A. Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Yuliana Elin, 2011).
B. Etiologi
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu
sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus
lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi
hiperplasi kelenjar periuretral.
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik.
g. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis dan volume
residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal
dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
D. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar
ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar
prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung
memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein
sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
E. Pathway
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat
dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medika mentosa
Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat
tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi
(misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi:
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
3) Perianal prostatectomy.
1. Pengkajian
a. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
b. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
c. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
d. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum
3) Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
4). Pemeriksaan fisik secara head to toe
e. Data psikologis
1). Pendidikan
2). hubungan siosial
3). gaya hidup
4). peran dalam keluarga
f. Data penunjang
g. Pengobatan
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP.
b. Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
3. Intervensi
Diagnosa I: Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
pada TURP.
a. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam rasa nyeri berkurang
atau hilang, dengan kriteria hasil:
1) klien mengatak an nyeri berkurang / hilang
2) ekspresi wajah klien tenang
3) tanda-tanda vital dalam batas normal
b. NIC
1) Kaji skala nyeri.
R/mengetahui skala nyeri.
2) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih.
3) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Diagnosa II: Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
a. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tidak terjadi adanya
tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
1) Klien tidak mengalami infeksi.
2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda
shock.
b. NIC
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
R/ mengetahui tanda dan gejala infeksi.
2) Ajarkan intake cairan yang cukup sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi.
R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi isk dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal .
3) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik .
R/ mencegah infeksi.
4. Evaluasi
1. Pasien dapat bergerak dengan baik.
2. Kebutuhan pasien terpenuhi.
3. Tingkat pengetahuan pasien bertambah.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “S”
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Kali wadas - Adiwerna
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 03 Agustus 2022
Tanggal pengkajian : 04 Agustus 2022
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny “M”
Jenis kelamin : Perempuan
Hubungan dengan pasien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pinggang dan perut bawah, sulit BAK
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien
meringis kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S:4
T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
e. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
:Laki-laki meninggal
:Perempuan
:Perempuan meninggal
: Pasien
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis
TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
S = 36,5 ºC
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak
ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris,
konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis)
tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan
normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
d. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada
lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir
lembab, tidak ada gangguan menelan
Palpasi : Otot rahang kuat.
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
nyeri tekan.
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk
sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor..
i. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi dan benjolan, pasien terlihat meringis saat di
tekan bagian abdomen bawah
Palpasi : adanya nyeri tekan di area perut bawah
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
j. Genetalia
Keadaan umum genetelia dan reproduksi bersih terpasang kateter,
k. Ekstremitas atas dan bawah
Adanya keterbatasan gerak, terpasang infus RL 20tpm di tangan kanan.
Fungsi motorik (massa, tonus dari kekuatan otot) :
Kanan 5 5 5 5 5 5 5 5 Kiri
5 5 5 5 5 5 5 5
Keterangan:
0 : Kontraksi otot tidak terdeteksi
1 : Kontraksi yang lemah tanpa terlihat gerakan sendi
2 : Pergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi
3 : Pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan
4 : Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
5 : Pergerakan aktif melawan tahanan penuh tanpa adanya kelelahan otot
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratiorium tgl 03 Agustus 2022
HB : 13,0
HT : 36.2
AT : 178
AE : 3.71
AL : 6.600
HBSAg : Negatif
HIV : Non Reaktif
2. Rontgen / USG
Dari hasil USG menunjukan adanya pembesaran prostat
3. Therapi
RL 20 tpm
Inj ceftriaxon 2x1
Inj keterolac 2x1
Inj ranitidine 2x1
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
Proses pembedahan
1. DS: Pasien mengatakan nyeri Nyeri akut
dibagian bekas luka operasi Luka insisi pembedahan
P : saat ditekan dan
beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah
(kandung kemih) luka operasi
S:4
T : intermitten
DO: Pasien tampak meringis
kesakitan
TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
S = 36,5 ºC
Tindakkan pembedahan
2. DS: Resiko infeksi
DO: Terdapat luka post Proses inflamasi
operasi
pada abdomen bawah, Tidak
terdapat tanda infeksi (rubor,
dolor, kalor, tumor)
TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
S = 36,5 ºC
C. ANALISA DATA
2. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tanda tanda infeksi 1. Mengetahui adanya tanda
kerusakan jaringan 1x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi 2. Observasi TTV setiap 6 jam. infeksi
efek sekunder dari dengan kriteria hasil : 3. Ganti balutan setiap hari 2. Mengetahui keadaan umum
prosedur pembeda- Do : tidak tampak adanya tanda tanda dengan teknik aseptik dan 3. Mencegah adanya infeksi
han infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor) steril
4. Mengajarkan pasien untuk
4. Ajarkan pasien dalam menjaga
mempertahankan kondisi
kebersihan pada daerah luka
post op. balutan luka.
5. Ciptakan lingkungan yang 5. Mencegah terjadnya infeksi
bersih. 6. Mempercepat penyembuhan
6. Berikan antibiotik sesuai luka
anjuran dokter.
F. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI