Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
-Monitor haluaran urine
-Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik
-Sediakan lingkungan yang dingin
-Longgarkan atau lepaskan pakalan
-Basahi dan kipasi permukaan tubuh
-Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
-Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
-Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Ansietas b/d kurang terpapar Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Reduksi Ansietas (I. 09314)
informasi dibuktikan dengan 3x24 jam, maka tingkat ansietas menurun
tampak gelisah dan tegang dengan kriteria hasil : Observasi
1. Verbalisasi kebingungan menurun -Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi,waktu,
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang stressor)
dihadapi menurun - Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Perilaku gelisah menurun -Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
4. Perilaku tegang menurun
Terapeutik
-Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
-Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
-Pahami situasi yang membuat ansietas
-Dengarkan dengan penuh perhatian
-Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
-Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi
-Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
-Informasikan secara faktual mengenal diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
-Anjurkan pasien melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
-Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
-Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
-Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian antiansietas, jika perlu
Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I. 06194)
efektif dibuktikan dengan 3x24 jam, maka perfusi serebral meningkat
koagulopati dengan kriteria hasil : Observasi
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Sakit kepala menurun - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan
3. Nilai rata-rata tekanan darah membaik metabolisme, edema serebral
-Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Ktekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas
Ireguler, kesadaran menurun)
-Monitor status pemapasan
-Monitor intake dan ouput calran

Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi Fowler
-Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
-Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Cairan (I. 03098)
cairan dibuktikan dengan 3x24 jam, maka keseimbangan cairan meningkat
disfungsi intestinal dengan kriteria hasil : Observasi
1. Asupan cairan meningkat -Monitor status hidrasi
2. Haluaran urine meningkat -Monitor berat badan harian
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
-Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
-Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan dapat ditentukan.
Pada kasus malaria pada lansia, perawat dalam melakukan pengkajian dituntut harus
teliti dan kompherensif, sehingga mudah dalam menegakkan diagnosa.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada pasien malaria pada anak adalah sebagai berikut:
a. Hipertermi
b. Ansietas
c. Resiko perifer serebral tidak efektif
d. Resiko ketidakseimbangan cairan

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan yang digunakan dalam kasus malaria pada anak disesuaikan dengan
masalah keperawatan yang ditegakkan dalam diagnosa keperawatan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah penulis
susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan berdasarkan teori yang ada dan sesuai dengan
kebutuhan pasien penyakit malaria.

5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada evaluasi yang peneliti lakukan pada pasien berdasarkan kriteria yang
peneliti susun terhadap diagnosa yang teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Apriany, D. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Dengan Keganasan. 214.

Liwan, A. S. (2020). Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak.
Majalah Farmasetika, 5(1), 46.

Roach, R. R. (2012). Malaria. Tropical Pediatrics: A Public Health Concern of International


Proportions: Second Edition, 4(2), 287–297.
https://doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1039

Kusdiantoro, H. (2013). Laporan Pendahuluan Malaria. 1–18.

(LPB), L. P. B. P. dan P. K. (2018). Laporan Provinsi Papua Barat Riskesdas 2018. 412.

Anda mungkin juga menyukai