Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN MINI PROJECT

PENGARUH PENINGKATAN PENGETAHUAN IBU


MENGENAI STATUS GIZI BALITA DAN PEMBERIAN
MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT
BADAN BALITA DI POSYANDU DAHLIA I DESA
KAMURANG, KECAMATAN CIKALONGKULON

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer

Program Internship Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Nadia Nurfauziah

Dibimbing Oleh :
dr. Suhenry Sastranegara

PROGRAM DOKTER INTERSIP INDONESIA

UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP CIKALONGKULON


PERIODE NOVEMBER 2018– MARET 2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP

PENGARUH PENINGKATAN PENGETAHUAN IBU MENGENAI STATUS GIZI


BALITA DAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP KENAIKAN
BERAT BADAN BALITA DI POSYANDU DAHLIA I DESA KAMURANG,
KECAMATAN CIKALONGKULON

Disusun Oleh :

dr. Nadia Nurfauziah

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di UPTD Puskesmas Rawat Inap Cikalongkulon, Cianjur periode 27 November 2018
- 26 Maret 2019

Cikalongulon, Maret 2019

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Suhenry Sastranegara

NIP. 197003232007011010
BERITA ACARA PRESENTASI MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP

UPTD PUSKESMAS DTP CIKALONGKULON

PERIODE NOVEMBER 2018 - MARET 2019

TANGGAL :

NO. Nama Peserta Presentasi Judul Tanda Tangan

1. dr. Nadia Nurfauziah Pengaruh Peningkatan


Pengetahuan Ibu
Mengenai Status Gizi
Balita Dan Pemberian
Makanan Tambahan
Terhadap Kenaikan Berat
Badan Balita Di
Posyandu Dahlia I Desa
Kamurang, Kecamatan
Cikalongkulon

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Suhenry Sastranegara

NIP. 197003232007011010

3
DAFTAR ISI

BAB I - PENDAHULUAN....................................................................................................... 5
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 5
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah .........................................................................
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 7
1. Tujuan Umum 7
2. Tujuan Khusus......................................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 8
A. Status gizi balita ............................................................................................................ .
1. Definisi .........................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Klasifikasi .................................................................................................................. .
3. Faktor yang mempengaruhi .................................................................................... .
4. Tatalaksana ............................................................................................................... .
B. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) .................................................................... .
1. Definisi ......................................................................................................................
2. Klasifikasi .................................................................................................................
4. Persyaratan makanan tambahan ...........................................................................
5. Standar porsi makanan ..........................................................................................
6. Cara pengolahan makanan ....................................................................................
D. Kerangka Teori ...............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III – METODE PENELITIAN .........................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV – HASIL PENELITIAN ......................................................................................... 30
BAB V - PEMBAHASAN .......................................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi berkaitan dengan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, psikologis,


dan sosial. Usia 6 – 59 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,
sehingga dianggap sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
terwujud apabila pada masa ini, anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh
kembang optimal. Sebaliknya, apabila anak pada masa ini tidak memperoleh asupan gizi
adekuat untuk peningkatan berat badan, maka periode emas akan berubah menjadi periode
kritis. Hal ini dapat mengganggu tumbuh kembang anak, baik pada masa ini maupun masa
selanjutnya. Apabila balita mengalami gizi kurang dan tidak segera diatasi, tidak hanya
gangguan fisik yang terganggu, namun dapat menggangu juga tingkat kecerdasan dan
produktivitas ketika dewasa.[1]

Angka balita dengan gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2018
dilaporkan masih cukup tinggi, yaitu 17.7%. Presentase ini masih belum memenuhi target
RPJMN tahun 2019 yaitu 17%. Pada tahun 2018, jumlah balita gizi kurang di Indonesia
dilaporkan sebanyak 13.8 %, sedangkan balita gizi buruk dilaporkan sebanyak 3.9%.[2]
Jumlah anak gizi buruk dan gizi kurang di Jawa Barat pada tahun 2018 (10-15%) tercatat
menurun dibanding tahun 2013 (15-20%), akan tetapi jumlah tersebut masih relatif besar
dibandingkan dengan provinsi lain. Pada tahun 2018, balita kurus di Indonesia tercatat
sebanyak 6.7%, sedangkan balita sangat kurus sebanyak 3.5%. Pada Tahun 2017 di Jawa
Barat terdapat 4.8% anak usia 0-59 bulan dengan indeks BB/TB kurus dan sebanyak 1.6%
sangat kurus. Pemberian makanan tambahan di Indonesia juga diketahui masih belum
merata. Sebagian besar balita di Indonesia (59%) dilaporkan belum mendapat pemberian
makanan tambahan (PMT) secara lengkap.[2]

Status gizi balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti konsumsi makanan yang
tidak memenuhi prinsip gizi seimbang dan ketersediaan pangan di rumah tangga. Untuk
mengatasi gizi kurang, perlu dilakukan intervensi khususnya di daerah rawan gizi kurang

5
atau buruk. Kondisi gizi kurang dapat menyebabkan risiko balita menderita penyakit infeksi
meningkat karena daya tahan tubuh yang rendah. Kekurangan gizi juga merupakan suatu
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan penyakit tidak menular (PTM). [3]

Penyelenggaraan program PMT untuk balita gizi buruk, gizi kurang, balita kurus,
dan balita bawah garis merah (BGM) merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka
kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Pelaksanaan PMT dapat berupa bahan
pangan khas daerah setempat yang diperkaya kalori, protein hewani dan nabati, sayur-
mayur, dan hasil olahan lainnya.[5]

Pengetahuan tentang gizi juga dapat berdampak terhadap penyusunan makan


keluarga, serta pengasuhan dan perawatan balita. Tingkat pengetahuan ibu yang lebih tinggi
dapat membuat ibu mampu menerapkan makanan gizi seimbang dalam kehidupan sehari-
hari. Selain itu, pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi sangat berperan nyata dalam
menurunkan risiko gizi kurang maupun gizi buruk. Bentuk kepedulian pada gizi anak
merupakan salah satu tanggung jawab dari keluarga. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut
perbaikan gizi banyak melibatkan kaum ibu, maka ibu merupakan tokoh utama yang harus
peduli pada keadaan gizi anak.[4]

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data bagian gizi Puskesmas DTP Cikalongkulon tahun 2017, dari
semua balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas DTP Cikalongkulon, 76.7% balita
melakukan penimbangan. Dari jumlah tersebut tercatat baduta dengan bawah garis merah
(BGM) sebanyak 17%, balita dengan bawah garis merah sebanyak 0.02%, dan ditemukan
balita dengan gizi buruk sebanyak 10 balita. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimana pengaruh peningkatan pengetahuan ibu mengenai status gizi balita dan
pemberian makanan tambahan terhadap kenaikan berat badan balita di Posyandu Dahlia I
Desa Kamurang, Cikalongkulon?

6
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran status gizi balita di Posyandu Dahlia I Desa Kamurang,


Cikalongkulon.

1.3.2 Tujuan Khusus

Meningkatkan berat badan balita melalui peningkatan pengetahuan ibu tentang


status gizi balita dan pemberian makanan tambahan di Posyandu Dahlia I Desa
Kamurang, Cikalongkulon.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi masyarakat
1. Meningkatnya kesadaran ibu balita terhadap status gizi balita
2. Meningkatnya kesadaran ibu balita untuk memberikan makanan gizi seimbang
pada balita
3. Meningkatnya pengetahuan keluarga terhadap tanda-tanda anak gizi kurang
4. Mengurangi risiko kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita
1.4.2 Bagi puskesmas
1. Memberikan gambaran peningkatan berat badan balita setelah diberikan
pemberian makanan tambahan dan penyuluhan pada ibu balita
2. Membantu puskesmas melaksanakan program pemberian makanan tambahan
pada balita gizi kurang
1.4.3 Bagi dokter internship
1. Menambah pengalaman dalam masalah ilmu kesehatan masyarakat terutama
mengenai masalah gizi balita yang terjadi di masyarakat

2. Sebagai salah satu syarat kelulusan program internship

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status gizi

1. Definisi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan
gizi lebih.[6] Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh
dari pangan, makanan, dan fisiknya dapat diukur secara antropometri.[7] Status gizi
merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan
dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat
didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.[3]

2. Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 2, yaitu penilaian status gizi secara
langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi sevara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
1. Antropometri
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.[8]
Jenis-jenis pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat
pertumbuhan adalah sebagai berikut :
a. Berat Badan (BB)
Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral
tulang. Untuk menilai status gizi, biasanya BB dihubungkan dengan
pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan. Penimbangan untuk menilai
berat badan umumnya dilakukan secara berkala di Posyandu setempat
dengan menggunakan dacin. Teknik mempersiapkan dacin yaitu:
1. Dacin digantung pada tempat yang kokoh seperti pelana rumah atau
kusen pintu atau dahan pohon atau penyangga kaki tiga yang kuat
2. Bandul geser diletakkan pada angka nol, jika ujung kedua paku timbang
tidak dalam posisi lurus, maka timbangan perlu ditera atau diganti
dengan yang baru
3. Atur posisi angka pada batang dacin sejajar dengan mata penimbang
4. Pastikan bandul geser berada pada angka nol
5. Sarung timbang/celana timbang/kotak timbang yang kosong dipasang
pada dacin
6. Seimbangkan dacin yang telah dibebani dengan sarung timbang/ celana
timbang/ kotak timbang dengan memberi kantung plastik berisikan
pasir/batu diujung batang dacin, sampai kedua jarum di atas tegak lurus

Penimbangan balita dilakukan dengan cara:

1. Balita dimasukkan ke dalam sarung timbang dengan pakaian seminimal


mungkin dan bandul digeser sampai jarum tegak lurus
2. Berat badan balita dibaca dengan melihat angkat di ujung bandul geser
3. Hasil penimbangan dicatat dengan benar di kertas/buku bantu dalam kg
dan ons
4. Bandul dikembalikan ke angka nol dan balita dikeluarkan dari sarung
timbang/celana timbang/kotak timbang
b. Tinggi badan (TB)
Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total tinggi (atau
panjang) yang diukur secara rutin. TB yang dihubungkan dengan umur
dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu.[8]
c. Panjang Badan (PB)
Dilakukan pada balita yang berumur kurang dari dua tahun atau kurang dari
tiga tahun yang sukar untuk berdiri pada waktu pengumpulan data TB.[8]

9
d. Lingkar Kepala
Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang
digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hidrosefalus atau mikrosefali.
Untuk melihat pertumbuhan kepala balita dapat digunakan grafik
Nellhaus.[8]
e. Lingkar Lengan Atas
Biasa digunakan pada balita serta wanita usia subur. Pengukuran ini dipilih
karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak
memerlukan data umur untuk anak balita yang kadang kala susah
mendapatkan data umur yang tepat.[8]
f. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran TB dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat.[8]

Indeks Antropometri terbagi atas :


a. Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan
gambaran tentang masa depan otot dan lemak. Dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan baik dan seimbang antara masukan dan
kecukupan zat-zat gizi yang terjamin, berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua
kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat
atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan sifat ini, maka indeks Berat Badan dengan Umur (BB/U)
digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat
badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang pada saat ini.[8]
b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh

10
bersama dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti
berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi jangka pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada
saat yang cukup lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada
masa lampau.[8]
c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini.[8]
d. Lingkar Lengan Atas terhadap Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot
dan lapisan bawah kulit. LLA berkorelasi erat dengan indeks BB/U
maupun indeks BB/TB. LLA sebagaimana berat badan merupakan
indikator yang sangat stabil, dapat naik turun dengan cepat. Oleh karena
itu indeks LLA merupakan indikator status gizi saat ini. Perkembangan
LLA yang besar hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm),
sedangkan pada umur 2 tahun sampai 5 tahun sangat kecil (1,5 cm per
tahun).[8]

Pengukuran antropometri yang digunakan menurut WHO-NCHS adalah sebagai


berikut
1. BB/U :
a. Gizi lebih > 2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Gizi baik -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Gizi kurang <-2.0 SD
d. Gizi buruk <-3.0 SD
2. TB/U :
a. Normal > -2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Pendek (Stunted) < -2.0 SD

11
3. BB/TB :
a. Gemuk >2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Normal -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Kurus/Wasted <-2.0 SD
d. Sangat kurus < 3.0 SD

Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan sebuah kurva pertumbuhan


standar yang menggambarkan pertumbuhan anak umur 0-59 bulan. IDAI telah
menetapkan untuk skrining pertumbuhan anak dengan umur sampai 5 tahun
dapat menggunakan kurva pertumbuhan WHO. Cara Menggunakan Grafik
Pertumbuhan WHO 2006:

1.) Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak
di atas 2 tahun), dan berat badan.

2.) Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva.
Garis horisontal pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan
umur dan panjang / tinggi badan.

3.) Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus pada kurva. Garis
vertikal pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat badan,
umur, dan IMT.

4.) Hubungkan angka pada garis horizontal dengan angka pada garis vertikal
hingga mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran
perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.[9]

Cara Menginterpretasikan Kurva Pertumbuhan WHO 2006:

1. Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median, atau rata-


rata
2. Garis yang lain dinamakan garis Z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO
garis ini diberi angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang
berada jauh dari garis median menggambarkan masalah pertumbuhan.
3. Titik temu yang berada antara garis Z-score -2 dan - 3 diartikan di bawah -2.

12
4. Titik temu yang berada antara garis Z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.
5. Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva pertumbuhan WHO
dapat menggunakan tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Growth Chart WHO (WHO, 2006).[9]

2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara
cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. [8]

13
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.[8]

1.) Survei Konsumsi Makanan


Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini
dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.[8]
2.) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian
dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.[8]
3.) Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.[8]

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel
dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk
tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Pada prinsipnya status gizi seseorang
secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan infeksi penyakit.[10]
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak dibagi menjadi dua
factor, yaitu: faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yaitu asupan
makanan dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat
pendidikan, sanitasi lingkungan.

14
3.1 Faktor Konsumsi Makanan
Faktor konsumsi makanan dapat diukur dari mutu makanan sedangkan konsumsi
makanan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor tidak langsung terhadap seseorang
seperti: daya beli keluarga dan kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan
tergantung dengan besar kecilnya pendapatan keluarga, latar belakang sosial budaya,
tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga.[10] Tercukupinya kebutuhan pangan
antara lain dapat diindikasikan dari pemenuhan kebutuhan energi dan protein.[11]

3.2 Faktor Infeksi Penyakit


Kaitan penyakit infeksi dengan gizi kurang mempunyai hubungan sebab dan akibat.
Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi penderita seperti: diare, tuberkulosis,
dan batuk rejan. Adanya penyakit infeksi tersebut merupakan faktor penyebab tingginya
angka kematian bayi dan balita di Indonesia. Anak-anak yang sering menderita penyakit
infeksi menyebabkan pertumbuhannya terhambat dan tidak dapat mencapai
pertumbuhan yang optimal.[10]

3.3 Tingkat Pendidikan


Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak,
karena pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar
terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana cara menjaga kesehatan
anak dan pendidikannya. Demikian juga ibu yang berkependidikan lebih rendah atau
tidak berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang
berpendidikan lebih tinggi. Mereka berpendidikan lebih rendah umumnya sulit diajak
memahami dampak negatif dari bahaya mempunyai anak banyak, sehingga anaknya
kekurangan kasih sayang, kurus dan menderita penyakit infeksi.[8]

3.4 Sanitasi Lingkungan


Sanitasi memiliki peranan penting dalam penyediaan lingkungan mendukung kesehatan
anak dan tumbuh kembangnya komponen utama kesehatan lingkungan yang
berhubungan dengan kesehatan dasar pada manusia adalah rumah, air bersih, jamban,

15
pembuangan sampah dan limbah rumah tangga. Kebersihan, baik kebersihan
perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit.
Akibat kebersihan kurang maka anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan
zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
Seseorang yang kekurangan gizi akan mudah terserang penyakit dan tumbuh
kembangnya terganggu.[8]

3.5 Pola Pengasuhan


Pengasuhan didefinisikan sebagai cara memberi makanan, merawat anak, membimbing,
dan mengajari anak yang dilakukan oleh individu dan keluarga. Faktor yang cukup
dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang
benar di kalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada
anggota keluarganya, terutama kepada anak-anak. Oleh karena itu, berbagai kegiatan
harus dilaksanakan untuk memberikan makanan (feeding) dan perawatan (caring) yang
benar untuk mencapai status gizi yang baik. Feeding dan caring melalui pola asuh yang
dilakukan ibu kepada anaknya akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Peran ibu selaku pengasuh dan pendidik di dalam keluarga dapat memengaruhi
tumbuh kembang anak secara positif maupun negatif, karena dalam berinteraksi dengan
anak sehari-hari, seorang ibu dapat memainkan peran yang secara langsung akan
berpengaruh pada anak.[12]

3.6 Kemiskinan
Kemiskinan sering didefinisikan ketidakmampuan individu atau rumah tangga dalam
mencapai standar hidup yang maksmimal, sehingga tidak mampu memberikan yang
terbaik bagi anggota keluarganya, baik dari gizi dan kelayakan makanan. Secara garis
besar ada hubungan kemiskinan dan kesehatan, masyarakat yang hidup dalam garis
kemiskinan pada umumnya memiliki kelayakan hidup yang lebih rendah, lebih rentan
terhadap penyakit menular, tingginya angka kematian pada bayi, ibu hamil dan
melahirkan serta proporsi kesehatan yang sangat rendah. Saat ini kemiskinan
merupakan penyebab pokok terjadinya malnutrisi. Proporsi anak malnutrisi berbanding

16
terbalik dengan pendapatan, sehingga makin kecil pendapatan penduduk maka semakin
banyak anak yang akan menderita malnutrisi[13]

B. Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) bagi balita

a. Definisi PMT-Pemulihan Balita


PMT-Pemulihan Balita Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita adalah
makanan bergizi yang diperuntukkan bagi balita usia 6-59 bulan sebagai makanan
tambahan untuk pemulihan gizi.[5]

b. Manfaat PMT Pemulihan


Manfaat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di tujukan kepada
balita yang mengalami gizi kurang agar status gizi balita tidak jatuh menjadi status gizi
buruk. Intervensi gizi melalui pemberian vitamin dan mineral melalui makanan yang
diperkaya dan suplemen telah berhasil di banyak Negara. [14]

c. Sasaran (PMT-Pemulihan)
Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah
Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima PMT
Pemulihan. Penentuan sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu
dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut : (1) Balita yang dalam pemulihan
pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau
RS, (2) Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2T), (3) Balita
gizi kurang, (4) Balita Bawah Garis Merah (BGM).[5]

d. Proses PMT-Pemulihan Balita


Proses PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan, yang harus disesuaikan dengan petunjuk teknis Program Jaring
Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) bagi Puskesmas. [5]

17
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan penentuan balita sasaran PMT dan
penentuan jadwal pendistribusian program PMT Balita.
2. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan meliputi penentuan jenis makanan, pembelian bahan
makan dan pemberian paket PMT kepada sasaran. Salah satu bentuk PMT Balita
adalah MP-ASI.
3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian
Pada proses ini dilakukan pencatatan dan pelaporan dengan mengisi register
yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

e. Persyaratan Jenis dan Bentuk Makanan


1. Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau
makanan lokal. Jika bahan makanan lokal terbatas, dapat digunakan makanan
pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan memperhatikan kemasan,
label dan masa kadaluarsa untuk keamanan pangan.
2. Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita
sasaran.
3. PMT-P merupakan tambahan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita
dari makanan keluarga.
4. Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber protein hewani
maupun nabati (misalnya telur/ ikan/daging/ayam, kacang-kacangan atau
penukar) serta sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari sayur-
sayuran dan buah-buahan setempat.
5. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-turut.
6. Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan atau makanan lokal ada
2 jenis yaitu berupa: a. MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan) b.
Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan berupa
makanan keluarga.
7. Bentuk makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada balita dapat
disesuaikan dengan pola makanan yang ada pada tabel 2. [5]

18
Tabel 2.2. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita Usia (bulan)
ASI Bentuk Makanan Makanan Lumat Makanan Lembik Makanan Keluarga
0– 6 6 – 8 9 – 11 12 – 23 24 – 59 [5]

f. Standar porsi makanan


Sebagai acuan standar porsi makanan tambahan lokal untuk ibu hamil
dan balita untuk satu kali makanan adalah sebagai berikut.[15]
 Makanan balita (Usia 12-59 bulan)
- Nasi/ pengganti : ½ piring (100 gram)
- Lauk hewani: 1 potong sedang (40 gram)
- Lauk nabati: 1 potong sedang (50 gram)
- Sayuran: 50 gram (1/2 mangkok)
- Buah: 50 gram (1 potong sedang)

 Makanan bayi (Usia 6-11 bulan)


Makanan lumat/lembik diberikan sesuai usia, frekuensi, dan jumlah.

19
g. Cara pengolahan makanan
Teknik pengolahan makanan untuk mempertahankan zat gizi yang
terkandung dalam bahan makanan serta meningkatkan daya cerna makanan.
No. Cara pengolahan Prinsip

1. Merebus - Gunakan air bersih secukupnya


- Semua bahan terendam
- Air mendidih (suhu 100°c)
- Lama perebusan sampai tingkat kematangan
yang dikehendaki termasuk bagian dalam
bahan makanan

2. Mengukus - Gunakan air bersih secukupnya


- Lama pengukusan sampai tingkat kematangan
yang dikehendaki termasuk bagian dalam
bahan makanan

3. Memanggang - Panaskan alat panggang (oven) sampai panas


yang dikehendaki sebelum bahan dimasukkan
- Lama pemanggangan sampai tingkat
kematangan yang dikehendaki termasuk bagian
dalam bahan makanan

4. Membakar - Siapkan bahan pembakar (arang/kayu) sampai


terbentuk bara api sebelum bahan makanan
dibakar
- Lama pembakaran sampai tingkat kematangan
yang dikehendaki termasuk bagian dalam
bahan makanan

5. Menggoreng - Gunakan minyak goreng secukupnya


- Panaskan minyak goreng sampai panas
dikehendaki sebelum bahan dimasukkan

20
- Lama penggorengan sampai tingkat
kematangan yang dikehendaki termasuk bagian
dalam bahan makanan
- Dianjur menggunakan minyak goreng yang
sama tidak lebih dari 2 kali penggorengan

Tabel 2.3. Cara Pengolahan Makanan yang benar. [15]

C. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat kenaikan berat badan balita sebelum dan setelah dilakukan
peningkatan pengetahuan ibu balita mengenai status gizi balita dan pemberian
makanan tambahan balita

H1: Terdapat kenaikan berat badan balita sebelum dan setelah dilakukan peningkatan
pengetahuan ibu balita mengenai status gizi balita dan pemberian makanan
tambahan balita

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan rancangan one group
before and after design. Dalam desain penelitian ini, sampel akan diberi pretest terlebih dahulu,
setelah itu diberi intervensi, dan posttest dalam 1 kelompok tanpa kelompok kontrol.[16] Dengan
rancangan sebagai berikut:

Pre Treatment Post

X1 X0 X2

Keterangan :

X1 : Pengukuran berat badan balita sebelum perlakuan


X0 : Penyuluhan status gizi kepada ibu balita dan pemberian makanan tambahan kepada balita
X2 : Pengukuran berat badan balita sesudah perlakuan

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Dahlia I Desa Kamurang, wilayah kerja Puskesmas
DTP Cikalongkulon, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 30 hari mulai tanggal 02 Februari 2019 hingga 02 Maret
2019. Penimbangan pertama dilakukan pada tanggal 02 Februari 2019. Pemberian penyuluhan
kepada ibu balita dilanjutkan PMT balita dilakukan selama 3 hari pada tanggal 6-8 Februari
2019. Penimbangan kedua dilakukan pada tanggal 02 Maret 2019.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

3.3.1.1 Populasi Target Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah balita usia 6-59 bulan di posyandu Dahlia I
Desa Kamurang, Cikalongkulon.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah 11 balita gizi kurang, balita kurus, 2T, dan BGM di posyandu
Dahlia I Desa Kamurang, Cikalongkulon.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

a) Balita gizi kurang, balita kurus, 2T, dan BGM

b) Balita berusia 6-59 bulan.

c) Ibu balita bersedia mengikuti penelitian.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

a) Memiliki riwayat penyakit kronis seperti Tuberkolusis (TBC).

b) Memiliki kelainan genetik.

3.3.4 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non-probablity


sampling, yaitu dengan cara purposive sampling. Sampel adalah semua pasien yang memenuhi
kriteria inklusi.

23
3.4 Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel independen dan dependen yang dapat
diuraikan sebagai berikut:

 Variabel Independen: Disebut sebagai variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
merupakan variabel bebas adalah Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita tentang Status Gizi
dan Pemberian Makanan Tambahan.
 Variabel Dependen: Disebut sebagai variabel terikat. Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel dependen adalah Berat Badan Balita.

3.5 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Skala


Ukur Ukur Ukur

Pemberian Pemberian - - - -
Makanan makanan bergizi
Tambahan yang diberikan
Balita pada anak usia 6-59
bulan sebagai
makanan untuk
pemulihan gizi

Peningkatan Pemberian Pretest- 1. Ibu balita Nilai Interval


pengetahuan materi/pengetahuan Postest mengerjakan soal

ibu balita mengenai definisi pretest


2. Ibu balita
mengenai dan penilaian status
mendapat
status gizi gizi balita
penyuluhan
mengenai status
gizi
3. Ibu balita
mengerjakan soal
posttest

24
Peningkatan Terdapat perbedaan Dacin 1. Dacin Kilogram Rasio
Berat Badan angka dari digantung pada (Kg)
Balita pengukuran berat tempat yang
badan sebelumnya kokoh seperti
pelana rumah
atau kusen
pintu atau
dahan pohon
atau
penyangga
kaki tiga yang
kuat
2. Bandul geser
diletakkan
pada angka
nol, jika ujung
kedua paku
timbang tidak
dalam posisi
lurus, maka
timbangan
perlu ditera
atau diganti
dengan yang
baru
3. Atur posisi
angka pada
batang dacin
sejajar dengan
mata
penimbang

25
4. Pastikan
bandul geser
berada pada
angka nol
5. Sarung
timbang/celana
timbang/kotak
timbang yang
kosong
dipasang pada
dacin
6. Seimbangkan
dacin yang
telah dibebani
dengan sarung
timbang/
celana
timbang/ kotak
timbang
dengan
memberi
kantung plastik
berisikan
pasir/batu
diujung batang
dacin, sampai
kedua jarum di
atas tegak lurus

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

26
3.6 Instrument Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 Dacin
 Kurva Z-Score WHO
 KMS
 Makanan Tambahan Pemulihan Balita
 Lembar pretest dan posttest
 Lembar informed consent
 LCD
 Laptop

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Mengurus perizinan yang berkaitan dengan penelitian, kolaborasi dengan staf gizi Puskesmas
DTP Cikalongkulon dan Bidan Desa Kamurang.

2. Mencari subjek pada populasi balita yang mengalami gizi kurang, kurus, 2T, dan BGM di
Posyandu Dahlia I, Desa Kamurang, Cikalongkulon berdasarkan data gizi balita di Puskesmas
DTP Cikalongkulon kolaborasi dengan Bidan Desa Kamurang.

3. Koordinasi dengan Bidan Desa Kamurang dan kader posyandu Dahlia I Desa Kamurang.

4. Peneliti memberikan penjelasan kepada ibu balita sampel mengenai maksud, tujuan dan
segala hal yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

5. Memberikan surat persetujuan (informed consent) kepada ibu balita sehingga balita dapat
menjadi sampel penelitian.

6. Melakukan pengukuran berat badan balita sampel (before).

7. Memberikan lembar identitas balita dan pretest kepada ibu balita sampel.

27
8. Memberikan penyuluhan kepada ibu balita sampel tentang status gizi balita.

9. Melakukan PMT pemulihan kepada balita sampel selama 3 hari.

10. Memberikan lembar posttest kepada ibu balita sampel.

11. Melakukan pengukuran ulang berat badan balita sampel (after).

12. Menentukan perubahan berat badan balita.

13. Melakukan pengolahan data.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat.

3.8.1 Analisis Univariat

Tujuan analisis univariat adalah untuk menerangkan karakteristik masing–masing


variabel, baik variabel bebas maupun terikat. Dengan melihat distribusi frekuensi masing-
masing variabel.

3.8.2 Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua
variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Analisa bivariat adalah analisis yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
menggunakan uji statististik.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal
atau tidak. Uji normalitas data berupa Uji Shapiro Wilk, karena besar sampel dalam penelitian
<50. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan
diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi
asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak
normal.[17]

Uji statistik yang digunakan adalah Uji T–berpasangan dan Uji Fisher. Uji T-
berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari

28
hubungan dua variabel atau lebih bila datanya berbentuk skala numerik, namun bila distribusi
data tidak normal dapat digunakan uji Wilcoxon.[17] Adapun syarat untuk Uji T–berpasangan
adalah:

a. Data harus berdistribusi normal

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 95


% artinya p value < 0,05 maka hasilnya bermakna yang berarti H0 ditolak atau terdapat
kenaikan berat badan balita sebelum dan setelah dilakukan peningkatan pengetahuan ibu
balita mengenai status gizi balita dan pemberian makanan tambahan balita. Tetapi bila p value
> 0,05 maka hasilnya tidak bermakna yang berarti H0 diterima atau tidak terdapat kenaikan
berat badan balita sebelum dan setelah dilakukan peningkatan pengetahuan ibu balita
mengenai status gizi balita dan pemberian makanan tambahan balita.[17]

Uji Fisher dilakukan apabila syarat uji Chi square tidak terpenuhi yaitu terdapat nilai
expected count <5. Interpretasi hasil menggunakan derajat kemaknaan (α) sebesar 5%, dengan
catatan bila p < 0,05 maka H0 ditolak (ada hubungan antara kedua variabel), sedangkan bila p
> 0,05 maka H0 diterima (tidak ada hubungan antara kedua variable).

29
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Status gizi balita posyandu dahlia I desa kamurang


Berdasarkan data posyandu bulan Agustus 2018 di Posyandu Dahlia I Desa Kamurang
didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 4.1 Jumlah balita menurut status gizi BB/U
Jumlah balita menurut status gizi BB/U

Posyandu Sangat Kurang Kurang Normal Lebih

Dahlia I 0-23 24-59 0-23 bulan 24-59 bulan 0-23 bulan 24-59 bulan 0-23 24-59
bulan bulan bulan bulan

L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P %

0 0 0 0 0 0 0 1 2.5 5 0 8.33 26 13 97.5 23 32 91.67 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebanyak 1 balita usia 0-23 bulan (2.5%)
mengalami gizi kurang dan 5 balita usia 24-59 bulan mengalami gizi kurang (8.33%).
Sebagian besar balita di posyandu dahlia I memiliki indeks BB/U normal.
Tabel 4.2 Jumlah balita menurut status gizi BB/TB
Jumlah balita menurut status gizi BB/TB

Posyandu Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

Dahlia I 0-23 24-59 0-23 24-59 0-23 bulan 24-59 bulan 0-23 24-59
bulan bulan bulan bulan bulan bulan

L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P % L P %

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3.3 26 14 100 27 31 97 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebanyak 2 balita usia 24-59 bulan (3.3%)
mengalami kurus. Sebagian besar balita usia 0-23 bulan (100%) dan 24-59 bulan (97%) di
posyandu dahlia I memiliki indeks BB/TB normal.

4.2 Hasil Analisis Univariat Distribusi Subjek Penelitian


4.2.1 Karakteristik ibu balita berdasarkan usia
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Ibu Balita Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah (n) %

1) 20-35 tahun 8 72.7

2) >35 tahun 3 27.3

Jumlah 11 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita
berusia diantara 20-35 tahun (72.7%). Sebanyak 3 ibu balita berusia di atas 35
tahun (27.3%).

31
4.2.2 Karakteristik ibu balita berdasarkan pekerjaan ibu balita
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Ibu Balita Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah (n) %

1) Ibu Rumah Tangga 10 90.9

2) Buruh 1 9.1

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hampir seluruh balita


merupakan ibu rumah tangga (90.9%). Hanya 1 ibu balita yang bekerja di luar
rumah sebagai buruh (9.1%).

4.2.3 Karakteristik Ibu Balita berdasarkan pendidikan


Tabel 4.5 Distribusi Sampel Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah (n) %

1) SD 8 72.7

2) SMP 3 27.3

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ibu balita yang memiliki pendidikan
terakhir SD (72.7%) lebih banyak dibanding ibu balita yang memiliki pendidikan
terakhir SMP (27.3%). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu balita masih
rendah.

32
4.2.4 Distribusi sampel berdasarkan tempat tinggal
Tabel 4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Tempat Tinggal
No. Tempat tinggal Jumlah (n) %

1) Kp. Cibodas 2 18.2

2) Kp. Gandasoli 6 54.5

3) Kp. Pangkalan 3 27.3

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel


bertempat tinggal di Kp. Gandasoli (54.5%). Sebanyak 2 sampel tinggal di Kp
Cibodas (18.2%) dan 3 sampel tinggal di Kp. Pangkalan (27.3%).

4.2.5 Distribusi sampel berdasarkan pendapatan per bulan


Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Pendapatan Per Bulan
No. Pendapatan Per Bulan Jumlah (n) %

1) <1.000.000 4 36.4

2) 1.000.000-2.000.000 6 54.5

3) >2.000.000 1 9.1

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat sebanyak 4 sampel memiliki


pendapatan per bulan di bawah 1.000.000 (36.4%), 6 sampel memiliki pendapatan
per bulan antara 1.000.000 hingga 2.000.000 (54.4%), dan 1 sampel memiliki
pendapatan per bulan di atas 2.000.000 (9.1%).

33
4.2.6 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan suami
Tabel 4.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan suami
No. Pekerjaan suami Jumlah (n) %

1) Buruh lepas 7 63.6

2) Petani 4 36.4

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa sebagian besar pekerjaan


suami dari sampel penelitian adalah buruh lepas (63.6%). Sebanyak 4 orang
memiliki pekerjaan sebagai petani (36.4%).

4.2.7 Distribusi sampel berdasarkan jumlah anggota keluarga


Tabel 4.9 Distribusi Sampel Berdasarkan jumlah anggota keluarga
No. Jumlah anggota keluarga Jumlah (n) %

1) 3 3 27.3

2) 4 4 36.4

3) 5 2 18.2

4) 6 1 9.1

5) 11 1 9.1

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.9 Dapat dilihat bahwa sebagian besar keluarga


memiliki anggota keluarga sebanyak 4 (36.4%), dan terdapat 1 keluarga memiliki
anggota keluarga sebanyak 11 (9.1%).

34
4.2.8 Karakteristik Balita Berdasarkan Usia

Tabel 4.10 Karakteristik Balita Berdasarkan Usia


No. Usia Balita Jumlah (n) %

1) 12-24 bulan 3 27.3

2) 24-59 bulan 8 72.7

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita


berusia 24-59 bulan (72.7%). Sebanyak 3 balita berusia 12-24 bulan (27.3%).
Hal ini menunjukkan bahwa sampel balita berada pada usia yang sudah
memperoleh makanan keluarga.

4.2.9 Karakteristik Balita Berdasarkan Urutan Jumlah Anak

Tabel 4.11 Karakteristik Balita Berdasarkan Urutan Jumlah Anak


No. Urutan Jumlah Anak Jumlah (n) %

1) ≤2 4 36.4

2) >2 7 63.6

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita


merupakan anak ke dua atau lebih (63.6%). Sebanyak 4 balita merupakan anak
pertama (36.4%).

4.2.10 Distribusi sampel balita berdasarkan perubahan berat badan


Tabel 4.12 Distribusi sampel balita berdasarkan perubahan berat badan
No. Perubahan Berat Badan Jumlah (n) %

1) Naik 8 72.7

35
2) Turun 3 27.3

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita yang
mendapat intervensi mengalami kenaikan berat badan (72.7%), sedangkan 3 balita
mengalami penurunan berat badan dibanding pengukuran berat badan awal
(27.3%).
4.2.11 Karakteristik balita berdasarkan indeks BB/U

Tabel 4.13 Karakteristik balita berdasarkan indeks BB/U


No. Indeks BB/U Jumlah (n) %

1) Baik (-2 s.d +2 SD) 1 59.1

2) Kurang (-2 s.d -3 SD) 6 54.5

3) Buruk (<-3 SD) 4 36.4

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita sampel
memiliki indeks BB/U antara -2 SD sampai dengan -3 SD atau gizi kurang
(54.5%). Terdapat 4 balita yang memiliki indeks BB/U di bawah -3 SD atau gizi
buruk (36.4%).
4.2.12 Karakteristik balita berdasarkan indeks BB/TB

Tabel 4.14 Karakteristik balita berdasarkan indeks BB/TB


No. Indeks BB/TB Jumlah (n) %

1) Normal (-2 s.d +2 SD) 8 72.7

2) Kurus (-2 s.d -3 SD) 3 27.3

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat 3 balita memilik


indeks BB/TB antara -2 SD sampai dengan -3 SD atau kurus (27.3%). Sebagian
besar sampel balita memiliki indeks BB/TB normal (72.7%).

36
4.2.13 Karakteristik balita berdasarkan Bawah Garis Merah (BGM) KMS
Tabel 4.15 Karakteristik balita berdasarkan Bawah Garis Merah (BGM) KMS
No. BGM Juml ah (n) %

1) Ya 4 36.4

2) Tidak 7 63.6

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa terdapat 4 balita sampel


yang termasuk Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS (36.4%). Sebanyak 7
balita tidak termasuk BGM pada KMS (63.6%).

4.2.14 Karakteristik balita berdasarkan 2T pada KMS

Tabel 4.16 Karakteristik balita berdasarkan 2T pada KMS


No. 2T Jumlah (n) %

1) Ya 2 18.2

2) Tidak 9 81.8

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa terdapat 2 balita sampel


yang termasuk 2T (Turun/Tidak naik) pada KMS (18.2%). Sedangkan 9 balita
sampel lainnya tidak termasuk 2T/ normal (81.8%).

4.2.15 Distribusi sampel ibu balita berdasarkan kategori nilai pretest


Tabel 4.17 Distribusi sampel ibu balita berdasarkan kategori nilai pretest
No. Kategori nilai pretest Jumlah(n) %

1) Baik (8-10) 6 54.5

2) Cukup (5-7) 5 45.5

3) Kurang (0-4) 0 0

37
Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa sebanyak 6 ibu balita


memiliki nilai pretest dengan kategori baik (54.5%) dan 5 ibu balita memiliki
nilai pretest dengan kategori cukup (45.5%).

4.2.16 Distribusi sampel ibu balita berdasarkan kategori nilai posttest


Tabel 4.18 Distribusi sampel ibu balita berdasarkan kategori nilai posttest
No. Kategori nilai posttest Jumlah (n) %

1) Baik (8-10) 11 100

2) Cukup (5-7) 0 0

3) Kurang (0-4) 0 0

Jumlah 11 100

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa seluruh ibu balita memiliki
nilai posttest dengan kategori baik (100%). Hal ini menunjukkan semua ibu
balita sampel memiliki pengetahuan yang baik saat posttest.

Perubahan nilai pretest dan posttest ibu balita


setelah diberikan penyuluhan tentang status gizi
100
80
60
40
20
0
nilai 1 2

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4


1: sebelum
Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8
2: sesudah
Sampel 9 Sampel 10 Sampel 11

Gambar 1. Grafik garis perubahan nilai pretes dan postes sebelum dan sesudah peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi

38
4.2.17 Berat Badan Balita Sebelum dan Sesudah Pemberian Makanan Tambahan dan Peningkatan
Pengetahuan Ibu Balita tentang status gizi
Tabel 4.19 Berat Badan Balita Sebelum dan Sesudah Intervensi
No. Berat badan Balita Frekuensi (n) Mean Median SD Min-Maks
Sebelum dan
Sesudah Intervensi
1) Sebelum 11 11.24 11.6 2.18 8.5-14.3

2) Sesudah 11 11.64 12 2.42 8-14.8

Berdasarkan hasil analisis di atas, diketahui bahwa rerata berat badan balita
sebelum pemberian makanan tambahan dan peningkatan pengetahuan ibu balita tentang
status gizi adalah 11.24±2.18 kg dengan berat badan terendah yaitu 8.5 kg dan tertinggi
14.3 kg. Setelah dilakukan intervensi terhadap ibu balita dan balita, rerata berat badan balita
meningkat menjadi 11.64±2.42 kg.

Perubahan berat badan balita selama 1 bulan sebelum dan


sesudah pemberian makanan tambahan dan peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi
16

14

12

10

0
Kg 1 2

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4


1: sebelum
Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8
2: sesudah
Sampel 9 Sampel 10 Sampel 11

Gambar 2. Grafik garis perubahan berat badan balita sampel selama 1 bulan sebelum
dan sesudah pemberian makanan tambahan dan peningkatan pengetahuan ibu balita
tentang status gizi

39
4.3 Uji Normalitas Sampel

Data dalam penilitian ini dilakukan uji normalitas untuk pengetahui distribusi sampel
normal atau tidak. Uji normalitas data berupa Uji Shapiro Wilk, karena besar sampel dalam
penelitian <50. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam
bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan
memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai
tidak normal.[17] Pada penelitian ini didapatkan nilai

Tabel 4.20 Uji Normalitas


Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Selisih ,147 11 ,200* ,934 11 ,457
berat badan
sebelum
dan sesudah
perlakuan
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (Sig.) dengan tabel
Shapiro-Wilk yaitu 0.457 yang berarti data terdistribusi normal.

4.4 Uji T Berpasangan

Tabel 4.21 Uji T Berpasangan

Paired Differences
Std.
Mean Deviation T df Sig. (2-tailed)
Pair 1 bb_sebelum -,3909 ,8240 -1,573 10 ,147
-
bb_sesudah

Berdasarkan hasil uji T Berpasangan, tidak didapatkan perbedaan signifikan antara berat
badan sebelum (M=11.245 kg, SD=2.178 kg) dan sesudah diberi makanan tambahan balita dan
peningkatan pengetahuan tentang status gizi ibu balita (M=11.636 kg, SD=2.423 kg); t(10)=-

40
1.573, p=0.147. Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bernilai negatif. Hal ini menunjukkan
terjadi kecenderungan peningkatan berat badan sesudah perlakuan. Rata-rata peningkatannya
adalah 0.3909 kg.

4.5 Uji Tabulasi Silang

Tabel 4.22 Uji tabulasi silang peningkatan pengetahuan ibu balita dengan kenaikan berat
badan

Perubahan Perubahan Nilai pretest dan


Berat Badan posttest Total
P
Sebelum dan Meningkat Menurun
sesudah N % N % N %
Naik 8 88.9 1 11.1 9 100
Turun 0 0 2 100 2 100 0.05
Total 8 21.1 3 78.9 11 100

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang mengalami kenaikan berat
badan dari ibu balita yang memiliki kenaikan pada nilai pretes dan posttest sebanyak 8
balita (72.7%). Sedangkan balita yang mengalami penurunan berat badan dari ibu balita
yang memiliki peningkatan pada nilai pretes dan posttest sebanyak 2 balita (18.1%).
Setelah dilakukan pengujian data statistik menggunakan SPSS dengan uji Chi Square
didapatkan nilai expected count <5 maka syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, ini
menunjukan bahwa perlu menggunakan uji alternatif fisher exact dan didapatkan nilai
p = 0.05 yang berarti bahwa (p ≤ 0,05), sehingga bisa dikatakan menolak Ho (tidak
terdapat hubungan antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan
kenaikan berat badan balita) menerima H1 (terdapat hubungan antara peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan kenaikan berat badan balita). Hal ini
menunjukan bahwa dapat menerima hipotesis yang artinya terdapat hubungan bermakna
antara peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan kenaikan berat badan
balita.

41
BAB V
PEMBAHASAN

Balita termasuk kelompok yang rawan terhadap gizi kurang karena gizi yang didapat
tidak sesuai dengan kebutuhan. Masalah gizi merupakan masalah yang masih dihadapi
Indonesia pada saat ini. Masalah gizi kurang di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.Status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting
karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan.[18] Pada anak yang kurang
gizi, daya tahan tubuhnya rendah sehingga anak sering terkena penyakit infeksi. Akibatnya anak
tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dimana anak tampak kurus dan
pendek, terutama pada masa usia bawah lima tahun (balita). Selain itu, anak akan tumbuh dan
berkembang menjadi remaja dan pada usia dewasa dengan produktivitas rendah yang akhirnya
menjadi lanjut usia (lansia) yang kurang gizi, mudah sakit dan dapat menjadi beban bagi
keluarga dan masyarakat. Kondisi tersebut secara berkepanjangan dapat berdampak pada mutu
sumber daya manusia yang rendah.

Pada hasil penelitian, didapatkan rerata berat badan balita sebelum pemberian makanan
tambahan dan peningkatan pengetahuan ibu balita tentang status gizi adalah 11.24±2.18 kg.
Setelah dilakukan intervensi terhadap ibu balita dan balita, rerata berat badan balita meningkat
menjadi 11.64±2.42 kg. Rerata kenaikan berat badan balita setelah peningkatan pengetahuan
ibu balita mengenai status gizi dan pemberian makanan tambahan adalah 0.3909 kg, meskipun
kenaikan berat badan ini tidak berbeda secara signifikan (p=0.147). Hal ini disebabkan
banyaknya faktor yang mempengaruhi kenaikan berat badan balita, diantaranya adalah faktor
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Penemuan di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar balita dan keluarga sampel pada penelitian ini belum
menerapkan PHBS dan kebersihan lingkungan yang baik, hal ini dapat dilihat dari minimnya
kebiasaan cuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah makan, seringnya
memasukkan kembali makanan yang jatuh ke dalam mulut, lingkungan rumah yang dikeliling
oleh binatang peliharaan seperti ayam dan kucing, dimana terdapat kotoran dari binatang di
sekitar rumah. Faktor asupan makanan dan penyakit infeksi saling berkaitan satu sama lain.
Anak yang asupan makanannya baik tetapi sering terserang penyakit seperti diare dan demam,
maka anak tersebut dapat terkena gizi kurang, hal ini karena infeksi dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan, malabsorpsi, metabolisme terganggu, sehingga berpengaruh terhadap
pola makan anak. Penyakit infeksi sebagian besar disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan
kebersihan, pola asuh anak yang tidak memadai, dan pelayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai.[20]

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 11 sampel balita dengan gizi kurang, 8
balita mengalami kenaikan berat badan setelah pemberian makanan tambahan dan peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi balita (72.7%), sedangkan 3 balita lainnya mengalami
penurunan berat badan (27.3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Anggraini (2011) yang
menunjukkan adanya pengaruh pemberian makanan tambahan pemulihan terhadap peningkatan
berat badan Balita Bawah Garis Merah.[21] Dari 8 balita yang mengalami kenaikan berat badan
tersebut, didapatkan bahwa karakteristik ibu balita sebagian besar berusia 20-25 tahun (75%).
Sebanyak 5 ibu balita memiliki latar belakang pendidikan SD (62.5%) dan 3 ibu balita memiliki
latar belakang pendidikan SMP (27.5%). Dari 8 ibu balita tersebut, 6 ibu balita memiliki suami
dengan pekerjaan buruh lepas (75%) dan 2 ibu balita memiliki suami dengan pekerjaan petani
(25%). Dari 8 balita yang mengalami kenaikan berat badan, sebanyak 4 balita memiliki
keluarga dengan pendapatan per bulan <1.000.000 (50%), 3 balita memiliki keluarga dengan
pendapatan per bulan 1.000.000-2.000.000 (37.5%), dan 1 balita memiliki keluarga dengan
pendapatan per bulan >2.000.000 (12.5%). Dari 8 balita yang mengalami kenaikan berat badan,
sebagian besar memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3 orang (37.5%), sedangkan dari 3
balita yang mengalami penurunan berat badan, sebagian besar memiliki jumlah anggota
keluarga lebih banyak yaitu 4 orang (66.7%). Jumlah anggota keluarga yang banyak j u g a
dapat berpengaruh pada konsumsi makanan keluarga, khususnya keluarga miskin.
Pemenuhan kebutuhan makan keluarga akan lebih mudah jika anggota keluarganya sedikit.
Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak akan berkurang. Ironisnya jumlah
anggota keluarga yang banyak sebagian besar ditemui pada keluarga miskin, sehingga banyak
anak-anak keluarga miskin menderita gizi kurang bahkan gizi buruk karena konsumsi
makanannya kurang, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Selain itu, dilihat dari faktor
ekonomi masyarakat yang sebagian besar masih di bawah UMR, pendapatan yang rendah harus

43
dibagi untuk berbagai keperluan lain selain untuk konsumsi keluarga, seperti pendidikan,
transportasi, dan sebagainya. Sehingga tidak jarang persentase pendapatan untuk keperluan
penyediaan makanan sangat kecil. Dengan demikian, besar kecilnya pendapatan mempengaruhi
pola konsumsi keluarga yang akhirnya berimbas pada keadaan gizi keluarga, khususnya anak
balita yang berada pada kelompok rawan gizi.[22] Ketahanan pangan keluarga terkait dengan
ketersediaan pangan, harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan.[23]

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa 72.7% ibu balita yang mengalami masalah gizi
memiliki latar pendidikan SD. Dari 11 balita, 3 balita dilaporkan mengalami penurunan berat
badan setelah 1 bulan dan ibu balita tersebut diketahui memiliki latar pendidikan SD (100%).
Sebanyak 2 ibu balita sampel dari 3 balita yang mengalami penurunan berat badan berusia 20-
35 tahun (66.7%), hanya 1 ibu balita berusia >35 tahun (33.3%). UNICEF (2002) menyatakan
bahwa menunda kehamilan pertama sampai dengan usia 20 tahun akan menjamin kehamilan
dan kelahiran lebih aman serta mengurangi risiko bayi lahir dengan berat badan rendah, dan
gizi kurang.[23] Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Asima (2011) menunjukkan bahwa
pendidikan ibu berhubungan secara positif dan signifikan terhadap status gizi balita berdasar
berat badan anak menurut umur (BB/U). Kenaikan berat badan dilaporkan bertambah 0,14 %
dengan adanya tambahan pendidikan ibu, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan status gizi balita.[25] Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator
sosial dalam masyarakat. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi
keluarga, juga berperan dalam penyusunan makan keluarga serta pengasuhan dan perawatan
anak.[26] Faktor lain yang dapat menjadi penyebab berat badan balita tidak naik adalah nafsu
makan anak yang tidak baik sehingga anak tidak mau menghabiskan makanan sesuai porsinya
dan kebiasaan jajan yang membuat balita terlebih dahulu kenyang dan tidak ingin
menghabiskan makanan. Anak usia balita memiliki emosional yang sensitif, mencari perhatian,
dan ingin mendapat perhatian berlebih, waktu makan yang tidak menyenangkan juga dapat
mempengaruhi balita dalam menghabiskan makanan sehari-hari.[27] Permasalahan makan bisa
juga terjadi karena anak meniru pola makan orang tuanya, seperti tidak suka sayur, suka pilih-
pilih makanan, bahkan yang mungkin sedang berdiet untuk menurunkan berat badan. Hal ini
secara tidak langsung akan berpengaruh pada perilaku makan anak.[28]

44
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 6 ibu balita memiliki nilai pretest
dengan kategori baik (8-10) (54.5%), sedangkan 5 ibu balita memiliki nilai pretest kategori
cukup (5-7) (45.5%). Pada penelitian ini juga didapatkan adanya hubungan bermakna antara
peningkatan pengetahuan ibu balita terhadap gizi balita terhadap kenaikan berat badan balita
(p=0.05). Hal ini sesuai dengan penelitian Tantejo (2014) yang menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita (p=0.047).[31]
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat
gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan
cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana
hidup sehat.[29] Pe ngetahuan tentang gizi dianggap sangat penting karena banyak masyarakat
tidak mengetahui bahwa makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tidak selalu makanan yang
mahal. Masyarakat harus mengetahui bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi dengan
mengkonsumsi pangan yang sesuai dengan tingkat pendapatan mereka.[30]

Pada penelitian ini sebagian besar ibu merupakan ibu rumah tangga (90.9%), hanya 1
ibu balita yang memiliki pekerjaan sebagai buruh (9.1%). Partisipasi tenaga kerja wanita
berhubungan langsung dengan reduksi waktu yang disediakan untuk menyusui anak dan
merawat anak. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di
sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak terutama dalam
menjaga asupan gizi balita.[25]

45
BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh peningkatan pengetahuan ibu
balita tentang status gizi dan pemberian makanan tambahan terhadap kenaikan berat
badan balita di Posyandu Dahlia I, Desa Kamurang, Cikalongkulon, maka didapatkan
kesimpulan: terdapat kenaikan berat badan balita sebelum dan sesudah peningkatan
pengetahuan ibu balita tentang status gizi dan pemberian makanan tambahan sebesar
0.3909 kilogram.

5.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini Puskesmas dapat meningkatkan
program menurunkan angka gizi kurang di wilayah Cikalongkulon melalui
program pemberian makanan tambahan pemulihan dan penyuluhan kepada ibu
balita mengenai gizi secara berkala.
b. Diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan skrining kepada balita berisiko
sebagai upaya penanggulangan kejadian gizi kurang pada balita.
c. Diharapakan Puskesmas dapat mengupayakan peningkatan penggunaan KB
untuk menciptakan jumlah keluarga ideal .
2. Bagi masyarakat
a. Diharapkan dapat melakukan pemeriksaan posyandu berkala khususnya bagi ibu
– ibu yang memiliki anak balita agar dapat memantau pertumbuhan dan
perkembangan anaknya secara rutin.
b. Diharapkan dapat lebih mengenal tanda-tanda balita gizi kurang pada balita
sehingga dapat melaporkan kepada kader atau bidan
c. Diharapkan dapat lebih mengetahui makanan gizi seimbang bagi balita agar
pertumbuhan dan perkembangannya dapat berjalan dengan baik
3. Bagi lintas sektoral
a. Diharapkan dapat dilakukan pelatihan bagi masyarakat dengan latar pendidikan
kurang sehingga dapat menambah pendapatan keluarga.
4. Bagi peneliti lain
a. Diharapkan dapat melalukan penelitian terkait dengan faktor – faktor lain yang
menyebabkan terjadinya gizi kurang pada balita.

5.3 Kendala

Terdapat beberapa kendala saat penelitian ini berlangsung diantaranya:

1. Masih terdapat ibu balita yang belum memiliki KMS sehingga kurangnya
pemantauan status gizi balita.
2. Terbatasnya dana peneliti sehingga pemberian makanan tambahan hanya dilakukan
selama 3 hari.

47

Anda mungkin juga menyukai