Anda di halaman 1dari 32

REFERAT KEDOKTERAN

SIFILIS

Disusun Oleh :
Devi Anggyni Iryanti
202082008

Dokter Pembimbing :
dr. Jeny Ritung, SpKK

Dokter Pendamping :
dr. Charis Olivia F. Hattu

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

PUSKESMAS REMU KOTA SORONG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat, Rahmat
dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini tepat waktu sesuai jadwalnya.
Penyusunan dan penulisan referat ini sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan program
pendidikan profesi dokter stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Universitas Papua dan Fakultas Kedokteran


Universitas Papua, tempat penulis menuntut ilmu dan membawa penulis hingga sampai ke tahap
klinik ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada para pengajar Fakultas Kedokteran Universitas
Papua atas segala ilmu, motivasi, bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis guna
menyelesaikan pendidikan klinik penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada Puskesmas
Remu, Puskesmas Tanjung Kasuari dan Puskesmas Klasaman sebagai Rumah Sakit pendidikan
penulis. Terimakasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada dr. Jeny Ritung, Sp.KK
sebagai kepala Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin atas kesabaran dan bimbingan
beliau. Terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Charis Olivia F Hattu sebagai dokter
pendamping atas bimbinganya kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang
tua penulis yang senantiasa mendoakan penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada teman-
teman Brach14lis saling menyemangati dan menguatkan.

Penulis menyadari bahwa referat ini memiliki kekurangan dan belum sempurna, sehingga
penulis mengharapkan para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun.
Penulis juga berharap semoga referat ini dapat bermanfaat.

Sorong, 26 Januari 2022

Devi Anggyni Iryanti

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap Mahasiswa : Devi Anggyni Iryanti

Nomor Induk Mahasiswa : 202082008

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Papua

Bagian Pendidikan : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Judul Referat Kedokteran : Sifilis

Diajukan kepada :

Pembimbing : dr. Jeny Ritung, Sp.KK

Pendamping : dr. Charis Olivia F Hattu

Telah dipresentasikan dan disahkan pada tanggal ………………………………………...

Mengetahui,

Dokter Pembimbing Dokter Pendamping

dr. Jeny Ritung, SpKK dr. Charis Olivia F Hattu

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i

Kata Pengantar..................................................................................................................... ii

Lembar pengesahan............................................................................................................. iii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iv

Bab 1 – Pendahuluan........................................................................................................... 1

Bab 2 – Tinjauan Pustaka.................................................................................................... 2

2.1 Definisi Sifilis........................................................................................................ 2

2.2 Patofisiologi Sifilis……………............................................................................ 3

2.3 Klasifikasi Sifilis…...…………............................................................................ 5

2.4 Penegakkan Diagnosis Sifilis……….……........................................................... 17

2.5 Diagnosis Banding Sifilis………………….......................................................... 21

2.6 Tatalaksana Sifilis…………….............................................................................. 24

2.7 Prognosis Sifilis...…………….............................................................................. 26

Bab 3 – Kesimpulan…….................................................................................................... 27

Daftar Pustaka..................................................................................................................... 28

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sifilis dikenal dengan sebutan raja singa merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sangat kronik dan bersifat sistemik. Sifilis merupakan salah satu infeksi
menular seksual yang masih menjadi masalah kulit di dunia. Sifilis dapat menyerang hampir
seluruh anggota tubuh termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital
akibatnya terjadi kelainan bawaan dan kematian.1-3
Menurut WHO, pada tahun 2019 sekitar 1% atau lebih peserta antenatal care (ANC) di 38
dari 78 negara dilaporkan dinyatakan positif sifilis. Sifilis pada kehamilan adalah penyebab utama
kedua lahir mati secara global dan juga menyebabkan prematuritas, berat badan lahir rendah,
kematian neonatal, dan infeksi pada bayi baru lahir. Di seluruh dunia, sifilis adalah infeksi yang
sangat umum di antara pria yang berhubungan seks dengan pria (LSL). Di antara 25 negara yang
melaporkan, 11 melaporkan 5% atau lebih LSL didiagnosis dengan sifilis aktif pada tahun 2019
dan 7 negara melaporkan 10% atau lebih LSL didiagnosis dengan sifilis aktif. Selain itu, sifilis
menginfeksi lebih dari 5% pekerja seks di 11 dari 32 negara pelapor untuk 2019 dan lebih dari
10% di 4 negara. Di antara 32 negara pelapor untuk tahun 2019, rata-rata 10,8% (kisaran 5,8%
hingga 30,3%) pekerja seks yang diuji didiagnosis menderita sifilis aktif. Pekerja seks termasuk
perempuan, laki-laki dan transgender dewasa dan orang muda. Pekerja seks di banyak tempat
sangat rentan terhadap HIV dan infeksi menular seksual lainnya (seperti sifilis) karena berbagai
faktor, termasuk sejumlah besar pasangan seks, kondisi kerja yang tidak aman, dan
ketidakmampuan untuk merundingkan penggunaan kondom secara konsisten. 4

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat tuberkulosis paru ini dibuat agar lebih memahami penyakit Sifilis
dan referat ini sebagai salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan menjalani Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Papua.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sifilis

Penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum, bersifat kronis,
sejak awal merupakan infeksi sistemik, dalam perjalanan penyakitnya dapat mengenai hampir
seluruh struktur tubuh, dengan manifestasi klinis yang jelas namun terdapat masa laten yang
sepenuhnya asimtomatik, mampu menyerupai berbagai macam penyakit, dapat ditularkan kepada
janin dalam kandungan, dan dapat disembuhkan.1-3
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema
pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema.
Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral teratur, panjangnya antara
6-15 um, lebar 0, 15 um, terdiri atas 8-24 lekukan. Struktur Treponema pallidum terdiri dari
membran sel bagian dalam, dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis dan membran sel
bagian luar. Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam ruang
periplasmik, antara dua membrane. Organel ini yang menyebabkan gerakan tersendiri bagi
Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol (Corkscrew). Treponema pallidum
berkembangbiak secara pembelahan melintang pada stadium aktif yang terjadi setiap 30 jam. 1,5

Gambar 1. Treponema pallidum secara morfologi, pemeriksaan dark ground microscopy dan
pemeriksaan imunofluoresen.5

2
Gambar 2. Struktur sel Treponema pallidum.5

2.2 Patofisiologi Sifilis

Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa vagina dan
uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke
janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk secara cepat
melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang lecet, kemudian ke dalam kelenjar getah
bening. Selanjutnya masuk ke dalam aliran darah yang kemudian menyebar ke seluruh organ
tubuh.6,7
Treponema pallidum bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-
screw yaitu gerakan seperti membuka tutup botol. Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi
sistemik meskipun belum tampak gejala klinis dan serologi. Darah dari pasien yang baru terkena
sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak
Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam.6,7
Lesi primer muncul di tempat Treponema pallidum pertama kali masuk yang biasanya bertahan
selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas
limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi inflamasi
tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya Treponema pallidum tetapi juga di daerah
perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan). Hal
tersebut mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula
tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre. 6,7
Thomas dkk, menyatakan bahwa perlekatan Treponema pallidum dengan sel host melalui
spesifik ligan yaitu molekul fibronektin. Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum

3
belum dipahami secara lengkap, tidak ada tanda-tanda bahwa Treponema pallidum bersifat
toksigenik karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun endotoksin.
Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak Treponema pallidum namun tidak ditemukan
kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan Treponema pallidum yang berada diluar
sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema pallidum yang dapat tetap
dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainnya yang bukan fagosit misalnya sel
endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum
dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik
yang merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema pallidum sangat membantu
memperpanjang daya tahan kuman di dalam tubuh manusia. 6,7

Gambar 3. Model 3 tahap Treponema pallidum mengikat komponen host dan ekstravasasi.7
Keterangan: Extracelular membrane (ECM)
Tahap pertama Treponema pallidum (bakteri ungu) awalnya berinteraksi dengan komponen
ECM. Sisipan: Tp0751 (permukaan abu-abu; garis putus-putus mewakili N-terminus yang
diprediksi tidak teratur yang tertanam di membran oleh jangkar lipid) yang disajikan pada
membran luar memediasi perlekatan ke endotelium host melalui permukaan besar yang terdiri dari
p4, p6, p10, dan p11 membentuk kontak dengan komponen ECM. Pada tahap kedua, adhesi yang
ditentukan antara Treponema pallidum dan sel endotel yang dimediasi melalui wilayah Tp0751
yang diisolasi ke p10 (biru permukaan) dan reseptor sel host spesifik yang tidak teridentifikasi
(Reseptor X). Tahap ketiga terjadi transmigrasi Treponema pallidum selama ekstravasasi.7

4
2.3 Klasifikasi Sifilis

Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat). Sifilis kongenital dibagi
menjadi: dini (sebelum dua tahun), lanjut (sesudah dua tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat
dibagi menurut dua cara, secara klinis dan epidemiologik. Menurut cara pertama sifilis dibagi
menjadi tiga stadium antara lain stadium I (S I), stadium II (S II), dan stadium Ill (S 111). Secara
epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi: 1
1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren,
dan stadium laten dini. 1
2. Stadium lanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut
dan S Ill. 1
Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskular dan neurosifilis. Ada yang memasukkannya ke dalam
S III atau S IV.1

Gambar 4. Stadium pada Sifilis. 1

5
Gambar 5. Fase Sifilis.3

- Sifilis Primer (SI)

Sifilis primer adalah sifilis tahap pertama dan ditandai dengan munculnya 1 atau lebih
chancre. Treponema dalam cairan serebrospinal (CSF) dapat ditunjukkan di hingga 30% dari
primer dan sekunder kasus sifilis. Mungkin ada tumpang tindih sifilis atau bahkan manifestasi
neurosifilis dengan sifilis primer.3

Di tempat inokulasi, chancre berkembang setelah masa inkubasi yang berkisar antara 10
hingga 90 hari (rata-rata 3 minggu). Chancre dimulai dengan warna merah kehitaman makula yang
berkembang menjadi papula dan kemudian ulkus oval. Chancre yang khas, juga disebut chancre
Hunterian atau ulcus durum diameternya berkisar dari beberapa milimeter sampai 2 cm dan
berbatas tegas dengan teratur, meninggi perbatasan yang indurasi, memberikan lesi tulang rawan.
Permukaannya biasanya bersih, dan chancre secara klasik tidak menimbulkan rasa sakit. Nyeri
dapat dilaporkan dan beberapa chancre telah dilaporkan pada 32% hingga 47% kasus. Variasi
dalam presentasi klinis dapat dihasilkan dari jumlah spirochetes diinokulasi, status kekebalan

6
pasien, terapi antibiotik bersamaan, dan impetiginisasi. Karena biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit, pasien mungkin tidak waspadai chancre, terutama jika tidak menimbulkan rasa sakit dan
terletak area yang tidak terlihat, seperti bagian perut yang tidak disunat penis, anus, vagina, leher
rahim, atau rongga mulut. 3

Lokasi genital umum untuk chancre pada pria termasuk kelenjar, sulkus koronal, dan
kulup. Retraksi kulup saat luka hadir di bagian bawah menyebabkan kulup membalik tiba-tiba,
sebuah tanda yang dikenal sebagai dory flop, setelah gerakan Tanda dory flop dapat membantu
membedakan chancre dari nonindurated lainnya penyebab penyakit ulkus genital, seperti herpes,
infeksi virus simpleks dan chancroid, yang hadir tanpa indurasi yang mengarah ke flip tiba-tiba
dari kulup. 3

Lokasi genital yang umum pada wanita termasuk serviks, labia mayora, labia minora,
fourchette, uretra dan perineum. Chancre pada wanita, terutama yang labial, bisa lebih edematous
daripada indurasi. Edema indurativum adalah labial unilateral bengkak dengan konsistensi kenyal
dan permukaan utuh, indikasi dari chancre yang mendalam. 3

Chancre ekstragenital terjadi di mana mungkin ada paparan, dan paling sering di
orofaringeal rongga. Sifilis dapat ditularkan melalui reseptif atau paparan seksual oral aktif, dan
terlihat pada keduanya heteroseksual dan LSL. Lesi oral seringkali lebih besar dan mungkin tidak
memiliki batas tegas yang lebih khas dalam jaringan berkeratin. Seks anal dapat menyebabkan
untuk pengembangan chancre di perianal atau area anus yang sulit dideteksi secara rutin
pemeriksaan fisik. Chancre sembuh dalam 3 hingga 6 minggu tanpa pengobatan dan 1 sampai 2
minggu dengan pengobatan. Jaringan parut biasanya terjadi tidak terjadi, meskipun bekas luka
atrofi tipis dapat terjadi. Koinfeksi dengan virus herpes simpleks atau Haemophilus ducreyi,
organisme penyebab chancroid, dapat menjadi hadir dalam kasus yang jarang. Kekambuhan sifilis
primer, disebut sifilis monorecidive atau chancre redux, muncul di pengaturan sifilis yang tidak
diobati atau tidak diobati secara memadai dan langka. 3

7
Gambar 6. Chancre pada penis.3

Gambar 7. Chancre pada labia wanita, lidah dan perianal.3

Sifilis Sekunder (SII)

Sifilis sekunder (S II) timbul setelah 6-8 minggu sejak S I dan sejumlah 1/3 kasus masih disertai
S I. Lama S II dapat sampai 9 bulan, berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada
S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak
berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan
artralgia. Kelainan kulit pada sifilis sekunder dapat menyerupai berbagai penyakit kulit lain
sehingga disebut the great imitator. S II dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah
bening, mata, hepar, tulang, dan saraf. 1
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada S II sangat menular, kelainan yang kering
kurang menular. Kondilomata lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat menular.
Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai penyakit kulit yang lain ialah:
kelainan kulit pada S II umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada S II
dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki. Terdapat perbedaan antara sifilis
sekunder dini dan lanjut antara lain pada S II dini kelainan kulit generalisata, simetrik, dan lebih
cepat hilang (beberapa hari hingga beberapa minggu). Pada S II lanjut tidak generalisata lagi,

8
melainkan setempat-setempat, tidak simetrik dan lebih lama bertahan (beberapa minggu hingga
beberapa bulan). 1,3
Lesi sifilis sekunder timbul 3-12 minggu setelah chancre muncul hingga 6 bulan setelah
paparan). Ruam hadir di hampir semua kasus sifilis sekunder, meskipun jenis ruam tertentu
bervariasi. Makula eritematosa (roseola sifilis) atau makulopapule biasanya muncul secara simetris
pada batang tubuh dan ekstremitas pada 40%-70% dari kasus dengan papular, papulosquamous,
atau presentasi lichenoid kurang umum. Bersisik putih cincin pada permukaan lesi
papuloskuamosa, yang disebut collarette Biett adalah karakteristik tetapi tidak patognomonik
untuk, sifilis. 3
Wajah biasanya terhindar dari sifilis umum ini, meskipun seboroik lesi seperti dermatitis di
sekitar garis rambut disebut Mahkota venus atau korona veneris, dapat berbentuk pola seperti
mahkota. Lesi biasanya tidak gatal, meskipun pruritus dilaporkan pada hingga 40% pasien dalam
satu studi. Presentasi ruam secara keseluruhan dapat menjadi halus atau kemerahan, atau dapat
berkembang dari makula halus menjadi lebih banyak papula kemerahan dari waktu ke waktu.
Eritematosa hingga papula atau makula bulat berwarna tembaga, dibatasi dan kadang-kadang
dengan skala annular, adalah hadir di telapak tangan dan telapak kaki di hampir 75% kasus dan
secara klasik melintasi palmar lipatan. Lesi plantar dapat disalahartikan untuk kapalan (clavi
syphilitisi). Lesi plantar juga bisa meluas ke aspek lateral dan posterior kaki. Manifestasi
dermatologis lainnya termasuk alopecia tanpa jaringan parut, digambarkan sebagai dimakan
ngengat, alopecia difus dari kulit kepala. Hilangnya sepertiga lateral alis dapat terjadi. Papula dan
plak annular dapat hadir di sekitar mulut dan hidung, dalam presentasi bahasa sehari-hari disebut
sebagai "nickel and dimes".3

9
Gambar 8. Ruam pada sifilis sekunder .3

Gambar 9. Papuloskuamosa sifilitik erupsi dengan eritematosa, well-demarcated, plak ditutupi


dengan skuama (Biett collarette).3

Gambar 10. Lesi sifilis sekunder: multipel, hiperpigmentasi, skuama papul pada telapak
tangan.3

10
Gambar 11. Lesi sifilis sekunder pada telapak tangan dan alopesia. 3

Gambar 12. Lesi sifilis sekunder pada kaki.3

Gambar 13. Plak annular sifilis sekunder pada wajah (Nickel dimes).3

11
Gambar 14. Lesi papul sifilis sekunder pada penis.3

Gambar 15. Lesi mucous patches sifilis sekunder pada lidah, palatum, dan sudut bibir.3

Gambar 16. Condyloma lata.3

12
Gambar 17. Lesi papul multipel hiperpigmentasi pada lengan. 3

Sifilis laten
Sifilis laten dini; laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam,
tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis
negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA. Sifilis laten lanjut biasanya tidak menular,
diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun bahkan
dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis sebaiknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis
asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis. Perlu diperiksa pula,
apakah ada sikatriks bekas S I pada alat genital atau leukoderma pada leher yang menunjukkan
bekas S II (colar of Venus). Kadang-kadang terdapat pula banyak kulit hipotrofi lentikular pada
badan bekas papulpapul S II.1

Sifilis tersier (SIII)


Manifestasi akhir sifilis jarang terlihat. Namun, secara historis, berdasarkan informasi dari
Studi Oslo dan Tuskegee, sekitar 1/3 dari pasien dengan sifilis laten yang tidak diobati berkembang
menjadi tersier sifilis, biasanya setelah 15-40 tahun, sedangkan 2/3 lainnya tetap dalam masa laten.
Manifestasi sifilis tersier mungkin termasuk gumma (granulomatosa, erosif, lesi nodular yang
paling sering mempengaruhi kulit dan tulang), dan sifilis kardiovaskular. Meskipun neurosifilis
dapat terjadi pada setiap tahap penyakit manifestasi lanjut dari neurosifilis juga dianggap sebagai
manifestasi dari sifilis tersier. 3

13
Gambar 18.Gumma.3

Gambar 19. Destruksi kartilago nasal dan tulang oleh gumma mengakibatkan (A) saddle nose
dan (B) perforasi kartilago nasal dan kulit.3

Sifilis kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S Ill, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya
mengenai usia 40-50 tahun. lnsidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita. Pada dinding
aorta terjadi infiltrasi perivascular yang terdiri atas sel limfosit dan sel plasma. Enarteritis akan
menyebabkan iskemia. Lapisan intima dan media juga dirusak sehingga terjadi pelebaran aorta
yang menyebabkan aneurisma.1
Aortitis yang tersering ialah yang mengenai aorta asendens, katup mengalami kerusakan
sehingga darah mengalir kembali ke ventrikel kiri. Aortritis juga sering mengenai arteria koronaria
dan menyebabkan iskemia miokardium. Aortritis dapat tanpa komplikasi dan tidak memberi
gejala; pada pemeriksaan dengan sinar X memberikan kelainan yang khas. Angina pektoris
merupakan gejala umum aortritis karena sifilis, yaitu disebabkan oleh stenosis muara arteria
koronaria, karena jaringan granulasi dan deformitas, serta dapat menyebabkan kematian
mendadak. 1

14
Heart block merupakan kelainan aritmia jantung yang jarang dan kadang disebabkan oleh
sifilis,miokarditis karena sifilis sangat jarang, demikian pula guma pada jantung. Kelainan lain
ialah aneurisma pada aorta yang dapat fusiformis atau sakular. Umumnya tidak memberi gejala
selama beberapa tahun. Aneurisma dapat mengenai aorta asendens yang dapat memberi benjolan
dan pulsasi pada dada sebelah kanan atas sternum. Jika aneurisma tersebut membesar, dapat
menggeser trakea dan menyumbat vena kava superior. Kematian biasanya disebabkan oleh ruptur
ke pleura, perikardium, dan bronkus. Aneurisma pada arkus aorta akan menyebabkan tekanan pada
alat-alat tubuh di mediastemum superior. Tekanan pada trakea menyebabkan stridor. Selain itu
aneurisma tersebut juga dapat menekan bronkus kiri dan menyebabkan kolaps paru; dapat pula
menekan nervus laryngeal dan menyebabkan suara menjadi parau. Kematian disebabkan oleh
ruptur ke trakea, pleura, perikardium, atau mediastinum. Aneurisma aorta abdominalis hampir
selalu karena perubahan arteriosklerotik, biasanya tanpa gejala. Diagnosis aneurisma aorta
ditegakkan dengan sinar-X.3,5

Gambar 20. Sifilis kardiovaskular. (a) pemeriksaan X-Ray tampak dilatasi aorta dengan
kalsifikasi linear pada dinding aorta asendens. (b) tampak pembengkakan aneurisma .5

Neurosifilis
Akibat pengobatan sifilis dengan penisilin, kini jarang ditemukan neurosifilis. Neurosifilis

15
lebih sering terjadi pada orang berkulit putih daripada orang kulit berwama, juga lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita. lnfeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar kasus tidak
memberi gejala, setelah bertahun- tahun baru memberi gejala. Pada sejumlah 20-37% kasus
terdapat kelainan pada likuor serebrospinalis, sebagian kecil di antaranya dengan kelainan
meningeal. Neurosifilis dibagi menjadi 4 macam antara lain (1) neurosifilis asimtomatik, (2) sifilis
meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya meningitis, meningomielitis, endarteritis
sifilitika, (3) Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika dan (4) Guma.1

Sifilis Kongenital
Sifilis kongenital hasil dari bagian transplasenta Treponema pallidum dari wanita hamil yang
terinfeksi ke janinnya tetapi juga dapat terjadi selama persalinan dengan ibu yang memiliki lesi
genital. Jika tidak diobati selama kehamilan, sifilis dapat menyebabkan kematian janin atau lahir
mati atau, pada bayi lahir hidup, neonatus kematian, prematuritas, berat badan lahir rendah dan
gangguan bayi seperti: seperti tuli, gangguan neurologis dan kelainan bentuk tulang. Sebagian
besar sifilis kongenital dapat dicegah dengan perawatan prenatal yang baik dan penisilin tepat
waktu pengobatan. Penularan Treponema pallidum dari ibu ke janin dapat terjadi selama setiap
tahap sifilis ibu tetapi risikonya lebih tinggi pada wanita dengan sifilis tahap primer atau sekunder.
Infeksi janin dapat terjadi pada setiap trimester kehamilan.3,5

Gambar 21. Sifilis kongenital dini; tampak sekret serosa nasal dari nasofaringitis “syphilitic
snuffles” dan erupsi bulosa pada telapak kaki (syphilitic pemphigus).3,5

16
Gambar 22.Sifilis kongenital lanjut pada wajah dengan deformitas saddle nasal dan frontal
blossing yang diakibatkan oleh penyakit sebelumnya nasofaringitis dan gangguan perkembangan
maksila.5

2.4 Penegakkan Diagnosis Sifilis


Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Dasar diagnosis Sifilis sekunder (S I) sebagai berikut; pada anamnesis dapat diketahui masa
inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri.
Hal penting pada sifilis primer yaituterdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar, bulat lonjong, teratur,
indolen dengan indurasi; T Pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jika disertai infeksi sekumder.
Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa
supurasi. Tes serologik setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah. Sebagai diagnosis banding
dapat dikemukakan berbagai penyakit.1

Dasar diagnosis Sifilis sekunder (S II) sebagai berikut yaitu S II timbul 6-8 minggu setelah SI.
Sifilis sekunder dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya dengan
penyakit kulit. ada beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pemah
menderita Iuka di alat genital (SI) yang tidak nyeri. Klinis yang penting umumnya berupa kelainan
tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/ kaki juga dikenai.
Pada S II lambat terdapat kelainan setempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan
tertentu, misalnya; arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata.
Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut. Pada sifilis tersier, tes

17
serologik dapat negatif atau positif lemah, sehingga hal penting yang harus dilakukan untuk
membantu diagnosis yaitu anamnesis, apakah penderita tersangka menderita S I atau S II dan juga
dilakukan pemeriksaan histopatologik.1

Gambar 23. Gejala dan Tanda Sifilis.2

Gambar 24. Gejala dan Tanda Sifilis Kongenital.8

Pemeriksaan Penunjang

Treponema pallidum dapat divisualisasikan dari lesi menggunakan gelap mikroskop lapangan,
tes antibodi fluoresen langsung, atau reaksi berantai polimerase. Karena tes ini tidak banyak

18
dilakukan, diagnosis sebagian besar bergantung pada serologi. Sementara tes serologi dan
algoritma laboratorium bervariasi, tes biasanya dimulai dengan tes treponema, seperti tes enzim
atau chemiluminescence immunoassay (EIA atau CLIA) untuk mendeteksi antibodi treponema.1,8

Tes skrining positif harus diikuti oleh tes treponema konfirmasi, biasanya Treponema pallidum
particle agglutination (TPPA). Jika kedua tes positif, infeksi sifilis dikonfirmasi. Setelah itu, tes
rapid plasma reagin (RPR) (tes kuantitatif non-treponema) harus digunakan untuk mengukur
aktivitas penyakit dan untuk melacak respons terhadap pengobatan (walaupun 15-41% pasien tetap
reaktif bahkan setelah perawatan yang berhasil). Skrining tes treponemal (EIA atau CLIA)
biasanya menjadi reaktif terlebih dahulu, seringkali dalam waktu dua minggu setelah chancre.
Namun pasien dengan hasil negatif yang memiliki gejala mirip sifilis atau yang melaporkan kontak
berisiko tinggi harus diuji ulang selanjutnya 2-4 minggu. Tes RPR mungkin tetap non-reaktif
hingga empat minggu setelah chancre, sehingga sering negatif pada sifilis primer, namun 98-100%
sensitif pada sifilis sekunder. 8

Gambar 25. Tes diagnostik pada sifilis.9

- Tes Serologi

Hasil tes non-treponemal (Rapid Plasma Regin/RPR) masih bisa negatif sampai 4 minggu
sejak lesi primer pertama kali muncul. Tes dapat diulang 1-3 bulan kemudian apabila pasien
dicurigai sifilis namun hasil RPR nya negatif.8

19
Gambar 26. Alur tes serologi pada sifilis.8

Tes RPR dengan hasil positif membutuhkan konfirmasi dengan TPHA /TP-PA/TP Rapid.
- Jika hasil tes konfirmasi non-reaktif, dianggap hasil reaktif palsu dan tidak perlu diterapi
namun tes ulang 1-3 bulan kemudian dibutuhkan.
- Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR kuantitatif untuk
menentukan titer sehingga dapat diketahui sifilis aktif atau laten, serta untuk memantau
respons terhadap pengobatan.
- Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif dan terdapat riwayat terapi dalam 3 bulan terakhir,
serta pada anamnesi tidak ada ulkus baru maka pasien tidak perlu diterapi. Pasien
sebaiknya diobservasi dan tes ulang 3 bulan kemudian.
- Jika titer RPR tetap atau turun, pasien tidak perlu diterapi lagi dan tes diulang 3 bulan
kemudian.
- Jika hasil RPR tidak reaktif atau reaktid rendah (serofast) pasien dinyatakan sembuh.
- Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif. 8

20
Gambar 27. Interpretasi hasil tes serologi pada sifilis.8

2.5 Diagnosis Banding Sifilis


Sifilis Primer (SI)
- Herpes simpleks
Penyakit ini dapat disertai rasa gatal/ nyeri, lesi berupa vesikel di atas kulit yang
eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi
dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.1
- Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak kotor karena
mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis regional disertai tanda-
tanda inflamasi akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat leukositosis pada
pemeriksaan darah tepi. 1
- Skabies

21
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia ekstema, terasa gatal
pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat predileksi, misalnya lipat
jari tangan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita penyakit yang sama.1
- Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superfisial pada glans penis disertai eritema, tanpa
indurasi. Faktor predisposisi; diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.1
- Limfogranuloma venereum (L.G.V)
Tanda utama pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan
biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang
akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis, L.G.V. disertai gejala konstitusi;
demam, malese, dan artralgia. 1
- Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa secara umum terjadi pada orang usia lanjut yang tidak
disirkumsisi. Kelainan kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah.
Pada penyakit ini perlu dilakukan biopsi untuk membantu diagnosis.1
- Penyakit Behcet
Ulkus superfisial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi pada mulut
dan lesi pada mata. 1
- Ulkus mole
Saat ini penyakit ulkus mole langka. Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda inflamasi
akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. 1
Sifilis Sekunder (SII)
Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena itu diagnosis
bandingnya sangat banyak, tetapi hanya beberapa yang akan jelaskan. 1
- Erupsi obat alergik
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai demam.
Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga mirip roseala
pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal. 1
- Morbili
Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedaannya; pada morbili disertai gejala
konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak membesar. 1

22
- Pitiriasis rosea
Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus,
berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak
disertai limfadenitis generalisata seperti pada S 11. 1
- Psoriasis
Persamaannya dengan S II: terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak didapati
limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda tetesan lilin dan
Auspitz. 1
- Dermatitis seboroika
Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama. Perbedaannya pada
dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama berminyak dan
kekuningan,tidak disertai limfadenitis generalisata. 1
- Kondiloma acuminatum
Penyakit ini mirip kondiloma lata, keduanya berbentuk papul. Perbedaannya: pada
kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing, sedangkan papul pada
kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif. 1
- Alopesia areata
Kebotakan setempat; penyakit ini minp alopesia areolaris pada S II. Perbedaannya; pada
alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa, sedangkan alopesia areolaris
lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit ngengat. 1
Sifilis tersier (S III)
Kelainan kulit yang utama pada S Ill ialah guma, yang juga terdapat pada penyakit lain:
tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Mikosis profunda yang dapat menyerupai S Ill
ialah sporotrikosis dan aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang
terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemukan
jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas
infiltrat yang melunak seperti guma S Ill. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen.
Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fister multipel; pada pusnya tampak butir-butir
kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan akan tumbuh Actinomyces. Tuberkulosis
kutis gumosa mirip guma S Ill, cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik. 1

23
2.6 Tatalaksana Sifilis

Pertimbangan terapeutik dengan menggunakan antimikroba treponemisidal perlu dicapai


dalam serum dan cairan serebrospinal (CSF) untuk memberikan pengobatan yang efektif untuk
sifilis. Penisilin tingkat lebih besar dari 0,018 mg per liter dianggap cukup, dan dibutuhkan untuk
dipertahankan selama setidaknya 7-10 hari pada sifilis awal, dan untuk durasi yang lebih lama
pada sifilis terlambat. Benzatin benzilpenisilin kerja lama, dengan dosis 2,4 juta unit, memberikan
penisilinemia treponemisida hingga 3 minggu dan direkomendasikan untuk pengobatan sifilis
lanjut. Pengobatan penisilin parenteral daripada oral lebih disukai karena memberikan
bioavailabilitas terjamin dan pengobatan yang diawasi. Lebih banyak data diperlukan sebelum
ceftriaxone atau azitromisin oral dapat direkomendasikan secara umum. Azitromisin memiliki
keuntungan karena efektif melawan C. trachomatis, H. Ducreyi dan gonokokus. Penatalaksanaan
pasien dengan sifilis kardiovaskular harus mencakup konsultasi dengan ahli jantung. Semua pasien
dengan sifilis kardiovaskular dan neurosifilis harus dipantau selama bertahun-tahun. Tindak lanjut
harus mencakup klinis, serologis, CSF dan berdasarkan penilaian dokter dari kondisi pasien serta
pemeriksaan radiologi.1,8,10

Gambar 28. Tatalaksana Sifilis .11

Sifilis kongenital dapat terjadi jika ibu hamil menderita sifilis, tetapi risiko minimal jika
dia telah diberikan penisilin selama kehamilan. Semua bayi dari ibu seropositif harus diperiksa
saat lahir dan pada interval bulanan selama tiga bulan sampai dipastikan dengan tes serologis dan
hasilnya tetap negatif. Setiap antibodi yang dibawa dari ibu ke bayi biasanya hilang dalam waktu

24
tiga bulan kelahiran. Jika tersedia, serologi spesifik IgM dapat membantu diagnosis. Semua bayi
yang lahir dari ibu seropositif harus diobati dengan satu dosis intramuskular benzatin
benzilpenisilin 50.000 IU/kg baik ibu dirawat selama kehamilan (dengan atau tanpa penisilin).
Rawat Inap direkomendasikan untuk semua bayi bergejala yang lahir dari ibu yang seropositif.
Bayi bergejala dan bayi tanpa gejala dengan CSF abnormal (sampai dua tahun) usia) harus
diperlakukan seperti untuk sifilis kongenital dini.10
Edukasi pada pasien dengan sifilis
1. Sedapat mungkin pasangan seksual ikut diobati. 2
2. Konseling/edukasi:
- Mengenai penyakit sifilis, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan. 2
- Risiko mudah tertular HIV perlu dilakukan KTIP (Konseling dan tes HIV atas inisiatif
petugas kesehatan).
- Konseling umum.2

Gambar 29. Konseling umum bagi pasien Infeksi menular seksual (IMS). 2

25
2.7 Prognosis Sifilis

Prognosis sifilis bergantung pada fase dan organ yang terkena, apabila sifilis tidak diterapi
maka akibatnya terjadi morbiditas dan mortalitas. Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis
sifilis dapat menjadi lebih baik. Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak menular
ke orang lain. Jika sifilis tidak diobati, maka hampir 1/4 akan kambuh, 5% akan mendapat S Ill,
10% mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan
meninggal. Sifilis kongenital dapat berkaitan dengan aborsi spontan, lahir mati (stillbirth) dan
fulminant pulmonary hemorhage pada neonatus. Pasien ibu hamil dengan sifilis saat kehamilan
tidak diterapi dapat menularkan ke janin yang dikandungnya. 1,2,11

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

26
BAB 3

KESIMPULAN

Sifilis dikenal dengan sebutan raja singa merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sangat kronik dan bersifat sistemik, Sifilis merupakan salah satu infeksi
menular seksual yang masih menjadi masalah kulit di dunia. Sifilis dibagi menjadi sifilis
kongenital dan sifilis akuisita (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi: dini (sebelum dua
tahun), lanjut (sesudah dua tahun). Dalam membantu penegakkan diagnosis maka perlu dilakukan
anamnesis, pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Tataksana pada sifilis harus
sesuai pedoman yang telah dianjurkan. Semua bayi yang lahir dari ibu seropositif harus diobati
dengan satu dosis intramuskular benzatin benzilpenisilin 50.000 IU/kg baik ibu dirawat selama
kehamilan (dengan atau tanpa penisilin). Sebaiknya sifilis harus diterapi agar tidak terjadi
prognosis yang buruk. Prognosis dari sifilis bergantung pada fase dan organ yang terkena.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7 th Ed. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. 455-479 p.
2. Perhimpunan dokter spesialis kulit dan kelamin Indonesia (PERDOKSI). Panduan praktik
klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017. 393
p.
3. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al.
Fitzpatrick’s dermatology. 9th Ed. NewYork: McGraw Hill; 2019. 3145-3158 p.
4. World Health Organization. Data on syphilis. WHO; 2020. Available from:
https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/topic-details/GHO/data-on-syphilis
5. Omer R, Kinghorn GR. Syphilis and congenital syphilis. In: Griffiths CEM, Barker J,
Bleiker T, Chalmers R, Creamer D. Rook’s textbook of dermatology. 9 th Ed. Oxford: John
Wiley & Sons; 2016. 823 p.
6. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Loscaizo J. Harrison’s manual
of medicine. 20th ed. New York: McGraw Hill; 2020. 427-429 p.
7. Afrida, Elwinawaty. Imunopatogenesis treponema pallidum dan pemeriksaan serologi.
Padang: Jurnal Kesehatan Andalas; 2014. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/203
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tatalaksana sifilis untuk
pengendalian sifilis di layanan kesehatan dasar. Jakarta: KEMENKES RI; 2017.
9. O'Byrne P, MacPherson P. Syphilis. BMJ; 2019. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6598465/
10. World Health Organization. Guidelines for the management of sexually transmitted
infections. Geneva: WHO; 2021.
11. Tudor ME, Al Aboud AM, Gossman W. Syphilis. [Updated 2021 Oct 18]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534780/

28

Anda mungkin juga menyukai