Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

DENGAN DIAGNOSA BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1:

NAMA:

ADE DWI AMEILIA

ARUM TRISNA AULINA

LENI WIDYASTUTI

YULI PUTERI ASTUTI

SRI MULYATI

RIANA ARYANTI

DESSY

NOPRIANSYAH

ERA MAYA SARI

GANDA RISYADI

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM II/SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hipertrofi prostat benigna atau pembesaran prostat jinak merupakan penyakit


pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. Prostat normal
pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas,
pada waktu itu ada peningkatan yang cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai
usia akhir 30.
Hipertrofi prostat benigna timb ul dalam jaringan kelenjar periurethral. Yang
terlibat tanpa fungsi penting prostat atau tanpa asal keganasan. Jaringan kelenjar
peruiretral meluas dan bagian prostat yang tertekan disebut kapsul bedah. Jaringan
hiperplastik bias terdiri dari dari satu di antara lima pola histology ;
stroma,fibromuskular,muscular,fibroadenomatosa.
Istilah hipertrofi sendiri sebenarnya kurang tepat karena sebenarnya yang
terjadi adalah hiperplasi kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan kemudian menjadi sampai bedah, kapsul bedah.
Hipertrofi prostat merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi
dijakarta dan merupakan kelaian kedua tersering setelah batu seluran kemih.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiawa diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit BPH ( benigna prostat hiperplasia).

2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori dari BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)
2. Untuk mengetahui konsep dasar askep teoritis pada pasien dengan BPH (Benina
Prostat Hyperplasia) dengan meliputu pengkajian, diagnose keperawatan dan
intervensi.

C. Manfaat
1. Secara aplikatif, makalah ini diharapkan dapat menambah pengatahuan dan
keterampilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
BPH (benigna prostat hyperplasia)
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan BPH ( benigna prostat hyperplasia)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Benigna BPH (prostat hyperplasia) adalah pembesaran atau hypertrofi jinak.
Kelenjar prostatnya mengalami perbesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran dengan menutupi orifisium uretra.
BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic
adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk yang prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.
Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang
disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.

B. Anatomi dan Fisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram.
Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional (Reynard J., 2006)
Kelenjar postat merupaka organ berkapsul yang terletak dibawah kandung kemih
dan ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus kandung kemih ini disebut uretra
pars prostatika. Lumen uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional
(Eroschenko., 2008).
C. Etiologi

Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan


perubahan hormon. Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan kadar
estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen /androgen yang
lebih tinggi akan merangsang hyperplasia jaringan prostat.
Referensi lain menyatakan bahwa penyebab terjadinya hiperlasia prostat,
tetapi beberapa hepotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat rat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (dht) dan proses angin (menjadi tua).
Beberapa hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti teori atau hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat.
Teori hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal,yaitu antara hormone testosterone dan hormone estrogen. Karena
produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer,dengan pertolongan enzim aromatase,dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hyperplasia pada stroma,sehingga timbul
dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel,tetapi
kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan
lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan
produksi dan potensiasi factor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadan normal hormone gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormone androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hel ini mengakibatkan hormone gonadotropin akan sangat merangsang
produksi hormone estrogen oleh sel sertoli,dilihat dari fungsional histologist,prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang beraksi terhadap estrogen
dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-
lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika
kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor kedalam mukosa
buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari
dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabilabesar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase
kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumenuretra prostatika dan
akan menghambat aliran urine. Keadaan ini urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tekanan ini. Kontraksi secara terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomic dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor.tuberkulasi,
terbentuknya sakula dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawahyang dulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatic, dengan demikian menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi
urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organism
infektif.

E. Manifestasi Klinis
Kompleks gejala obstruktif dan iritatif (disebut prostatisme) mencakup
peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, abdomen
tegang, volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urin tidak
lancar, dribbling (dimana urin terus menetes setelah berkemih), rasa seperti
kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urin akut, dan kekambuhan infeksi
saluran kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.
Gejala generalisata, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Menurut Nursalam manifestasi klinis benigna prostat hyperplasia antara lain:


1. Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab
tekanan otot dapat mengalami kompensasi untuk mengurangi resistensi uretra.
2. Gejala obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan pengeluaran urine,
adanya perasaan berkemih tidak tuntas, dan retensi urine.
3. Terdapat gejala iritasi, berkemih mendadak, sering, dan nokturia.

Referensi lain menyatakan walaupun benigna prostat hipertropi selalu terjadi


pada orangtua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua
hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan BPH yaitu retensi
urin, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing, miksi yang tidak puas, frekuensi
kencung bertambah terutama malam hari (nocturia), pada malam hari miksi harus
mengejan, terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
Massa pada abdomen bagian bawah, hematuria, urgency (dorongan yang
mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).kesulitan mengawali dan
mengakhiri miksi, kolik renal, berat badan turun. Anemia kadang-kadang tanpa
sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus
dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

F. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah retensi kronik dapat
menyebabkan;
1. Refluk
2. Vesiko
3. Ureter
4. Hidroureter
5. Hidronefrosis
6. gagal ginjal

Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi,
hernia/hemoroid karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan
terbentuknya batu, hemeturia, sistisis, dan pielonefritis.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien benigna prostat hyperplasia umunya dilakukan pemeriksaan:
1. Laboratorium meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit, dan tes sensitivitas.
2. Radiologis intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde, USG, CT Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila
fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans
rectal (TRUS= Trans Rectal Ultrasonografi), selain untuk mengetahui pembesaran
prostat ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin
dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat danWim
De Jong,1997).
3. Prostatektomi retro pubis pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui
insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Protatektomi parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui
perineum

H. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan
kondisi pasien. Jika pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat karena ia
tidak pernah berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang lazim
mungkin terlalu lunak dan lemas untuk dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung
kemih. Dalam kasus seperti ini, kabel kecil yang disebut stylet dimasukkan(oleh ahli
urologi) ke dalam kateter untuk mencegah kateter kolaps ketika menemui tahanan.
Pada kasus yang berat, mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva
prostatic. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sistomi
suprapubik)untuk drainase yang adekuat.
Adanya komponen hormonal pada hyperplasia prostatic jinak, salah satu
metode pengobatan mencakup manipulasi hormonal dengan preparat antiandrogen
seperti finasteride (Proscar. Pada penelitian klinis, inhibator 5a-reduktase seperti
finasteride terbukti efektif dalam mencegah perubahan testosterone menjadi
hidrotestosteron. Menurunnya kadar hidrotestosteron menunjukkan supresi aktivitas
sel glandular dan penurunan ukuran prostat. Efek samping dari medikasi ini
termasuk ginekomastia, disfungsi erektil, dan wajah kemerahan.

II Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)


1) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut
GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi
benigna prostat hipertrophy.
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan
riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang
serta usaha-usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya

b. Pola Nutrisi – Metabolik


Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan
suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang
disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan

c. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3) penggunaan obat-obatan.

d. Pola Aktivitas
1) pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2) pembatasan gerak
3) alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.

f. Pola Kognitif – Perseptual


1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan

g. Pola persepsi dan konsep diri


Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.

h. Pola peran – hubungan sosial


Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.

i. Pola koping toleransi stress


Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress`
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.

j. Pola seksual dan reproduksi


Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.

k. Pola nilai dan kepercayaan


Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
Data subyektif :
· Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
· Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
· Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
· Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

Data Obyektif :
· Terdapat luka insisi
· Takikardi
· Gelisah
· Tekanan darah meningkat
· Ekspresi w ajah ketakutan
· Terpasang kateter
2) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
b. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
d. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme
melalui kateterisasi
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.

3) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan
derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi.
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan
aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder.
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
· Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,
takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau
jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua
post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-
20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi,


hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan
fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
· Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas
secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan
perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan
seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui


kateterisasi
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,
kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,


perawatannya
Tujuan :
· Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
· Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit,
perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
· Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
· Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

4) Implementasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1
a. Memonitor dan mencatat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b. Mengobservasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
c. Memberi kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Menganjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
e. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg. Melaporkan pada dokter jika nyeri meningkat

Diagnosa Keperawatan 2
a. Melakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Mengatur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Mengobservasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit
lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan mengobservasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau
jaringan
e. Memonitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari
kedua post operasi)
f. Mengukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-
20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

Diagnosa Keperawatan 3
a. Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan
perubahannya
b. Menjawab setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Memberi kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Melibatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Memberi penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan
seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

Diagnosa Keperawatan 4
a. Melakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Mengobservasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,
kebocoran)
c. Melakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan
drainage
d. Memonitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin
dressing
e. Memonitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

Diagnosa Keperawatan 5
a. Memotivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang
penyakit, perawat
b. Memberikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
· Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
· Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

5) Evaluasi
Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawtan pada klien dengan Benigna Prostatic
Hypertrophy berdasarkan tujuan pemulangan adalah :
1. Pola berkemih normal.
2. Nyeri/ ketidaknyamanan hilang.
3. Komplikasi tercegah minimal.
4. Proses penyakit/ prognosis dan program terapi dipahami
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang kea rah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar
urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat
Hypertropi sebenarnya tidak lah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar
atau hypertropi prostst, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami
hyperplasia (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan
terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literature di
benigna hyperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai.
BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic
adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk yang prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.

Saran
Sebagai seorang mahasiswa keperawat sebaiknya nanyinya dalam
memberikan asuhan keperawatan juga harus memberikan pendidikan kesehatan,
serta dapat menganjurkan pasien untuk bergaya hidup sehat dan teratur. Dan
semoga makalh ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer,C. Suzanne. 2002. Buku bAjar Keperawat Medikal Bedah Edisi


8. Jakarta.EGC

Price,A. Sylvia. 2006. Patofiologi Vol 2.Jakarta. EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta.EGC

Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai