A. PENGERTIAN
BPH adalah suatu penyakit perbesaran dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali
menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia.
Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak
diikuti oleh jumlah. Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel (Prabowo & Pranata,2014:130).
B. Etiologi
penyebab terjadinya BPH hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti,
namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada
pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun
angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% etiologi yang belum
jelas maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya BPH meliputi,
Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen
dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya
kematian sel (apoptosis), teori sel stem. (Purnomo, 2011)
Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan
reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad
merupakan faktor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat
menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-
sel 17 kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
Faktor interaksi Stroma dan epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast
Growth Factor (BFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran
prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena
miksi, ejakulasi atau infeksi
Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel
yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya,
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat
keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel.
Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan selsel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan
sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga
jika hormon androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis.
C. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes
setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada
sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,
20 benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3) Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan
pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun
gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat
terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
D. Patofisiologi
Patofisiologi Pembesar prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesar prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher, vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat sebagai akibatnya serat detrusor akan
menjadi lebih tebal dan penonjolan serat dretusor kedalam mokusa buli-buli akan
terlihat sebagai balok-balok yang trabukulasi. Jika dilihat dari dalam vesika dengan
sitoskopi, mukosa fisika dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga
terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar
disebut diverkel. Fase penebalan detrusorsor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk kontransi, sehingga terjadi retensi urine total yang
berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas(Wijaya & Putri
2013:98).
E. Tanda Dan Gejala
1. Gejala Iritatif meliputi :
Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
Pancaran urin melemah
Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
Kalau mau miksi harus menunggu lama
Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
Urin terus menetes setelah berkemih
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
c. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
Keterangan :
1.1 : Perasaan tidak nyeri
1.3 : Nyeri ringan.
VAS adalah garis lurus sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung kiri
menandakan “tidak ada nyeri ” dan ujung kanan menandakan “nyeri yang
paling buruk”. VAS merupakan pengukuran yang lebih sensitif karena dapat
mengidentifikasi setiap titik (Smeltzer, 2002 didalam Andarmoyo, 2013)
2) Skala Numerik
3. Informasikan
kepada pasien
tentang prosedur
yang dapat
meningkatkan atau
menurunkan nyeri
dan tawarkan stretegi
koping yang
disarankan.
5. Gunakan tindakan
pengendali nyeri.
9. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implemntasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam,2011:127)
10. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor apapun yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisis, 32 perencanaan, dan implementasi intervensi
(Nursalam,2011:135). dari hasil diagnosa yang telah ditemukan didapatkan
evaluasi sebagai berikut.
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih Evaluasi :
a. Kontinensia urine
b. Eliminasi urine tidak terganggu bau, jumlah, warna urine dalam rentang
yang diharapkan, tidak ada hematuria, pengeluaran urine tanpa nyeri,
c. Mempertahankan pola eliminasi urine yang optimal
d. Dapat meningkatkan fungsi kandung kemih pada individu yag
mengalami inkontensia urine dengan meningkatkan kemampuan kandung
kemih untuk menahan urine
2. Nyeri akut berhubngan dengan spasme kandung kemih Evaluasi :
a. Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan spikologis
b. Melaporkan nyeri berkurang kepada penyedia pelayanan
c. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan
nonanalgesik secara tepat
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
skunder dari prosedur pembedahan Evaluasi :
a. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan higene personal yang adekuat
c. Mengindikasikan status gastrointestianal, pernapasan, genitourinaria,
dan imun dalam batas normal
d. Menggambarkan faktor penunjang penularan infeksi Hasil evaluasi
tindakan ditulis dalam lembar catatan perkembangan dengan
melaksanakan observasi dan pengumpulan data subjektif, objektif dengan.
Kasus
Pada tanggal 8 November 2020, Tn. D (53 th) dengan latar belakang pendidikan klien SLTP
dan pekerjaan klien swasta diantar oleh anaknya yaitu Sdr. T ke RSU Banyudono Boyolali,
Setibanya di RS, di ruang UGD Tn. D mengatakan nyeri pada saat BAK, nyeri telah
dirasakan oleh klien ± 1 minggu yang lalu, selanjutnya dokter memeriksa Tn. D, ternyata Tn.
D terdiagnosa BPH dan harus dilakukan Op, Op. dilakukan lusa pada tanggal 22 November
2020. Sebelumnya Tn. D dengan kondisi sehat dan keluarga dari Tn. D tidak ada yang
mengalami keadaan seperti Tn. D rasakan saat ini. Esok harinya pada tanggal 23 November
2020 perawat melakukan pengkajian kepada Tn. D diruang Dahlia pukul 08.00 WIB, Tn. D
mengeluh nyeri pada luka Post Op. pada perut bagian bawah dan nyeri saat BAK, nyeri yang
dirasakan oleh klien seperti ditusuk-tusuk dan secara terus menerus dengan skala nyeri yaitu
7. Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu keadaan klien lemah, kesadaran CM, TD : 140/90
mmHg, RR : 18x/i, N : 86x/i, S : 36 ◦C, terdapat luka pembedahan didaerah suprapubis,
panjang luka ± 5 cm dan terdapat ± 5 jahitan, dan terpasang drainase, terpasang infus RL 20
tpm, nyeri tekan (+), peristaltik 10x/i, kateter terpasang pada tanggal 23 November 2020
dengan keadaan bersih, klien mengatakan aktivitas klien sebelum sakit yaitu secara mandiri,
namun selama sakit tampak aktivitas klien dibantu oleh keluarga dari makan, minum, mandi,
toileting, berpakaian, mobilitas, ROM.
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR
Jam Pengkajian : 08.00 WIB Pasien datang : 8 November pukul 14.00 Wib
A. PENGKAJIAN
a. Identitas
1. Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 53 th
Jenis kelamin : LK
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Status : Kawin
Alamat : Jetis, Gagak Sipat, Ngemplak
c. Diagnosa Medis
BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia )
d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri pada luka op. pada perut bagian bawah dan nyeri saat BAK, nyeri yang
dirasakan oleh klien seperti ditusuk-tusuk dan secara terus menerus dengan skala
nyeri yaitu 7.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ada keluarga Tn. D yang mengalami keadaan seperti Tn. D rasakan saat ini
Genogram
Keterangan :
: anak perempuan
: meninggal
: klien
Konsistensi Warna
: : Konsistensi :Warna :
Aktifitas
1. (2)
Mandi
2. (2)
Berpakaian/
3. (2)
berdandan
Eliminasi
4. (2)
Mobilisasi
5. (2)
Makan
6. (2)
Ambulasi/ berjalan
7. (2)
Tidak Terkaji
Tidak Terkaji
Tidak Terkaji
Tidak Terkaji
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum :
- Keadaan umum : Lemah
- Tingkat kesadaran : CM
- GCS ( E= M= V= )
- BB kg, TB cm, IMT
4. Suhu 36 36,5-37,5 0c
3. Pemeriksaan Head To Toe
a. Pemeriksaan wajah
1. Mata
Tidak Terkaji
2. Hidung
Tidak Terkaji
Tidak Terkaji
4. Telinga / Pendengaran
Tidak Terkaji
2. Leher
Tidak Terkaji
c. Pemeriksaan Thorax/ Dada
1. Paru – paru (Tidak Terkaji)
● Inspeksi
● Palpasi
● Perkusi
● Auskultasi
● Palpasi
● Perkusi
● Auskultasi
d. Pemeriksaan Abdomen
● Inspeksi
● Auskultasi
Peristaltik 10x/i
● Palpasi
● Perkusi
Timpani
e. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas
● Inspeksi
● Palpasi
2. Ekstremitas Bawah
● Inspeksi
● Palpasi
Keterangan :
1. ( tidak ada ) otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi,
bila lengan/tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif. Mampu
menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu melawan
aya gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh .
2. ( sedikit ) tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan tahanan sewakty
jatuh. Kontraksi otot dapat dipalpasi tanpa gerakan persendian
3. ( buruk ) mampu menahan tegak yang berarti mampumenahan gaya
gravitasi ( saja), tapi dengan senuhan akan jatuh. Tidak mampu melawan
gaya gravitasi “ gerakan pasif :
4. (Sedang ) mamapu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak
mampu melawan tekanan/ dorongan dari pemerksa hanya mampu
melawan gaya gravitasi
5. (Baik) kekuatan kurang diandingkan sisi lain. Mampu menggeakkan
persendian dengan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan sedang
6. ( Normal ) kekauatan utuh. Mampu menggerakkan persednian dalam
lingkup gerak penuh, mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan
dengan tahan penuh
● Palpasi
g. Pemeriksaan Penunjang
FAAL HATI
FAAL GINJAL
FAAL LEMAK
ELEKTROLIT
HEMATOLOGI
Lym% % 14 -53
Mxd% % 3-6
Neut% % 30 - 90
Mcv fL 80 - 100
Mch Pg 27-34
Rdw-cv % 11 – 16
Rdw – sd fL 35 - 56
Hct % 35 - 50
Mpv fL 7 - 13
Pdw fL 15 - 18
p- lcr % 13 - 43
Terapi obat
RL IV 20 tpm
B. DATA FOKUS
Klien mengatakan nyeri pada luka Post Skala nyeri 7, nyeri yang dirasakan oleh
Op. pada perut bagian bawah dan nyeri klien seperti ditusuk-tusuk dan secara
saat BAK. terus menerus
-
Terdapat luka pembedahan didaerah
suprapubis, panjang luka ± 5 cm dan
terdapat ± 5 jahitan
C. ANALISA DATA
Skala
1. Nyeri dirasakan pada perut bagian Agen cedera biologis Nyeri Akut
bawah Skala nyeri 7, nyeri terus
menerus dan menusuk-nusuk
3.
2.
23 November Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik d.d
2020/08.00 WIB aktivitas klien dibantu oleh keluarga makan,
minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilitas, ROM.
3.
23 November
Resiko infeksi b.d prosedur invasive d.d
2020/08.00 WIB
Terdapat luka pembedahan didaerah
suprapubis, panjang luka ± 5 cm dan terdapat
± 5 jahitan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. D Nama Mahasiswa : Fiqry Prasetyo
Ruang : Dahlia NIM : G1B116029
No RM :070191456
DiagnosaKepera
Tujuan Intervensi
watan
dengan baik
6. 5. Kondisikan lingkungan yang tenang disekitar klien
pembedahan
3. Kolaborasi pemberian antibiotik
didaerah
suprapubis,
panjang luka ± 5
cm dan terdapat ±
5 jahitan
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Nugroho, taufan. 2011. Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, penyakit dalam.
Yogyakarta:nuha medika
Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Ariani, D Wahyu. 2010. Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Rineka Cipta Deswani.
2009. Proses keperawatan dan berpikir kritis. Jakarta:Selemba Medika
Fransisca, baticaca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
perkemihan. Jakarta : salemba medika