Anda di halaman 1dari 37

 Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus

terbalik yang dilapisi oleh kapsul


fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior
vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal
uretra (uretra pars prostatika) dan berada
disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis
ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling
jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.12
 Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
 lobus medius
 lobus lateralis (2 lobus)
 lobus anterior
 lobus posterior 8,12
 Kelenjar prostate menyekresi cairan encer, seperti susu, yang
mengandung ion sitrat, kalsium,ion fosfat, enzim pembeku, dan
profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat
berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga
cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat
menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit
basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu
keberhasilan fertilisasa ovum, karena cairan vas deferens relatif
asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme
sperma, dan sebagai akibat, akan menghambat fertilisasi sperma.
Juga, secret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4,0). Sperma
tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat
kira-kira 6 sampai 6,5. Akibatnya, merupakan suatu
kemungkinan bahwa cairan prostate menetralkan sifat asam dari
cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas
dan fertilitas sperma.    
 BPH adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat
jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri
melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami
laki-laki berusia diatas 50 tahun
 1/3 dari laki-laki berumur diatas 50 tahun
 BPH secara histologi 90% terdapat pada pria
berumur diatas 85 tahun.
 45% terjadi laki-laki berumur 46 tahun
 Meningkat 24% pada pria diatas 80 tahun
Beberapa teori berdasarkan faktor histologi,
hormon, dan faktor pertambahan usia, yaitu:
 Teori DHT (dehidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan
enzim 5-α reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang
pertumbuhan kelenjar prostat.
 Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma
untuk merangsang pertumbuhan epitel.
 Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel
aplifying. Sel aplifiying akan berkembang menjadi sel transit yang
tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya
androgen ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal.
 Teori growth factor
› Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma dibawah
pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis
growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF)
dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth
factor β (TGF β), akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan akan
menghasilkan pembesaran prostat. Peranan dari growth factor
ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming,
dan1, transforming growth factor growth factor,
transforming growth factor epidermal growth factor.
 Teori Hormonal
› Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas
dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga
terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain
androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan
untuk terjadinya BPH.
 Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat
karena berkuramgnya sel yang mati
 Perubahan paling awal pada BPH adalah di
kelenjar periuretra sekitar verumontanum:
› Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul
fibromuskuler, nodul asinar atau nodul campuran
fibroadenomatosa.
› Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau
campuran dengan hiperplasia stroma. Kelenjar-
kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar
cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses
keganasan.
 BPH adalah perbesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang
berkorelasi dengan pertambahan umur. Perubahan yang terjadi
berjalan lambat dan perbesaran ini bersifat lunak dan tidak
memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam banyak hal
dengan berbagai faktor pembesaran ini menekan uretra
sedemikian rupa sehingga dapat terjadi sumbatan partial ataupun
komplit.  
 Penurunan kadar serum testosteron, dan kadar estrogen
meningkat. Juga terdapat teori bahwa rasio estrogen/androgen
yang lebih tinggi akan merangsang hyperplasia jaringan prostat.
Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen
dan elastin di antara otot polos yang berakibat melemahnya
kontraksi otot. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan
neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot
detrusor tidak stabil.  
 Usia tua
 Merokok
 Aktivitas fisik yang kurang
 PSA tinggi (antigen spesifik prostat)
 Obstruksi pada uretra dan kehilangan fungsi vesica
urinaria menyebabkan pengosongan vesica urinaria
tidak sempurna.
 Hesistansi, aliran dan pancaran urin lemah
 Urgensi, urin keluar hanya menetes atau bocor
 Sering berkemih terutama saat malam (nocturia)
 Retensi urin dan incontinence karena overflow
 Intermiten
 Frekuensi
 Unge incontinence (sulit menahan kencing)
 Obstruksi. Manifestasi klinis berupa obstruksi pada
penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor
yaitu volume kelenjar periuretral, elastisitas leher vesika,
otot polos prostat dan kapsul prostat, kekuatan kontraksi
otot detrusor.
 Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica
urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh., gejalanya ialah:
› Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
› Nokturia
› Miksi sulit ditahan (Urgency)
› Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)
 Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut
sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat
gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50
ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50
ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan
saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml 7
Watchful Waiting
 Watchful waiting dilakukan pada penderita
dengan keluhan ringan.Tindakan yang
dilakukan adalah observasi saja tanpa
pengobatan.
Terapi Medikamentosa. Pilihan terapi non-bedah adalah
pengobatan dengan obat (medikamentosa).
› Alpha adrenergic blocker untuk menghambat efek sinapsis
postgenglionik pada otot polos dan kelenjar exokrin.
 Phenoxybenzamine (Dibenzyline) 10 mg per oral.
 Prazosin (Minipress) 2 mg per oral
 Alfuzosin (UroXatral) 2,5 mg per oral
 Indoramin 20 mg per oral
 Terazosin (Hytrin) 1-5 mg peroral; bisa dititrasi dengan dosis
maksimal 10 mg berdasarkan tolerabilitas dan perkembangan
gejala.may titrate to maximal dose of 10 mg based on tolerability and
symptomatic improvement
 Doxazosin (Cardura) 1 mg per oral
 Tamsulosin (Flomax) 0,4 ma per oral pada awalmya kemudian
ditingkatkan menjadi 0,8 mg per oral.
› 5-alpha reduktase inhibitors untuk menghampat
konversi testosteron menjadi DHT, menyebabkan
kadar DHT menjadi turun, yang dapat mengurangi
ukuran prostat.
 Finasteride (Proscar) 5 mg per oral
 Dutasteride (Avodart) 0,5 mg per oral
Terapi Bedah Konvensional (Open
simple prostatectomy)
› Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila
ukuran prostat terlalu besar, di atas 100g, atau bila
disertai divertikulum atau batu buli-buli.
Terapi Invasif Minimal
› Transurethral resection of the prostate (TUR-P) Menghilangkan
bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi
dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
› Transurethral incision of the prostate (TUIP) Dilakukan terhadap
penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran
prostat kecil.
› Terapi laser
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced
prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan
bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser
ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser
therapy.
 Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat
membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat.
Salah satunya adalah suplemen yang kandungan
utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian,
saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang
bersama-sama dengan hormon androgen dapat
menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang
berperan dalam proses pengubahan hormon
testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab
BPH). Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah
besar. 
 Stadium I, pada stadium ini biasanya belum
memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan
obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan,
tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak
dianjurkan untuk pemakaian lama.

 b. Stadium II, pada stadium II merupakan indikasi


untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
 Stadium III, pada stadium II reseksi endoskopi
dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat
sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan
perineal.
 d. Stadium IV, pada stadium IV yang harus dilakukan
adalah membebaskan penderita dari retensi urin total
dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi
diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.

 Pada penderita yang keadaan umumnya tidak


memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan
pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif
adalah dengan memberikan obat anti androgen yang
menekan produksi LH.
 Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga
kesehatan prostat di antaranya adalah :
 Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam
mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10%
kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat.
 Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ
tubuh lain tidak terlalu berat.
 Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu
melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
 L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem
penghantaran rangsangan ke susunan syaraf pusat.
 Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan
kualitas sperma.
 Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat
diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya
cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat. Menurut
penelitian, kanker prostat merupakan kanker
pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-
paru. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan
berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita. 
 Hemoragi
 Pembentukan bekuan
 Obstruksi kateter
 Disfungsi seksual
 Impotensi
 Retensi urin
 Insufiensi ginjal
 Infeksi traktus urinarius berulang
 Hematuria
 Kalkuli pada vesica urinaria
 Gagal ginjal dan uremia
 Refluks vesico uretet
 Hidroureter
 Hidronefrosis
 Keluhan Utama : nyeri, tidak bisa berkemih,
perubahan pola berkemih, kencing tidak lampias,
BAK terasa nyeri, disertai darah
 RPS: kembangkan dari keluhan utama
 RPD : riwayat hospitalisasi, pembedahan
 1)Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik,
pembedahan.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
Keterbatasan
lingkungan, peralatan terapi.
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
trauma,
pembedahan
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan). PT EGC: Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC:
Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC: Jakarta.
Hardjowidjoto S. (1999). Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press:
Surabaya
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan).Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai