Disusun Oleh :
dr. Nadia Nurfauziah
Dibimbing Oleh :
dr. Suhenry Sastranegara
Disusun Oleh :
telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cikalongkulon, Cianjur periode 27 November 2018
- 26 Maret 2019
Mengetahui,
Pembimbing,
NIP. 197003232007011010
BERITA ACARA PRESENTASI MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP
TANGGAL :
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Pembimbing,
NIP. 197003232007011010
3
DAFTAR ISI
BAB I - PENDAHULUAN....................................................................................................... 5
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 5
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah .........................................................................
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 7
1. Tujuan Umum 7
2. Tujuan Khusus......................................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 8
A. Status gizi balita ............................................................................................................ .
1. Definisi .........................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Klasifikasi .................................................................................................................. .
3. Faktor yang mempengaruhi .................................................................................... .
4. Tatalaksana ............................................................................................................... .
B. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) .................................................................... .
1. Definisi ......................................................................................................................
2. Klasifikasi .................................................................................................................
4. Persyaratan makanan tambahan ...........................................................................
5. Standar porsi makanan ..........................................................................................
6. Cara pengolahan makanan ....................................................................................
D. Kerangka Teori ...............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III – METODE PENELITIAN .........................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV – HASIL PENELITIAN ......................................................................................... 30
BAB V - PEMBAHASAN .......................................................................................................
4
BAB I
PENDAHULUAN
Angka balita dengan gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2018
dilaporkan masih cukup tinggi, yaitu 17.7%. Presentase ini masih belum memenuhi target
RPJMN tahun 2019 yaitu 17%. Pada tahun 2018, jumlah balita gizi kurang di Indonesia
dilaporkan sebanyak 13.8 %, sedangkan balita gizi buruk dilaporkan sebanyak 3.9%.[2]
Jumlah anak gizi buruk dan gizi kurang di Jawa Barat pada tahun 2018 (10-15%) tercatat
menurun dibanding tahun 2013 (15-20%), akan tetapi jumlah tersebut masih relatif besar
dibandingkan dengan provinsi lain. Pada tahun 2018, balita kurus di Indonesia tercatat
sebanyak 6.7%, sedangkan balita sangat kurus sebanyak 3.5%. Pada Tahun 2017 di Jawa
Barat terdapat 4.8% anak usia 0-59 bulan dengan indeks BB/TB kurus dan sebanyak 1.6%
sangat kurus. Pemberian makanan tambahan di Indonesia juga diketahui masih belum
merata. Sebagian besar balita di Indonesia (59%) dilaporkan belum mendapat pemberian
makanan tambahan (PMT) secara lengkap.[2]
Status gizi balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti konsumsi makanan yang
tidak memenuhi prinsip gizi seimbang dan ketersediaan pangan di rumah tangga. Untuk
mengatasi gizi kurang, perlu dilakukan intervensi khususnya di daerah rawan gizi kurang
5
atau buruk. Kondisi gizi kurang dapat menyebabkan risiko balita menderita penyakit infeksi
meningkat karena daya tahan tubuh yang rendah. Kekurangan gizi juga merupakan suatu
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan penyakit tidak menular (PTM). [3]
Penyelenggaraan program PMT untuk balita gizi buruk, gizi kurang, balita kurus,
dan balita bawah garis merah (BGM) merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka
kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Pelaksanaan PMT dapat berupa bahan
pangan khas daerah setempat yang diperkaya kalori, protein hewani dan nabati, sayur-
mayur, dan hasil olahan lainnya.[5]
Berdasarkan data bagian gizi Puskesmas DTP Cikalongkulon tahun 2017, dari
semua balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas DTP Cikalongkulon, 76.7% balita
melakukan penimbangan. Dari jumlah tersebut tercatat baduta dengan bawah garis merah
(BGM) sebanyak 17%, balita dengan bawah garis merah sebanyak 0.02%, dan ditemukan
balita dengan gizi buruk sebanyak 10 balita. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimana pengaruh peningkatan pengetahuan ibu mengenai status gizi balita dan
pemberian makanan tambahan terhadap kenaikan berat badan balita di Posyandu Dahlia I
Desa Kamurang, Cikalongkulon?
6
1.3 Tujuan Penelitian
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status gizi
1. Definisi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan
gizi lebih.[6] Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh
dari pangan, makanan, dan fisiknya dapat diukur secara antropometri.[7] Status gizi
merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan
dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat
didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.[3]
9
d. Lingkar Kepala
Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang
digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hidrosefalus atau mikrosefali.
Untuk melihat pertumbuhan kepala balita dapat digunakan grafik
Nellhaus.[8]
e. Lingkar Lengan Atas
Biasa digunakan pada balita serta wanita usia subur. Pengukuran ini dipilih
karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak
memerlukan data umur untuk anak balita yang kadang kala susah
mendapatkan data umur yang tepat.[8]
f. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran TB dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat.[8]
10
bersama dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti
berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi jangka pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada
saat yang cukup lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada
masa lampau.[8]
c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini.[8]
d. Lingkar Lengan Atas terhadap Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot
dan lapisan bawah kulit. LLA berkorelasi erat dengan indeks BB/U
maupun indeks BB/TB. LLA sebagaimana berat badan merupakan
indikator yang sangat stabil, dapat naik turun dengan cepat. Oleh karena
itu indeks LLA merupakan indikator status gizi saat ini. Perkembangan
LLA yang besar hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm),
sedangkan pada umur 2 tahun sampai 5 tahun sangat kecil (1,5 cm per
tahun).[8]
11
3. BB/TB :
a. Gemuk >2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Normal -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Kurus/Wasted <-2.0 SD
d. Sangat kurus < 3.0 SD
1.) Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak
di atas 2 tahun), dan berat badan.
2.) Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva.
Garis horisontal pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan
umur dan panjang / tinggi badan.
3.) Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus pada kurva. Garis
vertikal pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat badan,
umur, dan IMT.
4.) Hubungkan angka pada garis horizontal dengan angka pada garis vertikal
hingga mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran
perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.[9]
12
4. Titik temu yang berada antara garis Z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.
5. Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva pertumbuhan WHO
dapat menggunakan tabel berikut ini.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara
cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. [8]
13
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.[8]
Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel
dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk
tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Pada prinsipnya status gizi seseorang
secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan infeksi penyakit.[10]
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak dibagi menjadi dua
factor, yaitu: faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yaitu asupan
makanan dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat
pendidikan, sanitasi lingkungan.
14
3.1 Faktor Konsumsi Makanan
Faktor konsumsi makanan dapat diukur dari mutu makanan sedangkan konsumsi
makanan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor tidak langsung terhadap seseorang
seperti: daya beli keluarga dan kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan
tergantung dengan besar kecilnya pendapatan keluarga, latar belakang sosial budaya,
tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga.[10] Tercukupinya kebutuhan pangan
antara lain dapat diindikasikan dari pemenuhan kebutuhan energi dan protein.[11]
15
pembuangan sampah dan limbah rumah tangga. Kebersihan, baik kebersihan
perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit.
Akibat kebersihan kurang maka anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan
zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
Seseorang yang kekurangan gizi akan mudah terserang penyakit dan tumbuh
kembangnya terganggu.[8]
3.6 Kemiskinan
Kemiskinan sering didefinisikan ketidakmampuan individu atau rumah tangga dalam
mencapai standar hidup yang maksmimal, sehingga tidak mampu memberikan yang
terbaik bagi anggota keluarganya, baik dari gizi dan kelayakan makanan. Secara garis
besar ada hubungan kemiskinan dan kesehatan, masyarakat yang hidup dalam garis
kemiskinan pada umumnya memiliki kelayakan hidup yang lebih rendah, lebih rentan
terhadap penyakit menular, tingginya angka kematian pada bayi, ibu hamil dan
melahirkan serta proporsi kesehatan yang sangat rendah. Saat ini kemiskinan
merupakan penyebab pokok terjadinya malnutrisi. Proporsi anak malnutrisi berbanding
16
terbalik dengan pendapatan, sehingga makin kecil pendapatan penduduk maka semakin
banyak anak yang akan menderita malnutrisi[13]
c. Sasaran (PMT-Pemulihan)
Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah
Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima PMT
Pemulihan. Penentuan sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu
dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut : (1) Balita yang dalam pemulihan
pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau
RS, (2) Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2T), (3) Balita
gizi kurang, (4) Balita Bawah Garis Merah (BGM).[5]
17
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan penentuan balita sasaran PMT dan
penentuan jadwal pendistribusian program PMT Balita.
2. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan meliputi penentuan jenis makanan, pembelian bahan
makan dan pemberian paket PMT kepada sasaran. Salah satu bentuk PMT Balita
adalah MP-ASI.
3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian
Pada proses ini dilakukan pencatatan dan pelaporan dengan mengisi register
yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
18
Tabel 2.2. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita Usia (bulan)
ASI Bentuk Makanan Makanan Lumat Makanan Lembik Makanan Keluarga
0– 6 6 – 8 9 – 11 12 – 23 24 – 59 [5]
19
g. Cara pengolahan makanan
Teknik pengolahan makanan untuk mempertahankan zat gizi yang
terkandung dalam bahan makanan serta meningkatkan daya cerna makanan.
No. Cara pengolahan Prinsip
20
- Lama penggorengan sampai tingkat
kematangan yang dikehendaki termasuk bagian
dalam bahan makanan
- Dianjur menggunakan minyak goreng yang
sama tidak lebih dari 2 kali penggorengan
C. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat kenaikan berat badan balita sebelum dan setelah dilakukan
peningkatan pengetahuan ibu balita mengenai status gizi balita dan pemberian
makanan tambahan balita
H1: Terdapat kenaikan berat badan balita sebelum dan setelah dilakukan peningkatan
pengetahuan ibu balita mengenai status gizi balita dan pemberian makanan
tambahan balita
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan rancangan one group
before and after design. Dalam desain penelitian ini, sampel akan diberi pretest terlebih dahulu,
setelah itu diberi intervensi, dan posttest dalam 1 kelompok tanpa kelompok kontrol.[16] Dengan
rancangan sebagai berikut:
X1 X0 X2
Keterangan :
Penelitian ini dilakukan di Posyandu Dahlia I Desa Kamurang, wilayah kerja Puskesmas
DTP Cikalongkulon, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Penelitian ini dilakukan selama 30 hari mulai tanggal 02 Februari 2019 hingga 02 Maret
2019. Penimbangan pertama dilakukan pada tanggal 02 Februari 2019. Pemberian penyuluhan
kepada ibu balita dilanjutkan PMT balita dilakukan selama 3 hari pada tanggal 6-8 Februari
2019. Penimbangan kedua dilakukan pada tanggal 02 Maret 2019.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target penelitian ini adalah balita usia 6-59 bulan di posyandu Dahlia I
Desa Kamurang, Cikalongkulon.
Sampel penelitian adalah 11 balita gizi kurang, balita kurus, 2T, dan BGM di posyandu
Dahlia I Desa Kamurang, Cikalongkulon.
23
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel independen dan dependen yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
Variabel Independen: Disebut sebagai variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
merupakan variabel bebas adalah Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita tentang Status Gizi
dan Pemberian Makanan Tambahan.
Variabel Dependen: Disebut sebagai variabel terikat. Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel dependen adalah Berat Badan Balita.
Pemberian Pemberian - - - -
Makanan makanan bergizi
Tambahan yang diberikan
Balita pada anak usia 6-59
bulan sebagai
makanan untuk
pemulihan gizi
24
Peningkatan Terdapat perbedaan Dacin 1. Dacin Kilogram Rasio
Berat Badan angka dari digantung pada (Kg)
Balita pengukuran berat tempat yang
badan sebelumnya kokoh seperti
pelana rumah
atau kusen
pintu atau
dahan pohon
atau
penyangga
kaki tiga yang
kuat
2. Bandul geser
diletakkan
pada angka
nol, jika ujung
kedua paku
timbang tidak
dalam posisi
lurus, maka
timbangan
perlu ditera
atau diganti
dengan yang
baru
3. Atur posisi
angka pada
batang dacin
sejajar dengan
mata
penimbang
25
4. Pastikan
bandul geser
berada pada
angka nol
5. Sarung
timbang/celana
timbang/kotak
timbang yang
kosong
dipasang pada
dacin
6. Seimbangkan
dacin yang
telah dibebani
dengan sarung
timbang/
celana
timbang/ kotak
timbang
dengan
memberi
kantung plastik
berisikan
pasir/batu
diujung batang
dacin, sampai
kedua jarum di
atas tegak lurus
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
26
3.6 Instrument Penelitian
Dacin
Kurva Z-Score WHO
KMS
Makanan Tambahan Pemulihan Balita
Lembar pretest dan posttest
Lembar informed consent
LCD
Laptop
1. Mengurus perizinan yang berkaitan dengan penelitian, kolaborasi dengan staf gizi Puskesmas
DTP Cikalongkulon dan Bidan Desa Kamurang.
2. Mencari subjek pada populasi balita yang mengalami gizi kurang, kurus, 2T, dan BGM di
Posyandu Dahlia I, Desa Kamurang, Cikalongkulon berdasarkan data gizi balita di Puskesmas
DTP Cikalongkulon kolaborasi dengan Bidan Desa Kamurang.
3. Koordinasi dengan Bidan Desa Kamurang dan kader posyandu Dahlia I Desa Kamurang.
4. Peneliti memberikan penjelasan kepada ibu balita sampel mengenai maksud, tujuan dan
segala hal yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.
5. Memberikan surat persetujuan (informed consent) kepada ibu balita sehingga balita dapat
menjadi sampel penelitian.
7. Memberikan lembar identitas balita dan pretest kepada ibu balita sampel.
27
8. Memberikan penyuluhan kepada ibu balita sampel tentang status gizi balita.
Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua
variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Analisa bivariat adalah analisis yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
menggunakan uji statististik.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal
atau tidak. Uji normalitas data berupa Uji Shapiro Wilk, karena besar sampel dalam penelitian
<50. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan
diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi
asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak
normal.[17]
Uji statistik yang digunakan adalah Uji T–berpasangan dan Uji Fisher. Uji T-
berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari
28
hubungan dua variabel atau lebih bila datanya berbentuk skala numerik, namun bila distribusi
data tidak normal dapat digunakan uji Wilcoxon.[17] Adapun syarat untuk Uji T–berpasangan
adalah:
Uji Fisher dilakukan apabila syarat uji Chi square tidak terpenuhi yaitu terdapat nilai
expected count <5. Interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan (α) sebesar 5%, dengan
catatan bila p < 0,05 maka H0 ditolak (ada hubungan antara kedua variabel), sedangkan bila p
> 0,05 maka H0 diterima (tidak ada hubungan antara kedua variable).
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dahlia I 0-23 24-59 0-23 bulan 24-59 bulan 0-23 bulan 24-59 bulan 0-23 24-59
bulan bulan bulan bulan
L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P %
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 balita usia 0-23 bulan (2.5%)
mengalami gizi kurang dan 5 balita usia 24-59 bulan mengalami gizi kurang (8.33%).
Sebagian besar balita di posyandu dahlia I memiliki indeks BB/U normal.
Tabel 4.2 Jumlah balita menurut status gizi BB/TB
Jumlah balita menurut status gizi BB/TB
Dahlia I 0-23 24-59 0-23 24-59 0-23 bulan 24-59 bulan 0-23 24-59
bulan bulan bulan bulan bulan bulan
L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P %
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3.3 26 14 100 27 31 97 0 0 0 0 0 0
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebanyak 2 balita usia 24-59 bulan (3.3%)
mengalami kurus. Sebagian besar balita usia 0-23 bulan (100%) dan 24-59 bulan (97%) di
posyandu dahlia I memiliki indeks BB/TB normal.
Jumlah 11 100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita
berusia diantara 20-35 tahun (72.7%). Sebanyak 3 ibu balita berusia di atas 35
tahun (27.3%).
31
4.2.2 Karakteristik ibu balita berdasarkan pekerjaan ibu balita
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Ibu Balita Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah (n) %
2) Buruh 1 9.1
Jumlah 11 100
1) SD 8 72.7
2) SMP 3 27.3
Jumlah 11 100
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ibu balita yang memiliki pendidikan
terakhir SD (72.7%) lebih banyak dibanding ibu balita yang memiliki pendidikan
terakhir SMP (27.3%). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu balita masih
rendah.
32
4.2.4 Distribusi sampel berdasarkan tempat tinggal
Tabel 4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Tempat Tinggal
No. Tempat tinggal Jumlah (n) %
Jumlah 11 100
1) <1.000.000 4 36.4
2) 1.000.000-2.000.000 6 54.5
3) >2.000.000 1 9.1
Jumlah 11 100
33
4.2.6 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan suami
Tabel 4.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan suami
No. Pekerjaan suami Jumlah (n) %
2) Petani 4 36.4
Jumlah 11 100
1) 3 3 27.3
2) 4 4 36.4
3) 5 2 18.2
4) 6 1 9.1
5) 11 1 9.1
Jumlah 11 100
34
4.2.8 Karakteristik Balita Berdasarkan Usia
Jumlah 11 100
1) ≤2 4 36.4
2) >2 7 63.6
Jumlah 11 100
1) Naik 8 72.7
35
2) Turun 3 27.3
Jumlah 11 100
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita yang
mendapat intervensi mengalami kenaikan berat badan (72.7%), sedangkan 3 balita
mengalami penurunan berat badan dibanding pengukuran berat badan awal
(27.3%).
4.2.11 Karakteristik balita berdasarkan indeks BB/U
Jumlah 11 100
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita sampel
memiliki indeks BB/U antara -2 SD sampai dengan -3 SD atau gizi kurang
(54.5%). Terdapat 4 balita yang memiliki indeks BB/U di bawah -3 SD atau gizi
buruk (36.4%).
4.2.12 Karakteristik balita berdasarkan indeks BB/TB
Jumlah 11 100
36
4.2.13 Karakteristik balita berdasarkan Bawah Garis Merah (BGM) KMS
Tabel 4.15 Karakteristik balita berdasarkan Bawah Garis Merah (BGM) KMS
No. BGM Juml ah (n) %
1) Ya 4 36.4
2) Tidak 7 63.6
Jumlah 11 100
1) Ya 2 18.2
2) Tidak 9 81.8
Jumlah 11 100
3) Kurang (0-4) 0 0
37
Jumlah 11 100
2) Cukup (5-7) 0 0
3) Kurang (0-4) 0 0
Jumlah 11 100
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa seluruh ibu balita memiliki
nilai posttest dengan kategori baik (100%). Hal ini menunjukkan semua ibu
balita sampel memiliki pengetahuan yang baik saat posttest.
Gambar 1. Grafik garis perubahan nilai pretes dan postes sebelum dan sesudah peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi
38
4.2.17 Berat Badan Balita Sebelum dan Sesudah Pemberian Makanan Tambahan dan Peningkatan
Pengetahuan Ibu Balita tentang status gizi
Tabel 4.19 Berat Badan Balita Sebelum dan Sesudah Intervensi
No. Berat badan Balita Frekuensi (n) Mean Median SD Min-Maks
Sebelum dan
Sesudah Intervensi
1) Sebelum 11 11.24 11.6 2.18 8.5-14.3
Berdasarkan hasil analisis di atas, diketahui bahwa rerata berat badan balita
sebelum pemberian makanan tambahan dan peningkatan pengetahuan ibu balita tentang
status gizi adalah 11.24±2.18 kg dengan berat badan terendah yaitu 8.5 kg dan tertinggi
14.3 kg. Setelah dilakukan intervensi terhadap ibu balita dan balita, rerata berat badan balita
meningkat menjadi 11.64±2.42 kg.
14
12
10
0
Kg 1 2
Gambar 2. Grafik garis perubahan berat badan balita sampel selama 1 bulan sebelum
dan sesudah pemberian makanan tambahan dan peningkatan pengetahuan ibu balita
tentang status gizi
39
4.3 Uji Normalitas Sampel
Data dalam penilitian ini dilakukan uji normalitas untuk pengetahui distribusi sampel
normal atau tidak. Uji normalitas data berupa Uji Shapiro Wilk, karena besar sampel dalam
penelitian <50. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam
bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan
memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai
tidak normal.[17] Pada penelitian ini didapatkan nilai
Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (Sig.) dengan tabel
Shapiro-Wilk yaitu 0.457 yang berarti data terdistribusi normal.
Paired Differences
Std.
Mean Deviation T df Sig. (2-tailed)
Pair 1 bb_sebelum -,3909 ,8240 -1,573 10 ,147
-
bb_sesudah
Berdasarkan hasil uji T Berpasangan, tidak didapatkan perbedaan signifikan antara berat
badan sebelum (M=11.245 kg, SD=2.178 kg) dan sesudah diberi makanan tambahan balita dan
peningkatan pengetahuan tentang status gizi ibu balita (M=11.636 kg, SD=2.423 kg); t(10)=-
40
1.573, p=0.147. Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bernilai negatif. Hal ini menunjukkan
terjadi kecenderungan peningkatan berat badan sesudah perlakuan. Rata-rata peningkatannya
adalah 0.3909 kg.
Tabel 4.22 Uji tabulasi silang peningkatan pengetahuan ibu balita dengan kenaikan berat
badan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang mengalami kenaikan berat
badan dari ibu balita yang memiliki kenaikan pada nilai pretes dan posttest sebanyak 8
balita (72.7%). Sedangkan balita yang mengalami penurunan berat badan dari ibu balita
yang memiliki peningkatan pada nilai pretes dan posttest sebanyak 2 balita (18.1%).
Setelah dilakukan pengujian data statistik menggunakan SPSS dengan uji Chi Square
didapatkan nilai expected count <5 maka syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, ini
menunjukan bahwa perlu menggunakan uji alternatif fisher exact dan didapatkan nilai
p = 0.05 yang berarti bahwa (p ≤ 0,05), sehingga bisa dikatakan menolak Ho (tidak
terdapat hubungan antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan
kenaikan berat badan balita) menerima H1 (terdapat hubungan antara peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan kenaikan berat badan balita). Hal ini
menunjukan bahwa dapat menerima hipotesis yang artinya terdapat hubungan bermakna
antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan kenaikan berat badan
balita.
41
BAB V
PEMBAHASAN
Balita termasuk kelompok yang rawan terhadap gizi kurang karena gizi yang didapat
tidak sesuai dengan kebutuhan. Masalah gizi merupakan masalah yang masih dihadapi
Indonesia pada saat ini. Masalah gizi kurang di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.Status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting
karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan.[18] Pada anak yang kurang
gizi, daya tahan tubuhnya rendah sehingga anak sering terkena penyakit infeksi. Akibatnya anak
tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dimana anak tampak kurus dan
pendek, terutama pada masa usia bawah lima tahun (balita). Selain itu, anak akan tumbuh dan
berkembang menjadi remaja dan pada usia dewasa dengan produktivitas rendah yang akhirnya
menjadi lanjut usia (lansia) yang kurang gizi, mudah sakit dan dapat menjadi beban bagi
keluarga dan masyarakat. Kondisi tersebut secara berkepanjangan dapat berdampak pada mutu
sumber daya manusia yang rendah.
Pada hasil penelitian, didapatkan rerata berat badan balita sebelum pemberian makanan
tambahan dan peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi adalah 11.24±2.18 kg.
Setelah dilakukan intervensi terhadap ibu balita dan balita, rerata berat badan balita meningkat
menjadi 11.64±2.42 kg. Rerata kenaikan berat badan balita setelah peningkatan pengetahuan
ibu balita mengenai status gizi dan pemberian makanan tambahan adalah 0.3909 kg, meskipun
kenaikan berat badan ini tidak berbeda secara signifikan (p=0.147). Hal ini disebabkan
banyaknya faktor yang mempengaruhi kenaikan berat badan balita, diantaranya adalah faktor
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Penemuan di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar balita dan keluarga sampel pada penelitian ini belum
menerapkan PHBS dan kebersihan lingkungan yang baik, hal ini dapat dilihat dari minimnya
kebiasaan cuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah makan, seringnya
memasukkan kembali makanan yang jatuh ke dalam mulut, lingkungan rumah yang dikeliling
oleh binatang peliharaan seperti ayam dan kucing, dimana terdapat kotoran dari binatang di
sekitar rumah. Faktor asupan makanan dan penyakit infeksi saling berkaitan satu sama lain.
Anak yang asupan makanannya baik tetapi sering terserang penyakit seperti diare dan demam,
maka anak tersebut dapat terkena gizi kurang, hal ini karena infeksi dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan, malabsorpsi, metabolisme terganggu, sehingga berpengaruh terhadap
pola makan anak. Penyakit infeksi sebagian besar disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan
kebersihan, pola asuh anak yang tidak memadai, dan pelayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai.[20]
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 11 sampel balita dengan gizi kurang, 8
balita mengalami kenaikan berat badan setelah pemberian makanan tambahan dan peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi balita (72.7%), sedangkan 3 balita lainnya mengalami
penurunan berat badan (27.3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Anggraini (2011) yang
menunjukkan adanya pengaruh pemberian makanan tambahan pemulihan terhadap peningkatan
berat badan Balita Bawah Garis Merah.[21] Dari 8 balita yang mengalami kenaikan berat badan
tersebut, didapatkan bahwa karakteristik ibu balita sebagian besar berusia 20-25 tahun (75%).
Sebanyak 5 ibu balita memiliki latar belakang pendidikan SD (62.5%) dan 3 ibu balita memiliki
latar belakang pendidikan SMP (27.5%). Dari 8 ibu balita tersebut, 6 ibu balita memiliki suami
dengan pekerjaan buruh lepas (75%) dan 2 ibu balita memiliki suami dengan pekerjaan petani
(25%). Dari 8 balita yang mengalami kenaikan berat badan, sebanyak 4 balita memiliki
keluarga dengan pendapatan per bulan <1.000.000 (50%), 3 balita memiliki keluarga dengan
pendapatan per bulan 1.000.000-2.000.000 (37.5%), dan 1 balita memiliki keluarga dengan
pendapatan per bulan >2.000.000 (12.5%). Dari 8 balita yang mengalami kenaikan berat badan,
sebagian besar memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3 orang (37.5%), sedangkan dari 3
balita yang mengalami penurunan berat badan, sebagian besar memiliki jumlah anggota
keluarga lebih banyak yaitu 4 orang (66.7%). Jumlah anggota keluarga yang banyak j u g a
dapat berpengaruh pada konsumsi makanan keluarga, khususnya keluarga miskin.
Pemenuhan kebutuhan makan keluarga akan lebih mudah jika anggota keluarganya sedikit.
Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak akan berkurang. Ironisnya jumlah
anggota keluarga yang banyak sebagian besar ditemui pada keluarga miskin, sehingga banyak
anak-anak keluarga miskin menderita gizi kurang bahkan gizi buruk karena konsumsi
makanannya kurang, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Selain itu, dilihat dari faktor
ekonomi masyarakat yang sebagian besar masih di bawah UMR, pendapatan yang rendah harus
43
dibagi untuk berbagai keperluan lain selain untuk konsumsi keluarga, seperti pendidikan,
transportasi, dan sebagainya. Sehingga tidak jarang persentase pendapatan untuk keperluan
penyediaan makanan sangat kecil. Dengan demikian, besar kecilnya pendapatan mempengaruhi
pola konsumsi keluarga yang akhirnya berimbas pada keadaan gizi keluarga, khususnya anak
balita yang berada pada kelompok rawan gizi.[22] Ketahanan pangan keluarga terkait dengan
ketersediaan pangan, harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan.[23]
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa 72.7% ibu balita yang mengalami masalah gizi
memiliki latar pendidikan SD. Dari 11 balita, 3 balita dilaporkan mengalami penurunan berat
badan setelah 1 bulan dan ibu balita tersebut diketahui memiliki latar pendidikan SD (100%).
Sebanyak 2 ibu balita sampel dari 3 balita yang mengalami penurunan berat badan berusia 20-
35 tahun (66.7%), hanya 1 ibu balita berusia >35 tahun (33.3%). UNICEF (2002) menyatakan
bahwa menunda kehamilan pertama sampai dengan usia 20 tahun akan menjamin kehamilan
dan kelahiran lebih aman serta mengurangi risiko bayi lahir dengan berat badan rendah, dan
gizi kurang.[23] Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Asima (2011) menunjukkan bahwa
pendidikan ibu berhubungan secara positif dan signifikan terhadap status gizi balita berdasar
berat badan anak menurut umur (BB/U). Kenaikan berat badan dilaporkan bertambah 0,14 %
dengan adanya tambahan pendidikan ibu, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan status gizi balita.[25] Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator
sosial dalam masyarakat. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi
keluarga, juga berperan dalam penyusunan makan keluarga serta pengasuhan dan perawatan
anak.[26] Faktor lain yang dapat menjadi penyebab berat badan balita tidak naik adalah nafsu
makan anak yang tidak baik sehingga anak tidak mau menghabiskan makanan sesuai porsinya
dan kebiasaan jajan yang membuat balita terlebih dahulu kenyang dan tidak ingin
menghabiskan makanan. Anak usia balita memiliki emosional yang sensitif, mencari perhatian,
dan ingin mendapat perhatian berlebih, waktu makan yang tidak menyenangkan juga dapat
mempengaruhi balita dalam menghabiskan makanan sehari-hari.[27] Permasalahan makan bisa
juga terjadi karena anak meniru pola makan orang tuanya, seperti tidak suka sayur, suka pilih-
pilih makanan, bahkan yang mungkin sedang berdiet untuk menurunkan berat badan. Hal ini
secara tidak langsung akan berpengaruh pada perilaku makan anak.[28]
44
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 6 ibu balita memiliki nilai pretest
dengan kategori baik (8-10) (54.5%), sedangkan 5 ibu balita memiliki nilai pretest kategori
cukup (5-7) (45.5%). Pada penelitian ini juga didapatkan adanya hubungan bermakna antara
peningkatan pengetahuan ibu balita terhadap gizi balita terhadap kenaikan berat badan balita
(p=0.05). Hal ini sesuai dengan penelitian Tantejo (2014) yang menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita (p=0.047).[31]
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat
gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan
cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana
hidup sehat.[29] Pe ngetahuan tentang gizi dianggap sangat penting karena banyak masyarakat
tidak mengetahui bahwa makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tidak selalu makanan yang
mahal. Masyarakat harus mengetahui bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi dengan
mengkonsumsi pangan yang sesuai dengan tingkat pendapatan mereka.[30]
Pada penelitian ini sebagian besar ibu merupakan ibu rumah tangga (90.9%), hanya 1
ibu balita yang memiliki pekerjaan sebagai buruh (9.1%). Partisipasi tenaga kerja wanita
berhubungan langsung dengan reduksi waktu yang disediakan untuk menyusui anak dan
merawat anak. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di
sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak terutama dalam
menjaga asupan gizi balita.[25]
45
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh peningkatan pengetahuan ibu
balita tentang status gizi dan pemberian makanan tambahan terhadap kenaikan berat
badan balita di Posyandu Dahlia I, Desa Kamurang, Cikalongkulon, maka didapatkan
kesimpulan: terdapat kenaikan berat badan balita sebelum dan sesudah peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan pemberian makanan tambahan sebesar
0.3909 kilogram.
5.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini Puskesmas dapat meningkatkan
program menurunkan angka gizi kurang di wilayah Cikalongkulon melalui
program pemberian makanan tambahan pemulihan dan penyuluhan kepada ibu
balita mengenai gizi secara berkala.
b. Diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan skrining kepada balita berisiko
sebagai upaya penanggulangan kejadian gizi kurang pada balita.
c. Diharapakan Puskesmas dapat mengupayakan peningkatan penggunaan KB
untuk menciptakan jumlah keluarga ideal .
2. Bagi masyarakat
a. Diharapkan dapat melakukan pemeriksaan posyandu berkala khususnya bagi ibu
– ibu yang memiliki anak balita agar dapat memantau pertumbuhan dan
perkembangan anaknya secara rutin.
b. Diharapkan dapat lebih mengenal tanda-tanda balita gizi kurang pada balita
sehingga dapat melaporkan kepada kader atau bidan
c. Diharapkan dapat lebih mengetahui makanan gizi seimbang bagi balita agar
pertumbuhan dan perkembangannya dapat berjalan dengan baik
3. Bagi lintas sektoral
a. Diharapkan dapat dilakukan pelatihan bagi masyarakat dengan latar pendidikan
kurang sehingga dapat menambah pendapatan keluarga.
4. Bagi peneliti lain
a. Diharapkan dapat melalukan penelitian terkait dengan faktor – faktor lain yang
menyebabkan terjadinya gizi kurang pada balita.
5.3 Kendala
1. Masih terdapat ibu balita yang belum memiliki KMS sehingga kurangnya
pemantauan status gizi balita.
2. Terbatasnya dana peneliti sehingga pemberian makanan tambahan hanya dilakukan
selama 3 hari.
47