Anda di halaman 1dari 19

A.

Anatomi dan fisiologi prostat

Kelenjar prostat terletak tepat di bawah leher kandung kemih.Klenjar ini mengelilingi uretra
dan di potong melintang oleh duktus ejakutarous, yang merupakan kelanjutan dari vas
deferen.Kelnjar ini berbentuk seperti buah kemiri. Normal beratnya kurang lebih 20 gram, di
dalamya berjalan uretra posterior kurang lebih 2,5 cm. pada bagian anterior defikasi oleh
ligamentum pubrorostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenital. Pada prostat
bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada
veromuntarum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dan sifingter uretra eksterna.
Secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel uretha posterior. Suplai darah
prostat diperdarai oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero lateralis leher
vesika, drainase vena.

Prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus santorini.Persarafan prostat terutama
berasal dari simpatis pleksus hipograstijus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis
ketiga dan keempat mellaui pleksus sakralis.Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi obtuaria
iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi penyebaran penyakit
dari prostat.

Fungsi prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk
melindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat uretra dan vagina. Di bawah
kelenjar ini terdapat kelnjar bulbo uretralis yang memiliki panjang 2-5 cm. fungsi hampir
sama dengan kelenjar prostat. Kelnjar ini menghasilkan sekresi yang penyaluranya dari testis
secara kimiawi dan fisiologis sesuia kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual,
prostat mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke
dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menahan volume caiarn vesikula seminalis dan
sperma.Cairan prostat bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap dicairan vagina wanita,
bersama ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang
dalam lingkungan dengan pH rendah.
Suzanne C. Smeltzer. 2005, Elizabeth J. C, 2009

B. Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, dan membungkus uretra posterior.Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal
pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo
(2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat
(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron
menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa
pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan.Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor.Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan
serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat
aetrisor.Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel.Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung
kemih.Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi
terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi,
pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan
yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga
sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence).Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan
terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

C. Pengertian
Benigna Prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang paling
umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk
intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri.Y, 2013).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
BPH adalah suatu kondisi yang sering terjadi pada pria yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada prostate yaitu prostate mengalami atrofi dan menjadi
nodular sehingga mengalami pembesaran dan mengakibatkan obstruksi urine.
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostate memanjang ke atas kedalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra terjadi
dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smelzer dan
Barre, 2002).
BPH adalah pertumbuhan nodul-nodul fibriadenomatosa majemuk dalam
prostate, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Sylvia.A Price,
2006).
D. Etiologi
 Pada lansia akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen
karena produksi testosteron mengalami penurunan
 Terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer
karena proses pembesaran prostate terjadi perlahan-lahan, efek perubahan juga
terjadi secara perlahan-lahan (Huda. Arif, 2015)

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
a) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
b) Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c) Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
d) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
e) Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Purnomo.B, 2011).
E. Biokimia dan Patologi

Hingga saat ini terdapat hipotesis yang terkait mengenai penyebab terjadinya BPH
yaitu:Hipotesis mengenai peran dihydrotestosterone (DHT) dan inflamasi kronik, dimana
teori ini yang dianggap lebih sesuai dalam perkembangan BPH. Perkembangan prostat
dipengaruhi oleh androgen dan estrogen.Androgen terdiri dari testosteron dan
dihydrotestosterone (DHT).Di dalam prostat terjadi konversi testosteron menjadi DHT.Ikatan
antara androgen dan estrogen pada ligannya masing-masing dapat merangsang proliferasi dan
regulasi apoptosis pada prostat melalui interaksi stromalepitelial, growth factor dan
neurotransmitter (Briganti et al, 2009;Roehrborn CG, 2008; van der Sluis et al, 2010,
Aritonang et al, 2014).

Testosteron sendiri, yang merupakan hormon utama testis adalah suatu


steroid.Hormon ini disintesis dari kolesterol di sel-sel leydig, dan juga terbentuk dari
androstenedion yang disekresikan oleh korteks adrenal. Testosteron disini yang nantinya akan
dirubah menjadi DHT oleh 5α-reduktase dibeberapa jaringan sasaran. DHT inilah yang
kemudian akan diikat oleh reseptor yang berada di dalam sitoplasma sel prostat sehingga
membentuk DHT-reseptor kompleks. DHT-reseptor kompleks ini kemudian akan masuk ke
dalam inti sel dan akan mempengaruhi asam ribonukleat (RNA) untuk menyebabkan
terjadinya sintesis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (Taiwo SS et al.,2006).

Lipid merupakan komponen penting dalam pembentukan steroid termasuk


testosteron.Lipid yang secara biologis penting adalah asam-asam lemak dan
derivatderivatnya, lemak netral (trigliserida), fosfolipid dan senyawa-senyawa terkait, serta
sterol.Asam-asam lemak ini dapat jenuh (tidak ada ikatan ganda) atau tak jenuh
(terdehidrogenasi, dengan aneka jumlah ikatan ganda).Fosfolipid adalah unsur pokok
membran sel, sedangkan sterol itu sendiri mencakup berbagai hormon steroid dan
kolesterol.Sebagian lipid plasma tidak bersirkulasi dalam bentuk bebas.Asam-asam lemak
bebas (sering disebut FFA, UEA, atau NEFA) terikat pada albumin, sementara kolesterol,
trigliserida, dan fosfolipid ditranspor dalam bentuk kompleks lipoprotein. Ada 4 jenis
lipoprotein, yaitu : kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), high density lipoprotein (HDL).

Kolesterol yang merupakan salah satu komponen lipid adalah prekursor


hormonhormon steroid dan asam lemak, merupakan unsur pokok yang penting di membran
sel. Kolesterol diabsorpsi dari usus dan dimasukkan ke dalam kilomikron yang dibentuk di
dalam mukosa.Setelah kilomikron mengeluarkan triglseridanya di jaringan adiposa,
kilomikron sisanya menyerahkan kolesterolnya ke hati.Hati dan jaringan-jaringan lain juga
mensintesis kolesterol.Sedikit kolesterol di hati diekskresi di empedu, baik dalam bentuk
bebas maupun sebagai asam empedu.Sedikit kolesterol empedu direabsorpsi dari
usus.Kebanyakan kolesterol di hati digabungkan ke dalam VLDL, dan semuanya bersirkulasi
dalam kompleks-kompleks lipoprotein.

Kegemukan dan hiperkolesterolemia menurut beberapa penelitianmemiliki hubungan


yang positif terkait dengan terjadinya BPH (Neuhouse ML, Soygur T et al., 2004), dan
diperkirakan bahwa asupan lemak meningkatkan risiko terjadinya penyakit tersebut. Suzuki
et al, membuktikan bahwa asupan lemak tak jenuh ini ada hubungannya dengan terjadinya
pembesaran prostat, gejala LUTS dan BPH. Hubungan antara usia dengan perubahan
komposisi asam lemak dari epitel prostat dan stroma pada pria dengan BPH disini masih
diteliti (Weisser H et al., 2002).

Faktor asupan makanantinggilemakdapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit


BPH.Diet inimeningkatkan risiko terjadinya BPHsebesar 25%. Diet tinggi lemakakan
meningkatkansintesis kolesterol, yang juga akan meningkatkansintesis terhadap androgen.
Asupan tinggi asam lemak tak jenuh menyokong untuk terjadinya peroksidasi lipid dari
membran sel dan mempengaruhi terjadinya ketidakseimbangan. Lipid peroksida
menyebabkan perubahan biokimia intraseluler, yang juga akan meningkatkan konsentrasi 5-
alpha-reductase dan DHT prostat, dan dengan demikian akan meningkatkan epitel dan stroma
growth.Tingkat kejenuhan dari asam lemak dalam membran sel juga muncul untuk
mempengaruhi kerja dari 5-alpha-reductase (Suzuki S et al., 2002).

Dengan bertambahnya berat badan, sel-sel lemak menjadi lebih besar dan cenderung
memproduksi lebih estrogen, yang mendorong sel-sel prostat untuk mensintesis lebih DHT
(Suzuki S et al., 2002).

Disamping teori tersebut pada pasien obesitas, beberapa penelitian menemukan


adanya proses peningkatan inflamasi kronik oleh karena peningkatan sekresi sitokin
proinflamasi oleh lemak visceral. Inflamasi merupakan proses yang melibatkan elemen
humoral (sitokin) dan selular (leukosit, monosit, dan makrofag). Pada proses inflamasi
normal ada keseimbangan antara faktor pro-inflamasi (produksi growth factor dan
angiogenesis) dan anti inflamasi (penghambat proses tersebut), sehingga terjadi proses
resolusi. Namun pada inflamasi kronik, utamanya terjadi aktivasi sel T dan fagosit
mononuklear secara kronik, sehingga menyebabkan persistensi faktor pro-inflamasi sehingga
terjadi gangguan proses inflamasi. Hal ini kemudian akan merangsang proses inflamasi
dengan memproduksi semakin banyak sitokin dan growth factor. Sel T mempengaruhi
pembentukan matrix dan sekresi epithelial, kemudian merangsang stromal dan epitelial
prostat berproliferasi dengan menstimulasi pertumbuhan fibromuskular secara autokrin atau
parakrin. Jumlah pembesaran prostat sebanding dengan lama dan tingkat keparahan inflamasi
(Parikesit et al, 2014)

Hal berbeda ditemukan beberapa penelitian. Penelitian Lekili et al, 2006 juga menemukan
tidak ada korelasi yang signifikan antara volume prostat degan kolesterol total, trigliserida,
LDL dan HDL. Penelitian Guptaet al, 2006 dan Zucchetto et al 2005 tidak menemukan
adanya korelasi yang signifikan antara serum lipid dengan volume prostat. Penelitian terbaru
menyatakan peranan androgen dalam perkembangan BPH belum secara jelas diketahui.
Ditemukan kadar androgen pada prostat normal dan BPH ternyata hampir sama. Kadar
testosteron serum pada orang normal (351.58-538 ng/dL) sedangkan pada BPH (361.7-847
ng/dL) sementara kadar DHT serum pada orang normal (31.5-40.35 ng/dL) dan pada BPH
(38.58-61.09 ng/dL). Dilihat dari kadar DHT intra prostatik pun tidak menunjukkan adanya
perbedaan dimana pada orang normal kadar DHT intraprostatnya berkisar antara 0.7-9.3 ng/g
sementara BPH 1.0-8.15 ng/g (Briganti et al 2009; Wang et al, 2012; Aritonang et al, 2014).
Penelitian tersebut menyebutkan pembesaran prostat dipengaruhi DHT secara tidak langsung

Patalogi bph ditandai dengan pertumbuhan kelenjar hiperplastik dan stoma yang
bergabung menjadi nodul mikroskopi dan makroskopis di kelenjar prostat. Ada lima jenis
umum dari noduL BPH. Yaitu fibromyoadenomatous (umum), fibroadenomatus,
fibrous/fibrovaskuler, dan muskular (jarang).Umumnya BPH terdiri dari kelenjar
(mengandung sebagian besar sel kelenjar), dan stoma (yang hanya berisi sel stroma).Nodul
awal yang berkembang pada BPH ditemukan didaerah periuretra dan biasanya stroma, terdiri
dari jaringan fibrosa dan beberapa otot polos.Pada beberapa kasus, nodul BPH dapat
ditemukan di zona prifer, yang dapat teraba dengan pemeriksaan colok dubur, dan biasanya
terdiri dari unsur kelenjar epitel.Kurangnya unsur kelenjar di nodul stroma BPH, dan
pengamatan perbedaan zona di awal nodul BPH menyebabkan etiologi yang berbeda dari
nodul stroma dibandingkan dengan BPH komponen kelenjar. Ketika zona transisi membesar
secara makroskopi, karena pertumbuhan BPH nodular, keadaan ini dapat menghambat aliran
urin melalui uretra prostat dan karenanya menjadi LUTS (nicholson & ricke,2012).

F. Penatalaksanaan
1. Pasien dengan gejala ringan BPH tidak berbahaya bagi semua pasien.
2. Penatalaksanaan terapi :
a. Penghalangan ɑ-Adrenergik seperti doksasoin (Caradura), Prazozin (Minipress),
Terasozin (Hytrin), serta relaksasi otot kandung kemih dan prostat.
b. Finasteride (Proscara), efek antiandrogen pada sel prostat, dan mencegah
hyperplasia.
3. Dilatasi balon pada uretra prostat dalam waktu yang singkat dapat menghilangkan
gejala.
4. Bedah TURP, TIUP, atau open prostatctectomy untuk prostat yang terlalu besar,
biasanya melalui suprapubik
5. Bedak laser
6. Microwave hyperthermia treatments.(Nursalam, 2006)
Sumber : Nursalam. 2006. Asuhan Keperawtan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika

G. Manifestasi klinis
- Retensi urine
- Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
- Miksi yang tidak puas
- Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
- Pada malam hari miksi harus mengejan
- Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
- Massa pada abdomen bagian bawah hematuria
- Urgency (dorongan yang mendesak untuk mengeluarkan urine
- Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
- Kolik renal
- Berat badan turun
- Anemia kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam
kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

H. Pengkajian Fokus

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH merujuk pada
teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) , Tucker dan Canobbio (2008) ada berbagai macam,
meliputi :

a. Demografi Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit hitam
memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih.Status social ekonomi memili
peranan penting dalam terbentuknya fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki
pengaruh terserang penyakit ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebih tinggi..

b. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi ,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit
memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan
akhirnya menjadi retensi urine.

c. Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani pembedahan prostat /
hernia sebelumnya.

d. Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.

e. Pola kesehatan fungsional

1) Eliminasi Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
kekuatan system perkemihan.Tanyakan 25 pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau
mempertahankan aliran kemih.Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan
seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.

2) Pola nutrisi dan metabolisme Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan
pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.

3) Pola tidur dan istirahat Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang
karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).

4) Nyeri/kenyamanan Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah

5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok,
penggunaan obatobatan, penggunaan alkhohol.

6) Pola aktifitas Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan
waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban berat.Apakah ada
perubahan sebelum sakit dan selama sakit.Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari
sendiri.

7) Seksualitas Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua
seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan
nyeri tekan pada prostat.

8) Pola persepsi dan konsep diri Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang
dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan 26 pasien
biasa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.

Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :

1) Laboratorium

a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa
antimikroba.

b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang


menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.

c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan


perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak
perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate
specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya
dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2) Radiologis/pencitraan Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan


untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan volume
residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun
tidak berhubungan dengan BPH.

a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tanda 27 adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan
ginjal.

b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya


kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang
berbentuk seperti mata kail (hooked
fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.

c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa


masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur
sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang
mungkin ada dalam buli-buli.

I. Diagnosa kasus dan pengkajian kasus

Dx: Kurang pengetahuan tentang proses operasi b.d kurangnya sumber informasi
DS :pasien mengatakan cemas dan takut DO : Td 160/95 mmHg,nadi 96x/menit,Rr
16x/mnt,suhu 37,4 °C
DS :pasien mengeluh tidak bisa kencing
Do : kencing tidak tuntas
Pengkajian kasus
Identitas klien
Nama: tn H
Umur 64 th
Jenis kelamin :laki-laki
Keluhan utama :mengeluh tidak bisa kencing,kencing tidak tuntas
Riwayat kesehatan
Kesehatan sekarang: pasien mengeluh tidak bisa kencing,kencing tidak tuntas,kencing
menetes dan sudah terpasang kateter selama 1 bulan pasien dirawat sejak 4 hari yg lalu
dengan diagnosa medis BPH (benihnya prostat hyperplasia)
Kesehatan dahulu : -
Kesehatan keluarga: -
Pemeriksaan fisik: Td 160/95 mmHg,N 96x/menit,Rr 16x/menit,suhu 37,4°

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan colok dubur (Recta Toucher)


Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin
kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:
a) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR)
b) Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum
c) Menilai keadaan prostate
2. Laboratorium
- Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
- Ureu, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
3. Pengukuran derajat berat obstruksi
- Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa urin
kosong dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
- Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat : jumlah cairan dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata 10 s/d
12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
4. Pemeriksaan lain
- BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
- USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk menentukan
volume prostat
- Trans abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke buli-
buli yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat bertat obstruksi apabila ada
batu dalam vesika
- Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder
1. Pra operasi
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi retensi urine Kriteria
Hasil : Pasien menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml, dengan
tidak adanya tetesan atau kelebihan cairan.

Intervensi Rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2- 1. meminimalkan retensi urin distensi
4 jam atau bila tiba-tiba dirasakan berlebihan pada kandung kemih.
2. Observasi aliran urin, perhatikan 2. berguna untuk mengevaluasi obstruksi
ukuran dan kekuatan. dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu tiap berkemih 3. retensi urine meningkatkan tekanan
dan jumlah tiap berkemih, perhatikan dalam saluran perkemihan atas, yang
penurunan haluaran urin dan dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
perubahan berat jenis. Adanya deficit aliran darah keginjal
4. Lakukan perkusi/palpasi suprapubik menganggu kemampuanya untuk
5. Dorong masukan cairan sampai 3000 memfilter dan mengkonsentrasi
ml sehari substansi.
6. Kaji tanda-tanda vital, timbang BB 4. distensi kandung kemih dapat
tiap hari, pertahankan pemasukan dan dirasakan diarea suprapubik
pengeluaran yang akurat 5. peningkatan aliran cairan
7. Lakukan rendam duduk sesuai mempertahankan perfusi ginjal dan
indikasi membersihkan ginjal dan kandung
8. Kolaborasi pemberian obat kemih dari pertumbuhan bakteri
Supositorial rectal 6. kehilangan fungsi ginjal
9. Kolaborasi pemberian obat Antibiotic mengakibatkan penuruna eliminasi
dan antibakteri cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat
berlanjut kepenuruan ginjal total
7. meningkatkan relaksasi otot, penuruan
edema, dan dapat meningkatkan upaya
berkemih.
8. supositorial dapat diabsorbsi dengan
mudah melalui mukosa kedalam
jaringan kandung kemih untuk
menghasilkan relaksasi
otot/menghilangkan spasme
9. digunakan untuk melawan infeksi

b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi kandung
kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari pembesaran
prostat dan obstruksi uretra
Tuuan : nyeri hilang, terkontrol
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol pasien tampak
rileks, mampu untuk tidur dan istirahat dengan tepat

Intervensi Rasional
1. Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, 1. memberikan informasi untuk
intensitas (skala 0-10) lamanya. membantu dalam menentukan
2. Pertahankan tirah baring bila pilihan/keefektifan intervensi
diindikasikan 2. tirah baring mungkin diperlukan
3. Berikan tindakan kenyamanan, pada awal selama fase retensi akut.
distraksi selama nyeri akut Namun ambulasi dini dapat
seperti, pijatan punggung : memperbaiki pola berkemih
membantu pasien melakukan normal dan menghilangkan nyeri
posisi yang nyaman: mendorong kolik
penggunaan relaksasi/latihan 3. meningkatkan relaksasi,
nafas dalam: aktivitas terapeutik memfokuskan kembali perhatian
4. Dorong menggunakan rendam dan dapat meningkatkan
duduk, gunakan sabun hangat kemampuan koping
untuk perineum 4. meningkatkan relaksasi otot
5. Kolaborasi pemberian obat pereda 5. menurunkan adanya nyeri, dan kaji
nyeri ( analgetik) 30 menit kemudian untuk
mengetahui keefektivitasnya
c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan
rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut

Intervensi Rasional
1. Damping pasien dan bina 1. menunjukkan perhatian dan
hubungan saling percaya keinginan untuk membantu.
2. Berikan informasi tentang 2. Membantu pasien dalam
prosedur tindakan yang akan memahami tujuan dari suatu
dilakukan tindakan.
3. Dorong pasien/orang terdekat 3. Memberikan kesempatan pada
untuk menyatakan pasien dan konsep solusi
masalah/perasaan pemecahan masalah
4. Beri informasi pada pasien 4. memungkinkan pasien untuk
sebelum dilakukan tindakan menerima kenyataan dan
menguatkan kepercayaan pada
pemberi perawatan dan pemberian
informasi.

2. Post operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan darah, edema,
trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter.
Tujuan : Pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi
Kriteria hasil : Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung
kemih/urinaria, pasien mempertahankan keseimbangan cairan :
asupan sebanding dengan haluaran.

Intervensi Rasiona
1. Kaji haluaran urine dan system drainase, 1. retensi dapat terjadi karena edema
khususnya selama irigasi berlangsung area bedah, bekuan darah dan
2. Bantu pasien memilih posisi normal spasme kandung kemih.
untuk berkemih 2. mendorong pasase urine dan
3. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan menngkatkan rasa normalitas.
ukuran aliran setelah kateter dilepas. 3. kateter biasa lepas 2-5 hari setelah
4. Dorong pemasukan cairan 3000 ml bedah, tetapi berkemih dapat
sesuai toleransi, batasi cairan pada berlanjut sehingga menjadi
malam hari setelah kateter dilepas masalah untuk beberapa waktu
5. Pertahankan irigasi kandung kemih karena edema uretral dan
continue (continous bladder kehilangan tonus.
irrigation)/CBI sesuai indikasi pada 4. mempertahankan hidrasi adekuat
periode pascaoperasi dan perfusi ginjal untuk aliran
urine “penjadwalan” masukan
cairan menurunkan kebutuhan
berkemih/gangguan tidur selama
malam hari.
5. mencuci kandung kemih dari
bekuan darah dan debris untuk
mempertahankan patensi kateter.

b. Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
pembedahan, dan pemasangan kateter.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : 1) Pasien mengatakan nyeri berkurang
2) Ekspresi wajah pasien tenang
3) Pasien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
4) Pasien akan tidur / istirahat dengan tepat.
5) Tanda – tanda vital dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas 1. nyeri tajam, intermitten dengan
(skala 0-10) dorongan berkemih sekitar kateter
2. Jelaskan pada pasien tentang gejala dini menunjukkan spasme kandung
spasmus kandung kemih. kemih.
3. Pertahankan patensi kateter dan system 2. Kien dapat mendeteksi gajala dini
drainase. Pertahankan selang bebas dari spasmus kandung kemih.
lekukan dan bekuan 3. mempertahankan fungsi kateter
4. Berikan informasi yang akurat tentang dan drainase system. Menurunkan
kateter, drainase, dan spasme kandung resiko distensi/spasme kandung
kemih kemih
5. Kolaborasi pemberian antispasmodic 4. menghilangkan ansietas dan
contoh : (1) Oksibutinin klorida meningkatkan kerjasama.
(Ditropan), supositoria Rasional : 5. menghilangkan spasme kandung
merilekskan otot polos, untuk kemih oleh kerja antikolinergik.
memberikan penurunan spasme dan
nyeri (2) Propantelin bromide (pro-
bantanin)

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi area bedah vaskuler (tindakan


pembedahan) , reseksi bladder, kelainan profil darah
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria hasi : 1) Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan
2) Tanda – tanda vital dalam batas normal .
3) Urine lancar lewat kateter

Intervensi Rasioanal
1. Jelaskan pada pasien tentang sebab 1. Menurunkan kecemasan pasien
terjadi perdarahan setelah pembedahan dan mengetahui tanda – tanda
dan tanda – tanda perdarahan . perdarahan.
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi 2. Gumpalan dapat menyumbat
gumpalan dalm saluran kateter . kateter, menyebabkan peregangan
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan dan perdarahan kandung kemih
memberi obat untuk memudahkan 3. Dengan peningkatan tekanan pada
defekasi fosa prostatik yang akan
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, mengendapkan perdarahan
pemeriksaan rektal atau huknah, untuk 4. Dapat menimbulkan perdarahan
sekurang – kurangnya satu minggu prostat
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi 5. Traksi kateter menyebabkan
di pasang dan kapan traksi dilepas pengembangan balon ke sisi fosa
6. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam, prostatik, menurunkan perdarahan.
masukan dan haluaran Warna urine Umumnya dilepas 3 – 6 jam
setelah pembedahan
6. Deteksi awal terhadap komplikasi,
dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang
permanen

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,


kateter, irigasi kandung kemih sering
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi
Kriteria hasil : 1) Pasien tidak mengalami infeksi.
2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
3) Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda –
tanda syok.

Intervensi Rasional
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan 1. Mencegah pemasukan bakteri dan
perawatan kateter dengan steril infeksi
2. Anjurkan intake cairan yang cukup 2. Meningkatkan output urine
( 2500 – 3000 ) sehingga dapat sehingga resiko terjadi ISK
menurunkan potensial infeksi dikurangi dan mempertahankan
3. Pertahankan posisi urinebag dibawah fungsi ginjal
4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan 3. Menghindari refleks balik urine
tanda – tanda shock dan demam. yang dapat memasukkan bakteri
5. Observasi urine: warna, jumlah, bau ke kandung kemih
6. Kolaborasi dengan dokter untuk 4. Mencegah sebelum terjadi shock
memberi obat antibiotic 5. Mengidentifikasi adanya infeksi
6. :Untuk mencegah infeksi dan
membantu proses penyembuhan
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria Hasil : 1) Pasien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
2) Pasien mengungkapan sudah bisa tidur
3) Pasien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur

Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga 1. meningkatkan pengetahuan pasien
penyebab gangguan tidur dan sehingga mau kooperatif dalam
kemungkinan cara untuk menghindari tindakan perawatan
2. Ciptakan suasana yang mendukung, 2. Suasana tenang akan mendukung
suasana tenang dengan mengurangi istirahat
kebisingan 3. : Menentukan rencana mengatasi
3. Beri kesempatan pasien untuk gangguan
mengungkapkan penyebab gangguan 4. Mengurangi nyeri sehingga pasien
tidur bisa istirahat dengan cukup .
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri/analgetik.
Daftar Pustaka
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Purnomo, B. 2011.Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Wijaya, S. A. & Putri, M. Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan Dewasa,
Teori, Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai