Anda di halaman 1dari 14

REFRESHING

“BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA”

STASE BEDAH

Disusun Oleh :
ELFA ZUNITA
2008730062

Pembimbing :
dr. Asep Tajul, Sp. B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR

JAWA BARAT

2011
PENAMBAHAN DAN JAWABAN PERTANYAAN

1. Gambar dari Zona anatomi pada prostat?


2. Fisiologi dari prostat?
3. Etiologi benign prostate hyperplasia?
4. Singkatan dari IPSS ?
5. Pentalaksaan dari BPH?
6. Indikasi operasi?
7. Kapan TURP dilakukan
8. Komplikasi dari TIRP?
9. Mengapa pada TURP terdapat komplikasi salah satunya adalah terjadi hiponatremi?
10. Mengapa terjadi gangguan penglihatan pada manifestasi klinik dari TURP?
11. Kompetensi dokter dalam menangani kasus BPH?
12. Penanganan BPH berdasarkan IPPS?
JAWABAN

1. Zona anatomi pada prostat

 Zona perifer tercatat 70% dari keseluruhan prostat pada dewasa muda

 Zona central tercatat 25 %

 Zona transisi tercacat 5 %

2. Fisiologi dari prostat


Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung
asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan pada semen pada waktu ejakulasi.
Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi , secret yang berasal dari banyak
kelenjar diperas masuk ke urethra pars prostatica. Sekret prostat bersifat alkalis dan
membantu menetralkan suasana asam di dalam vagina.

3. Etiologi benign prostate hyperplasia


Belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan bisa multifactor dan control
dari endokrin. Pada penelitian laboratorium dan penelitian klinis mengidentifikasi 2
faktor yang mendukung pertumbuhan BPH, yaitu dihidrotestosteron (DHT) dan penuaan.
(McConnell, 1995). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya ketidakseimbangan
antara estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, 4)
berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.

a) TEORI DIHIDROTESTOSTERON
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalan sel
prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,
hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.

b) KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA ESTROGEN – TESTOSTERON


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas
sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah,
meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron
menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga massa prostat jadi lebih besar.

c) INTERAKSI SEL STROMA DAN EPITEL


Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator (grwoth
factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-
sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.

d) BERKURANGNYA KEMATIAN SEL PROSTAT


Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.

e) TEORI SEL STEM


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya
aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.

4. Singkatan dari IPSS


International prostate symptom scores

5. Penatalaksaan dari BPH


Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun
atau hanya dengan nasehat dan konsultas saja. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat
adalah (1) memperbaiki keluhan miksi (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi
obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5)
mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan (6) mencegah progresifitas penyakit.

Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Obsevasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull waiting  α adrenergik inhibitor  Prostatektomi  TUBD


 α reduktase inhibitor terbuka  TUMT
 Fitoterapi  TURP  Stent Uretra
 TUIP  TUNA
 TULP
 Elektro
vaparosasi

Watchfull waiting

Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya :

a. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam


b. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat)
c. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
d. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
e. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek, perlu dipikirkan memilih terapi lain.

MEDIKAMENTOSA

Tujuan terapi ini adalah untuk :

a. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
intravesika dengan obat-obatan penghambat α-adrenergik (adrenergik α blocker)
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar
hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
c. Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang
mekanisme kerjanya belum terlalu jelas.

Penghambat reseptor adrenergik α

Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat


adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin,
yaitu penghambat alfa tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran
miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien
karena komplikasi sistemiknya, antara lain hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular
lain.

Diketemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi beberapa


penyulit yang diakibatkan oleh fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat
adrenergik-α1 ini adalah : Prazosin yang diberikan 2x/hari, Terazosin, Afluzosin dan
Doksazosin yang diberikan 1x/hari. Obat-obatan ini dilaporkan dapat memperbaiki
keluhan miksi dan laju pancaran urine.

Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik-α-1A,


yaitu Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat dan obat ini dilaporkan
mampu memperbaiki keluhan pancaran miksi tanpa menimbulkan kardiovaskuler.

Penghambat 5α-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosterone
(DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5α-reduktase didalam sel-sel prostat.

Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun.

Dilaporkan bahwa pemberian obat ini, Finasteride 5mg/hari yang diberikan 1x setelah
enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%.

Fitofarmako

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki


gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti- estrogen, anti-androgen, menurunkan
kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor
(bFGF) dan epidermal growth factor (IGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek anti-inflammasi, menurunkan outflow resistance dan memperkecil volume prostat.

Diantara fioterapi yang banyak digunakan adalah: Pygeum africanum, Serenoa


repens, Hypaxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

OPERASI

Pembedahan

Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang saat ini yang pa;ing baik adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka
waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi

Pembedahan terbuka

Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu
melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika. Freyer melalui
pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan
yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif dan efisien sebagai terapi
BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal
(Freyer) atau retropubik infravesikel (Millin). Dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100
gr).

Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia urine
(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%) dan kontarktor leher buli-buli (3-5%)

Pembedahan endourologi

Saat ini tindakan TURP (Trans Uretral Recection Prostat) merupakan operasi yang paling
banyak dilakukan di seluruh dunia. Disenangi karena tidak memerlukan insisi pada kulit perut,
massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan operasi
terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik
TURP atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP),
insisi (TUIP), atau evaporasi.

TURP (Transuretral Resection of the Prostate)

Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan


(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi
hantaran listrik saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O
steril (aquades).

Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Metode ini digunakan pada pasien dengan pembesaran prostat yang tidak terlalu besar
dan umur relatif muda.

Tindakan invasif minimal

Selain tindakan invasif seperti yang diatas, saat ini sedang dikembangkan tindakan
invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap
pembedahan. Tindakan invasif minimal itu diantaranya adalah:
 Thermoterapi, Metode ini menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan melalui
kateter transuretral (melalui saluran kemih bagian bawah). Namun terapi ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keefektivitasannya.

 TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostate), TUNA termasuk dalam teknik
minimal invasif yang biasa digunakan pada pasien yang gagal dengan pengobatan
medikamentosa, pasien yang tidak tertarik pada pengobatan medikamentosa, atau tidak
bersedia untuk tindakan TURP. Teknik ini menggunakan kateter uretra yang didesain
khusus dengan jarum yang menghantarkan gelombang radio yang panas sampai mencapai
100oC di ujungnya sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan prostat. Pasien
dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari 60 gram adalah pasien yang
ideal untuk tindakan TUNA ini.
Kelebihan teknik TUNA dibanding dengan TURP antara lain pasien hanya perlu
diberi anestesi lokal. Selain itu angka kekambuhan dan kematian TUNA lebih rendah dari
TURP.

 Pemasangan stent (prostacath), Alat ini dapat bertujuan untuk membuat saluran kemih
tetap terbuka. Setelah 4-6 bulan alat ini biasanya akan tertutup sel epitel. Biasanya
digunakan pada pasien dengan usia harapan hidup yang minimum dan pasien yang tidak
cocok untuk menjalani operasi pembedahan maupun anestesi. Saat ini metode ini sudah
jarang dipakai.

 Dilatasi dengan balon ( TUBD, Transurethrat Balooning Dilatation)


Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat
dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada
pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang
jarang digunakan.

6. Pembedahan mempunyai indikasi pada pasien BPH dengan:



Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

Mengalami retensi urine, > 2 x

Infeksi saluran kemih yang berulang

Hematuria > 2 x

Gagal ginjal

Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah

Score symptom : sedang sampai berat

7. Kapan TURP

Pembedahan transurethral resection of the prostate dilakukan jika pasien dengan


gejala sumbatan yang menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati
dengan terapi obat lagi.

8. Komplikasi dari TURP?

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan
impotensi.

9. Mengapa pada TURP terdapat komplikasi salah satunya adalah terjadi hiponatremi?

Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan


(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, sehingga larutan ionic dalam tubuh
menjadi lebih encer.

10. Mengapa terjadi gangguan penglihatan pada manifestasi klinik dari TURP?

Karena concentrasi serum sodium kurang dari 125 mEq/dL

11. Kompetensi dokter dalam menangani kasus BPH?

Dokter dapat melakukan pemeriksaan colok dubur untuk meraba apakah prostat kita
membesar atau tidak. Pemeriksaan laboratorium darah dan air seni dapat dilakukan untuk
melihat apakah ada infeksi. Untuk melihat fungsi ginjal, dapat diperiksa kadar ureum,
kreatinin, dan elektrolit darah.
Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) bersifat pilihan, akan tetapi banyak
dokter melakukannya sebagai salah satu pemeriksaan awal.
Jika gejala masih ringan, sebaiknya dilakukan pengamatan lebih lanjut. Pada keadaan
tidak dapat buang air kecil (berarti sumbatan sudah total), maka pertolongan pertama yang
dilakukan adalah pemasangan kateter. Jika upaya pemasangan kateter ini gagal, maka dapat
dilakukan tindakan operasi.
12. Penanganan BPH berdasarkan IPPS?

Lower Urinary Track Symptom (LUTS)

”Lower Urinary Track Symptom” terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti
terlihat pada tabel di bawah.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International
Prostatic Symptom Score (I-PSS).

OBSTRUKSI IRITASI
 Hesitansi  Frekuensi (Anyang-anyangan)
 Pancaran miksi lemah  Nokturia (Sering kencing malam hari)
 Intermitensi (Kencing tiba-tiba berhenti  Urgensi (Merasa ingin kencing yang
dan lancar kembali) tidak bisa ditahan)
 Miksi tidak puas  Disuria (Rasa tidak enak saat kencing)
 Terminal dribbling (Menetes setelah
miksi)

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan
keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu
dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, (1) Ringan : 0 -7 – Watchfull waiting, (2)
Sedang : 8 - 19 – Medikamentosa, (3) Berat : 20 - 35 – Operasi. Timbulnya gejala LUTS
merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat,
otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya
didahului oleh beberapa faktor pencetus antara lain : (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh
yaitu pada cuaca dingin,menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alkoholo, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain :
golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Presti JC. Smith’s General Urology, in Neoplasm of The Prostate Gland. 16th edition.
USA : Lange Medical Books/McGraw-Hill Company, 2004.
2. Schwartz.Manual of Surgery,in Urology, Benign Prostatic Hyperplasia.Mc Graw Hills
Companies. 2006.
3. Sobiston. Benign Prostatic Hyperplasia in Text Book of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice. Elsevier Incr. 2008.
4. Ilmu kedokteran Bedah, buku digital. Pembesaran prostat jinak. 2010

Anda mungkin juga menyukai