V. Henderson (1980)
Perawat mempunyai fungsi yang unik yaitu, membantu individu baik yang sehat
maupun yang sakit, dari lahir hingga meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau pengetahuan yang dimiliki. Oleh
sebab itu, perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien untuk
menyembuhkan/meningkatkan kemandiriannya. apabila kemandirian tidak berhasil diciptakan
maka perawat membantu mengatasi hambatan. apabila penyakit tidak dapat disembuhkan dan
akhirnya meninggal dunia, maka perawat berusaha agar pasien dapat meninggal dengan tenang.
Harlley, 1997
Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan
melindungi seseorang karena sakit, injury dan peruses penuaan (Harlley, 1997).
Menurut UU RI NO 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, mendefinisikan Perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan melakukan tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (www.pustakaindonesia.or.id).
Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif terlihat cukup
mencolok. Dokter dapat menentukan atau memandang kolaborasi dalam perspektif yang
berbeda dari perawat. Mungkin dokter berpikir bahwa kerjasama tersirat dalam tindak
lanjut sehubungan dengan mengikuti perintah /instruksi daripada saling partisipasi dalam
pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi merupakan komponen yang diperlukan,
itu saja tidak cukup untuk memungkinkan kolaborasi terjadi. Gaya maupun cara
berkomunikasi juga berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi
dokter oleh perawat dipandang sebagai kolaborasi oleh dokter sedangkan perawat merasa
mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Kemungkinan kedua adalah
bahwa perawat tidak merasa nyaman “menantang” dokter dengan memberikan sudut
pandang yang berbeda.. Atau, mungkin input yang perawat berikan tidak dihargai atau
ditindaklanjuti, sehingga interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat sebagai
kolaborasi.
PERAN PERAWAT
Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
dengan kedudukan dalam system, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik
dari profesi perawat maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat konstan. Peran
perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari :
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan
keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Edukator
d. Koordinator
e. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peneliti / Pembaharu
PERAN DOKTER
a. Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien secara cepat
dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit.
f. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
g. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat
di RS dan memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
l. Mawas diri dan mengembangkan diri/ belajar sepanjang hayat dan melakukan
penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran.
m. Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan Surat Keterangan Sakit dan Surat
Keterangan Berbadan Sehat setelah melakukan pemeriksaan pada pasien.
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup
lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan
teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual,
factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan
upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien. dalam praktek Asuhan Keperawatan perawat belum dapat
melaksanakan fungsi kolaborasi dengan baik khususnya dengan dokter walaupun banyak
pekerjaan yang seharusnya dilakukan dokter dikerjakan oleh perawat, walaupun kadang
tidak ada pelimpahan tugasnya dan wewenang. Hal ini karena masih banyaknya dokter
yang memandang bahwa perawat merupakan tenaga vokasional. Degradasi keperawatan
ke posisi bawahan dalam hubungan kolaborasi perawat-dokter, secara empiris hal ini
menunjukkan bahwa dokter berada di tengah proses pengambilan keputusan dan perawat
melaksanakan keputusan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
http://perawat77.blogspot.com
http://www.slideshare.net
http://serpihanilmuku.blogspot.com
http://masalahhubunganperawat.blogspot.com
Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, atau
pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik dengan wewenang dari pemerintah.
Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus ditandatangani oleh dokter yang Perintah
pengobatan mungkin diresepkan menelepon dalam waktu 24 jam. Komponen dari perintah
pengobatan adalah : (1) tanggal dan saat perintah ditulis, (2) nama obat, (3) dosis obat, (4) rute
pemberian, (5) frekuensi pemberian, dan (6) tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan.
Meskipun merupakan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika
salah satu komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh
diberikan dan harus segera menghubungi dokter tersebut untuk mengklarifikasinya ( Kee and
Hayes, 1996 ).
Perawat bertanggungjawab untuk mengikuti perintah yang tepat
Perawat harus menghindari kesalahan yaitu dengan membaca label obat minimal 3x:
Pada saat melihat botol atau kemasan obat
Sebelum menuang atau mengisap obat
Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan.
Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang akan diberikan,
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: tersedianya obat dan dosis obat yang
diresepkan atau diminta, pertimbangan berat badan klien (mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu dosis
obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat
harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d ( dua kali sehari ), t.i.d ( tiga kali
sehari ), q.i.d ( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ), sehingga kadar obat dalam plasma
dapat dipertahankan. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada
selang waktu yang tertentu.
Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t1/2). Obat yang mempunyai waktu
paruh panjang diberikan sekali sehari, dan unutk obat yang memiliki waktu paruh pendek
diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu.
Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau bersama
makanan.
Memberikan obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa lambung
bersama-sama dengan makanan.
Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk
memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat.
Farmakologi