Disusun oleh:
Rayati
NPM. 402018073
1
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
I Definisi
Benign prostate hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah
sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi
pembesaran prostat (Dipiro et al, 2015). BPH terjadi pada zona transisi prostat,
dimana sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi
oleh hormon seks dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron
(DHT) sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat memicu respon inflamasi
dengan menginduksi epitel. Prostat membesar mengakibatkan penyempitan uretra
sehingga terjadi gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi,
pancaran miksi lemah (Skinder et al, 2016).
Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran kemih
bawah, Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat
jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat, mengeluarkan
urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah berkemih (Dipiro et al, 2015).
II. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :
a. Teori dihidrotestosteron (DHT) DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2011).
2
b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada pria dengan usia yang
semakin tua, kadar estrogen dalam serum relatif meningkat dibandingkan kadar
testosteron. Pasien dengan BPH cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih
tinggi dalam sirkulasi perifer. Dalam the Olmsted County cohort, tingkat
estradiol serum berkorelasi positif dengan volum prostat. Estrogen di dalam
prostat berperan pada proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-
sel prostat (apoptosis) (Roehborn et al., 2007).
c. Interaksi stroma-epitel Interaksi stroma-epitel berperan penting dalam regulasi
hormonal, seluler, dan molekuler pada perkembangan prostat normal dan
neoplastik. Proses peningkatan usia menyebabkan akumulasi bertahap dari
massa prostat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Cunha et al. menunjukkan
bahwa sel stroma memiliki kemampuan untuk memodulasi diferensiasi sel epitel
prostat normal. Penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa faktor
pertumbuhan yang dihasilkan oleh sel epitel dan stroma dapat meregulasi sel-sel
prostat baru. Penyimpangan dari faktor pertumbuhan peptida atau reseptornya
dapat langsung memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan prostat yang tidak
terkendali yang menyebabkan BPH (Jie, et al., 2009).
d. Homeostasis pada kelenjar yang normal terjadi karena adanya
keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan dan mitogens, yang masingmasing
menghambat atau menginduksi proliferasi sel tetapi juga mencegah atau
memodulasi kematian sel (apoptosis). Pada pasien BPH, terjadi pertumbuhan
abnormal (hiperplasia) pada prostat yang mungkin disebabkan oleh faktor
pertumbuhan lokal atau reseptor faktor pertumbuhan yang abnormal, yang
menyebabkan meningkatnya proliferasi atau menurunnya kematian sel
(apoptosis) (Roehborn et al., 2007).
e. Teori sel stem Ukuran prostat dapat menggambarkan adanya jumlah absolut
sel stem pada kelenjar prostat. Lonjakan hormon androgen postnatal akan
membentuk jaringan prostat sehingga menginduksi pertumbuhan prostat
berikutnya. Sama seperti regulasi hormon jaringan prostat pada dewasa, hormon
3
seks steroid dapat memberikan efek pembentukan jaringan prostat secara
langsung atau tidak langsung melalui serangkaian jalur yang kompleks
(Roehborn et al., 2007).
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian
atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada
sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,
benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3) Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit
hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering
mengejan pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal.
Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan
prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi
dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
4
IV. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel
prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan
inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau
aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-
FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih
besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi
oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi
dari masing-masing gejala yaitu :
5
a. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang
terjadi pada prostat yang membesar.
b. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
d. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan
yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
f. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter,
6
j. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
k. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-
buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
l. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
7
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)
8
IV. Penatalaksanaan Medis
9
Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin
tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot
pada kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini
menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping
dari obat ini adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan
antibiotik.
Pembedahan:
1. Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan
yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi
pada lobus tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya
sedikit jaringan yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat
dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama.
2. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
prostat dari uretra melalui kandung kemih.
3. Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu
insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
4. Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat,
yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
5. Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra.
6. Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui
uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang
dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi
sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.
Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2012)
1. Mandi air hangat
2. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul
3. Menghindari minuman beralkohol
4. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari
5. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam
sebelum tidur.
V. Asuhan Keperawatan
10
1. Pengkajian
a. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik
maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap
pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
b. Pola Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi/metabolik
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola istirahat dan tidur
6) Pola kognitif – perseptual
7) Pola persepsi konsep diri
8) Pola hubungan peran
9) Pola seksualitas resproduksi
10) Pola mekanisme koping
11) Pola nilai dan kepercayaan
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan/penampilan umum
2) Kepala
3) Muka
4) Leher
5) Dada
6) Abdomen
7) Genetalia
8) Rektum
9) Ekstremitas
11
1) Laboratorium: Sedimen Urin, Kultur Urin
2) Pencitraan: Foto polos abdomen, IVP (Intra Vena Pielografi),
Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal), dan Systocopy
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut
2) Resiko infeksi
3) Defisit pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
12
Anonim.2011. Pedoman Penatalaksanaan BPH Di Indonesia. (PDF)
Sunardi. 2008. Benign Prostate Hyperplasia (PDF)
Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2012. Buku saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta. EGC
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 2008. Nursing Intervention Classsification
(NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2014. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2014-2015),
Philadelphia.
Anonim.2011. Pedoman Penatalaksanaan BPH Di Indonesia. (PDF)
Sunardi. 2008. Benign Prostate Hyperplasia (PDF)
Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2012. Buku saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta. EGC
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 2008. Nursing Intervention Classsification
(NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2014. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2014-2015),
Philadelphia.
13
DENGAN ABSES PERIANAL DI RUANGAN MULTJAM 2
RS MUHAMADIYAH BANDUNG
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny.”S”
Tanggal : 16 Januari 1975
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Amat : Jl Cigiringsiung Rt.06/04 Kec Ujungberung Kota
Bandung
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Pendidikan :S1
Status Marital : Menikah
No.RM : 787875
Diagnosa Medis : Abes Perianal
Tanggal Pengkajian : 10 April 2019
Tanggal Masuk RS : 10 April 2019
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
14
Ny.S mengatakan nyeri di sekitar sekitar Anus.
2. Data Sosial.
Pasien mempunyai suami yang kedua dan pernah mengalami kekagalan
berumah tangga dan mempunyai seorang anak. Pasien jarang aktifitas
15
olahraga serta pasien jarang terlibat dalam kegiatan social dikarenakan
kesibukan dalam bekerja.
3. Data Spiritual.
Pasien beragama Islam selama sakit masih menjalankan Sholat 5 waktu,
jarang mengikuti kegiatan keagaaan pasien merasa sakit yang dialami
sebagai musibah dan ujian. Pasien merasa sakit yang dialami akibat jarang
aktifitas olahraga banyak duduk, pola makan yang tidak teratur. Pasien
meras bingung tentang penyakit yang dideritanya, pasien mendapatkan
dukungan dari Keluarga dan teman-temannya terbukti dengan banyaknya
yang menengok. Secara ekonomi pasien tidak merasa kesulitan terkait
pengobatan. Menjalani ibadah hanya kewajiban saja dan jarang melakukan
ibadah sunah lainya, pasien berharap sakitnya akan sembuh.
1. Nutrisi
a. Makan Nasi, Sayur ayam Mengkonsusmsi
Jenis ikan makanan dari RS
Frekwensi 3x/hari 3x/hari
Porsi 1 porsi habis 1/2 porsi habis
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Minum
b. Minum Air putih, susu, teh Air putih, susu
Jenis 8 gelas/hari 8 gelas x sesuai
Frekwensi 900-1500cc kurang pasien
Jumlah (cc) lebih 800-1500cc kurang
Keluhan Tidak ada lebih
16
2. Eliminasi
a. BAB 2x sehari Sudah BAB
Frekwensi Kuning Tidak dilihat
Warna Berbentuk Tidak dilihat
Konsistensi Sakit BAB Tidak ada
Keluhan
b. BAK
Frekwensi Jarang Jarang
Warna Kuning Kuning
Jumlah (cc) Banyak Banyak
Keluhan Tidak ada Tidak ada
3. Istirahat dan tidur
a. Waktu tidur Tidak tentu 21.00 kurang lebih 3-
o Malam, Pukul Tidak tentu 4 jam
o Siang, Pukul 1-2 jam Tidak tentu
Lamanya Tidak ada 1 Jam
Keluhan Tidak ada
b. Kebiasaaan diri
Mandi 2x/hari 2x sehari
Perawatan rambut Tiap hari Belum
17
HR = 88 kali/menit
RR = 19 kali/menit
S = 36 0C
Status Antopometri : BB = 70 kg
TB = 155 cm
IMT = 29,6
b. Dada Anterior
Dada anterior tidak ada lesi, pengembangan paru simetris, fremitus
tactile +/+, perkusi resonan di intercosta kanan dullness di LCS 2- IC
5 kali tidak ada pembesaran batas jantung, suara napas vesikuler,
terdengar bunyi jantung S1 dan S2, bunyi jantung tambahan (-)
c. Abdomen
Bising usus aktif,tidak ada lesi,tidak teraba hepar,lien tidak
teraba,ginjal tidak teraba,distensi (-),nyeri tekan (-) nyeri lepas (-) .
d. Genital
18
BAB 1 kali/hari padat berwarna kecoklatan ada hemoroid melena(-),
BAK 6-7 kali/hari, warna urine jernih, disurian (-)
e. Ekstrimitas atas
Tidak ada lesi, Edema (-), Terpasang IV line dilengan kiri, CRT ≤ 3
detik. Kekuatan otot Ektremitas 5I5.
f. Ekstremitas bawah
Tidak ada Lesi, puting Edema (-) Akral hanta CRT ≤ 2 detik
kekuatan otot Ekstrimitas 5I5.
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Program Terapi
19
3. Analisa Data
Mengalami peradangan
Lokal
20
Emigrasi leukosit
kedalam ruang Extra
Vaskuler
Permeabilitas
meningkaynya Vaskuler
Mediator Nyeri,
Bradikinin,
Prostaglandinn dan
serotinin
21
Medula Spanlist
Dihantarkan
kehipotalamus
Kortek Serebri
Nyeri di persepsikan
nyeri akut
Inflamasi Kronik
Pus Kekuningan
22
4. Rencana Tindakan Keperawatan
23
24
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny “S” Ruangan : Multazam 2
No. Medrek : 787845 Diagnosa Medis : Abses Perianal
1. Nyeri akut berhubung dengan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji nyeri klien catat 1) Sediakan informasi
Agen Enjuri (Biologi, Kimia, keperawatan selama 24 jam pasien karakteristik lokasi dan mengenai kebutuhan
Fisik Psikologi) Kerusakan tidak mengalami nyeri/dengan intensitas (Skala 0-10) efektivitas intervensi
Jaringan criteria hasil: 2) Kaji tanda-tanda vital 2) Dapat mengindikasikan rasa
Mampu mengontrol (tahu 3) Berikan Informasi mengenai nyeri akut dan
DS : Pasien mengatakan penyebab nyeri, mampu sifat ketidaknyamanan sesuai ketidaknyamanan
Nyeri disekitar Anus menggunakan teknik indikasi 3) Mengurangi rasa sakit dan
Seperti ditusuk-tusuk Farmakologi untuk mengutangi 4) Lakukan reposisi sesuai meningkatkan sirkulasi
Nyeri petunjuk misalnya semi posisi semi fowler dapat
DO : Nampak meringis dan Melaporkan bahwa berkurang fowler/miring mengurangi ketegangan otot
Gelisah menjauhi dan dengan menggunakan 5) Berikan obat sesuai petunjuk abdomen dan otot punggung
melindungi area yang manajemen nyeri dokter 23 tritis dan mengurangi
Nyeri Mampu mengenali skala nyeri tekanan dorsal
intensitas frekwensi tanda nyeri 4) Analgesik IV waktu dengan
25
Mengatakan rasa nyaman segera mencapai pusat rasa
setelah nyeri berkurang sakit menimbulkan
Tanda-tanda Vital dalam batas penghilangan yang lebih
normal efektif dengan obat dosis
Tidak mengalami gangguan kecil
tidur
2. Kerusakan Integritas jaringan 1) Setelah diberikan asuhan 1) Anjurkan pasien untuk 1) Agar keringat tidak terjebak
kulit berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam menggunakan pakaian yang di dalam kulit yang tertutup
interupsi mekanis pada diharapkan pasien. Pasien teratasi longgar pakaian dan justru
jaringan perubahan dengan keterangan hasil 2) Jaga kulit agar tetap bersih menimbulkan masalah
sirkulis/adanya abses dan Pus 2) Perfusi jaringan normal dan kering kesehatan yang lain
3) Tidak ada tanda-tanda Infeksi 3) Observasi luka lokasi, 2) Meningkatkan aliran vena
DS : Pasien mengatakan 4) Ketebalan tekstur jaringan dimensi kedalaman luka dan menurunkan embentukan
benjolannya sudah Normal karakteristik cairan granulasi, edema
pecah 5) Mengajukan pemahaman dalam jaringan nektorik, tanda- 3) Untuk mencegah Infeksi
abses, perbaikan kulit untuk tanda infeksi (fomasi traktur) 4) Menurunnya cairan
DO : Terdapat Lesi terdapat mencegah terjadinya cedera 4) Kaji jaikl dan karakteristik menandakan evolusi dan
Pus/ Tampak edema berulang cairan abdomen proses penyembuhan apa bila
kulit berwarna 6) Menunjukan terjadinya proses pengeluaran cairan terus
kemerahan sekitar penyembuhan luka menerus adanya edema yang
abses tersa panas bau menunjukan terjadinya
26
(Perianal sinistra ± 2 komplikasi (misalnya
cm) pembentukan fistula
pendarahan/Infeksi)
27
O : PAsien tampak tenang
TD : 120/80
N : 88 x/menit
R : 19 x/menit
S : 36,8 0C
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Implementasi
P : Lanjutjan intervensi
Perawatan luka di rumah atau
kepuskesmas
28
Pasien pulang tidak jadi operasi
dikarenakan Plafon BPJS tidak
mencukupi
29