Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (BENIGNA PROSTAD HIPERPLASIA)

Disusun Oleh:

Melda Olynfiana Putri

2011010015

PROGRAMN STUDI KEPERAWATAN D3

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2023
1. Definisi
BPH adalah tumor jinak pada prostat akibat sel prostat yang terus
mengalami pertumbuhan. Secara mikroskopik, perubahan prostat bisa
dilihat sejak seseorang berusia 35 tahun. Pada usia 60-69 tahun,
pembesaran prostat mulai menimbulkan keluhan klinis pada 50% pria.
Sementara pada usia 80 tahun, BPH terjadi pada hampir 100% pria. Pada
tahun 2000, WHO mencatat ada sekitar 800 juta orang yang mengalami
BPH di seluruh dunia. Ketika prostat membesar, jaringan yang
melapisinya di luar tidak ikut berekspansi, hal ini menyebabkan uretra
terjepit. Dinding kandung kemih pun menebal dan mudah terangsang,
ditandai dengan gampangnya kandung kemih berkontraksi meskipun
hanya berisi sedikit urin. Lama kelamaan kandung kemih akan kehilangan
kemampuannya berkontraksi sehingga tak mampu mengeluarkan urin.
Hal-hal inilah yang menyebabkan keluhan klinis pada pasien dengan
pembesaran prostat (Anindyajati, 2019).
2. Etiologi
Menurut Purnomo (2000) hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi. Tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. IAUI (2003) menjelakan
bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat,
seperti usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor
tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein
growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu,
pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses
apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat
membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga
karena berkurangnya kematian sel.
Sejak dulu diyakini BPH terjadi hanya pada lelaki berusia lanjut
dan tak mungkin terjadi pada lelaki yang testisnya dibuang sebelum
pubertas. Melalui penelitian, BPH dikaitkan dengan perubahan komposisi
hormon testosteron dan estrogen di masa tua (Anindyajati, 2019):
1. Berkurangnya jumlah tesosteron yang aktif.
2. Peningkatan hormon estrogen memengaruhi pertumbuhan sel kelenjar
prostat.
3. Produksi dihidrotestosteron pada lelaki usia lanjut yang memacu
pertumbuhan sel.
Menurut Kirby (1994) ada beberapa faktor kemungkinan penyebab
lain antaranya:
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
3. Tanda gejala
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda
dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah,
gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai
miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus),
dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi).
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).
2. Keluhan pada saluran kemih atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas
berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan
dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun
gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH adalah pada
pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri
tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada
epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan
volume residual yang besar.
4. Pathofiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang
terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ±
20 gram. Menurut Sjamsuhidajat (2005) menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat. Oleh karena pembesaran prostat terjadi
perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga
terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi
uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan
kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem
parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan
terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat.
Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan
kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor
ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin (Purnomo, 2000).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih
tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia
paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks
vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan
terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria.
Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila
terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
5. Phatway

Penuaan (bertambah usia)

Ketidakseimbangan hormon esterogen dan testoteron

Kadar testoteron Peningkatan esterogen


menurun

Dihidrotestoteron Peningkatan epidermal grow


5 alfa reduksi meningkat faktor

Mempengaruhi RNA Penurunan transforming


dalam inti sel grow faktor

Epitel dan stoma Hiperplasi sel stoma


kelenjar prostat meninngkat

Poliverasi sel prostat Peningkatan sel trem


BPH
Poliferasi sel transit

TUR-P
Penyempitan lumen
Posterior iritasi mukosa pemasangan Kurang
Kandung kemih DC informasi thd
R. pembedahan
perdarahan
Ransangan syaraf Luka
diameter kecil Cemas
Obstruksi Nyeri akut Tempat masuk
Gate terbuka mikroba
Retensi urin
Syaraf eferen
R. Infeksi
Cortex ceribi

Nyeri akut

G. Pola tidur
6. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya
sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat
hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan
pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH
sendiri dapat menyebabkan hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.
Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA
4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu
PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15,
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10
ng/ml.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan
pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang
sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin
serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH,
derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-
buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di
vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya
prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu
ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal
apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP
untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.
Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah
isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya
tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk
melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai
residual urin.
7. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidjat (2005) penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis, yaitu:
1. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum membutuhkan tindakan bedah.
Cukup diberikan pengobatan konservatif misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat
ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
3. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.
4. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis,
kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
8. Fokus pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis pada pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien mengeluh nyeri atau mengakui ketidaknyamanan.
2. Riwayat Kesehatan/ Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang dikaji dimulai dari keluhan yang dirasakan
pasien sebelum masuk rumah sakit, ketika mendapatkan perawatan di
rumah sakit sampai dilakukannya pengkajian. Pada pasien post TUR.P
biasanya didapatkan adanya keluhan seperti nyeri. Keluhan nyeri dikaji
menggunakan PQRST : P (provokatif), yaitu faktor yang mempengaruhi
awat atau ringannya nyeri. Q (Quality), yaitu kualitas dari nyeri, seperti
apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat. R (Region), yaitu daerah / lokasi
perjalanan nyeri. S (Severity), yaitu skala/ keparahan atau intensitas nyeri.
T (Time), yaitu lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelum nya, terutama yang mendukung atau memperberat kondisi
gangguan system perkemihan pada pasien saat ini seperti pernakah pasien
menderita penyakit kencing manis, riwayat kaki bengkak (edema),
hipertensi, penyakit kencing batu, kencing berdarah, dan lainnya. Tanyakan:
apakah pasien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah
pernah mengalami sakit yang berat, dan sebagainya (Muttaqin, 2011)
4. Riwayat Keluarga
Tanyakan mungkin di antara keluarga klien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian Psiko-sosio-spirutual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
Kecemasan pasien terhadap penyakitnya, kognitif, dan prilaku pasien.
Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik
dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian
psikososiospiritual yang saksama (Muttaqin, 2011).
6. Pola sehari-hari
a. Nutrisi
Pola nutrisi sebelum dan sesudah sakityang harus dikaji adalah
frekuensi, jenis makanan dan minuman, porsi, tanyakan perubahan
nafsu makan yang terjadi. Pada post TUR.P biasanya tidak
terdapat keluhan pada pola nutrisi.
b. Eliminasi
BAB :Tanyakan tentang frekuensi, jumlah, warna BAB terakhir
BAK : Mengkaji frekuensi, jumlah, warna BAK pada pasien post
TUR.P terpasang kateter threeway, mengkaji jumlah, warna biasanya
kemerahan.
c. Tidur/istirahat
Pola tidur dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung
bagaimana toleransi pasien terhadap nyeri yang dirasakannya.
d. Personal Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang.
8. Diagnosa keperawatan yang mungkin mucul
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Gangguan rasa nyaman b.d Gejala penyakit
3. Gangguan mobilitas fisik b.d Nyeri
9. Intervensi Keperawatan
Manajemen nyeri
O:
- Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identiviasi nyeri non-verbal
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respond nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
T:
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
E:
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjukan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk meredakan nyeri
K:
- Kolaborasi pengguaan analgetik
a. Implementasi
Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari suatu
rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Fokus
pada intervensi keperawatan antara lain: mempertahankan daya tahan
tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh,
menetapkan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan
dokter (Wahyuni, Nurul. S, 2016).
b. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga
dan tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil
pada psserencanaan (Sri Wahyuni, 2016). Teknik penulisan SOAP
menurut (Zaidin Ali, 2010) adalah sebagai berikut :
1. S (Subjective) : bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang
didapatkan dari klien setelah mendapatkan tindakan, seperti klien
menguraikan gejala sakit atau menyatakan keinginannya untuk
mengetahui tentang pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam catatan
perkembangan tergantung pada keakutan penyakit klien.
2. O (Objective) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah
tindakan. Misalnya pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi atau
hasil radiologi.
3. A (Assesment) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif
dengan tujuan & kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan
bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, atau masalah tidak
teratasi
4 P (Planning) : Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang
dilakukan oleh tenaga ksehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk
mengatasi masalah klien, mengumpulkan data tambahan tentang masalah
klien, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana
yang terdapat dalam evaluasi atau catatan SOAP dibandingkan dengan
rencana pada catatan terdahulu, kemudian dapat ditarik keputusan untuk
merevisi, memodifikasi, atau meneruskan tindakan yang lalu.
Nama : Melda Olynfiana Putri
Nim : 2011010015
Kasus : Sistem perkemihan (BPH)
Tanggal pengkajian : 08 Mei 2023
Deskripsi Seorang paien laki-laki berinisial S berusia 73 tahun
kasus/Rangkuman dirawat diruang teratai dengan diagnosa BPH (BENIGNA
pengkajian PROSTAD HIPERPLASIA) dengan keluhan nyeri pada
saluran kencing :
P : BPH
Q : Menusuk
R : Pada saluran kencing
S:4
T : Hilang timbul
TD : 114/84 mmHg
N : 53x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,9
SPO2 : 98%
Keluhan utama : Nyeri pada saluran kencing
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium

Diagnosa Utama DS :
Pasien mengatakan nyeri pada saluran kencing sejak 2
minggu yang lalu kurang lebih.
DO :
Pasien tampak menahan rasa nyeri dan tampak tidak
nyaman karna nyeri yang dirasakan
DX :
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Alasan :
Karna dari data pengkajian yang saya lakukan pasien
mengeluhkan nyeri pada saluran kencing sehingga pasien
merasa tidak nyaman karna rasa nyeri yang di rasakan.

Intervensi O:
- Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
T:
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
E:
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk meredakan nyeri
K:
- Kolaborasi pengguaan analgetik

Tindakan Prioritas “Kolaborasi pengguaan analgetik (Ketorolac)”


Alasan : Mengkolaborasikan penggunaan analgetik yaitu
ketorolac, ketorolac adalah obat untuk meredakan rasa
nyeri dari nyeri sedang sampai berat yang diberikan
dengan cara inj iv.

Evaluasi Setelah dilakukan pemberirian ketorolac dan setelah


diobservasi beberapa jam pasien mengatakan jika nyeri
sudah mendingan atau sudah sedikit mereda.
P : BPH
Q : Menusuk
R : Pada saluran kencing
S:2
T : Hilang timbul
Masalah nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis teratasi
sebagian.

Anda mungkin juga menyukai