Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN

BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA

A. PENGERTIAN

Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat yang mengalami pembesaran,


yang dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).

Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,


menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
bulu-buli. (Nursalam, 2006 ).

Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang


disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra
parsprostatika (Jitowiyono & Kristiyanasari,2012:113).

BPH adalah suatu penyakit perbesaran dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali
menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia.
Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak
diikuti oleh jumlah. Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel (Prabowo & Pranata,2014:130).

B. Etiologi
penyebab terjadinya BPH hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti,
namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada
pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun
angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% etiologi yang belum
jelas maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya BPH meliputi,
Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen
dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem. (Purnomo, 2011)
 Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan
reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad
merupakan faktor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat
menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
 Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-
sel 17 kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
 Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast
Growth Factor (BFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran
prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena
miksi, ejakulasi atau infeksi
 Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel
yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya,
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat
keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel.
 Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan selsel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan
sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga
jika hormon androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis.

C. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada
sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,
20 benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3) Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan
pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun
gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat
terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
D. Patofisiologi
Patofisiologi Pembesar prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesar prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher, vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat sebagai akibatnya serat detrusor akan
menjadi lebih tebal dan penonjolan serat dretusor kedalam mokusa buli-buli akan
terlihat sebagai balok-balok yang trabukulasi. Jika dilihat dari dalam vesika dengan
sitoskopi, mukosa fisika dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga
terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar
disebut diverkel. Fase penebalan detrusorsor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk kontransi, sehingga terjadi retensi urine total yang
berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas(Wijaya & Putri
2013:98).
E. Tanda Dan Gejala
1. Gejala Iritatif meliputi :
 Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
 Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
 Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
 Pancaran urin melemah
 Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
 Kalau mau miksi harus menunggu lama
 Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
 Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
 Urin terus menetes setelah berkemih
 Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih
 Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.

c. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :

 Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,kencing


tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam harib. 8
 Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi.Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
 Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosi.
F. Komplikasi
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasidan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritisApabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi
retensio urine. Karena produksi urineterus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli
tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesikal meningkat, dapat
timbul hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat
jika terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urine, yang dapat membentuk batu
endapan dalam bul-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasidan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat
terjadi pielonefritis.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific
antigen (PSA)dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA 4 ng/ml tidak perlu biopsi.Sedangkan
bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD)
yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15, sebaiknya
dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nilai PSA 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi.Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.Pemeriksaan darah mencakup
Hb,15 leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi.Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin.Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli.Dapat juga dilihat
lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal.Dari Pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat,memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin
dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius.IVP untuk melihat
/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum,sementara dan sesudah isinya dikencingkan.Sebelum
kencing [0] adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel.Selagi kencing
(viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks 16 urin.Sesudah
kencing adalah untuk menilai residual urin.
H. Penatalaksaan medis dan keperawatan
Menurut Sjamsuhidajat (2013), pembagian besar prostat digunakan derajat I-IV
untuk menentukan cara penanganan benigna prostat hyperplasia dan dapat juga
dengan tindakan invasive minimal dengan Transurethral Microwave Thermoterapy
(TUMT),Thransurethral Ultrasuond Guided Laser Prostatectomy (TULIP),
Thransurethral Ballon Dilatation (TUBD), Open Prostatectomy.
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala
dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih
dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding
kendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati
kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
(30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
3. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-3-
F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang di sambungkan dengan arus listrik.
I. Pemeriksaan penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus
mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan
buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood
Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria
(prabowo dkk, 2014).
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam
abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel
darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data
pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel jaringan
akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk 12 mengetahui apakah hanya
bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment
selanjutnya.
A. Konsep Nyeri Akut
a) Definisi nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi ringan sampai berat dan berlangsung dalam waktu beberapa detik
hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).
b) Penyebab nyeri Akut
Nyeri akut sebagian terbesar, di akibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri.
Nyeri ini awalnya datang tiba-tiba dan biasanya. Nyeri akut biasanya sejalan
dengan terjadinya penyembuhan. Apabila nyeri akut tidak diatasi secara
adekuat mempunyai efek nyeri yang dapat membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang disebabkannya seperti mempengaruhi system
pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik
(Ardiansyah, Muhammad 2012).
c) Klasifikasi nyeri akut
1. Nyeri berdasarkan lokasi atau sumber
a.Nyeri somatic supervisial (kulit)
b. Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur super visial kulit dan jaringan
subkutis.
c. Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot tendon,
ligamentum, tulang, sendi dan arteri.
d. Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh.
e. Nyeri alih, nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh teapi dirasakan
terletak di daerah lain.
f. Nyeri neuropatik system syaraf secara normal menyalurkan rangsangan
yang merugikan dari system syaraf tepi (SST) ke system syaraf pusat (SSP)
menimbulkan nyeri.
2. Alat ukur Nyeri
a. Intensitas nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan
oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri dengan subjektif dan individu, dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat-sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran subjektif nyeri dapat
dilakukan menggunakan :
1) Visual analoge scale (VAS).

Keterangan :
1.1 : Perasaan tidak nyeri
1.3 : Nyeri ringan.

4-7 : Nyeri sedang.

7-9: Nyeri yang berat.

10 : Nyeri yang sangat hebat.

VAS adalah garis lurus sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung kiri
menandakan “tidak ada nyeri ” dan ujung kanan menandakan “nyeri yang
paling buruk”. VAS merupakan pengukuran yang lebih sensitif karena dapat
mengidentifikasi setiap titik (Smeltzer, 2002 didalam Andarmoyo, 2013)

2) Skala Numerik

Skala nyeri numerik (Andarmoyo, 2013) Mengandung nilai 1 – 10 yang bisa


direpresentasikan dalam format verbal maupun grafik. Klien harus diberikan
penjelasan nilai terendah dan tertinggi dari skor nyeri (Andarmoyo,2013).
4. Nyeri berdasarkan karakteristik Menurut Judha (2012) yang terdiri dari :
Provocate / Paliatif (P), penyebab terjadinya nyeri dari klien, hal yang
membuat nyerinya lebih baik, dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagian-
bagian tubuh mana yang mengalami cedera termasuk menghubungkan antara
nyeri yang diderita dengan factor psikologisnya, karena biasanya terjadinya
nyeri hebat karena dari factor psikologis bukan dari lukanya. 18
Quality(Q)kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan kalimat nyeri seperti
ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti di
gencet. Region(R), untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta
penderita untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak
nyaman. Untuk melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan
meminta penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai
kearah nyeri yang sangat. Namun hal ini akan sulit dilakukan apabila nyeri
yang dirasakan bersifat menyebar atau difuse. Severe(S), tingkat keparahan
merupakan hal yang paling subyektif yang dirasakan oleh penderita, karena
akan diminta bagaimana kualitas nyeri, kualitas nyeri harus bisa digambarkan
menggunakan skala yang sifatnya kuantitas. Time(T), tenaga kesehatan
mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian nyeri. Perlu ditanyakan kapan
mulai muncul adanya nyeri, berapa lama menderita, seberapa sering untuk
kambuh dll.
D. Penatalaksanaan nyeri pasca bedah
1. Farmakologis
a. Analgesik: yang diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada
umumnya menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2013). Golongan
non opioid yang sering diberikan adalah acetaminophen atau 19 non steroidal
anti-inflamantory drugs (NSAIDs) dan digunakan untuk menghilangkan nyeri
ringan atau sedang.
b. Terapi simptomatis : pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih
terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar
dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan turunnya kadar testosterone
dalam plasma maka prostatakan mengecil (Prabowo, 2014).
2. Non farmakologis :
Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat dilakukan dengan
mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi nonfarmakologis
seperti distraksi dan relaksasi.
a. Relaksasi merupakan terapi perilaku-kognitif pada intervensi
nonfarmakologis yang dapat mengubah persepsi pasien tentang nyeri,
mengubah perilaku nyeri dan memberi pasien rasa pengendalian yang lebih
besar terhadap nyeri. Relaksasi akan menimbulkan respon fisiologis seperti
penurunan denyut nadi, penurunan konsumsi oksigen, penurunan kecepatan
pernapasan, penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan otot. Selain itu,
relaksasi akan berdampak terhadap respon psikologis yaitu menurunkan stress,
kecemasan, depresi dan penerimaan terhadap kontrol nyeri pasca bedah
(Prabowo, 2014).
b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga
dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Prabowo, 2014).
B. Konsep Eliminasi Urine
3. Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang baik yang
berupa urine maupun fekal. Eliminasi urine normalnya yaitu pengeluaran cairan
sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk
ke ginjal untuk difiltrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal (Tarwoto & Wartonah,
2011:87).Gangguan eliminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami atau beresiko mengalami disfungsi eliminasi (Moyet &
Carpenito,2012:582)
4. Proses Berkemih Miksi (mengeluarkan urine)
adalah suatu proses sensori motorik yang kompleks. Urine mengalir dari
pelvis ginjal, kemudian ureter dengan gerakan peristalsis. Rasa ingin berkemih
akan timbul apabila kandung kemih berisi urine sebanyak 200-300 ml.
Sedangkan eliminasi urine adalah pengeluaran cairan dari kandung kemih.
Eliminasi urine bergantung pada organ renal. Renal akan memfiltrasi,
mengabsorbsi urine. Selanjutnya melalui ureter akan disalurkan ke vesika
urinaria. Kemudian urine akan keluar melalui meatus eksternus melewati
uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu kandung kemih secara
progesif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang,
yang kemudian timbul refleks saraf yang disebut reflek berkemih yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atas jika ini gagal, setidak-tidaknya
meimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun reflek
miksi adalah reflek autonomik medula spinali, reflek ini bisa juga dihambat
atau ditimbulkan oleh 18 pusat korteks serebri atau batang otak. ( Saryono &
Widianti, 2011:22 ).
Proses berkemih terdiri atas 3 tahap yaitu :
1. Filtrasi
Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasi
antara 0,5-2 ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih di kontrol
oleh gelombang peristaltik yang terjadi setiap 10-150 detik (Tarwoto &
Wartonah, 2011:95). Glomerulus yang menyaring darah yang mengandung
air, garam, gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehingga dihasilkan urine primer. Cairan yang disaring yaitu filtrat
glomerulus. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus
lainnya disaring keluar. Cairan yang disaring kemudian mengalir ke tubula
renalis dan sel-selnya menyerap bahan yang diperlukan oleh tubuhdan
ditinggalkan yang tidak diperlukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi filtrasi adalah obstruksi jalan arteri
yang menuju ke glomerulus, kenaikan tekanan interstitial seperti yang
dapat disebabkan oleh suatu proses peradangan, dan kenaikan resistensi
untuk mengalir dalam sistem tubulus seperti obstruksi tubulus kolligens,
ureter, atau uretra. Membran glomerulus juga dapat dirusak oleh penyakit
sehingga tidak dapat berfungsi sebagai saringan untuk darah. Akhirnya
kapiler dapat tersumbat seluruhnya oleh karena itu tidak terpakai dalam
sirkulasi aktif. Jika penyakit ini terus berlangsung, sel-sel darah dan
protein plasma akan merembes melalui kapiler yang rusak dan akan
disekresi oleh urine.
2. Reabsorpsi
Terjadi di tubulus konturtus proksimal. Urine primer akan direabsorbsi
yang menghasilkan urine sekunder dengan kadar urea yang tinggi. Pada
tubulus distal penyerapannya secara aktif. Dalam keadaan yang normal,
semua glukosa di absorbsi kembali. Urine terdiri dari air dengan bahan
pelarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi
organik. Reabsobsi natrium terjadi di tubulus proksimal melalui kanal ion
dengan adanya kanal elektrokimia di membran apikal dan transport aktif
kontrasporter Na+ glukosa dan difusi terfasilitasi. Reabsorbi urea terjadi di
tubulus proksimal dengan cara difusi pasif yang disebabkan reabsorbsi
natrium dan solut lain. Komposisi urine berubah sepanjang proses
reabsorbsi ketika molekul yang penting bagi tubuh melalui molekul yang
penting bagi tubuh, misal glukosa diserap kembali ke dalam tubuh melalui
molekul pembawa
3. Ekskresi Di tubulus kontortus distal pembuluh darah menambahkan zat
lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif. Ditempat sudah
terbentuk urine yang sesungguhnya tidak terdapat glukosa dan protein lagi,
yang selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Normal Urine
Karakteistik urine dapat dilihat dari volume caian dan macam-macam
katrakteristik urine terdiri dari warna. bau, berat jenis, kejernihan, dll.
Karakteristik keadaan urine normal (Alimul,A2009:90)

N USIA JUMLAH HARI


O
1 1-2 HARI 15-60 ML
2 3-10 HARI 100-300 ML
3 10-2 BULAN 250-400 ML
4 2 BULAN – 1 TAHUN 400-500 ML
5 1-3 TAHUN 500-600 ML
6 3-5 TAHUN 600-700 ML
7 5-8 BULAN 700-1000 ML
8 8-14 TAHUN 800-1400 ML
9 14TH- DEWASA 1500 ML
10 DEWASA TUA <_1500 ML
C. Klasifikasi Gangguan Eliminasi Urine
Masalah-masalah yang sering terjadi pada kebutuhan eliminasi urine diantaranya
retensi urine, inkontinesia urine, enuresis, perubahan pola urine. Peyebab paling
umum biasanya adalah obstruksi, pertumbuhan jaringan abnormal, adanya batu dalam
saluran kemih, infeksi, dan lain-lain (Haryono,2013:25 )
1. Retensi urine
atau yang dikenal sebagai ketidakmampuan berkemih karena adanya penumpukan
urine di dalam kandung kemih (Saryono & Widianti, 2011:28)
2. Inkontinesia urine
adalah pengeluaran urine yang tidak dapat dikontrol dan menetesnya urine dari
uretra dengan keadaan kandung kemih yang penuh, disebabkan ketidaksanggupan
sementara atau permanen otot spinkter ksterna untuk mengontrol keluarnya urine.
(Saryono & Widianti, 2011:28)
3. Enueresis
adalah keadaan tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bila terjadi ketika
tidur malam hari disebut enuresis nocturnal. (Haryono, 2013:27)
4. Urinari suppresi
adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Keadaan ginjal memproduksi
urine kurang dari 100ml/hari disebut anuria. 22 Produksi urine abnormal dalam
jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100-500ml/hari. Penyebab
oliguria dan anuria adalah penyakikit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan
shock. Penanganan pada pasien dengan urinari supresi bergantung pada penyebab
yang mengwalinya. (Haryono, 2013:29)
J. Konsep Asuhan Keperawatan PHB
a. Pengkajian
1. identitas Klien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Alamat,
Pekerjaan, Asuransi kesehatan, Agama, Suku bangsa, Tanggal & jam MRS,
Nomer register, Serta diagnosis medis.
2. Keluhan utama
keluhan sistemik antara lain :
a. gangguan fungsi ginjal (sesak nafas, edema, malaise, pucat, dan eremia)
atau demam disertai menggigil akibat infeksi.
b) keluhan lokal : pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan
pada saluran perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan
obstruksi), hematuria, inkontenensia, disfungsi seksual, atau infertilitas.
c) Keluhan nyeri nyeri pada sistem perkemihan tidak selalu terdapat pada
penyakit ginjal meskipun umumnya ditemukan pada keadaan yang lebih
akut. Nyeri disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenetalia
sirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan disekitar organ itu
sendiri atau berupa reffered pain yaitu nyeri yang dirasakan disekitar organ
itu sendiri. Nyeri prostat pada umumnya disebabkan karena inflamasi yang
mengakibatkan edema kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi
nyeri akibat inflamasi ini sulit untuk ditentukan, tetapi pada umumnya dapat
dirasakan padda abdomen bawah, 24 inguinal, parineal, lumbosakral. Sering
kali nyeri prostat diikuti dengan keluhan miksi beruba frekuensi, disuria,
bahkan retensi urine.
d) Keluhan miksi : keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat miksi
meliputi keluhan akibatsuatu tanda adanya iritasi, obstruksi, inkontenensia,
dan enueresis. Keluhan akibat iritasi meliputi polakisuria, urgensi, nokturia,
dan disuria. Sedangkan keluhan obstruksi meliputi hesistensi, harus
mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi, dan menetes
serta masih terasa ada sisa urine setelah miksi.
e) Gejala iritasi :
1) Polakisuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal. Polakisuria
dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan seperti pada
penyakit diabetes militus atau asupan cairan yang berlebihan, sedangkan
menurunnya kapasitas kandung kemih dapat disebabkan karena adanya
obstruksi infravesika.
2) Urgensi adalah suatu keadaan rasa sangat ingin berkemih sehingga terasa
sakit. Keadaan ini adalah akibat hiperaktivitas kandung kemih karena
inflamasi, terdapat benda asing di dalam kandung kemih, dan adanya
obstruksi 3) Nokturia adalah polakisuria pada malam hari. Seperti pada
polakisuria, pada nokturiamungkin disebabkan karena produksi urine
meningkat ataupun karena kapasitas kandung kemih yang menurun
4) Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena
inflamasi pada kandung emih atau uretra
f) Gejala obstruksi :
1) Hesistensi adalah awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering
kali klien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine keluar,
seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh, dan kecil. Hal ini
sering disebabkan oleh obstruksi pada saluran kemih.
2) Intermitensi merupakan keluhan miksi dimana pada pertengahan
miksi sering kali berhenti dan kemudian memancar lagi, keadaan ini
terjadi berulang-ulang. Miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada
sisa urine di dalam kandung kemih dengan masih keluar tetesan-tetesan
urine
g) Inkontenensia urine
adalah ketidakmampuan seseorang untuk menhan urine yang keluar dari
kandung kemih, baik disadari ataupun tidak disadari.
h) Keluhan disfungsi seksual
Disfungsi seksual seksual pada pria meliputi libido menurun, air mani
tidak keluar pada saat ejakulasi, tidak pernah merasakan orgasme, atau
ejakulasi dini. Penting bagi perawat melakukan anamnesis untuk mencari
kata-kata yang sesuai agar kepercayaan dan privasi pasien dapat terjaga.
3. Riwayat kesehatan saat ini :
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama seperti
menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien
meminta pertolongan. Misalnya : sejak kapan keluhan dirasakan, berapa
lama dan berapa kali keluhan itu terjadi, apa yang sedang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana
pertama kali keluhan dirasakan, apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum
meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah 26 usaha tersebut, dan
sebaginya. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien sedetail-
detailnya, dan semua diterangkan pada riwayat kesehatan sekarang.
4. Riwayat kesehatan dahulu :
Perawat menanyaka tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya, terutama yang mendukung atau memperberat kondisi
gangguan sistem perkemihan pada klien saat ini seperti pernahkah klien
menderita penyakit kencing manis, penyakit kencing batu dan seterusnya.
Tanyakan apa pasien pernah dirawat sebelumnya karena perawat perlu
mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi.
5. Pengkajian Psikososiospiritual :
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Masalah sistem perkemihan
yang bersifat kronis menimbulkan rasa nyeri dari gangguan saluran kemih
dan memberikan stimulus pada kecemasan dan ketakutan setiap pasien
6. Pemeriksaan fisik :
a) Inspeksi :
1) Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus,
echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang
lama.
2) Penonjolan pada daerah supra pubik yang mengakibatkan retense
urine.
3) Perhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas
pembedahan di suprasimfisis.
b) Palpasi :
1) Pemeriksaan Rectal Toucher ( colok dubur ) posisi pasien knee
chest
2) Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkanpasien
ingin buang air kecil 27
3) Palpasi kandung kemih untuk menentukan batas kandung kemih dan
adanya nyeri tekan padaa area suprasimfisis
4) Pemeriksaan tanda-tanda vital
c) Perkusi :
1) Pada daerah supra pubik apakah menghasilkan bunyi pekak yang
menunjukan distensi kandung kemih
2) Perkusi untuk melihat apakah ada residual urine
3) uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra/femoisis

7. pemeriksaan eliminasi urine


1) Pancaran miksi : adanya perubahan pada eliminasi urine seperti
perubahan pancaran menandakan gejala obstruksi. Ketidakmampuan
eliminasi bisa terjadi pada klien yang mengalami obstreuksi pada saluran
kemih
2) Drainase kateter : melakukan drainase urine, meliputi : kelancaran,
warna, jumlah, dan cloting 8. Pola fungsi kesehatan 1) Kaji pola persepsi
dan pemeliharaan kesehatan: timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan
karena tirah baring selama 24 jam pasca TURP, adanya keluhan nyeri
karena spasme buli-buli memerlukan antispasmodik sesuai terapi dokter 2)
Kaji pola nutrisi dan metabolisme: paien yang dilakukan anastesi pasca
operasi tidak boleh makan atau minum sebelum flatus
3) Kaji pola eliminasi: pada pasien dapat terjadi hematuri setelah tindakan
TURP, retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter,
sedangkan inkotenesia dapat terjadi setelah kateter dilepas.
4) Kaji pola aktifitas dan latihan : adanya keterbatasan aktifitas karena
kondisi pasien yang yang terpasang kateter selama 6-24 jam, pada paha
dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan
5) Kaji pola istirahat dan tidur: rasa nyeri dan perubahan situasi karena
hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
6) Kaji pola kognitif : sistem penglihatan, pendengaran, peraba, dan
pembau tidak mengalami gangguan pasca TURP ( Transurethral resection
of the prostate )
7) Persepsi dan konsep diri : pasien dapat mengalami cemas karena kurang
pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP
8. Diagnosa
Diagnosa adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat sacara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Nursallam,2011:59).
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien BPH menurut
(Nurarif,2015:93) yaitu :
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih
2. Nyeri akut berhubngan dengan spasme kandung kemih

DIAGNOSIS NOC NIC


KEPERAWATAN

Gangguan eliminasi Gangguan eliminasi urine Urinary Retention Care


urine  Ellimination pattern 1. Kaji keluhan klien
 Urinary elimintion 2. Kaji input output cairan
Batasan Karakteristik 3. Lakukan Bladder
1. Ballance cairan seimbang Training 4. Memantau
2. Dapat mengosongkan kandung asupan dan keluaran
kemih secara keseluruhan cairan
3. Tidak ada nyeri saat buang air 5. Menyediakan waktu
kecil untuk pengosongan
4. Tidak ada retensi urine kandung kemih
6. Pemasangan kateter

DIAGNOSIS NOC NIC


KEPERAWAT
AN
Nyeri akut Nyeri Akut 1. Lakukan
pengkajian nyeri
 Pain level yang komperehensif
 Pain control meliputi lokasi,
 Control level karakteristik, durasi,
frekuaensi, kualitas,
Batasan Karakteristik
intensitas, atau
1. Dapat mengungkapkan keparahan nyeri, dan
bahwa nyeri berkurang faktor presipitasinya.

2. Menunjukkan perubahan 2. Berikan informasi


tonus otot ( tidak lemas dan tentang nyeri, seperti
kaku ) penyebab nyeri,
berapa lama akan
3. Menyatakan rasa nyaman berlangsung, dan
setelah nyeri berkurang. antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedure.

3. Informasikan
kepada pasien
tentang prosedur
yang dapat
meningkatkan atau
menurunkan nyeri
dan tawarkan stretegi
koping yang
disarankan.

4. Kelola nyeri pasca


bedah awal dengan
pemberian obat yang
terjadwal (misalnya
setiap 4 jam sekali
selama 3hari)

5. Gunakan tindakan
pengendali nyeri.

9. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implemntasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam,2011:127)
10. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor apapun yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisis, 32 perencanaan, dan implementasi intervensi
(Nursalam,2011:135). dari hasil diagnosa yang telah ditemukan didapatkan
evaluasi sebagai berikut.
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih Evaluasi :
a. Kontinensia urine
b. Eliminasi urine tidak terganggu bau, jumlah, warna urine dalam rentang
yang diharapkan, tidak ada hematuria, pengeluaran urine tanpa nyeri,
c. Mempertahankan pola eliminasi urine yang optimal
d. Dapat meningkatkan fungsi kandung kemih pada individu yag
mengalami inkontensia urine dengan meningkatkan kemampuan kandung
kemih untuk menahan urine
2. Nyeri akut berhubngan dengan spasme kandung kemih Evaluasi :
a. Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan spikologis
b. Melaporkan nyeri berkurang kepada penyedia pelayanan
c. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan
nonanalgesik secara tepat
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
skunder dari prosedur pembedahan Evaluasi :
a. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan higene personal yang adekuat
c. Mengindikasikan status gastrointestianal, pernapasan, genitourinaria,
dan imun dalam batas normal
d. Menggambarkan faktor penunjang penularan infeksi Hasil evaluasi
tindakan ditulis dalam lembar catatan perkembangan dengan
melaksanakan observasi dan pengumpulan data subjektif, objektif dengan.
Kasus

Pada tanggal 8 November 2020, Tn. D (53 th) dengan latar belakang pendidikan klien SLTP
dan pekerjaan klien swasta diantar oleh anaknya yaitu Sdr. T ke RSU Banyudono Boyolali,
Setibanya di RS, di ruang UGD Tn. D mengatakan nyeri pada saat BAK, nyeri telah
dirasakan oleh klien ± 1 minggu yang lalu, selanjutnya dokter memeriksa Tn. D, ternyata Tn.
D terdiagnosa BPH dan harus dilakukan Op, Op. dilakukan lusa pada tanggal 22 November
2020. Sebelumnya Tn. D dengan kondisi sehat dan keluarga dari Tn. D tidak ada yang
mengalami keadaan seperti Tn. D rasakan saat ini. Esok harinya pada tanggal 23 November
2020 perawat melakukan pengkajian kepada Tn. D diruang Dahlia pukul 08.00 WIB, Tn. D
mengeluh nyeri pada luka Post Op. pada perut bagian bawah dan nyeri saat BAK, nyeri yang
dirasakan oleh klien seperti ditusuk-tusuk dan secara terus menerus dengan skala nyeri yaitu
7. Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu keadaan klien lemah, kesadaran CM, TD : 140/90
mmHg, RR : 18x/i, N : 86x/i, S : 36 ◦C, terdapat luka pembedahan didaerah suprapubis,
panjang luka ± 5 cm dan terdapat ± 5 jahitan, dan terpasang drainase, terpasang infus RL 20
tpm, nyeri tekan (+), peristaltik 10x/i, kateter terpasang pada tanggal 23 November 2020
dengan keadaan bersih, klien mengatakan aktivitas klien sebelum sakit yaitu secara mandiri,
namun selama sakit tampak aktivitas klien dibantu oleh keluarga dari makan, minum, mandi,
toileting, berpakaian, mobilitas, ROM.
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR

Tgl. Pengkajian : 23 November 2020 Tgl. MRS : 23 November 2020

Jam Pengkajian : 08.00 WIB Pasien datang : 8 November pukul 14.00 Wib

Ruang/Kelas : Dahlia/I No RM : 070191456

A. PENGKAJIAN
a. Identitas
1. Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 53 th
Jenis kelamin : LK
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Status : Kawin
Alamat : Jetis, Gagak Sipat, Ngemplak

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Sdr. T
Umur : 29 th
Jenis kelamin : Lk
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jetis, Gagak Sipat, Ngemplak
Hubungan dengan klien : Anak

b. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit


Nyeri pada saat BAK, nyeri telah dirasakan oleh klien ± 1 minggu yang lalu

c. Diagnosa Medis
BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia )

d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri pada luka op. pada perut bagian bawah dan nyeri saat BAK, nyeri yang

dirasakan oleh klien seperti ditusuk-tusuk dan secara terus menerus dengan skala

nyeri yaitu 7.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Tn. D dalam kondisi sehat

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada keluarga Tn. D yang mengalami keadaan seperti Tn. D rasakan saat ini

Genogram

Keterangan :

: bapak dan ibu kandung

: anak perempuan

: anak laki - laki

: meninggal

: orang yang tinggal serumah

: klien

e. Sebelas Pola Kesehatan Fungsional Gordon


1. Pola Manajamen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan

2. Pola Metabolik Nutrisi


BB :Tidak terkaji kg, TB : Tidak Terkaji cm, IMT :
Ket :
Bila IMT < 18 berarti underweight
Bila IMT 18-25 berarti normal
Bila IMT 25-27 berarti overweight
Bila IMT > 27 berarti obesitas

Sebelum sakit Sesudah sakit

Makan Minum Makan Minum

Frekuensi x sehari Gelas sehari Frekuensi x sehari Gelas sehari

Jenis : Jenis : Jenis : Jenis :


Jumlah : Jumlah : Jumlah : Jumlah :

Keluhan : - Keluhan : - Keluhan : Tidak Keluhan : Tidak


terkaji Terkaji
1. Pola Eliminasi

Sebelum sakit Sesudah sakit

BAB BAK BAB BAK

Frekuensi : Tidak Frekuensi : Tidak


Frekuensi : Tidak Terkaji Frekuensi :
Terkaji Terkaji Tidak Terkaji

Konsistensi Warna
: : Konsistensi :Warna :

Warna : Produksi : Warna : Produksi :

3. Pola Aktifitas Latihan

Kemampuan perawatan diri


Skor : 0) mandiri, 1) dibantu sebagian, 2) perlu bantuan orang lain, 3) perlu bantuan
orang lain dan alat, 4) tergantungan/tidak mampu

Aktifitas
1. (2)

Mandi
2. (2)

Berpakaian/
3. (2)
berdandan

Eliminasi
4. (2)

Mobilisasi
5. (2)

Makan
6. (2)

Ambulasi/ berjalan
7. (2)

4. Pola Istirahat Tidur

Keterangan Selama dirumah Selama dirumah sakit

Jumlah jam tidur siang 8. Tidak Terkaji

Jumlah jam tidur malam 9. Tidak Terkaji


5. Pola Persepsi Kognitif

Tidak Terkaji

6. Pola Konsep Diri Persepsi Diri

Tidak Terkaji

7. Pola Hubungan dan Peran


Tidak Terkaji

8. Pola Reproduksi Seksualitas

Tidak Terkaji

9. Pola Toleransi Terhadap Stress Koping


Tidak Terkaji

10. Pola Keyakinan Nilai

Tidak Terkaji

f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum :
- Keadaan umum : Lemah
- Tingkat kesadaran : CM
- GCS ( E= M= V= )
- BB kg, TB cm, IMT

2. Pemeriksaan tanda – tanda Vital

No. Pemeriksaan Hasil Nilai normal

1. Tekanan darah 140/90 100/60-140/90 mmhg

2. Nadi 86 x/i 70-100 x/i

3. Respirasi 18x/i 16-20x/i

4. Suhu 36 36,5-37,5 0c
3. Pemeriksaan Head To Toe
a. Pemeriksaan wajah
1. Mata

Tidak Terkaji

2. Hidung

Tidak Terkaji

3. Mulut dan Gigi

Tidak Terkaji

4. Telinga / Pendengaran

Tidak Terkaji

b. Pemeriksaan Kepala dan Leher


1. Kepala dan Rambut
Tidak Terkaji

2. Leher
Tidak Terkaji
c. Pemeriksaan Thorax/ Dada
1. Paru – paru (Tidak Terkaji)
● Inspeksi

● Palpasi

● Perkusi

● Auskultasi

2. Jantung (Tidak Terkaji)


● Inspeksi

● Palpasi

● Perkusi

● Auskultasi

d. Pemeriksaan Abdomen
● Inspeksi

Terdapat luka pembedahan daerah suprapubis, panjang luka ± 5 cm


dan terdapat ± 5 jahitan, terpasang drainase

● Auskultasi

Peristaltik 10x/i

● Palpasi

Nyeri tekan (+)

● Perkusi
Timpani
e. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas
● Inspeksi

● Palpasi

2. Ekstremitas Bawah
● Inspeksi

● Palpasi

f. Pemeriksaan Gerak Motorik


Kanan Atas Kiri Atas

Kanan Bawah Kiri Bawah

Keterangan :
1. ( tidak ada ) otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi,
bila lengan/tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif. Mampu
menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu melawan
aya gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh .
2. ( sedikit ) tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan tahanan sewakty
jatuh. Kontraksi otot dapat dipalpasi tanpa gerakan persendian
3. ( buruk ) mampu menahan tegak yang berarti mampumenahan gaya
gravitasi ( saja), tapi dengan senuhan akan jatuh. Tidak mampu melawan
gaya gravitasi “ gerakan pasif :
4. (Sedang ) mamapu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak
mampu melawan tekanan/ dorongan dari pemerksa hanya mampu
melawan gaya gravitasi
5. (Baik) kekuatan kurang diandingkan sisi lain. Mampu menggeakkan
persendian dengan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan sedang
6. ( Normal ) kekauatan utuh. Mampu menggerakkan persednian dalam
lingkup gerak penuh, mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan
dengan tahan penuh

g. Pemeriksaan Kulit/ Integumen


● Inspeksi

● Palpasi
g. Pemeriksaan Penunjang

No. PARAMETER HASIL SATUAN HARGA NORMAL

FAAL HATI

Albumin g/l 3,5-5,0

SGOT U/l <40

SGPT U/l <41

FAAL GINJAL

Ureum Mg/dl 15-39

Kreatinin Mg/dl L : 0,9 – 1,3


P: 0,6 – 1,1

Asam urat Mg/dl L : 3,5 – 7,3


P : 2,6 – 6,0

FAAL LEMAK

Cholesterol Mg/dl <200

Trigliserida Mg/dl <150

HDL Mg/dl >34

LDL Mg/dl <120

ELEKTROLIT

Natrium (Na) Mmol/L 135-148

Kalium (K) Mmol/L 3,5-5,3

Clorida (Cl) Mmol/L 98 - 110

Calcium (Ca) Mmol/L 1,19- 1,23

HEMATOLOGI

Wbc 10^9/L 4,0 – 10,0

Lym # 10^9/L 0,6 – 3,5

Mxd# 10^9/L 0,1 – 0,9


Neut# 10^9/L 1,3 – 6,7

Lym% % 14 -53

Mxd% % 3-6

Neut% % 30 - 90

Rbc 10^12/L 3,5 – 5,5

Hgb g/dl 11-16

Mcv fL 80 - 100

Mch Pg 27-34

Mchc g/L 320 - 360

Rdw-cv % 11 – 16

Rdw – sd fL 35 - 56

Hct % 35 - 50

Plt 10^9/l 100 - 300

Mpv fL 7 - 13

Pdw fL 15 - 18

Pct % 0,1 – 0,28

p- lcr % 13 - 43

P_lcc 10^9/L 13 -129

Gula darah mg/dl <123


Gula darah puas

Glukosa 2 jam pp mg/dl < 200

Glukosa sewaktu mg/dl <200

KED ( westergren) mm/jam 1-15


Keterangan :
h. Terapi dan tindakan

Terapi obat

Nama obat Cara pemberian Dosis Frekuensi

RL IV 20 tpm
B. DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif

 Klien mengatakan nyeri pada luka Post  Skala nyeri 7, nyeri yang dirasakan oleh
Op. pada perut bagian bawah dan nyeri klien seperti ditusuk-tusuk dan secara
saat BAK. terus menerus

 -  Aktivitas klien dibantu oleh keluarga :


makan, minum, mandi, toileting,
berpakaian, mobilitas, ROM.

 -
 Terdapat luka pembedahan didaerah
suprapubis, panjang luka ± 5 cm dan
terdapat ± 5 jahitan
C. ANALISA DATA

No Symptomp Etiologi Problem

Skala
1. Nyeri dirasakan pada perut bagian Agen cedera biologis  Nyeri Akut
bawah Skala nyeri 7, nyeri terus
menerus dan menusuk-nusuk

2. Kelemahan fisik Intoleransi Aktivitas


Aktivitas klien dibantu oleh
keluarga : makan, minum, mandi,
toileting, berpakaian, mobilitas,
ROM.

3. Terdapat luka pembedahan Prosedur Invasive Resiko Infeksi

didaerah suprapubis, panjang luka


± 5 cm dan terdapat ± 5 jahitan
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. D Nama Mahasiswa : Fiqry Prasetyo
Ruang : Dahlia NIM : G1B116029
No RM :070191456

No Tgl dan Jam Diagnosa Keperawatan Paraf

1. 1. 2. 23 November 4. Nyeri akut b.d cedera biologis d.d skala nyeri


2020/08.00 WIB 7, nyeri terus menerus dan menusuk-nusuk

3.
2.
23 November Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik d.d
2020/08.00 WIB aktivitas klien dibantu oleh keluarga makan,
minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilitas, ROM.
3.
23 November
Resiko infeksi b.d prosedur invasive d.d
2020/08.00 WIB
Terdapat luka pembedahan didaerah
suprapubis, panjang luka ± 5 cm dan terdapat
± 5 jahitan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. D Nama Mahasiswa : Fiqry Prasetyo
Ruang : Dahlia NIM : G1B116029
No RM :070191456
DiagnosaKepera
Tujuan Intervensi
watan

1. 1. Nyeri akut b.d1. Setelah dilakukan tindakan


2. 1. Pantau tingkat dan intensitas nyeri
cedera biologis keperawatan 1x2 jam,
3. 2. Ajarkan tekhnik relaksasi
d.d Skala nyeri 7, klien melaporkan nyeri
nyeri terus berkurang atau hilang, 4. 3. Beri kompres hangat
menerus dan klien dapat
menusuk-nusuk mengkompensasi nyeri 5. 4. Beri posisi yang nyaman

dengan baik
6. 5. Kondisikan lingkungan yang tenang disekitar klien

7. 6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program


terapi
2. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam 8. 1. Observasi tingkat ketergantungan
Aktivitas b.d diharapkan ADL dapat
kelemahan fisik dilakukan klien secara 9. 2. Mengajarkan ROM
d.d aktivitas klien mandiri

dibantu oleh 10. 3. Menganjurkan tirah baring


keluarga makan,
minum, mandi,
toileting,
berpakaian,
mobilitas, ROM.

3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan


keperawatan 3x24 jam
b.d prosedur diharapkan tidak ada 1. Observasi tanda-tanda infeksi
invasive d.d tanda-tanda infeksi
Terdapat luka 2. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril

pembedahan
3. Kolaborasi pemberian antibiotik
didaerah
suprapubis,
panjang luka ± 5
cm dan terdapat ±
5 jahitan

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Nugroho, taufan. 2011. Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, penyakit dalam.
Yogyakarta:nuha medika
Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Ariani, D Wahyu. 2010. Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Rineka Cipta Deswani.
2009. Proses keperawatan dan berpikir kritis. Jakarta:Selemba Medika
Fransisca, baticaca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
perkemihan. Jakarta : salemba medika

Anda mungkin juga menyukai