Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUN PUSTAKA
A. Konsep Perawat
1. Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik didalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
sebagai kegiatan pemberi asuhan keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. (UU
Nomor 38, 2014).
Perawat menurut UU RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, perawat
adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui
pendidikan keperawatan (La Ode, 2012).
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat
adalah tenaga profesional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab
dan kewenangan dalam melaksanakan dan memberikan perawatan
kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan
2. Fungsi Perawat
Fungsi perawat yang utama adalah membantu pasien atau klien dalam
kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui
layanan keperawatan (Nisya, 2013).
Fungsi perawat suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai
dengan perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan
lain. Ada tiga jenis fungsi perawat dalam melaksanakan perannya, yaitu :
independen, dependen dan interdependen (Potter dan Perry, 2015).
a. Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia (KDM)
b. Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan
tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada

1
perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Interdependen
Fungsi perawat ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam
pemberian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun profesi lainnya (Potter
dan Perry, 2015).
3. Peran Perawat
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, hal ini
dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun
dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap. Peran perawat
menurut Hidayat (2014), terdiri dari :
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
b. Peran sebagai advokat pasien.
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya dan hak atas privasi.
c. Peran sebagai pendidik.
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Peran sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

2
kebutuhan pasien.
e. Peran sebagai kolaborator.
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengindentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran sebagai konsultan.
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan
atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
g. Peran sebagai pembaharu.
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja
sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan
B. Perilaku Caring
1. Pengertian Perilaku Caring
Caring merupakan suatu fenomena yang universal dan dapat
mempengaruhi cara seseorang untuk berpikir, merasa dan berprilaku
(Potter & Perry, 2013) Perilaku caring menurut Balis (2017) bahwa perilaku
caring sangat penting untuk tumbuh kembang guna memperbaiki dan
meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku caring merupakan
esensi dari keperawatan yang membedakan dengan profesi lain dan
mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan (Waston, 2009
dalam Kusmiran 2015).
Nursalam (2014) menyebutkan bahwa Perilaku caring sebagai bentuk
peduli, memberikan perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang,
menghormati harga diri, dan kemanusiaan, komitmen untuk mencegah
terjadinya status kesehatan yang memburuk, memberi perhatian dan
menghormati orang lain.
Perilaku caring perawat menurut Modic, et al. (2014) merupakan
bagian paling penting yang dianggap sebagai kunci dasar dalam penyedian
fasilitas pelayanan kesehatan kepada pasien dan juga suatu proses
interpersonal yang mencakup pemberian layanan kesehatan, membangun

3
hubungan saling percaya yang dekat antara pasien dan penyedia layanan.
Perilaku caring perawat diantaranya menghormati pasien, memberikan
rasa aman dan memenimalkan kecemasan pasien, komunikasi yang baik
dan positif, memberikan pengetahuan dan melakukan tindakan secara
profesional, dan memberikan perhatian (Azizi-Fini, et., al. 2012).
Caring menurut Sapoontzi-Krepia et al., (2013) merupakan suatu
konsep yang diakui secara universal dalam lingkup keperawatan. Caring
dalam keperawatan sangatlah penting seperti yang dijelaskan oleh Potter
and Perry menyebutkan bahwa caring merupakan inti dari praktik
keperawatan yang baik, karena caring bersifat khusus dan bergantung
pada hubungan perawat dengan klien. Caring memfasilitasi kemampuan
perawat untuk mengenali klien, mengetahui masalah klien, mencari dan
melaksanakan solusinya. Caring sebagai inti keperawatan juga disebutkan
oleh Watson bahwa caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan
fokus serta sentral dari praktik keperawatan yang dilandaskan pada nilai–
nilai kebaikan, perhatian, kasih terhadap diri sendiri dan orang lain serta
menghormati keyakinan spiritual pasien.
Caring diartikan juga sebagai sikap peduli yang memudahkan untuk
memperoleh status kesehatan dan pemulihan. Caring adalah manifestasi
dari perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang, menghormati harga
diri dan kemanusiaan, dan berkomitmen untuk mencegah terjadinya status
yang memburuk, memberikan perhatian, konsentrasi, dan menghormati
orang lain. Caring dalam keperawatan adalah fenomena transkultural
dimana perawat berinteraksi dengan klien, staff, dan kelompok lain. Caring
bukan semata-mata perilaku tetapi cara yang memiliki makna dan motivasi
tindakan (Aini, 2018).
Caring mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian,
tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas. Menurut Lavdaniti (2014)
caring merupakan bentuk cinta yang ditunjukkan ke pasien, menghormati
hak asasi manusia dan martabat, dukungan dan kejujuran terhadap pasien
dan keluarga pasien. Memberikan asuhan (caring) secara sederhana tidak
hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku sederhana, karena
caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik.
Berdasarkan pandangan beberapa pakar di atas dapat disimpulkan
bahwa caring merupakan tindakan keperawatan yang didasari oleh

4
keinginan untuk mengerti, menolong dan mengurangi penderitaan pasien
dengan melakukan tindakan yang terbaik bagi kesehatan pasien,
berdasarkan nilai-nilai kebaikan untuk meningkatkan kepuasan pasien
serta memandirikan pasien.
2. Manfaat Caring
Caring merupakan dasar suatu tindakan keperawatan dalam
menjalankan asuhan keperawatan. Caring memberikan manfaat bagi
seorang perawat yang melakukannya. Manfaat-manfaat caring antara lain :
a. Pasien memberikan respon yang positif.
Maksud dari pasien memberikan respon yang positif adalah pasien
zaman sekarang sangatlah teliti, sehingga dapat membedakan perawat
yang melakukan perilaku caring dan tidak. Sehingga jika seorang
perawat dalam menjalankan asuhan melakukan perilaku caring maka
pasien akan memberikan respon yang positif pula. Begitu sebaliknya,
jika perawat tidak melakukan perilaku caring dalam asuhan maka pasien
akan memberikan respon yang negatif.
b. Berkomunikasi dengan pasien.
Manfaat caring dapat dirasakan saat melakukan komunikasi dengan
pasien. Hal ini ditunjukkan kelancaran dan munculnya rasa saling
percaya antara perawat dan klien yang memudahkan asuhan
keperawatan berjalan lancar.
c. Kontribusi positif yang memuaskan.
Caring yang dilakukan kepada pasien secara kontinu walaupun tidak
selalu menghasilkan suatu yang positif, namun perilaku caring akan
memicu timbulnya aura positif pada suatu kondisi selanjutnya yang
nantinya dapat menghasilkan asuhan keperawatan yang memuaskan.
d. Memandang pasien sebagai teman.
Jika melakukan asuhan keperawatan dengan menempatkan pasien
sebagai teman maka tidak akan timbul rasa canggung dan pasien akan
mendapatkan kenyamanan serta dapat lebih terbuka kepada perawat.
e. Dihargai oleh pasien.
Perawat yang melakukan perilaku caring kepada pasien akan lebih
dihargai karena pasien merasa dirinya ada yang memperhatikan saat
memerlukan suatu support selain dari keluarga. Namun tidak dapat
dipungkiri motivasi utama pasien dalam menghadapi masalah

5
kesehatan adalah perhatian dari keluarga.
f. Melakukan sesuatu yang berguna.
Perilaku caring yang merupakan dasar perawat dalam melakukan
asuhan akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi perawat yang
mengamalkan secara sungguh-sungguh dan ikhlas.
g. Belajar banyak tentang manusia.
Perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan mengamalkan
perilaku caring kepada pasiennya dengan baik maka dari diri kita akan
mampu bersyukur dan mampu menempatkan diri jika suatu saat diri
sendiri ataupun keluarga berada pada posisi pasien yang dirawatnya
sekarang.
h. Perkembangan pribadi
Seseorang yang melakukan sesuatu hal dengan terus menerus akan
mengakibatkan timbulnya rasa tanggung jawab dan meningkatkan
kualitas pribadi. Perilaku caring yang dilakukan kepada pasien akan
mengakibatkan kita muncul rasa tanggung jawab akan pekerjaan yang
kita lakukan yang nantinya terlihat dari kualitas pekerjaan yang
dilakukan.
3. Komponen Caring
Asuhan keperawatan kepada klien yang dilakukan oleh seorang
perawat harus memahami beberapa komponen caring. Komponen caring
menurut Rouch pada tahun 1997 terbagi menjadi tujuh komponen atau
disebut sebagai komponen caring 7'C (Hurun Ain, 2019). Berikut adalah
beberapa komponen caring :
a. Kasih sayang (Compassion)
Compassion berarti belas kasih, dalam melakukan asuhan keperawatan
seorang perawat harus memiliki rasa empati kepada masalah yang
sedang dialami oleh kliennya. Dalam kondisi ini seorang perawat
mampu merasakan ataupun menemani klien dalam kondisi suka
maupun dukanya.
b. Komunikasi (Communication)
Seorang perawat harus pandai dalam melakukan komunikasi yang
efektif kepada pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
yang dilakukan oleh perawat untuk menjalin dan menciptakan rasa
saling percaya antara perawat dan kliennya.

6
c. Perhatian (Consideration)
Kunci utama yang harus dipegang oleh perawat adalah memiliki
kompetensi yang tinggi. Seorang perawat yang memiliki kompetensi
yang tinggi tercermin dari dirinya yang menguasai pembelajaran kognitif,
afektif dan psikomotor. Perawat diharuskan memiliki kompetensi yang
tinggi dikarenakan seorang perawat dalam terjun ke tengah-tengah
masyarakat harus mampu menyampaikan pengetahuannya tentang
segala kondisi masalah kesehatan dan cara menanganinya.
d. Kenyamanan (Comfort)
Kenyamanan merupakan suatu hal yang harus tercipta dalam hubungan
yang dilakukan antara perawat dan klien. Karena jika seorang mampu
memberikan kenyamanan maka kepercayaan yang muncul semakin erat
dan proses keperawatan akan berjalan dengan lancar.
e. Kepedulian (Carefullness)
Komponen ini merupakan komponen paling penting diantara komponen
yang lain. Karena komponen ini merupakan komponen yang harus
dipegang oleh perawat untuk menjadi seorang perawat. Carefullness
merupakan perilaku dimana seorang perawat harus mampu melakukan
tindakan kepedulian baik sikap, perilaku, pakaian dan bahasa.
f. Konsistensi (Consistency)
Dalam melakukan perilaku caring kepada klien seorang perawat harus
memegang komitmen yang tinggi untuk mengabdikan diri demi
kesejahteraan klien dalam menjalankan asuhan keperawatan.
g. Pengakhiran (Closure)
Asuhan keperawatan dapat berhasil jika perawat melakukannya sesuai
dengan panduan legal etik keperawatan. Pada komponen ini perawat
akan mampu memahami dirinya sendiri ataupun orang lain dan mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri
ataupun kliennya.
Menurut Swanson (dalam Puteri, 2016) komponen caring ada 5 yaitu :
a. Mengetahui (Knowing) adalah usaha untuk memahami orang lain,
merawat orang lain, dan interaksi antara perawat dengan pasien.
b. Kehadiran (Being with) yaitu menghadirkan emosi ketika bersama orang
lain. Hal ini meliputi kehadiran diri perawat untuk pasien, untuk
membantu pasien, dan mengelola perasaan tanpa membebani pasien.

7
c. Melakukan (Doing for) yaitu melakukan tindakan untuk orang lain atau
memandirikan pasien, mencakup tindakan antisipasi, kenyamanan,
menampilkan kompetensi dan keahlian, melindungi pasien
danmenghargai pasien.
d. Memampukan (Enabling) yaitu memfasilitasi pasien untuk melewati
masa transisi dengan berfokus pada situasi, memberikan informasi atau
penjelasan, memberi dukungan, memahami perasaan pasien,
menawarkan tindakan, dan memberikan umpan balik.
e. Mempertahankan kepercayaan (Maintaining belief) yaitu
mempertahankan kepercayaan pasien dengan mempercayai kapasitas
pasien, menghargai nilai yang dimiliki pasien, mempertahankan perilaku
penuh pengharapan, dan selalu siap membantu pasien pada situasi
apapun.
4. Faktor yang mempengaruhi perilaku caring
Caring merupakan suatu dasar yang harus dimiliki seorang perawat.
Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat caring adalah usia, jenis kelamin,
tingkatan mahasiswa, minat, pengetahuan mahasiswa (Setyaningsih,
2016). Usia menjadi faktor yang yang dapat mempengaruhi caring karena
semakin dewasa usia seseorang maka tingkat caring seseorangpun juga
semakin tinggi. Karena di zaman globalisasi kini terdapat penyetaraan
gender maka untuk jenis kelamin laki-laki maupun perempuan dapat
melakukan perilaku caring namun tergantung dengan psikologis masing-
masing individunya. Tingkat pendidikan dapat dijadikan faktor caring pada
individu, hal ini ditunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikannya maka
semakin luas pula cara berfikirnya dan untuk memperlakukan seseorang
akan semakin baik (Ariani & Aini, 2018)
Gibson, james & john (2000) dalam Putri (2016) mengemukakan tiga
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku caring sebagai berikut :
a. Faktor Individu
Faktor individu yang dapat mempengaruhi perilaku caring yaitu
diantaranya kemampuan kecerdasan emosional, latar belakang,
keterampilan, dan karakteristik demografis diantaranya umur, jenis
kelamin, dan pendidikan. Suarli (2016) menyatakan bahwa peran
pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting.
Pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya.

8
Semakin luas pengetahuan perawat, maka berhubungan dengan tingkat
caring yang semakin tinggi. Mulyadi (2017) mengungkapkan bahwa
tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat kemampuannya.
Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan tingkat pendidikan adalah
kemampuan intelektual, dengan adanya kemampuan intelektual yang
meningkat pada seseorang maka diharapkan dapat mengambil
keputusan yang tepat termasuk keputusan untuk bersikap atau
berperilaku. Tingkat pendidikan yang tinggi menyebabkan seseorang
lebih mampu dan menerima tanggung jawab. Sehingga diharapkan
dengan semakin tingginya tingkat pendidikan perawat semakin besar
pula rasa tanggung jawabnya dan semakin baik juga sikapnya terhadap
pasien. Penelitian oleh Wahyudi (2016) juga menyatakan bahwa
Perawat dengan pendidikan DIII keperawatan mempunyai efisiensi kerja
dan penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan
pendidikan SPK.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi perilaku caring yaitu, sikap,
kepribadian dan motivasi, faktor ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat
sosial, dan karakteristik demografis.
c. Faktor Organisasi
Faktor organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku caring yaitu,
sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan, struktur dan pekerjaan.
5. Faktor Pembentuk Perilaku Caring
Menurut Watson (2005) dalam Puteri (2016) faktor pembentuk perilaku
caring yaitu :
a. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik.
Watson mengemukakan bahwa asuhan keperawatan didasarkan pada
nilai-nilai kemanusiaan (humanistik) dan perilaku yang mementingkan
kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini
dapat dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada pada diri
seseorang, keyakinan, interaksi, dan kultur serta pengalaman pribadi.
b. Menanamkan keyakinan dan harapan (faith-hope).
Pemahaman ini diperlukan untuk menekankan pentingnya obat-obatan
untuk curatif, perawat juga perlu memberitahu individu alternatif
pengobatan lain yang tersedia. Mengembangkan hubungan perawat dan

9
klien yang efektif, perawat memiliki perasaan optimis, harapan, dan rasa
percaya diri.
c. Mengembangkan sensitifitas untuk diri sendiri dan orang lain.
Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitivitas
terhadap diri pribadi dan orang lain serta bersikap lebih baik. Perawat
juga perlu memahami pikiran dan emosi orang lain.
d. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helpingtrust).
Ciri hubungan helping-trust adalah empati, dan hangat. Hubungan yang
harmonis haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur dan terbuka.
e. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif.
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan
dan perasaan pasien.
f. Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif.
Penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan perawat
menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola piker dan
pendekatan asuhan kepada pasien.
g. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal.
Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien.
h. Menyediakan lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki
mental, fisik, sosiokultural, dan spiritual.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal
pasien terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien.
i. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan manusia yaitu perawat
membantu klien mendapatkan atau memenuhi kebutuhan dasar secara
sengaja dan disadari. Misalnya kebutuhan eliminasi, nutrisi, rasa aman
dan nyaman serta kebutuhan dasar yang lain.
j. Mengijinkan adanya kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual
yaitu dengan cara perawat membantu klien untuk mengerti tentang
kekuatan spiritual sehingga dapat memberikan pengertian tentang diri
sendiri dan orang lain serta dapat memahami arti kehidupan dan
kematian.
6. Persepsi klien tentang caring
Penilaian terhadap seorang perawat dapat terlihat dari perilaku Caring
yang dimiliki perawat. Teori Caring Swanson menyajikan permulaan yang

10
baik untuk memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan. Teori
Caring Swanson menjelaskan tentang proses Caring yang terdiri dari
bagaimana perawat mengerti kejadian yang berarti di dalam hidup
seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada orang
lain sama seperti melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan
memudahkan jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan serta
menaruh kepercayaan seseorang dalam menjalani hidup (Potter & Perry,
2012).
Penelitian terhadap persepi klien penting karena pelayanan
merupakan fokus terbesar dari tingkat kepuasan klien. Tingkat kepuasan
klien dapat dinilai dari bagaimana klien menggunakan sistem pelayanan
kesehatan. Apa keuntungan yang klien dapat juga sebagai indikator tingkat
kepuasan klien. Jika perawat memili sikap sensitif, simpatik, melindungi
klien, memberi kenyamanan, menunjukkan kemampuan, maka klien
merasa lebih dekat serta mudah berbagi perasaan yang dimilikinya. Klien
merasa semakin puas saat perawat melakukan tindakan Caring. Pelayanan
keperawatan yang baik terdiri dari perhatian yang penuh, hubungan kerja
yang baik, serta perilaku Caring. klien tidak hanya terlihat dari kepuasan
pelayanan kesehatan tetapi juga kepuasan terhadap tindakan keperawatan
yang dilakukan.
Kepuasan klien juga merupakan faktor penting dalam memutuskan
kembali untuk berobat atau menjalani tindakan keperawatan. Tindakan
Caring membangun kepercayaan klien terhadap kemampuan perawat
dalam memberikan pelayanan. Kepercayaan pada tindakan keperawatan
juga memunculkan kepercayaan terhadap institusi kesehatan.
Hal yang penting adalah mengetahui bagaimana klien menerima
Caring dan pendekatan apa yang paling baik dalam menyelenggarakan
pelayanan. Sikap Caring merupakan permulaan yang baik. Hal ini juga
penting untuk menjelaskan persepsi dan harapan khusus klien.
Membangun suatu hubungan yang baik terhadap klien dapat membantu
perawat mengetahui apa yang penting bagi klien. Sikap ini juga membantu
perawat mengatasi perbedaan antara persepsi perawat dan klien tentang
Caring. Perawat harus mengetahui siapa klien dan mengenali klien agar
suatu hubungan yang baik terwujud dan perawat mampu memilih
pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien (Kusmiran, 2015).

11
7. Pengukuran Caring Dalam Pelayanan Keperawatan.
Pengukuran caring sangat diperlukan untuk memotret perilaku caring
perawat melalui pendekatan instrumen terukur baik etik dan praktik.
Beberapa alat ukur mengenai perilaku caring telah dirancang berdasarkan
studi literatur dari ilmu keperawatan dan ilmu terkait, seperti psikologi dan
filsafat untuk mengukur indikator mengenai caring. Pengukuran caring
melalui instrumen dapat berfungsi sebagai indikator empiris kualitas caring
(Kusmiran, 2015).
Menurut Watson dalam Putri (2016) tujuan dari penggunaan alat ukur
dalam caring meliputi :
a. Upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
b. Untuk membandingkan kualitas pelayanan kesehatan.
c. Sebagai evaluasi pelayanan tindakan keperawatan rutin.
d. Evaluasi dampak pelayanan keperawatan dengan tindakan caring
dibandingkan non caring kepada pasien.
e. Sebagai data penunjang dari unit atau ruang pelayanan kesehatan.
f. Sebagai informasi untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan
dalam proses pelayanan keperawatan untuk meningkatkan evaluasi diri
dan model keunggulan dalam praktik.
g. Sebagai informasi untuk pengembangan program pelayanan
keperawatan.
h. Untuk pengembangan teori caring yang sudah ada.
i. Untuk perbaikan dalam proses pembelajaran pada pendidikan
keperawatan dan perilaku caring serta ilmu kesehatan, termasuk
pendidikan interdisipliner / transdisciplinary serta penelitian.
8. Asumsi Teori Caring Terhadap Konsep Keperawatan
Konsep keperawatan pada dasarnya dibagi menjadi empat yaitu
manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat. Dalam penelitian yang
dilakukan Swanson beliau juga menelaah empat konsep tersebut dalam
teori caringnya (Aini, 2018). Berikut adalah asumsi teori caring Swanson
terhadap konsep keperawat.
a. Manusia.
Manusia merupakan suatu individu yang unik dimana memiliki perasaan,
dapat berpikir, dan juga bertingkah laku yang berbeda-beda. Sifat-sifat
yang dihasilkan oleh suatu individu dapat tercipta dari suatu genetika.

12
b. Kesehatan
Dalam mencapai suatu kesejahteraan seorang individu harus mampu
menjadi seorang yang bertumbuh, merefleksikan diri dan dapat menjalin
hubungan dengan sesama. Selain itu seorang individu harus mencakup
berbagai aspek seperti aspek spiritual, pemikiran, perasaan, inteligen,
kreativitas, hubungan, feminine, maskulin dan seksualitas
c. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu kondisi situsional dimana hal ini dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi. Pengaruh yang dimaksud ialah
budaya, politik, ekonomi, sosial, biofisik, psikologis, dan spiritual.
C. Kecerdasan Emosional
1. Pengrtian
(Trisna & Dewi, 2019) menjelaskan kecerdasan emosional ialah
potensi dalam mengendalikan sentimen dengan baik dan mengkondisikan
perasaan oranglain dan diri sendiri. Keterampilan dimiliki untuk mendorong
diri sendiri, mengontrol emosi dan ketakutan hadapi kegagalan adalah
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional mencakup keterampilan
mengenali, mengendalikan orang lain, diri sendiri, serta keterampilan
inovasi.
(Suhartini eka, 2017) tahun 1990 prokolog Peter Salovey dari Harvard
University serta John Mayer dari University Of New Hampshire pertama kali
memaparkan kualitas emosional sangat berpengaruh pada kesuksesan.
Salovey dan Mayer mengartikan kecerdasan emosional adalalah kumpulan
elemen kemampuan sosial dalam mengimplikasikan keahlian mengamati
perilaku sosial terhadap orang lain, memilih dan memakai infomasi untuk
mengarahkan penalaran dan perbuatan.
(Wahyuni, 2020) menjelaskan kecerdasan emosional ialah tahapan
dimana manusia ada rasa kesadaran diri, bisa mengontrol perasaan,
menyemangati diri, ekpresikan simpati terhadap orang lain dan memiliki
keterampilan sosial. Dalam memberikan pelayanan yang maksimal dalam
pekerjaan, sangatlah penting kecerdasan mengontrol emosional untuk
menyemangati diri, orang lain dan memiliki simpati.

13
2. Komponen
(Hanah, 2019) menyatakan kecerdasan emosi memiliki 5 Indikator,
yaitu :
a. Kesadaran Diri
Kesadaran diri ialah keahlian diri untuk mengidentifikasi perasaan diri
sendiri kegunannya membentuk keputusan untuk membentuk langkah
dirinya yang mempunyai standar yang sangat realistis atau kapasitas
diri juga kepercayaan yang sangat tinggi terhadap sumber masalah.
b. Pengaturan Diri.
adalah keahlian dalam mengatasi emosi diri, mengontrol emosi, dan
mempunyai perasaan kuat digunakan di dalam hubungan dan perbuatan
keseharian.
c. Motivasi
Merupakan keahlian yang memanfaatkan ambisi membangun semangat
kerja dalam menggapai situasi yang sangat baik dan memiliki ide secara
efesien dan tetap menerima kekalahan dan kekecewaan.
d. Empati
Adalah keahlian mengenali perasaan orang lain, mengerti sudut
pandang orang lain dan menjalin kepercayaan, menyesuaikan diri
terhadap orang lain.
e. Hubungan Manajemen
Adalah kekuatan dalam menghadapi perasaan dengan baik pada saat
berinteraksi dengan orang lain, serta membangun, menjaga hubungan
dengan orang lain, dan saling bekerja sama menyelesaikan
permasalahan.
3. Dimensi kecerdasan emosional
Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional
mempunyai berbagai dimensi, secara garis besarnya dapat dikelompokkan
menjadi lima, yakni: intrapersonal, interpersonal, adaptability, stress
management, dan general mood.
a. Intrapersonal adalah kemampuan-kemampuan yang timbul dalam diri
manusia. Kemampuan intrapersonal mencakup kemampuan
menghargai dan menerima sifat dasar pribadi yang pada dasarnya baik
(self regard), kemampuan mengenali perasaan sendiri (emotional self-
awarness), kemampuan mengekspresikan perasaannya sendiri

14
(assertiveness), kemampuan mengarahkan dan mengendalikan diri
dalam berpikir dan bertindak (independence), serta kemampuan
menampilkan kemampuan atau kapasitas potensi dirinya (self
actualization).
b. Interpersonal adalah kemampuan dalam berhubungan dengan orang
lain. Kemampuan interpersonal mencakup kemampuan memahami,
mengerti, dan menghargai perasaan orang lain (emphathy), kemampuan
berperan sebagai anggota kelompok atau masyarakat terhadap
kelompok atau masyarakat (social responsibility), serta kemampuan
membentuk dan mempertahankan hubungan serta saling
menguntungkan dengan orang lain atau kelompok lain.
c. Adaptability adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
menghadapi situasi atau kondisi dalam kehidupan, lingkungan,
kelompok atau masyarakat. Kemampuan yang dimaksud mencakup
kemampuan menghubungkan pengalaman dan kondisi lingkungannya
secara nyata (reality testing), kemampuan menyesuaikan emosi,
pemikiran dan sikap terhadap perubahan situasi di lingkungan atau
kelompoknya (flexibility), serta kemampuan mengidentifikasi masalah
untuk menemukan solusi yang tepat untuk masalah atau persoalan yang
dihadapi (problem solving).
d. Stress management adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi
persoalan di dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, tempat
tinggal, dan lingkungan kerja. Kemampuan yang dimiiki saat
menghadapi kejadian dan situasi yang penuh tekanan dan
menanganinya secara positif (stress tolerance), kemampuan untuk
menunda keinginan, dan keinginan untuk bertindak (impulse control).
e. General mood adalah kemampuan seseorang dalam mempersepsikan
kehidupan sebagai hal yang positif, meskipun mengalami berbagai
berbagai hambatan dan masalah. Kemampuan seseorang untuk melihat
aspek yang baik dari kehidupan dan memelihara sikap positif, meskipun
di saat yang tidak menyenangkan (optimisme) dan kemampuan untuk
merasa puas akan kehidupan, menikmati kehidupan pribadi dan orang
lain (happiness).

15
4. Kecerdasan emosional dalam pekerjaan
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengetahui apa
yang kita dan orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani
masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini meliputi atasan, rekan
sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan bahwa
sering kali kita tidak mampu menangani masalah-masalah emosional di
tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja memahami perasaan diri
sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita.
Kelebihan orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi
dibandingkan orang lain di dunia kerja dapat tercermin dari fakta berikut :
a. Pada posisi yang berhubungan dengan banyak orang, mereka lebih
sukses bekerja. Terutama karena mereka lebih berempati, komunikatif,
lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan kebutuhan orang lain.
b. Pada salesmen, penyedia jasa, atau profesional lainnya yang memiliki
kecerdasan emosional tinggi nyatanya lebih disukai pelanggan, rekan
sekerja dan atasannya.
c. Mereka lebih bisa menyeimbangkan rasio dan emosi. Tidak terlalu
sensitif dan emosional, namun juga tidak dingin dan terlalu rasional.
Pendapat mereka dianggap selalu objektif dan penuh pertimbangan.
d. Mereka menanggung stres yang lebih kecil karena biasa dengan leluasa
mengungkapkan perasaan, bukan memendamnya. Mereka mampu
memisahkan fakta dengan opini, sehingga tidak mudah terpengaruh
oleh gosip, namun berani untuk marah jika merasa benar.
e. Berbekal kemampuan komunikasi dan hubungan interpersonal yang
tinggi mereka selalu mudah menyesuaikan diri karena fleksibel dan
mudah beradaptasi.
f. Di saat lainnya menyerah, mereka tidak putus asa dan frustasi, justru
menjaga motivasi untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
D. Hubungan Antara Perilaku Caring Perawat dengan Kecerdasan
Emosional
Menurut Potter and Perry (2012) sikap perawat dalam praktik
keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah dengan kehadiran,
sentuhan kasih sayang, selalu mendengarkan dan memahami klien. Menurut
Gregg & Joan (2014) berada bersama pasien, menyentuh pasien dan
mendengarkan pasien adalah hal terpenting dalam praktik keperawatan.

16
1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara perawat dengan klien yang
merupakan sarana untuk lebih mendekatkan dan menyampaikan manfaat
caring. Kehadiran perawat meliputi hadir secara fisik, berkomunikasi
dengan pengertian. Kehadiran juga merupakan sesuatu yang ditawarkan
perawat pada klien dengan maksud memberikan dukungan, dorongan,
menenangkan hati klien, membantu mengurangi rasa cemas dan takut
klien karena situasi tertentu, serta selalu ada untuk klien (Potter & Perry,
2012). Hal ini juga sejalan dengan Gregg & Joan (2014) bahwa kehadiran
bukan hanya hadir secara fisik, namun kehadiran juga bisa diwujudkan
dengan menggunakan memberikan intervensi (tindakan) kepada pasien
untuk mengatasi masalah pasien.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang menenangkan,
dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan
perhatian dan dukungan. Sentuhan caring merupakan suatu bentuk
komunikasi non verbal yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan
keamanan klien, meningkatkan harga diri klien, serta memperbaiki orientasi
tentang kenyataaan. Pengungkapan sentuhan harus berorientasi pada
tugas dan dapat dilakukan dengan cara memegang tangan klien,
memberikan pijatan pada punggung, menempatkan klien dengan hati-hati
dan ikut serta dalam pembicaraan (Potter & Perry, 2012).
Watson (1997) dalam Gregg & Joan (2014) menyebutkan bahwa
sentuhan dapat menyampaikan kepastian, kenyamanan dan kepedulain
yang tidak bisa disampaikan dengan kata-kata. Norred (2000) dalam Gregg
& Joan (2014) menyebutkan bahwa sentuhan kepedulian perawat
merupakan alat terapeutik yang berharga. Sentuhan disini merupakan
sentuhan yang lebih mirip koneksi dengan emosi pasien seperti perasaan
dan kekhawatiran.
3. Mendengarkan
Pembicaraan dengan klien harus benar-benar didengarkan oleh
perawat. Mendengarkan merupakan salah satu kunci dari hubungan
perawat dengan klien, karena dengan mendengarkan kisah/keluhan klien
akan membantu klien me ngurangi tekanan terhadap penyakitnya.
Hubungan pelayanan perawat dengan klien yaitu dengan membangun

17
kepercayaan, membuka topik pembicaraan, mendengarkan dan mengerti
apa yang klien katakan. Perawat yang mendengarkan klien dengan
sungguh-sungguh, akan mengetahui secara benar dan merespon apa yang
benarbenar berarti bagi klien dan keluarganya (Potter & Perry 2012).
Mendengarkan juga termasuk memberikan perhatian pada setiap
perkataan yang diucapkan, nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh
klien. Hal ini akan membantu perawat dalam mendapatkan petunjuk untuk
membantu menolong klien mencari cara mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Memahami klien akan membantu perawat dalam merespon apa yang
menjadi persoalan klien. Memahami klien berarti perawat menghindari
asumsi, fokus pada klien, dan ikut serta dalam hubungan caring dengan
klien yang memberikan informasi dan memberikan penilaian klinis.
Memahami klien adalah sebagai inti suatu proses yang digunakan perawat
dalam membuat keputusan klinis. Perawat yang membuat keputusan klinis
yang akurat dengan konteks pemahaman yang baik, akan meningkatkan
hasil kesehatan klien, klien akan mendapatkan pelayanan pribadi, nyaman,
dukungan, dan pemulihan (Potter & Perry, 2012).

18
E. Kerangka Teori

faktor yang memp- komponen caring Menurut


engaruhi perilaku watson (dalam Puteri 2016)
caring (Gibson, 1. Nilai humanistik-alturistik
james & john 2000 2. Keyakinan dan harapan
kecerdasan emosional dalam Putri 2016) 3. Sensitifitas
(Hanah, 2019) 1. Faktor Individu 4. Pertolongan dan keperca-
1. Kesadaran diri 2. Faktor Psikologis yaan
2. Pengaturan diri 3. Faktor Organisasi 5. Ekspresi perasaan positif
3. Motivasi dan negatif
4. Empati 6. Proses penyelesaian
5. Hubungan masalah kreatif.
Perilaku caring 7. Proses belajar mengajar
manajeman
yang interpersonal
8. Menyediakan Lingkungan
Peran perawat menurut yang suportif, protektif,
Hidayat (2014) dan spiritual
1. Peran sebagai pemberi 9. Pemenuhan kebutuhan
asuhan keperawatan manusia
2. Peran sebagai advokat 10. Kekuatan fenomena yang
pasien. bersifat spiritual.
3. Peran sebagai pendidik.
4. Peran sebagai coordinator
5. Peran sebagai kolaborator Karakteristik perawat
6. Peran sebagai konsultan. 1. Usia
7. Peran sebagai 2. Jenis kelamin
pembaharu. 3. Lama kerja
4. Status perkawinan
5. Tingkat pendidikan
(Setyaningsih, 2016).

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

Skema 2.1. kerangka teori


Sumber Hidayat (2014), Setyaningsih (2016), Gibson, james & john 2000 dalam
Putri (2016), watson dalam Puteri (2016), Hanah, (2019)

19

Anda mungkin juga menyukai