Anda di halaman 1dari 14

1.

Hipertrofi Prostat Benigna (BPH)

Definisi

Hipertrofi prostat benigna (BPH) adalah kelainan histologis yang khas ditandai dengan
proliferasi sel-sel prostat. Akumulasi sel-sel dan pembesaian kelenjar merupakan hasil dari
proliferasi sel epitel dan stroma prostat. BPH dalah bagian dari proses umur yang normal
pada laki-laki dan secara hormonal tergantung dari produksi hormon testosteron dan
dehidrotestosteron (DHT).

Patogenesis

Penumpukan Dehidrotestosteron (DHT) dalam kelenjar prostat menjadi mediator


terjadinya hiperplasia prostat. Testosteron, andogen yang terbesar dalam sirkulasi,
menyebar ke seluruh sel prostat, dan predominan berubah menjadi DHT oleh enzim 5-alfa

reduktase. Hampir 90% testosteron dalam prostat berasal dari testis dan sisanya dari
kelenjar adrenal. Testosteron dan DHT berikatan dengan reseptor androgen dan hasilnya
meningkatkan biosintesis protein dan hiperplasia. Dengan demikian hiperplasia prostat

tergantung secara Iangsung dari rangsangan androgen. Obstruksi prostat terdiri dari 2
elemen yaitu komponen statis dan dinamis. Komponen statis berhubungan dengan

pembesaran kelenjar prostat, yang membutuhkan adanya DHT. Komponen dinamis berasal

dari tonus otot polos prostat dan dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis. Kontraksi otot
polos uretra, prostat dan leher kandung kemih merupakan kontribusi gejala hiperplasia
prostat, sehingga alfa -1 adrenergik antagonis selektif dapat digunakan sebagai terapi.

Teori lain terjadinya hiperplasia prostat yaitu :

1) Teori hormonal : kenaikan DHT dalam sel prostat akan merangsang pertumbuhan sel.
perkembangan dan stabilitas prostat normal tergantung fungsi androgen- signoling axis

yang meliputi komponen : a) sintesis testosteron di testis dan kelenjar adrenal, b)


konversi testosteron menjadi DHT, c) transport DHT ke target jaringan, d) ikatan DHT
dengan reseptor androgen dengan konsekuensi terjadi modulasi gene.

2) Teori sel punca (stem cell), yaitu dengan reaktivasi sel punca dan pembesaran prostat
benigna. Teori sel punca menyatakan bahwa terjadinya proliferasi sel pada hyperplasia
prostat merupakan akibat ketidaktepatan aktivitas sel punca sehingga terjadi produksi
yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.
3) Teori berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis), yang menyebabkan jumlah sel-
sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
4) Teori interaksi stroma-epitelial oleh faktor pertumbuhan yang merangsang proliferasi
sel. Menurut teori ini mekanisme terjadinya hyperplasia prostat pada orang tua adalah
akumulasi sel epitel senescence yang mengekspresikan lL-1 alfa yang menyebabkan
kenaikan sekresi FGFT dan proliferasi non senescence epitelial. Teori faktor inlamasi
dan sindrom metabolik: bukti terkini menunjukan bahwa hyperplasia prostat
adalahsuatuimmuneinflommotorydisease.Inflamasi dimulai dengan rangsangan yang
menciptakan suatu lingkungan proinflamasi didalam kelenjar prostat. Teori ini telah
dikonfirmasi dengan studi beberapa otopsi klinis yang menggambarkan hubungan
yang signifikan antara inflamasi dengan berat dan progresivitas hyperplasia prostat.
Dengan basis data yang ada maka pengelolaan hyperplasia prostat berdasa r i nflamasi
menjad i penti ng.Sindrom metabolik yang terdiri dari Diabetes Mellitus type2,
hipertensi, obesitas dan hig-density lipoprotein cholesterol (HDL-C) rendah
merupakan faktor risiko terjadinya hyperplasia prostat .

Patofisiologi
Pembesaran prcistat tergantung potensi DHT. Dalam kelenjar prostat 5-alfa-reduktase tipe
2 merubah testosteron menjadi DHT yang bekerja lokal dan menyebakan hiperplasia
prostat. Pada penelitian invitro reseptor alfa-1 adrenergik terdapat di otot polos stroma,
kapsul prostat, dan leher kandung kemih. Rangsangan pada reseptor-2 ini akan
meningkatkan tonus otot polos yang dapat memperburuk gejala traktus urinarius bawah,
sebaliknya bila dihambat akan menyebabkan relaksasi dan memperbaiki gejala traktus
urinarius.bawah . Secara mikroskopis, pembesaran prostat merupakan proses hiperplasia,
yang akan menekan aliran urin dalam kandung kemih, dan akhirnya akan menlmbulkan
manifestasi klinik. Teori tradisional mengatakan,hiperplasia prostat adalah pembesaran
prostat yang mengelilingi dan menekan uretra, sehingga terjadi obstruksi dan menyebabkan
disfungsi kandung kemih, yang pada akhirnya menimbulkan gejala pada traktus urinarius
bagian bawah. Peningkatan sensitivitas otot detrusoti volume urin yang sedikit dalam
kandung kemih, diyakini sebagai kontributor terjadinya pening katan frekuensi berkemih
dan gejala traktus urinarius bagian bawah,lainnya. Kandung kernih secara bertahap akan
bertambah lemah dan kehilangan kesanggupan mengeluarkan/mengosongkan urin secara
sempurna, akibatnya dapat terjadi peningkatan residu urin dan retensi urin akut ataupun
kronik. Fungsi utama kelenjar prostat adalah mensekresi cairan alkali yang terdiri dari
hampir 70% volume seminal, yang berguna untuk lubrikasi dan nutrisi sperma. Saat
ejakulasi, cairan ini akan menyebabkan pengenceran seminal dan membantu menetralisasi
lingkungan asam vagina. Obstruksi saluran keluar dari kandung kemih akan menyebakan
hipertrofi otot detrussor dan penebalan kandung kemih akibat peningkatan beban melawan
resistensijalan keluar. Dalam kondisi normal, pengosongan kandung kemih terjadi dengan

tekanan detrussor dibawah 30 cmH2O dan maksimal peak flow rate lebih dari 25 cc/detik.
Pada fase awal obstruksi saluran keluar, flow rote dipertahankan dengan peningkatan

tekanan pengosongan, sehingga terjadi kompensasi hipertrofi. Pada obstruksi lebih lanjut,
tekanan detrussor meningkat lebih tinggi dan flow rote turun dengan sejumlah besar residu
urin dalam kandung kemih. Otot detrussor diganti dengan jaringan fibrosis, sehingga
menjadi lemah dan mengalami penurunan tonisitas . Pada fase akhir, terjadi dekompensasi
hipertrofi dan kerusakan kandung kemih menjadi irreversible Akibat adanya penebalan

dinding kandung kemih, selain terjadi peningkatan tekanan detrussor, terjadi juga
pembentukan trabekula,soccule dan divertikel pada kandung kemih. Jika obstruksi tidak
bisa diperbaiki dengan terapi medik maka perlu tindakan operatif (TURP)

Gejala dan Tanda Klinis

Geiala Klinis
Gejala klinis hiperplasia prostat dapat dibagi dalam 2 keluhan yaitu karena gejala obstruksi
dan iritasi. Keluhan karena obstruksi antara lain berupa penurunan kekuatan dan besarnya
aliran urin, perasaan pengosongan urin dari kandung kemih yang tak tuntas, double
voiding, strining urinate dan post-void dribbling. Sedangkan gejala iritasi antara lain
urgency, peningkatan frekuensi berkernih, dan nokturia. The American Urological
Association membuat sistem skor untuk menilai berat ringanya gejala obstruksi dan iritasi.

Sistem skor ini terdiri dari pertanyaan dan masing-masing pertanyaan memiliki skor" 0-5,
sehingga nilai keseluruhan berkisar antara 0-35. Skor 0-7 menunjukkan keluhan ringan,
skor 8-19 menunjukan keluhan sedang, dan skor 20-35 menunjukkan keluhan berat.

Tanda KIinis

Tanda klinis hiperplasia prostat biasanya ditemukann dengan pemeriksaan fisik colok
dubur; dan pemeriksaan neurologi pada semua pasien. Ukuran dan konsistensi prostat
dapat dicatat, bahkan ukurannya bisa ditentukan dengan colok dubur. Tidak ada korelasi
antara heratnya gejala dengan beratnya obstruksi. Hiperplasia prostat benigna biasanya
teraba halus, lunak dan elastis. Bila seorang dokter curiga adanya keganasan maka evaluasi
lebih lanjut dengan pemeriksaan PSA (prostat specific antigen) ultrasonografi (USG) dan
biopsi.

Diagnosis

Diagnosis hiperplasia prostat benigna ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik (termasuk pemeriksaan colok dubur) dan pemeriksaan pununjang yang meliputi
pemeriksaan laboratorium, urodinamik, maupun ultrasonografi. Evaluasi dengan
menggunakan Americon Urologicol Assosiotion Symptoms Score Questionnoire (BPH
index) juga diperlukan.

Riwayat Penyakit

Riwayat perjalanan penyakit biasanya merupakan dasar untuk mendiagnosis penyakit


hiperplasia prostat, seperti mulai dan lamanya gejala timbul, riwayat seksual, kebugaran
karena intervesi pembedahan, beratnya gejala atau bagaimana mereka mempertahankan
kualitas hidupnya, pengobatan, dan usaha pengobatan sebelumnya. Gejala penyakit lain
yang memberikan gambaran mirip hiperplasia prostat juga penting untuk diketahui, untuk
menyingkirkan penyebab lain dari gejala traktus urinarius bagian bawah. Bila sudah terjadi
pembesaran prostat tentu akan menyebabkan gejala klinis yang nyata antara lain :
peningkatan frekuensi berkemih, urinary, urgency, hesitancy, incomplete bladder
emptying, stroining, decreosed force streom dan dribbling. Riwayat seksual sangat penting,
karena berdasarkan studi epidemiologi, gejala traktus urinarius bagian bawah merupakan
faktor risiko independen dari disfungsi ereksi dan disfungsi ejakulasi

Colok Dubur (Digital Rectal Examination).

Prosedur pemeriksaan colok dubur biasanya dilakukan dokter dengan memasukkanjari


yang terbungkus sarung tangan dan dioles gel ke dalam rektum untuk meraba permukaan
kelenjar prostat melalui dinding rektum, menentukan ukuran, bentuk dan konsistensi
kelenjar. Prostat yang normal akan teraba lunak, sedangkan pada keganasan akan teraba
keras, kadang seperti batu dan sering tak teratur., Bila prosta teraba membesar dan terasa
tak normal, pelu dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lain

American Urological Association Symptom Score Questionere (AUA Symptom lndex)


Penderita harus jujur menjawab pertanyaan yanq ada pada AUA Symptom lndex. Skor 0-7
menunjukkan gejala ringan, 8-19 menunjukkan gejala sedang, dan 20-35 menunjukkan
gejala berat.

Pemeriksaan Prostot Spesific Antigen (PSA) dan Prostatic Acid Phosphofose (PAP)

Tes ini dilakukan dengan menentukan kadar PSA dalam darah, dan PAP pada penderita
HPB PSA adalah antige,n spesifik yang dihasilkan oleh sel kapsul prostat (membran yang
meliputi prostat) dan kelenjar periuretral. Peningkatan kadar PSA menunjukkan
pembesaran kelenjar prostat atau prostatitis, dan juga dapat menentukan perkiraan ukuran
dan berat prostat. Kadar PSA normal adalah kurang dari 4 ng/ml.Kadar PSA 4-10 ng/ml
menunjukkan pembesaran ringan, kadar 10- 20 ng/ml menunjukkan pembesaran sedang
dan 20-35 ng/ml menunjukkan pembesaran berat. Seseorang yang mempunyai kadar PSA
ringan biasanya masih normal

atau bukan keganasan. Bila kadarnya sedang dan berat biasanya keganasan prostat.

Hasil pemeriksaan PSA dapat menghasilkan positif palsu bila kadar PSA naik tetapi tak
ada gejala keganasan, sedangkan hasil negatif palsu terjadi bila kadar PSA normal tetapi
terdapat keganasan prostat. Pada keadaan tersebut di atas, maka harus dilakukan biopsi.
Dalam darah, terdapat 2 macam PSA, yaitu yang bebas dan yang terikat dengan protein.
Beberapa studi menunjukkan bahwa sel ganas banyak menghailkan PSAterikat protein,
karenanya bila dalam darah kadar PSA bebas lebih sedikit berarti ada keganasan
sedangkan bila kadar PSA bebas yang tinggi menunjukkan PHB atau prostatitis.

Pemeriksaan Urodinamik

Pemeriksaan urodinamik digunakan untuk mengukur volume dan tekanan urin di dalam
kandung kemih dan untuk mengevaluasi aliran urin. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mendiagnosis gangguan sfingter intrinsik dan menentukan tipe inkontinensia seperti
overflow, urgency atau inkontinensia total

Uroflowmetry

Pemeriksaan sederhana untuk mencatat aliran urin, menentukan kecepatan dan


kesempurnaan kandung kemih dalam mengosongkan urin dan untuk mengevaluasi
obstruksi. Penurunan kecepatan aliran menunjukkan adanya hiperplasia prostat.

Ultrasonografi (USG) Rektal

Pemeriksaan USG rektal sering dilakukan untuk menentukan keganasan maupun kelainan
lainnya dari kelenjar prostat. Caranya dengan memasukkan langsung probe USG ke dalam
rektum dan melihat gambaran prostat di layar monitor.

Sistoskopi
Sistoskopi dilakukan untuk melihat keadaan uretra dan kandung kemih dengan jalan
memasukkan alat cystoscope ke dalam uretra dan kandung kemih. Test ini dapat
menentukan ukuran kelenjar prostat dan dapat mengidentifikasi lokasi dan tingkatan
obstruksinya.

Urinalisis

Urinalisis dapat menunjukkan adanya infeksi atau kondisi lain yang sangat mendukung
diagnosis maupun komplikasi dari hiperplasia prostat

Pemeriksaan fungsi ginjal.

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan adakah gangguan fungsi ginjal akibat
obstruksi karena hiperplasia prostat

Klasifikasi

World Health Organization (WHO) membuat pedoman untuk melakukan pemantauan


berkala derajat gangguan berkemih dan sekaligus menentukan terapi, WHO PSS (WHO
Prostate symptom score). Terapi non bedah dianjurkan bila selama pengamatan WHO PSS
di bawah 15. Apabila dalam pemantauan didapatkan PSS lebih dari 25 atau bila timbul
gejala obstruksi, dianjurkan untuk melakukan terapi pembedahan.

Di dalam praktek, klasifikasi derajat hiperplasia prostat digunakan untuk menentukan


terapi. Hiperplasia prostat derajat I biasanya belum memerlukan tindakan bedah dan dapat
diberikan terapi konservatif misal dengan penghambat adrenoreseptor alfazosin seperti
prazosin dan.terazosin. Hiperplasia prostat derajat II merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (tronsurethrol
of prostat = TURP). Namun, kadangkala, pada derajat ini dapat dicoba dengan terapi
konservatif dulu. Pada hiperplasia prostat derajat III, tindakan TURP dapat dikerjakan oleh
ahli bedah. Namun, apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak
akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan operasi terbuka, kemudia prostat
dienuklease dari dalam simpalnya. Pada hyperplasia prostat derajat IV, Tindakan pertama
yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan
memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan Iebih lanjut untuk
melengkapi diagnosis, kemudian dilakukan terapi definitif dengan TURP atau
pembedahan.

Penatalaksanaan

Di bawah ini gambaran algoritme penatalaksanaan hiperplasi prostat secara umum


Terapi Observasi (Watchful waiting)

Beberapa studi melaporkan terjadinya resolusi spontan dan pengurangan secara signifikan

pada beberapa pria yang mengalami hiperplasia prostat, sedangkan studi lainnya
melaporkan terjadinya progresivitas dan komplikasi yang semakin nyata. Untuk itulah,
pada penderita hiperplasia prostat dengan skor AUA 0-7, terapi observasi merupakan
pilihan.

Terapi medik

1) Penghambat Alfa :

Penghambat Alfa bekerja dengan menghambat efek pelepasan noradrenalin endogen

pada otot polos sel prostat, sehingga menurunkan tonus prostat dan mengurangi
obstruksl saluran keluar kandung kemih. Penghambat adrenoreseptor Alfa-1A lebih
dominan dari pada alfa-1B, sehingga pengggunaan penggunaan penghambat alfa

selektif banyak digunakan.

Ada 4 jenis obat penghambat alfa di lndonesia yaitu : alfuzosin HCL (alfuzosin),

doxazosin mesylate (doxazosin), tamsulosin HCL (tamsulosin) dan terazosin HCL


(terazosin).

Manfaat: Bila dibandingkan secara langsung maupun tak langsung, ke- 4 obat tersebut

mempunyai manfaat yang hampir sama pada dosis yang sesuai. Terapi ini dapat

menurunkan gejala hingga 35-45% dan dapat meningkatkan moximum urinoy flow

rate (emax) hingga 20-25%..

Penggunaan praktis : Penghambat alfa merupakan obat lini pertama pada laki-laki
dengah gejala traktus urinarius bagian bawah. Frekuensi pemberian obat ini cukup satu

kali sehari. Untuk meminimalisasi efek samping, terapi menggunakan doxazosin dan
terazosin sebaiknya dilakukan dengan cara titrasi dosis, sedangkan untuk alfuzosin dan
tamsuzosin, hal tersebut tidak perlu dilakukan. Karena onset kerja yang cepat,
penghambat alfa dapat dipertimbangkan untuk penggunaan intermiten pada penderita
dengan gejala yang fluktuatif dan tidak membutuhkan terapi jangka panjang.

Efek samping yang sering terjadi adalah d'zziness dan hipotensi ortostatik
2) Penghambat 5 Alfa redukatse

Penghambat 5 Alfa reduktase bekerja dengan menghambat 5 alfa reduktase yang


merupakan enzim untuk mengubah testosterone menjadi DHT, sehingga diharapkan
dapat mengecilkan kelenjar prostat.

Ada 2 tipe yaitu :

a. Tipe 1: memiliki aktivitas predominan diluar kelenjar prostat (misal: kulit dan
hati).
b. Tipe 2: memiliki ekspresi dominan pada kelenjar prostat.

Dua jenis penghambatb 5 alfa reduktase yang direkomendasikan yaitu : Dutasteride


dengan dosis l kali 0,5 mglhari dan Finasteride dengan dosis 1 kali 5mg/hari. \

Manfaat terapi baru terlihat apabila terapi telah diberikan selama 6-12 bulan. Terapi

menggunakan obat ini dalam jangka waktu 2-4 tahun akan mengurangi gejala.saluran

kemih bagian bawah sebanyak 15-30%, penurunan volume prostat sekitr 18-25% dan
peningkatan Qmax bebas uroflowmetr sekitar 1,5 - 2,0 ml/detik.

Terapi dengan 5-alfa reduktase inhibitor hanya dipertimbangkan untuk pasien dengan

gejala saluran kemih bagian bawah dan pembesaran prostat. Karena efeknya yang
lambat, maka obat ini hanya cocok untuk terapi jangka panjang. Efek samping yang

terjadi antara lain penurunan libido, disfungsi ereksi, dan ganggua ejakulasi (walau
jarang) seperti ejakulasi retrogradq kegagalan ejakulasi atau penurunanvolume semsen
Ginekomastia dapat terjadi pada 1-2% penderita.

3) Fitofarmaka

Penggunaan fitofarmaka masih menjadi perdebatan. Komponen utama dari obat ini
adalah phytosterol, yang dari hasil studi invitro diperkirakan memiliki manfaat:
Memiliki efek anti inflammasi, antiandrogenik ataupun efek estrogenik.

 Menurunkan kadarsexual hormone bindfuq globulin (SHBG)


 Menghambat aromatase, lipoksigenase, factor pertumbuhan yang merangsang
proliferasi prostat, alfa adrenoreseptol 5-alfa reduktase, muscarinic
cholinoceptor, reseptor dihidropiridin atau reseptor viniloid.
 Memperbaiki fungsi detrusor
 Menetralkan radikal bebas.

Namun demikian studi invivo mengenai manfaat obat ini belum jelas, begitupula
dengan mekanisme kerjanya. Dari bermacam fitofarmaka, yang paling banyak
digunakan untuk terapi hiperplasia prostat adalah serenoa repens. Hasil uji klinis
(rondombed clinical friol) terkini mendapatkan bukti manfaat beta-sitos terol,suatu
ekstrak dari saw polmetto yang berisi beberapa fitosterol yang dapat menurukan gejala
traktus urinarius bagian bawah sampai 7,4 poin. Penelitian James Tacklind, dkk
terhadap 2053 penderita PHB juga menunjukkan hal yang sama.

4) Terapi Kombinasi

Obat yang sering digunakan sebagai terapi kombinasi adalah penghambat alfa dan
penghambat 5-alfa reduktase. Loper, dkk (1996) adalah peneliti pertama yang
menggunakan terapi kombinasi terazosin dan finasteride, sedangkan studi lain yang
dilakukan Roehrbom dkk (2008) menggunakan kombinasi tamsulosin dengan
dutasteride. Hasil studi MTOPS (Medical Theropy of Prostotic Symptom) dan
CombAT (Combination of Avodart dan Tamsulosin) menunjukkan bahwa terapi
kombinasi lebih superior dibandingkan monoterapi dalam mencegah progresivitas
penyakit berdasarkan kriteria IPSS. Dari kedua penelitian ini (MTOPS versus
CombAT) didapatkan adanya penurunan :

 Seluruh risiko progrssivitas penyakit 66% versus 44%


 Progresivitas gejala klinik 81% versus 41%
 Retensi urin akut 81% versus 68%.
 lnkontinensia urin 65%o versus 26%
 Pembedahan prostat 67% versus71%

Terapi kombinasi direkomendasikan pada penderita dengan gejala traktus urinarius


sedang dan berat, pembesaran prostat, dan penurunan Q max. Terapi kombinasi tidak
direkomendasikan untuk terapi jangka pendek (< 1 tahun)

5) Terapi Pembedahan konvensional

lndikasi pembedahan pada hiperplasia prostat adalah sebagai berikut:

 Tidak rnenunjukkan perbaikan dengan terapi medikamentosa


 Retensi urin
 lnfeksi saluran kemih berulang
 Hematuria
 Gagal ginjal
 Timbul batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah

Beberapa tindakan pembedahan yang dilakukan untuk terapi hiperplasia prostat antara
lain :

 Transurethral resection of the prostat (TURP)


 Transurethral incision of the prostat
 Open simple prostatectomy
 Laser therapy.
 Transurethral electrovoporization of the prostate.
 Hyperthermy
 Transurethral needle ablation of the prostate
 High-intensity focused ultrasound
 Intraurethral stents.
 Transurethral balloon dilation of the prostate

Anda mungkin juga menyukai