Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN SIFILIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II


Dosen Pengampu : Ns. Nur Rakhmawati, S.Kep, MPH

Disusun Oleh

Kelompok VI :

1. Purnaning Sintya Krisna Utami ST182035 5. Ratnawati Kusumaningsih ST182039


2. Rahayu Sri Wuryandari ST182036 6. Rendra Bagus Subandono ST182040
3. Rani Putri Yuniati ST182037 7. Restiani Savitri ST182041
4. Ratih Dwi Rahmawati ST182038

PROGRAM TRANSFER PRODI SARJANA KEPERAWATAN


S T I K E S K U S UM A H US A D A SURAKARTA
TAHUN AKDEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN MATERNITAS II
dibimbing oleh ibu Ns. Nur Rakhmawati, S.Kep, MPH dalam menempuh Pendidikan
Sarjana Keperawatan.
Kami berharap setelah memahami makalah ini teman-teman dapat menambah
pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dan juga kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran yang
membangun demi menyempurnakan makalah ini.
Demikian makalah kami, kami mengucapkan terima kasih.

Surakarta, 17 September 2019


Penulis
Kelompok 6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C. Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Leukemia................................................................................................ 4
B. Klasifikasi Leukemia................................. .......................................................... 4
C. Etiologi ...................... ........................................................................................ 6
D. Patofisiologi .......................................................................................................... 8
E. Manifestasi Klinis ............................................................................................... 10
F. Penatalaksanaan................................................................................................... 14
G. Komplikasi........................................................................................................... 17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIFILIS
A. Kasus…….......................................................................................................... 18
B. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................................ 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................... 34
B. Saran..................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten,
dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit, dan ditularkan
dari ibu ke janin (Djuanda, 2015). Masa laten pada sifilis tidak menunjukkan gejala klinis,
namun pada pemeriksaan serologis menunjukkan hasil positif (Sanchez, 2008). Sifilis
memiliki dampak besar bagi kesehatan seksual, kesehatan reproduksi, dan kehidupan
sosial. Populasi berisiko tertular sifilis meningkat dengan adanya perkembangan dibidang
sosial, demografik, serta meningkatnya migrasi penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Angka kejadian sifilis di Amerika Serikut terus meningkat, dengan prevalensi
tahun 2014 adalah 20,1 per 100.000 penduduk dan meningkat dibandingkan tahun 2013
adalah 17,9 per 100.000 penduduk. Berdasarkan usia, kelompok usia yang sering
terinfeksi adalah usia 20-24 tahun. Laki-laki lebih sering terinfeksi sifilis dengan
prevalensi 22,1 per 100.000 penduduk dibandingkan perempuan dengan prevalensi 4,5
per 100.000 penduduk (CDC, 2015).
Jumlah kasus baru sifilis di Asia Tenggara pada tahun 2008 adalah 3 juta (WHO,
2009). Insidens sifilis di Indonesia sebesar 0,61% (Djuanda, 2015). Hasil penelitian
Direkorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM yang dilaksanakan
pada tahun 2010 dengan responden 900 narapidana laki-laki dan 402 narapidana
perempuan di 24 lapas dan rutan di Indonesia, didapatkan prevalensi sifilis 8,5% pada
responden perempuan dan 5,1% pada responden laki - laki (Aman et al., 2010). Dinas
Kesehatan Kota Padang pada tahun 2011 tidak menemukan kasus baru untuk sifilis
(Dinkes Padang, 2012), sedangkan pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kasus
sifilis di Kota Padang dengan ditemukannya 22 kasus yang terdiri dari 18 orang laki-laki
dan 4 orang perempuan (Dinkes Padang, 2014).
Penularan sifilis berhubungan dengan perilaku seksual. Perilaku seksual adalah
bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun
sesama jenis. Bentuk perilaku ini dapat bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik
sampai berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2013).
Perilaku seksual berisiko adalah keterlibatan individu dalam melakukan aktivitas
seks yang memiliki risiko terpapar dengan darah, cairan sperma, dan cairan vagina yang
tercemar bakteri penyebab sifilis. Jumlah pasangan seksual yang banyak merupakan salah
satu perilaku seksual berisiko. Hal ini terjadi karena jumlah pasangan seksual yang
banyak sebanding dengan banyaknya jumlah hubungan seksual yang dilakukan
(Rahardjo, 2015). Kurangnya pengetahuan individu tentang penggunaan kondom juga
dapat meningkatkan risiko infeksi. Kondom tidak memberikan perlindungan 100%,
namun bila digunakan dengan tepat dapat mengurangi risiko infeksi. Selain itu,
kemiskinan dan masalah sosial memaksa perempuan, kadang juga laki-laki, berprofesi
sebagai penjaja seks. Mereka menukarkan seks dengan uang atau barang agar dapat
bertahan hidup (Kemenkes RI, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyakit sifilis?
2. Bagaimana etiologi penyakit sifilis?
3. Apasaja manifestasi klinis penyakit sifilis?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit sifilis?
5. Bagaimana klasifikasi penyakit sifilis?
6. Apasaja penatalaksanaan medis dan terapi penyakit sifilis?
7. Apa saja komplikasi penyakit sifilis?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, klasifikasi,
penatalaksanaan medis dan terapi, dan Komplikasi penyakit sifilis
2. Mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan NANDA NOC
NIC.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Sifilis adalah penyakit yang sangat serius yang dapat menyerang otak dan organ
tubuh lain. Ini disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum (Communicable Disease
Control Directorate Department of Health, 2013).
Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual) yang menimbulkan
kondisi cukup parah misalnya infeksi otak (neurosifilis), kecacatan tubuh (guma). Sifilis
merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete, Treponema pallidum (T.
pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual.Selain sifilis,
terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu: non
venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta (T.
careteum di Amerika Selatan) (Kemenkes RI, 2013).
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi
sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa
dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita
lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah
tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan
sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit
kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di
dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut
terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan
melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati
akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam
rahim atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4
kehamilan. Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi
perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila
infeksi sifilis terjadi sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan
dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.
B. Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan
salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies
yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum
pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan
kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum
bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti
lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem
peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

C. Manifestasi Klinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-
4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi;
yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di
anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh
lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk
beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan
segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka
tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih
yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga
tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.
Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak
sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-
12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa
minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai
nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih.
Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita
mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang
menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius
(menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-
abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala
tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak
badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun
atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase
laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai
ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan
jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi
yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah
dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang
sangat dalam yang biasanya semakin memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta
atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung
atau kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3
jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis
paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung
kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla
spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi
yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk,
pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata
(papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan
anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam
mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu
dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis);
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan
sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika
otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka
mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam
berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah
tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala,
sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan
berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi,
khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.

c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang
progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk
yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur.
Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan
dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan
kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga
pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi
saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita
gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar
penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka
mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung.
Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi
pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang,
sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus
sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa
nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

D. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil
yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan
sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika
cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak
diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di
luar alat kelamin.

E. Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum.
Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan
kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit
disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak
nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus,
sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus
durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah
lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri,
tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis
stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di
bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang
spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa
bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis
stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases
karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada
kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di
seluruh tubuh.
c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter.
Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada
hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti
lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit,
kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis
(pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah
10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih
banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini.
Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum.
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari
berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan
menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu
treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan
ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer.
TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil
sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik,
sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada
stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga
lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

F. Penatalaksanaan Medis dan Terapi


Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum
hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus
diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati
dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-
obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada
janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang
tidak memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah
table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
Infeksi Primer-
Infeksi Sekunder-
Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama
15 hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4
kali/ hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti
pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500
mg sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G
Benzatin sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat
pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer,
sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama
yaitu penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi
dapat diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg
secara IM selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau
sifilis kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara
IM setiap minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan
Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous
kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4
juta unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM
setiap hari dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan
penisilin G Benzethin 2,4 juta secara IM.
Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis
1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak
mendapatkan pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.

G. Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature.
Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan,
pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap
wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang
dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari
terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
2. Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan
cacat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIFILIS

A. Kasus
Tuan S. berumur 37 tahun mengatakan nyeri pada daerah genitalia dari semenjak 2
bulan terakhir. Rasa nyeri bertambah parah setelah beraktivitas dan pada saat malam hari.
Tuan S juga mengeluhkan gejala-gejala flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta
kemerahan pada kaki dan tangan.
Tuan S. bekerja sebagai wiraswastawan dan sering bepergian ke luar kota dalam
jangka waktu yang lama, berpisah dengan anak dan istrinya. Tn. S kadang-kadang
memenuhi kebutuhan seksnya dengan pekerja seks komersial dan tidak suka
menggunakan kondom karena tidak nyaman. Tn. S juga masih tetap melakukan hubungan
seksual dengan istrinya apabila pulang.
Tn. S merasa cemas kalau dirinya mungkin mengidap penyakit sifilis dan
sebelumnya juga pernah menderita infeksi pada genitalia. Tn. S mengakui tidak teratur
minum obat karena lupa. Tn. S juga khawatir menularkan penyakitnya kepada istrinya,
serta merasa sangat bersalah.
Pemeriksaan tanda vital : TD = 120/90 mmHg, N = 88x/menit, RR = 22x/menit, suhu
= 38o C. Pada pemeriksaan genitalia, pada daerah genitalia keadaannya tidak bersih
terdapat luka kemerahan dan terdapat bintik bintik di daerah inguinal dan ditemukan
adanya ulkus kemerahan pada penis.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah
menyebar/menetap
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut
apakah membaik, memburuk, atau menetap
5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala,
mengeluh kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neorologis)
6) Tanyakan social ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya hidup dan
penyakit keluarga/individu sekitarnya
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks beresiko missal
berganti-ganti pasangan, oral/anal seks, homo seksual, melakukan dengan
PSK)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti
kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel
9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin tidak lancar, nyeri
saat berkemih
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya orang tua apakah
pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum,
gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta
keterlambatan tumbuh kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari dan
anus
c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi
Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d penyakit d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2 drajat
celcius) kulit teraba hangat
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap
melindungi area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Resiko Kerusaka integritas kulit b/d gangguan sirkulasi d/d adanya tanda
elfloresensi
d. Gangguan citra tubuh b/d perubahan persepsi diri d/d respon non verbal terhadap
perubahan actual pada tubuh ( bentuk/ struktur dan fungsi perasaan negative
terhadap tubuh)

3. Rencana Keperawatan
No DIAGNOSA NANDA Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(2018-2020) NOC NIC
1 Hipertermi b/d penyakit Setelah dilakukan asuhan Perawatan demam (3740)
d/d adanya peningkatan keperawatan diharapkan suhu 1. Monitor warna kulit dan
suhu tubuh (lebih dari tubuh dalam rentang normal, suhu
37,2 drajat celcius) kulit dengan kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan
teraba hangat  Keparahan infeksi (0703) keluar, sadari perubahan
1. Ketidakstabilan suhu kehilangan cairan yang
(5) tak dirasakan.
2. Demam (5) 3. Pantau suhu dan tanda –
3. Mengigil (5) tanda vital lainnya
 Hidrasi (0602) 4. Tutup pasien dengan
1. Turgor kulit (4) selimut atau pakaian
2. Intake cairan (4) ringan, tergantung pada
3. Output urine (4) fase demam.
4. Perfusi jaringan (4) 5. Beri obat atau cairan IV
5. Peningkatan suhu (5) 6. Berikan oksigen yang
sesuai
7. Dorong konsumsi cairan
Kontrol infeksi (6540)
8. Pastikan teknik
perawatan luka yang
tepat
9. Batasi jumlah
pengunjung
10. Ganti IV perifer dan
tempat saluran
penghubung seta
balutannya sesuai
dengan pedoman CDC
saat ini
11. Dorong intake cairan
yang sesuai
12. Anjurkan pasien
mengenali teknik cuci
tangan dengan tepat
13. Anjurkan pasien untuk
meminum antibiotic
seperti yang diresepkan
14. Berkolaborasi pemberian
terapi antibiotic yang
sesuai

2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri (1400)
cedera biologis d/d keperawatan diharapkan nyeri 1. monitor kepuasan pasien
laporan nyeri secara berkurang/ hilang dengan terhadap manajemen
verbal, sikap criteria hasil: nyeri dalam interval
melindungi area nyeri,  Nyeri terkontrol (1605) yang spesifik.
wajah tampak meringis, 1. Mengenali kapan nyeri 2. Pastikan pemberian
klien tampak gelisah. terjadi (5) analgesic dan atau
2. menggambarkan factor strategi nonfarmakologi
penyebab nyeri (5) sebelum dilakukan
3. menggunakan tindakan prosedur yang
pencegahan (4) menimbulkan nyeri.
4. menggunakan tidakan 3. Gunakan tindakan
pengurangan nyeri pengontrol nyeri
tanpa analgesic (4) sebelum nyeri
5. menggunakan analgesic bertambah berat.
yang direkomendasikan 4. Dukung istirahat / tidur
(5) yang adekuat untuk
6. melaporkan nyeri yang membantu penurunan
terkontrol (5) nyeri.
5. Berikan informasi yang
akurat untuk
meningkatkan
pengetahuan dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri.
6. Informasikan tim
kesehatan lain / anggota
keluarga mengenai
strategi nonfarmakologi
yang sedang digunakan
untuk mendorong
preventif terkait dengan
menegemen nyeri.
7. kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat,
dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan.
Bantu pasien untuk
mengontrol pemberian anal
gesik (2400)
1. pastikan bahwa pasien
tidak alergi terhadap
analgesic yang diberikan
2. bantu pasien dan
keluarga untuk
memberikan dosis bolus
analgesic yang tepat.
3. intruksikan pasien dan
keluarga untuk
memonitor intensitas,
kualitas dan durasi nyeri.
4. Dokumentasikan nyeri
pasien, jumlah dan
frekuensi dosis obat dan
respon terhadap
pengobatan nyeri dalam
catatan perkembangan.
5. Konsultasikan dengan
pasien, anggota keluarga
dan dokter untuk
menyesuaikan interval
penghentian, laju dasar
dan dosis yang
dibutuhkan sesuai
dengan respon pasien.
6. Konsultasikan dengan
ahli nyeri di klinik bagi
pasien yang mengalami
kesulitan dalam
mencapai pengontrolan
nyeri.
7. Berkolaborasi dengan
dokter, pasien dan
anggota keluarga dalam
memilih jenis narkotik
yang akan digunakan.

3 Resiko Kerusaka Setelah dilakukan asuhan Pengecekan kulit (3590)


integritas kulit b/d keperawatan diharapkan 1. Monitor warna dan suhu
gangguan sirkulasi d/d integritas kulit membaik secara kulit.
adanya tanda optimal, dengan criteria hasil: 2. Monitor kulit untuk
elfloresensi  Hidrasi (0602) adanya ruam dan lecet.
6. Turgor kulit (4) 3. Monitor infeksi
7. Intake cairan (4) 4. Monitor sumber tekanan
8. Output urine (4) dan gesekan
9. Perfusi jaringan (4) 5. Gunakan alat pengkajian
10. Peningkatan suhu (5) untuk mengidentifikasi
pasien yang beresiko
mengalami kerusakan
kulit.
6. Periksa kulit selaput
lender terkait dengan
adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim,
edema atau drainase.
7. Ajarkan anggota
keluarga / pemberi
asuhan mengenai tanda –
tanda kerusakan kulit
dengan tepat.
Manajemen Cairan (4120)
1. Monitor status hidrasi
2. Monitor tanda – tanda
vital pasien.
3. Berikan cairan yang
tepat.
4. Tawari makanan ringan
5. Tingkatkan asupan oral
6. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
pemberian makanan
dengan baik.
7. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan menetap
atau memburuk.
4 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan asuhan Pengajaran: seksualitas (5624)
b/d perubahan persepsi keperawatan diharapkan 1. Ciptakan suasana
diri d/d respon non terpenuhinya pengetahuan menerima dan tidak
verbal terhadap pasien tentang kodisi penyakit, menghakimi.
perubahan actual pada dengan criteria hasil: 2. Tingkatkan tanggung
tubuh ( bentuk/ struktur  Kontrol Risiko: Penyakit jawab terhadap perilaku
dan fungsi perasaan menular Seksual (PMS) seksual.
negative terhadap (1905) 3. Eksplorasi arti peran
tubuh) 1. Mencari informasi seksual.
terkait penyakit 4. Intruksikan aksesibilitas
menular seksual (5) kontrasepsi dan
2. Mengali kemampuan bagaimana unruk
untuk merubah perilaku mendapatkannya.
(5) 5. Jelaskan anatomi
3. Memonitor tanda dan manusia dan fisiologgi
gejala penyakit dari tubuh.
menular seksual (5) 6. Ajarkan mengenai
4. Memanfaatkan penyakit menular
pelayanan kesehatan seksual dan AIDs
umum jika diperlukan 7. Diskusikan manfaat
(4) pantang seks
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis
bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan
hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4
kehamilan. Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-
rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema
pallidum berkembang melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital
jarang sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta,
melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga
diberikan eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

B. Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan
membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC


Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata
: Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai