Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SIFILIS

DOSEN PENGAMPUH: IBU ADOLFINA TANDILANGAN.,S.KEP.,NS.,M.KEP

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. FRANSISKA.F.YANWARIN PO 7120720046
2. FEBBY.S.W.KAINAMA PO 7120720045
3. MARGARETA RAHAYAAN PO 7120720024
4. YANA.I.KEMAKU PO 7120720068
5. EMILIANA LEISUBUN PO 7120720044
6. DEFOTA TANIYU PO 7120720041
7. LINCE WONDA PO 7120720021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA
PRODI D-III KEPERAWATAN MIMIKA
TAHUN AJARAN

i
2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
keperawatan sifilis ” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Maternitas . Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
membentuk sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak
dan jiwa sosial, berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan pengetahuan
yang luas dan menguasai teknologi. Makalah ini dibuat oleh kami untuk membantu
memahami materi tersebut. Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam
segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses
pencapaian yang telah direncanakan.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang dada
sebagai wujud koreksi atas diri tim kami yang masih belajar. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Penyusun
Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN / COVER.............................................................i


KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................1
A. LATAR BELAKANG ................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................3
C. TUJUAN ...................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................4


A. KONSEP TEORI.........................................................................4
1. PENGERTIAN ......................................................................4
2. ETIOLOGI..............................................................................5
3. PATOFISIOLOGI..................................................................5
4. MANIFESTASI KLINIS........................................................6
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG ..........................................10
6. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN 11
7. KOMPLIKASI........................................................................12
8. PATHWAY ...........................................................................13

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN......................................................................13
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN...........................................14
3. INTERVENSI ......................................................................15

iii
BAB III PENUTUP ................................................................................24
A. KESIMPULAN...........................................................................24
B. SARAN ......................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................25

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki
masa laten, dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak
penyakit, dan ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda, 2015). Masa laten pada sifilis
tidak menunjukkan gejala klinis, namun pada pemeriksaan serologis menunjukkan
hasil positif (Sanchez, 2008). Sifilis memiliki dampak besar bagi kesehatan
seksual, kesehatan reproduksi, dan kehidupan sosial. Populasi berisiko tertular
sifilis meningkat dengan adanya perkembangan dibidang sosial, demografik, serta
meningkatnya migrasi penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Secara global pada tahun 2008, jumlah orang dewasa yang terinfeksi
sifilis adalah 36,4 juta dengan 10,6 juta infeksi baru setiap tahunnya (WHO,
2009). Daerah yang mempunyai tingkat penularan sifilis tertinggi ialah sub-
Sahara Afrika, Amerika Serikat, dan Asia Tenggara. Beberapa studi yang telah
dilakukan di Afrika menunjukkan bahwa terdapat 30% seropositif sifilis pada
antenatal dan 50%-nya mengakibat kematian bayi pada sifilis kongenital
(Lukehart, 2010).
Angka kejadian sifilis di Amerika Serikut terus meningkat, dengan
prevalensi tahun 2014 adalah 20,1 per 100.000 penduduk dan meningkat
dibandingkan tahun 2013 adalah 17,9 per 100.000 penduduk. Berdasarkan usia,
kelompok usia yang sering terinfeksi adalah usia 20-24 tahun. Laki-laki lebih
sering terinfeksi sifilis dengan prevalensi 22,1 per 100.000 penduduk
dibandingkan perempuan dengan prevalensi 4,5 per 100.000 penduduk (CDC,
2015).
Penularan sifilis berhubungan dengan perilaku seksual. Perilaku seksual
adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis. Bentuk perilaku ini dapat bermacam-macam, mulai
dari perasaan tertarik sampai berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono,
2013).
Perilaku seksual dapat dibagi menjadi perilaku seksual tidak berisiko dan
perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual tidak berisiko memiliki makna perilaku
yang tidak merugikan diri sendiri, dilakukan kepada lawan jenis, dan diakui
masyarakat. Perilaku seksual berisiko diartikan sebagai perilaku seksual yang
cenderung merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain (Hartono, 2009).

1
Perilaku seksual berisiko adalah keterlibatan individu dalam melakukan
aktivitas seks yang memiliki risiko terpapar dengan darah, cairan sperma, dan
cairan vagina yang tercemar bakteri penyebab sifilis. Jumlah pasangan seksual
yang banyak merupakan salah satu perilaku seksual berisiko. Hal ini terjadi
karena jumlah pasangan seksual yang banyak sebanding dengan banyaknya
jumlah hubungan seksual yang dilakukan (Rahardjo, 2015). Kurangnya
pengetahuan individu tentang penggunaan kondom juga dapat meningkatkan
risiko infeksi. Kondom tidak memberikan perlindungan 100%, namun bila
digunakan dengan tepat dapat mengurangi risiko infeksi. Selain itu, kemiskinan
dan masalah sosial memaksa perempuan, kadang juga laki-laki, berprofesi sebagai
penjaja seks. Mereka menukarkan seks dengan uang atau barang agar dapat
bertahan hidup (Kemenkes RI, 2011).
World Health Organization (WHO) melakukan penelitian mengenai
faktor risiko perilaku seksual di beberapa negara. Berdasarkan penelitian tersebut,
pasien dianggap memiliki perilaku seksual berisiko bila terdapat jawaban ya untuk
satu atau lebih pertanyaan: pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir,
berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami ≥ 1
episode IMS dalam 1 bulan terakhir, dan perilaku pasangan seksual berisiko tinggi
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Cina tahun 2009-2012,
prevalensi sifilis pada perempuan penjaja seks sebesar 4,7%. Faktor yang
memengaruhinya secara signifikan adalah hubungan seksual dibawah pengaruh
obat-obatan, hubungan seksual tanpa kondom, dan usia tua yang berkaitan dengan
makin banyaknya jumlah pasangan seksual yang dimiliki (Cai et al., 2013).
Setiap orang yang aktif secara seksual bisa terinfeksi melalui kontak
langsung dengan lesi sifilis. Pada laki-laki, lesi dapat terjadi terutama di alat
kelamin eksternal, anus, atau dubur. Lesi juga dapat terjadi pada bibir dan mulut.
Gay atau laki-laki biseksual bisa terinfeksi sifilis selama seks anal, oral, atau
vaginal (CDC, 2015).
Penelitian yang dilakukan di Peru pada tahun 2003-2005, mendapatkan
prevalensi infeksi sifilis 10,5% pada Man Sex Only with Man (MSOM), 1,5%
pada laki-laki penjaja seks, dan 2,0% pada perempuan penjaja seks. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa orientasi seksual memengaruhi infeksi sifilis yaitu
laki-laki yang berhubungan sesama jenis (homoseksual) memiliki risiko
terinfeksi sifilis lima kali lebih besar dibanding yang berhubungan dengan lawan
jenis (heteroseksual) (Snowden et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, mendapatkan orang yang
terinfeksi sifilis sering juga memiliki IMS lain, salah satunya Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Individu yang telah terinfeksi sifilis
memungkinkan HIV lebih mudah memasuki tubuh. Hal ini disebabkan oleh

2
perilaku seksual yang sama memengaruhi penularan kedua penyakit tersebut,
sehingga individu yang terinfeksi sifilis memiliki risiko yang lebih besar untuk
mendapatkan HIV (CDC, 2015).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan konsep dasar teori sifilis?

2. Apa yang di maksud dengan konsep asuhan keperawatan sifilis?

C. TUJUAN
1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah sifilis
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah
sifilis
3. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan yang tepat pada pasien
dengan sifilis
4. Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan pada pasien dengan
masalah sifilis
5. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan
masalah sifilis

3
BAB II
PEMBAHASAN

D. KONSEP TEORI SIFILIS


1. PENGERTIAN
Sifilis adalah salah satu infeksi menular seksual (IMS) dan disebabkan
oleh Treponema pallidum (Kang et al., 2019).
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS).
Lesi sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi
bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.

Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita
lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah
tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat
diartikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat
ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi
tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka
ibu akan melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak
segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi
meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital.

4
2. ETIOLOGI
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat
empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,
Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema
pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh
inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan
sifilis. ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir
kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum
pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium
kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses
sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan
membran mucosa.

3. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua
alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu
wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin
sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan
atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan
dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase
selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin. Bakteri
Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme dengan
cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa
jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi
infeksi sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada
pemeriksaan menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan
abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati,
penyakit ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat
mengakibatkan neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan
sumsum tulang belakang mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri
parenchymatous neurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan lokasi lesi,
hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda endotelialarteritis.

5
Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel endotel yang
dapat sembuh dengan jaringan parut.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi;
rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh
Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
a. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang
terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga
bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari
tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus,
tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu
daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus
(luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat
menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa
disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali
tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan
sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.
b. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul
dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya
sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan
menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam
yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50%
penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan

6
sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak
menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga
penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi
yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke
dalam air kemih. Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis
sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang
lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini
sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi
pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu,
sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala
lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.
c. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki
fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung
bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup
penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .
d. Fase Tersier
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala
bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3
kelompok utama :
1). Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di
berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan
meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua
bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut,
batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena,

7
menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin
memburuk di malam hari.
2). Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi
aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri
dada, gagal jantung atau kematian.
3). Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak
diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler,
neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
a). Neurosifilis meningovaskuler., merupakan suatu bentuk meningitis
kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada bagian yang terkena,
apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis.
 Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing,
konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur,
kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang,
pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan
berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh
badan.
 Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan
dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan
otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa
spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan
peradangan sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan
hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih serta kelumpuhan
mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa
flasid).
b). Neurosifilis paretic, juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang
gila. Berawal secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-
50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya
berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan

8
yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam
berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi,
kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan
suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran
dan penurunan persepsi.
c). Neurosifilis tabetic, disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu
penyakit medulla spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap.
Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai
yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah,
terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang
terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya. Penderita tidak
dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian
terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran
kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh
penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca.
Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang
memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian
tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah.
Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita
suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di
telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada
akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang,
maka sendi penderita bisa mengalami cedera.

9
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik,
serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap
(darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji
serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema
seperti VenerealDisease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui
antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif
uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau
reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre
harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin
yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma  venerium, verrucae
acuminata, skabies, dan keganasan (kanker).
a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin,
darah rutin) pemeriksaan T Palidum.
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan
dilihat bentuk dan pergerakannya dengan microskop lapangan gelap.
Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2
negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam saal bila negative
bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu
sedikit.
b. Pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
1). Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu

10
test ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase
Positif (BFP). Contoh test non treponemal :
a)Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
b)Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories).
Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan
RST (Reagin Screen Test).
2). Tes treponemal: Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah
treponema atau ekstratnya dan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok
a)Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
b)Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation
Test)
c)Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent
treponemal Antibody – Absorption Double Staining)
3). Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).
c. Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang
dapat terjadi pada sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya
untuk melihat aneurisma aorta. Pada neurosifilis, koloidal emas sudah tidak
dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada
likuor serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda inflamasi pada susunan
saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3
sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal
protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti
terdapat peradangan.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS

11
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya
sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin.
Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL,
bila perlu diobati dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui
dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh
buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin
merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh
buruk terhadap janinnya.

7. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus
premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi,
penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan
kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat
dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
b. Komplikasi Terhadap Ibu
1). Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
2). Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar,
pucat, keabu-abuan dan licin
3). Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
4). Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan
menimbulkan cacat.

12
E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah
menyebar/menetap
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut
apakah membaik, memburuk, atau menetap
5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala,
mengeluh kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neorologis)
6) Tanyakan social ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya
hidup dan penyakit keluarga/individu sekitarnya
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks beresiko
missal berganti-ganti pasangan, oral/anal seks, homo seksual,
melakukan dengan PSK)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti
kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel
9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin tidak
lancar, nyeri saat berkemih
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya orang tua
apakah pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi
palatum durum, gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan
berjalan, serta keterlambatan tumbuh kembang.

13
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari
dan anus
c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi
Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari
37,5 derajat celcius) kulit teraba hangat
b. Nyeri akut b/d agen cedera fisiologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap
melindungi area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d peradangan pada lapisan kulit d/d
adanya tanda elfloresensi

14
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1. HIPERTERMIA (D.0130) MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)


OUTCOME 1. Observasi
DEFINISI:  Identifkasi penyebab hipertermi
Suhu tubuh meningkat diatas TERMOREGULASI MEMBAIK (L. (mis. dehidrasi terpapar
rentang normal tubuh 14134) lingkungan panas penggunaan
incubator)
PENYEBAB:  Monitor suhu tubuh
 Dehidrasi  Monitor kadar elektrolit
 Terpapar lingkungan panas  Monitor haluaran urine
 Proses penyakit (mis. 2. Terapeutik
infeksi, kanker)  Sediakan lingkungan yang
 Ketidaksesuaian pakaian dingin
dengan tubuh  Longgarkan atau lepaskan
 Peningkatan laju pakaian
metabolisme  Basahi dan kipasi permukaan
 Respon trauma tubuh
 Aktivitas berlebihan  Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal
(mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)

15
 Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
 Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
 Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

2. NYERI AKUT (D.0077) A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)


OUTCOME 1. Observasi
DEFINISI :  lokasi, karakteristik, durasi,
Pengalaman sensorik atau TINGKAT NYERI MENURUN frekuensi, kualitas, intensitas
emosional yang berkaitan dengan (L.08066) nyeri
kerusakan jaringan aktual atau  Identifikasi skala nyeri
fungsional, dengan onset  Identifikasi respon nyeri non
mendadak atau lambat dan verbal
berintensitas ringan hingga berat  Identifikasi faktor yang
yang berlangsung kurang dari 3 memperberat dan memperingan
bulan. nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
PENYEBAB: keyakinan tentang nyeri
 Agen pencedera fisiologis  Identifikasi pengaruh budaya
(mis. Inflamasi, iskemia, terhadap respon nyeri
neoplasma)  Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Agen pencedra kimiawi kualitas hidup
(mis. Terbakar, bahan

16
kimia iritan)  Monitor keberhasilan terapi
 Agen pencidra fisik (mis. komplementer yang sudah
Abses, trauma, amputasi, diberikan
terbakar, terpotong,  Monitor efek samping
mengangkat berat,prosedur penggunaan analgetik
operasi,trauma, latihan fisik 2. Terapeutik
berlebihan  Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan

17
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. GANGGUAN INTEGRITAS PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


KULIT/JARINGAN (D.0129) OUTCOME (I.11353)

DEFINISI: Integritas Kulit Dan Jaringan 1. Observasi


Kerusakan kulit (dermis dan/atau meningkat (L.14125)  Identifikasi penyebab gangguan
epidermis) atau jaringan (membran integritas kulit (mis. Perubahan
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, sirkulasi, perubahan status nutrisi,
tulang, kartilago, kapsul sendi peneurunan kelembaban, suhu
dan/atau ligamen). lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)

18
PENYEBAB: 2. Terapeutik
 Perubahan sirkulasi  Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
 Perubahan status nutrisi baring
(kelebihan atau  Lakukan pemijatan pada area
kekurangan) penonjolan tulang, jika perlu
 Kekurangan/kelebihan  Bersihkan perineal dengan air hangat,
volume cairan terutama selama periode diare
 Penurunan mobilitas  Gunakan produk berbahan petrolium
 Bahan kimia iritatif atau minyak pada kulit kering
 Suhu lingkungan yang  Gunakan produk berbahan
ekstrem ringan/alami dan hipoalergik pada
 Faktor mekanis  (mis. kulit sensitif
Penekanan pada tonjolan  Hindari produk berbahan dasar
tulang, gesekan) atau faktor alkohol pada kulit kering
elektris (elektrodiatermi, 3. Edukasi
energi listrik bertegangan  Anjurkan menggunakan pelembab
tinggi) (mis. Lotin, serum)
 Efek samping terapi radiasi  Anjurkan minum air yang cukup
 Kelembaban  Anjurkan meningkatkan asupan
 Proses penuaan nutrisi
 Neuropati perifer  Anjurkan meningkat asupan buah dan
 Perubahan pigmentasi saur
 Perubahan hormonal  Anjurkan menghindari terpapar suhu
 Kurang terpapar informasi ektrime
tentang upaya  Anjurkan menggunakan tabir surya
memperthankan/melindung SPF minimal 30 saat berada diluar
i integritas jaringan rumah

2. PERAWATAN LUKA( I.14564 )

19
1. Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis:
drainase,warna,ukuran,bau
 Monitor tanda –tanda inveksi

1. Terapiutik
 lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah luka,
jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai
kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di kulit /lesi,
jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahan kan teknik seteril saaat
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap
dua jam atau sesuai kondisi pasien
 Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi

20
 Berikan terapi TENS(Stimulasi
syaraf transkutaneous), jika perlu
2. Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
3. Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu

21
BAB III
PENUTUP

F. KESIMPULAN
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS).
Lesi sifilis bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan
lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di
dalam kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada
bulan ke-4 kehamilan. Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum.
Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah
terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun
dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun
kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan
yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimbang bayi dengan sifilis
kongenital jarang sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis,
transplasenta, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang
mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain
itu juga diberikan eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

G. SARAN
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat.
kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca yang positif dan membangun, guna penyusunan makalah kami
berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi

22
DAFTAR PUSTAKA

 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing


Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley
Blackwell.
 Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical
surgical Nursing. Mosby: ELSIVER
 Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
 Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
 Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai