Anda di halaman 1dari 68

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI
Di dalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan : Arif

Muttaqin & Kumala Sari menyebutkan bahwa hiperplasia prostat atau BPH (Benigna

Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak

disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang

mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika.


Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat

(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat

obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (dikutip dari buku Rencana Asuhan

Keperawatan Edisi 3 : Marilynn E.Doenges,dkk, 2000 - 671)


Hipertropi prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (kapita

selekta, 2000) (dikutip dari buku Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan)
Prostat hipertropi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di

Indonesia di Jakarta prostat hipertropi merupakan kelainan kedua tersring setelah batu

saluran kemih (dikutip dari buku Kumpulan Ilmu Bedah : Bagian Bedah Staf

Pengajar FK Kedokteran UI)


Benigna Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliput

jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

prostatika.

B. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT


Di dalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan : Arif

Muttaqin & Kumala Sari menyebutkan bahwa prostat adalah organ genitalia pria yang

terletak di sebelah inferior kandung kemih, di depan rektum dan membungkus uretra

posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya

kurang lebih 20 gram. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen

1
kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh

darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.


Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari

cairan ejakulasi. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekrotorius dan bermuara di uretra

posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat

ejekulasi. Volume cairan prostat merupakan lebih kurang 25% dari seluruh volume

ejakulat.
Prostat terdapat inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus

prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut

parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nerves hipogastrikus (T10 –

L2).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat,

sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam

uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada

otot – otot prostat, kapsula prostat, dan leher kandung kemih. Pada tempat – tempat

tersebut banyak terdapat reseptor adrenergik. Rangsangan simpatik menyebabkan

tonus otot polos tersebut dipertahankan. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak

atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuat uretra posterior menjadi buntu

sehingga mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

C. ETIOLOGI
Di dalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan : Arif

Muttaqin & Kumala Sari menyatakan bahwa penyebab yang pasti dari terjadinya BPH

2
samai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan

bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestorteron

(DHD) dan proses penuaan (Purnomo, 2005).


Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :


1. Dihydrotestoteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen

menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjer prostat mengalami hiperplasi.


2. Ketidakseimbangnya hormon estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria

terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang

mengakibatkan hiperplasi stroma.


3. Interaksi stroma – epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibrolast

growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan

hiperplasi stroma dan epitel.


4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan

lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.


5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
D. FAKTOR RESIKO
Menurut buku prostat yang disusun oleh tim redaksi vitahealth menjelaskan

bahwa pemicu gangguan prostat adalah


a) Usia diatas 50 tahun
b) Gaya hidup stres
c) Merokok
d) Menyukai makanan dengan lemak tinggi dan kurang sayur
e) Kurang aktif berolahraga
f) Berat badan berlebihan (obesitas)
g) Memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi
h) Mengkonsumsi obat – obatan pemicu libido dari golongan hormon testosteron
i) Menderita diabetes melitus
j) Mengalami gangguan jantung (kerusakan organ, payah atau pembesaran jantung)

E. KLASIFIKASI
Benigna Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan

klinisnya :
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine

kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.


2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,

panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,

batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.

3
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa

urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit

keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

Derajat BPH menurut sjamsuhidajat (2005) :


1. Derajat I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urin secara

berlebih
2. Derajat II
Ada retensi urin tapi kandung kemih mampu mengeluarkan urin walau tidak

sampai habis, masih tersisa kira – kira 6- 150 cc. Disuria dan nocturia.
3. Derajat III
Setiap BAK urin tersisa 150 cc
4. Derajat IV
Retensi urin total, kandung kemih penuh, pasien tampak kesakitan, urin menetes

secara periodik (over flow inkontinen).

F. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umum, kelenjer prostat akan mengalami

hiperplasia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih)

sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan

menyumbat aliran urine.


Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi

terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih

berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus –

menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa hipertropi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selulaa, sekula, dan divertikel kandung kemih.


Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli – buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urine dari buli buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko –

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,

hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal. (Dikutip dari buku

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan : Arif Muttaqin, dkk).

4
Patofisiologi lainnya menurut Mansjoer Arif (2000), pembesaran prostat terjadi

secara perlahan – lahan pada traktur urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran

prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra

daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya, serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat

detrusor kedalam mukosa buli – buli akan terlihat sebagai balok – balok yang tampai

(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat

menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang

apabila lebih kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase

penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan

menjadi lelah dan akhirnya akan menjadi dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk

kontraksi, sehingga terjadi retensi urine total yang berlanjut pada hidronefrosis dan

disfungsi saluran kemih atas. (Dikutip dari buku Keperawatan Medikal Bedah :

Sistem Perkemihan)

G. WOC

Peningkatan sel estem,peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen,


proses menua, interaksi sel epitel dan stroma, dan berkurangnya sel yang mati

Ketidakseimbangan hormon (peningkatan estrogen dan


Respon obstruksi
penurunan progesteron)
(pancaran miksi
Respons perubahan Respons perubahan lemah,
padaHiperplasia
kandung kemih tindakan
pada epitel padapada
dan stroma ginjalkelenjar
dan prostat Respon iritasi
intermitensi,
(hipertropi otot pembedahan, ureter (refluks vesiko (frekuensi
hesistensi,
5 miksi
detrusor, trabekulasi, – ureter, hidroureter,
respons psikologis, meningkat,
MK
tidak :gangguan
puas,
Penyempitan
MK : kuranglumen ureter
MK gagal
: resiko
selula,
Obstruksi urine divertikel
MK : retensi hidronefrosis,
koping maladaptif, nokturia, urgensi,
pemenuhan
menetes setelah
MK :kandung
cemas kemih) Peningkatan prostatika
pengetahuan
tekanan intra infeksi
vesikal
urine kecemasan
Mengahambat ginjal
aliran urine miksiMK : nyeri
disuria
eliminasi urine
H. MANIFESTASI KLINIS
Gejala – gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract

Symtoms (LUTS), yang dibedakan menjadi (Dikutip dari buku Keperawatan Medical

Bedah : Sistem Perkemihan.) :


1. Gejala obstruksi, yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh otot detrusor buli – buli memerlukan waktu

6
beberapa lama untuk meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi

tekanan dalam uretra prostatika.


b. Intermitency yaitu terputus – putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh

ketidakmampuan otot dtrusor dalam mempertahankan tekanan intravesika

sampai akhirnya miksi.


c. Terminal dribling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaiiber pancaran detrusor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.


e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala iritasi, yaitu :


a. Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada

malam hari (nocturia) dan pada siaang hari.


c. Disuria yaitu nyeri pada waktu berkencing

Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat :


a. Terhadap uretra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra

pars pospatika bertambah panjang, oleh karena fiksasi ductus ejakulatorius maka

perpanjang akan berputar dan mengakibatkan sumbatan

b. Terhadap vesika urinaria


Pada vesika urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat proses

kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami

depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula. Pada proses yang lebih lama

akan terjadi dekompensasi otot – otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia

(tidak ada kekuatan) pada otot – otot tersebut.


Kalau pembesaran terjadi pada dinding medial lobus, ini akan membentuk suatu

post prostatika pouch, atau kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang

medial lobe.
Post prostatika adalah sumber terbentuknya residual urin (urin yang tersisa) dan

pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu – batu di kandung

kemih.

7
c. Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, tekanan ke ekstra vesikel tidak

diteruskan ke atas. Namun bila vaalve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas.

Akibatnya, otot – otot calcyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan

akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.


d. Terhadap sex organ
Mula – mula libido meningkat, tetapi akhirnya libido menurun. (Dikutip dari

buku Keperawatan Medical Bedah : Sistem Perkemihan.)

Manifestasi Klinis yang lainnya terdiri atas beberapa bagian yaitu :


1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas sejak obstruksi dan iritatif

yang umumnya meliputi :


a. Ingin miksi tapi tidak jadi (Hesistansi)
b. Aliran kemih menjadi lemah, tidak lancar, volume sedikit.
c. Sering miksi di malam hari (nocturia)
d. Masih ada tetesan air kemih setelah miksi (terminal dribbling).
e. Frekuensi miksi bertambah (polakisuria).
f. Adanya perasaan kandung kemih belum kosong semua pada waktu miksi.
g. Perasaan ingin miksi, yang tidak bisa ditahan (urgensi).
h. Kadang – kadang miksi tidak dapat ditahan sama sekali (urgen inkontinensia).
i. Perasaan nyeri pada saat kencing (disuria).\
j. Retensi urine.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih digunakan

sistem skoring secara subjektif dapat diisi dan dihitung oleh pasien.
Dari skore 1 – P 35 dapat dikelompokan gejalanya dalam 3 derajat yaitu :
a. Ringan 0 – 7.
b. Sedang 8 – 19.
c. Berat 20 – 35.
Derajat berat obstruksi dapat diukur juga dengan menentukan jumlah sisa

urine setelah miksi spontan. Bila sisa urine lebih dari 100 CC biasanya dianggap

sebagai batas indikasi BPH.


2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyakit hiperplasia prostat pada saluran bagina atas berupa

gejala obstruksi antara lain ; nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan

tanda dari Hydroneprhosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau

urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih.
Tidak jarang pasien berobat kedokter karena mengeluh adanya hernia

inguinalis dan hemoroid akibat sering mengejan pada saat meningkatkan tekanan

intra abdomen. Selain itu pada pemeriksaan fisik mungkin di dapat buli -– buli

8
yang terisi penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simphisis akibat retensi

urine. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan konsistensi prostat kenyal seperti

mraba ujung hidung, lotus kanan dan kiri simetris dan tidak di dapatkan nodul.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Colok Dubur (dikutip dari buku Keperawatan Medical Bedah :

Sistem Perkemihan)
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaaan tonus sfingter

anus, mukosa rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat

diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat,

apakah batas – batas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan

menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan

9
mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula

diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.

Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat yaitu :


a. Rectal gading
Rectal gading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli – buli kosong.

Sebab bila buli – buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan

rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam

lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditemukan dalam grade.

Pembagian grade sebagai berikut :


 0 – 1 cm..........: Grade 0
 1 – 2 cm..........: Grade 1
 2 – 3 cm..........: Grade 2
 3 – 4 cm..........: Grade 3
 Lebih 4 cm......: Grade 4

Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena

benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal gading di

10
dapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menetukan

macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1) maka terapi

yang baik adalah TURP (Trans Urethal Resection Prostat). Bila prostat besar

sekali (grade 3 – 4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara transvesical.

b. Clinical gading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urin.

Pengukuran ini dilakukan dengan cara meminta pasien berkemih sampai selesai

saat bangun tidur pagi, kemudian memasukan kateter ke dalam kandung kemih

untuk mengukut sisa urin


 Sisa urin 0 cc.........................: Normal
 Sisa urin 0 – 50 cc.................: Grade I
 Sisa urin 50 – 150 cc.............: Grade II
 Sisa urin >150 cc...................: Grade III
 Sama sekali tidak berkemih...: Grade IV

c. Intra urethra gading


Untuk melihat seberaapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra.

Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penedeskopy dan sudah menjadi

bidang dari urologi yang spesifik.

2.Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum

kreatinin
b. Bila perlu Prostate Spesifik Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
3.Pemeriksaan radiologi
a. Fo0to polos
b. BNO – IVP

11
c. Sytoscopy/sytografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada

pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan ini dapat memberi

gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan

dari atas aapabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di daalam

vesica. Selain itu, sitoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat

dengan mengukur panjang urethra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat

ke dalam urethra.
4. USG (ultrasonografi)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume, dan besar prostat juga

keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara

transrectal. Trasuretal, dan supra pubik.

Pemeriksaan diagnostik menurut buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem

Perkemihan : Arif Muttaqin,dkk.


1. Urinalisis untuk melihat adanya tanda infeksi pada saluran kemih
2. Fungsi ginjal untuk menilai adanya gangguan ginjal
3. Pemeriksaan uroflowwmetri
4. Foto polos abdomen, untuk melihat adanya batu saluran kemih
5. PIV, untuk melihat adanya komplikasi pada ureter dan ginjal, seperti hidroureter,

hidronefrosis.
Pemeriksaan diagnostik menurut buku Rencana Asuhan Keperawatan

Doenges,dkk adalah
a. Urinalisa. Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah).

Penampilan keruh pH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi), bakteria, SDP,

SDM, mungkin ada secara mikroskopis.


b. Kultur urine. Dapat menunjukkan Staphylococus aureus, Proteus, Klebsiella,

Pseudomonia, atau Escheria coli.


c. Sitologi urine. Untuk mengesampingkan kandung kemih.
d. BUN/kreatinin. Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi
e. Asam fosfat serun/antigen khusus prostatik. Peningkatan karena pertumbuhan

selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat mengindikasi metastase

tulang)
f. SDP mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasi infeksi bila pasien tidak

imunosupresi
g. Penentuan kecepatan aliran urine. Mengkaji derajat obstruksi kandung kemih.

12
h. IVP dengan film pasca – berkemih. Menunjukkan pelambatan pengosongan

kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya

pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot

kandung kemih.
i. Sistouretrografi berkemih. Digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasikan

disfungsi yang tak berhubungan dengan BPH.


j. Sistouretroskopi. Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan

perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubung

dengan adanya resiko sepsis gram negatif)


k. Sistometri. Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya
l. Ultrasound transrektal. Mengukut ukuran prostat, jumlah residu urine, melokalisasi

lesi yang tak berhubungan dengan BPH.

J. KOMPLIKASI
Menurut buku Keperawatan Medikal Bedah : sistem perkemihan. Komlikasi

yang ditimbul akibat BPH adalah :


a. Aterosclerosis
b. Infark jantung
c. Impoten
d. Haemoragik post operasi
e. Fistula
f. Struktur pasca operasi dan incontinensia urine
g. Infeksi
Sedangkan komplikasi lainnya yang bisa muncul dilihat dari sudut pandang

perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai

berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10.Gagal Ginjal

K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan pasien BPH menurut buku Keperawatan Medikal Bedah : Sistem

perkemihan adalah :
a) Terapi medikamentosa

13
 Pengahambat andrenergik minsalnya, prasozin, doxasozin, alfluzosin, atau

tamsulosin
 Penghambat enzim 5 alfa reduktase, minsalnya finasteride (poscar)
 Fototerapi, minsalnya eviprostat

b) Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan

komplikasi. Indikasi terapi bedah, yaitu :


 Retensio urin berkurang
 Hematuria
 Tanda penurunan fungsi ginjal
 Infeksi salurang kencing berkurang
 Tanda – tanda obstruksi berat, yaitu olivertikel, hidroureter, dan hidronefrosis
 Ada batu saluran kemih

Penatalaksanaan medis dan keperawatan dari hasil penelitian, artikel, dan

jurnal. Ada beberapa pilihan terapi pada BPH

a) Terapi konservatif non operatif


 Observasi (watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang

diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi

nokturia, menghindari obat – obatan dekongestal (parasimpatotik), mengurangi

minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi.

14
Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan

pemeriksaan colok dubur

b) Medikamentosa
Tujuan teraapi medikamentosa adalah untuk :
1. Mengurangi resistensi leher buli – buli dengan obat – obatan golongan alfaa

blocker (penghambat alfa adrenergik)


2. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestoteron (DHT)
 Obat penghambat adrenergik alfa
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos

didalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan

alpha adrenergik.
 Obat penghambat enzim 5 alpha reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5

mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukkan

dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil.


 Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi

yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah serenoa repens atau saw

palmetto dan pumpkin seed. Saw palmetto menunjukkan perbaaikan klinis

dalam hal :
 Frekuensi nokturia berkurang
 Aliran kencing bertambah lancar
 Volume rsidu dikandung kencing berkurang
 Gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang

Mekanisme kerja obat di duga kuat :


 Menghambat aktivitas emzim 5 alpha reduktase dan meblokir reseptor

androgen
 Bersifat aantinflamasi dan anti oedema dengaan cara menghambaat

aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

c) Terapi operatif
Tindakan operasi ditujakn pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan

penyulit tertentu, antara lain : retensi urin, batu saluraan kemih, hematuria, infeksi

saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang

tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.

15
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi

transuretra.
1. Prostatektomi terbuka
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan. Masing –

masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :


 Prostatektomi suprapubis
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi

abdomen, yaitu suatu insisi yang dibuat ke dalam kandung kemih dan

kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar

dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti

kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian

lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur

abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor

disekitar tuba suprpubis, serta pemulihan lebih lama, dan tidak nyaman.

Keuntungan lain metode ini adalah secara teknis sederhana, memberikan

area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe

kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta

pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.


 Prostatektomi perineal
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.

Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, yang sangat berguna untuk

biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis

langsung, drainase oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker

radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung, angka mortalitas rendah,

insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar,

resiko bedah buruk bagi pasien sangat tuah atau rangkih. Pada pascaoperatif,

luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan

rektal. Lebih jauhlagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat

terjadi dengan cara ini. Kerugian lainnya adaalah kemungkinan kerusakan

pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.

16
 Prostatektomi retropubik
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan

suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat,

yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung

kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam

pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak

bedah lebih mudah dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang

retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit

kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus

venosa. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta

kerusakan sspingter kandung kemih lebih sedikit


2. Trans Urethral Resection of the prostate (TURP)
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan

tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra dilengkapi dengan alat pemotong dan

counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan

pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasif yang masih

dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.


TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai

efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada

prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilaakukan

reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus – menerus dengan cara isotonis

selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan

granulasi dan reepitelasisai uretra pars prostatika (Anonim, FK, UI, 1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter foley tiga saluran no.24 yang

dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari

kandung kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam

bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai

17
jernih. Kateter diangkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah

dapat berkemih dengan lancar


TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala –

gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien

cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah

perdarahan, infeksi, hiponatremia, atau retensio oleh karena bekuan darah.

Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrogard

(50-90 %), impotensi (4-40 %). Oleh karena pembedahan tidak mengobati

penyebab BPH, biasanya penyakit akan timbul lembali setelah 8 – 10 tahun

kemudian.

3. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)


Yaitu suatu prosedur untuk menangani BPH dengan cara memasukkan

instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan

kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi

kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil

(30 gram/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini

dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angaka komplikasi lebih

18
rendah dibanding cara yang lainnya. (dikutip dari buku Keperawatan Medikal

Bedah : Sistem Perkemihan


Metode ini diindkasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi

ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu

besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode

tersebut atau incisi leher buli – buli atau Bladder Neck Incision (BNI) pada jam

5 dan 7. Terapi ini juga dilakukaan secara endoskopik yaitu dengan menyayat

memakai alat seperti yang dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong

yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter

sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul

prostat.
Kelebihan daari metode ini adalah lebih cepat dari pada TUR dan

menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan cara TUR.

4. Trans Uretrhal Laer of the Prostate (Laser Prostatectomy)


Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat

prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan

dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan

operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa

pendarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2 – 4 menit

untuk masing – masing lobus prostat (lobus lateralis kaanan, kiri, dan medius).

Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui

sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika

akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi

ikutan yang akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4 – 24

minggu sehingga hasil akhir nanti akan terkjadi rongga di dalam prostat

menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.

d) Invasif minimal
a. Trans Urethral Microwave thermotherapy (TUMT)

19
Cara memanaskan prostat sampai 44,5 0C - 470C ini mulai diperkenalkan

dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar

periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu

dengan gelombang ultrasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi

vakuolisasi dan nekrosis jaaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan

tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga

obstruksi berkurang.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat

memancarkan microwave ke dalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur

pada antene akan lebih tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing

agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingaan ini memang

mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang


Cara TURF (trans urethral radio capacitivevfrequency) memancarkan

gelombang “radio freqquency” yang panjang gelombangnya lebih besar

daaripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat

diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga

efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain

oleh kateter yang ada alat pemanasannya mempunyai lumen sehingga

pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir

keluar.

20
b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini jula – mula dikerjakan

dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan

melalui operasi terbuka (transvesikal)


Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.

Mekanismenya adalah :
a. Kapsul prostat diregangkan
b. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
c. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika

dirusak.
c. Trans Uretra Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk

menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang

baik guna mencapai tujuan untuk mengahasilkan prosedur dengan perdaraahan

minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.

21
d. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya

saja kateter tersebut dipasang ada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada spiral

dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (prostach).

Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan

dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnyaa,

panjang uretra pars prostatika diukur dengaan USG dan kemudian dipilih alat

yang panjangnya sesuai, lalu alat tersbut dimasukkan dengan kateter pendorong

dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat

dilepas dengan kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara

mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan

alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk

mendapatkan terapi yang lebih invasif.

L. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAAN KLIEN DENGAN BPH


a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

22
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (iyer at al, 1996).

tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan individu. oleh karena itu pengkajian yang akurat,

lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan

sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar

praktek keperawatan dari ana (american nursing association). (nursalam, 2001.

hal : 17).
2. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya :
Nama :
Umur : (50 tahun keatas)
Jenis kelamin : (menyerang laki – laki)
Pekerjaan :
Alamat :
No register :
Suku/bangsa :
Agama :
Tingkat pendidikan :
3. Riwayat kesehatan/keperawatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pasien BPH adalah, biasanya pasien dengan BPH akan

mengeluh adanya kesulitan saat berkemih atau nyeri saat berkemih, klien

juga mengeluh sulitnya untuk kencing. Pada saat mengkaji keluhan utama

perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau meringankan nyeri

( provokative / paliative ), rasa nyeri yang dirasakan (quality), keganasan /

intensitas ( saverity ) dan waktu serangan, lama, kekerapan (time)


b. Riwayat kesehatan sekarang
Didalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan

menyatakan kaji berapa lama keluhan hesistansi (mengejan untuk memulai

urine), keluhan intermitensi (miksi berhenti dan kemudian memancar lagi),

pancaran mikisi melemah, keluhan miksi tidak puas, keluhan miksi menetes,

keluhan peningkatan frekuensi miksi, keluhan miksi sering di malam hari,

keluhan sangat ingin miksi dan keluhan rasa sakit sewaktu miksi mulai

dirasakan.

23
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan

pasien, diantaranya klien mengeluh ingin kencing tapi tidak jadi (hesistensi),

klien mengeluh jika ingin kencing harus menunggu lama, klien mengeluh

saat kencing aliran urinnya terputus – putus tidak lancar, klien mengeluh

menetesnya urin setelah kencing, klien mengeluh pada saat kencing

pancaran urinnya melemah, tidak lancar, dan volume sedikit, klien mengeluh

tidak puas setelah buang air kecil, klien juga mengeluh ingin buang air kecil

tapi sulit ditahan, klien mengeluh sering terbangun di malam hari untuk

kencing, klien mengeluh kadang – kadang saat kencing frekuensi bertambah,

klien mengeluh adanya perasaan belum selesai saat berkemih dan kantong

tempat menampung urinnya tersa belum kosong, klien juga mengatakan nyri

saat kencing, klien mengeluh nyeri pada pinggang saat kencing, klien

mengeluh pada saat kencing sering mengedan, klien mengeluh merasa letih,

tidak nafsu makan, mual, dan muntah.

c. Riwayat kesehatan dahulu


Meliputi penyakit yang pernah diderita klien pada masa lalu yang bisa

memperberat penyakit yang dialaminya sekarang. Biasanya klien dengan

BPH perlu kita kaji adanya riwayat merokok, menyukai makanan yang

berlemak tinggi dan kurang makan sayur, kurang aktif olahraga,

mengkonsumsi makanan dengan kolesterol tinggi, atau juga mengkonsumsi

obat – obatan yang meningkatkan libido pada waktu mudanya dari golongan

hormon testosteron, dan gaya hidupnya yang selalu stress.


Dan juga perlu dikaji adanya penyakit yang berhubungan dengan

saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang

berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di

jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM ,

hipertensi, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan

24
faal darah dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah

( Sunaryo, H, 1999 : 11, 12, 29 ) .


d. Riwayak kesehatan keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun

seperti : Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali yang mena

kemungkinannya bisa memperberat penderita dengan penyakitnya.

4. Pemeriksaan fisik
Di dalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan

menyatakan pemeriksaan TTV dilakukan terutama pada klien praoperatif. Nadi

dapat meningkat pada kedaan kesakitan, pada retensi urine akut, dehidrasi

sampai syok pada retensi urine, serta urosepsis sampai syok septik.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra memberikan

manifestasi pada tanda – tanda obstruksi dan iritasi saluran kemih. Tanda

obstruksi yang didapatkan, meliputi hesistensi, pancaran miksi melemah,

intermitensi, daan menetes setelah miksi. Sementara itu tanda iritasi, meliputi

adanya peningkatan frekuensi, urgensi, nokturia, dan disuria.


Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenosis

meatus, struktur uretra, batu uretra, karsinoma, maupun fimosis. Pemeriksaan

skrotum untuk menetukan adanya epididimitis.


Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk

mengetahui adanya hidronefrosis dan plynefrosis. Pada daerah supra – simpisis,

keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi teraba adanya ballotement dan

klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya

tidaknya residual urine.


Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan

konsistensi sistem persarafan unit vesiko ureter dan besarnya prostat.


a. TTV
 Tekanan darah : meningkat
 Nadi : meningkat
 Pernafasan : meningkat
 Suhu : meningkat
b. Pemeriksaan secara sistemik
a) Sistem perkemihan

25
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali

dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam

memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih

inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria.

Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif

serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase

kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna

urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah,

perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna

keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga

ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut

terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada

postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan


 Adanya massa padat di bawah abdomen bawah (desistensi kandung

kemih)
 Adanya nyeri tekan pada kandung kemih
 Adanya kemungkinan ditemukan hernia ingualis : hemoroid

(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan

pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)


 Adanya nyeri pada prostat
 Nyeri pada suprapubis, panggul, dan punggung.
 Adanya nyeri seperti tertusuk/nyeru tajam (prostatitis akut).
b) Sistem pencernaan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena

efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari

anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual,

muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi

masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.


c) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada

kasus preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah,

peningkatan nadi yang disebabkan oleh karena efek pembesaran

26
ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada.

kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.


d) Sistem reproduksi
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang

mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan

seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,

penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri

tekan pada prostat


e) Sistem neurologi
 Adanya kelumpuhan atau paralysis karen post operasi disebakan

karena anasteshinya
f) Sistem integumen
 Turgor kulit jelek
 Mukosa bibir kering
 Membran mukosa pucat

5. Pemeriksaan penunjang/diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut buku Rencana Asuhan Keperawatan

Doenges,dkk adalah :
a. Urinalisa. Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah).

Penampilan keruh pH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi), bakteria,

SDP, SDM, mungkin ada secara mikroskopis.


b. Kultur urine. Dapat menunjukkan Staphylococus aureus, Proteus, Klebsiella,

Pseudomonia, atau Escheria coli.


c. Sitologi urine. Untuk mengesampingkan kandung kemih.
d. BUN/kreatinin. Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi
e. Asam fosfat serun/antigen khusus prostatik. Peningkatan karena

pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat

mengindikasi metastase tulang)


f. SDP mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasi infeksi bila pasien tidak

imunosupresi
g. Penentuan kecepatan aliran urine. Mengkaji derajat obstruksi kandung

kemih.
h. IVP dengan film pasca – berkemih. Menunjukkan pelambatan pengosongan

kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya

27
pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot

kandung kemih.
i. Sistouretrografi berkemih. Digunakan sebagai ganti IVP untuk

memvisualisasikan disfungsi yang tak berhubungan dengan BPH.


j. Sistouretroskopi. Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan

perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut

sehubung dengan adanya resiko sepsis gram negatif)


k. Sistometri. Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya
l. Ultrasound transrektal. Mengukut ukuran prostat, jumlah residu urine,

melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH

6. Analisa data

28
NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH

1. DS : Peningkatan sel Retensi urine


 Klien mengatakan estem,peningkatan 5 alfa
sulit BAK reduktase dan reseptor androgen,
 Klien mengatakan proses menua, interaksi sel epitel
tidak puas setelah dan stroma, dan berkurangnya sel
kencing yang mati
 Klien mengatakan
saat kencing Ketidakseimbangan hormon
pancaran urinnnya (peningkatan estrogen dan
lemah, tidak lancar, penurunan progesteron)
dan volumenya
sedikit Hiperplasia pada epitel dan
 Klien mengatakan stroma pada kelenjar prostat
adanya perasaan Penyempitan lumen ureter
belum selesai
berkemih Mengahambat aliran urine
 Klien mengatakan Obstruksi urine
kantong penampung
urinnya terasa penuh
 Klien mengatakan
urinnye sering
menetes setelah
kencing
 Klien mengatakan
sering bangun
dimalam hari karena
keinginan
berkencing
 Klien mengatakan
nyeri saat kencing
 Klien mengatakan
sering mengedan
saat kencing
DO :
 Distensi kandung
kemih
 Disuria
 Sering berkemih
(malam hari)
 Berkemih sedikit
 Sensasi kandung
kemih penuh
 Adanya nyeri tekan
 Foto polos abdomen,
ditemukan batu pada
saluran kemih
 Lab: urinalisa,
adanya infeksi pada
kandung kemih
 Sistouretroskopi,
adanya pemberas
prostat dan dinding
kandung kemih
2 DS : Peningkatan sel Nyeri
 Klien mengatakan estem,peningkatan 5 alfa
nyeri saat berkemih reduktase dan reseptor androgen,
 Klien mengatakan proses menua, interaksi sel epitel
nyeri pada dan stroma, dan berkurangnya sel
pinggangnya saat yang mati
kencing
 klien mengatakan Ketidakseimbangan hormon 29
setiap kencing selalu (peningkatan estrogen dan
mengedan, dan penurunan progesteron)
terasa nyeri pada
Hiperplasia pada epitel dan
b. Diagnosa keperawatan
a) Pre operatif
1. Retensi urine berhubungan dengan tekanan urine tinggi, dan sfingter kuat

(adanya obstruksi mekanik pembesaran prostat)


2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (iritasi muksa buli – buli,

distensi kandung kemih, infeksi urinaria)


3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (kemungkinan

prosedur pembedahan)

b) Post operatif
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (adanya insisi

pembedahan/TURP)
2. Gangguan Eliminasi Urine Berhubungan Dengan Obstruksi Anatomik

(Bekuan Darah, Oedem, Trauma, Prosedur Bedah, Tekanan Dan Iritasi Pada

Ballon
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (alat selama

pembedahan, catheter, iritasi kandung kemih serta trauma insisi bedah


c. Intervensi keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


o keperawatan Hasil

1. Retensi Urine NOC : NIC :

Defenisi :  Symtom severity Urinary Elimination


 Urinary Management
Pengosongan
elimination
kandung kemih  memantau eliminasi urin
tidak termasuk frekuensi,
komplet/inkom Kriteria hasil : konsistensi, bau, volume,
plit dan warna yang sesuai
 Pengosongan
 memantau tanda dan gejala
Batasan bladder
retensi urin
karakteristik :  secara sempurna
 mengajarkan pasien untuk
 Warna urin dbn
 Tidak ada menegtahui tanda gejala
 Bau urin dbn
haluan urine adanya infeksi saluran
 Urin terbebas dari
 Distensi kemih

30
kandung partikel  pantau waktu eliminasi
kemih  Balance cairan kemih terakhir
 Menetes selama 24 jam  anjurkan pasien untuk
 Disuria minum 8 gelas per hari
 Urin dapat keluar
 Sering  membantu pasien dalam
tanpa kesakitan
berkemih toileting
 Inkontinensi  anjurkan pasien
a urine mengosong kan kandung
berlebih kemih sebelum prosedur
 Residu urine yang relevan
 Sensasi  catat waktu prosedur
kandung berkemih pertama
kemih enuh  batasi cairan sesuai
 Berkemih kebutuhan
sedikit  anjurkan pasien memantau
Faktor tanda – tanda infeksi
berhubungan : saluran kemih
urinary retention care
 Hambatan
 Tekanan  melakukan penilaian
ureter tinggi kemih komprehensif
 Inhibisi berfokus pada
arkus refleks inkontinensia
 Sfingter kuat  memantau penggunaan
agen nonprescription
dengan antikolinergik atau
alfa-agonis-sifat \
 memonitor efek dari obat-
obatan yang diresepkan,
seperti calcium channel
blockers dan antikolinergik
 Sediakan privacy untuk
eliminasi

31
 Gunakan sugesti dengan
menghidupkan kran air
 Stimulasi reflex kencing
dengan memberikan media
dingin di perut atau
mengaliri genital dengan
air
 Sediakan waktu untuk
pengosongan bladder ( 10
menit )
 Lakukan katerisasi
 Catat pengeluaran urin
 Anjurkan pasien untuk
mencegh terjadinya
impaksi atau kontsipasi
 Monitor derajat didtensi
bladder
 Monitor intake dan output
cairan
 Lakukan pemasangan
kateter secara intermitent
 Rujuk ke spesialis urologi
2. Nyeri akut NOC : NIC :

Definisi :  Pain Level, Pain Management


 pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
Pengalaman
 comfort level secara komprehensif
sensorik dan
termasuk lokasi,
emosional yang
karakteristik, durasi,
tidak Kriteria Hasil :
frekuensi, kualitas dan
menyenangkan
 Mamp faktor presipitasi
dan muncul
u mengontrol nyeri  Observasi reaksi nonverbal
akibat
(tahu penyebab dari ketidaknyamanan
kerusakan

32
jaringan actual nyeri, mampu  Gunakan teknik komunikasi
atau potensial menggunakan terapeutik untuk
atau tehnik mengetahui pengalaman
digambarkan nonfarmakologi nyeri pasien
dalam hal untuk mengurangi  Kaji kultur yang
kerusakan nyeri, mencari mempengaruhi respon nyeri
sedemikian rupa bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri
(International  Melap masa lampau
Association for orkan bahwa nyeri  Evaluasi bersama pasien
study of pain) : berkurang dengan dan tim kesehatan lain
awitan yang menggunakan tentang ketidakefektifan
tiba - tiba atau manajemen nyeri kontrol nyeri masa lampau
lambat dari  Mamp  Bantu pasien dan keluarga
intensitas ringan u mengenali nyeri untuk mencari dan
hingga berat (skala, intensitas, menemukan dukungan
dengan akhir frekuensi dan  Kontrol lingkungan yang
yang dapat tanda nyeri) dapat mempengaruhi nyeri
diantisipasi atau  Menya seperti suhu ruangan,
diprediksi dan takan rasa nyaman pencahayaan dan
berlangsung setelah nyeri kebisingan
selama > 6 berkurang  Kurangi faktor presipitasi
bulan  Tanda nyeri
vital dalam  Pilih dan lakukan
Batasan
rentang normal penanganan nyeri
karakteristik :
(farmakologi, non
 Melaporkan farmakologi dan inter
nyeri secara personal)
verbal  Kaji tipe dan sumber nyeri
 Gangguan untuk menentukan
tidur (mata intervensi
capek,  Ajarkan tentang teknik non
tampak sayu, farmakologi (relaksasi, tarik

33
sulit atau nafas dalam, terapi musik)
gerakan  Evaluasi keefektifan
kacau dan kontrol nyeri
meringis)  Tingkatkan istirahat
 Diaforesis  Kolaborasikan dengan
 Perubahan dokter jika ada keluhan dan
tekanan tindakan nyeri tidak
darah berhasil
 Perubahan  Monitor penerimaan pasien
frekuensi tentang manajemen nyeri
pernafasan Analgesic Administration
 Perubahan
 Tentukan lokasi,
selera makan
karakteristik, kualitas, dan
 Tingkah laku
derajat nyeri sebelum
ekspresif
pemberian obat
(gelisah,
 Cek instruksi dokter tentang
marah,
jenis obat, dosis, dan
menangis,
frekuensi. Obatnya
merintih,
(antibiotika dosis tinggi
waspada,
secara oral maupun
nafas
suntikan, anti tetanus
panjang,
serum dan toksoid, anti
iritabel)
inflamasi,
 Indikasi
 Cek riwayat alergi
nyeri yang
 Pilih analgesik yang
dapat
diperlukan atau kombinasi
diamati
dari analgesik ketika
Faktor yang
pemberian lebih dari satu
berhubungan :
 Tentukan pilihan analgesik
Agen cedera tergantung tipe dan
(minsalnya beratnya nyeri
biologis, zat  Tentukan analgesik pilihan,

34
kimia, fisik, dan rute pemberian, dan dosis
psikologis) optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
3. Ansietas NOC : NIC :

Definisi:  Anxiety Anxiety Reduction

control (penurunan kecemasan)


perasaan tidak
 Coping  Gunakan pendekatan
nyaman atau
Kriteria Hasil : yang menenangkan
kekhawatiran
 Nyatakan dengan jelas
yang samar  Klien mampu
harapan terhadap pelaku
disertai respons mengidentifik
pasien
autonom asi dan
(sumber sering mengungkapk  Jelaskan semua prosedur

kali tidak an gejala dan apa yang dirasakan

spesifik atau cemas selama prosedur

tidak diketahui  Mengidentifi  Temani pasien untuk

oleh individu); kasi, memberikan keamanan

perasaan takut mengungkapk dan mengurangi takut

yang an dan  Berikan informasi faktual

disebabkan oleh menunjukkan mengenai diagnosis,

antisipasi tehnik untuk tindakan prognosis

terhadap mengontol  Dorong keluarga untuk

35
bahaya. Hal ini cemas menemani anak
merupakan  Vital sign  Lakukan back / neck rub
isyarat dalam batas  Dengarkan dengan penuh
kewaspadaan normal perhatian
yang  Postur tubuh,  Identifikasi tingkat
memperingatka ekspresi kecemasan
n individu akan wajah, bahasa  Bantu pasien mengenal
adanya bahaya tubuh dan situasi yang menimbulkan
dan tingkat kecemasan
memampukan aktivitas  Dorong pasien untuk
individu untuk menunjukkan mengungkapkan
bertindak berkurangnya perasaan, ketakutan,
menghadapi kecemasan persepsi
ancaman.  Instruksikan pasien

Batasan menggunakan teknik

karakteristik: relaksasi
 Barikan obat untuk
Perilaku
mengurangi kecemasan
 Penuruna
n
produktifi
tas
 Mengeksp
resikan
kekhawati
ran karena
perubahan
dalam
peristiwa
hidup
 Gerakan
yang
irelevan
 Gelisah

36
 Melihat
sepintas
 Insomnia
 Kontak
mata yang
buruk
 Agitasi
 Mengintai
 Tampak
waspada
Afektif

 Gelisah
 Kesedihan
yang
mendalam
 Distress
 Ketakutan
 Perasaan
tidak
adekuat
 Berfokus
pada diri
sendiri
 Peningkata
n
kewaspada
an
 Iritabilitas
 Gugup
 Senang
berlebihan
 Rasa nyeri
yang
meningkatk
an
ketidakberd
ayaan

37
 Peningkata
n rasa
ketidakberd
ayaan yang
persisten
 Bingung
 Menyesal
 Ragu/tidak
percaya diri
 Khawatir

Fisiologis

 Wajah
tegang
 Tremor
tangan
 Peningkata
n keringat
 Peningkata
n
ketegangan
 Gemetar
 Tremor
 Suara
bergetar

Simpatik

 Anoreksia
 Eksitabilita
s
 Diare
 Mulut
kering
 Wajah
merah
 Jantung

38
berdebar-
debar
 Peningkata
n tekanan
darah
 Peningkata
n denyut
nadi
 Peningkata
n refleks
 Peningkata
n frekuensi
pernafasan
 Pupil
melebar
 Kesulitan
bernapas
 Vasokonstri
ksi
superficial
 Kedutan
pada otot
 Lemah
Parasimpatik

 Nyeri
abdomen
 Penurunan
tekanan
darah
 Penurunan
denyut nadi
 Diare
 Vertigo
 Letih
 Mual
 Gangguan
tidur

39
 Kesemutan
pada
ekstremitas
 Sering
berkemih
 Anyang-
anyangan
 Dorongan
berkemih
(keinginan
mendesak
untuk
berkemih)
Kognitif

 Menyadari
gejala
fisilogis
 Bloking
pikiran
 Konfusi
 Penurunan
lapang
persepsi
 Kesulitan
berkonsentr
asi
 Penurunan
kemampua
n untuk
belajar
 Penurunan
kemampua
n untuk
memecahka
n masalah

40
 Ketakutan
terhadap
konsekuens
i yang tidak
spesifik
 Lupa
 Gangguan
perhatian
 Khawatir
 Melamun
 Cenderung
menyalahk
an orang
lain
Faktor yang
berhubungan:

 Perubahan
dalam:
 Status
ekonomi
 Lingkun
gan
 Status
kesehata
n
 Pola
interaksi
 Fungsi
peran
 Status
peran
 Pemajanan
toksin
 Terkait
keluarga
 Herediter

41
 Infeksi/kon
taminan
interperson
al
 Penularan
penyakit
interperson
al
 Krisis
maturasi
 Krisis
situsiona
l
 Stress
 Penyala
hgunaan
zat
 Ancama
n
kematia
n
 Ancama
n pada:
- Statu
s
ekon
omi
- Ling
kung
an
- Statu
s
kese
hata
n
- Pola

42
inter
aksi
- Fung
si
pera
n
- Statu
s
pera
n
- Kon
sep
diri
-
4. gangguan NOC : NIC :
eliminasi
 Symptom severity Urinary Elimination
urinarius
 Urinary Management
defenisi elimination
 memantau eliminasi urin
disfungsi pada termasuk frekuensi,
eliminasi urine Kriteria hasil : konsistensi, bau, volume,
dan warna yang sesuai
batasan  Pengosongan
 memantau tanda dan gejala
karakteristik bladder
retensi urin
 secara sempurna
 Disuria  mengajarkan pasien untuk
 Warna urin dbn
 Sering menegtahui tanda gejala
 Bau urin dbn
berkemih adanya infeksi saluran
 Urin terbebas dari
 Anyang – kemih
partikel
anyangan  pantau waktu eliminasi
 Balance cairan
 Nokturia kemih terakhir
selama 24 jam
 Retensi  anjurkan pasien untuk
 Urin dapat keluar
 Dorongan minum 8 gelas per hari
tanpa kesakitan
Faktor yang  membantu pasien dalam
berhubungan toileting

43
 Obstruksi  anjurkan pasien
anatomik mengosong kan kandung
 Penyebab kemih sebelum prosedur
multipel yang relevan
 Gangguan  catat waktu prosedur
sensori berkemih pertama
motorik  batasi cairan sesuai
 Infeksi kebutuhan
saluran  anjurkan pasien memantau
kemih tanda – tanda infeksi
saluran kemih
bladder irrigation

 Tentukan apakah irigasi


akan dilakukan secara
berkelanjutan atau hanya
sementara
 Jelaskan tujuan tindakan
kepada klien
 Sediakan perlatan irigasi
streril sesuai protokol
 membersihkan tempat
masuk atau akhir Y -
konektor dengan alkohol
 Monitor dan jaga aliran
irigasi sesuai indikasi
 Catat jumlah cairan yang
digunakan, karakteristik
cairan, jumlah pengeluaran
dan respon pasien
5 Resiko Infeksi NOC : NIC :

Definisi :  Immune Status Infection Control (Kontrol


Peningkatan  Knowledge :

44
resiko Infection infeksi)
masuknya control
 Bersihkan lingkungan
organisme  Risk control
setelah dipakai pasien lain
patogen Kriteria Hasil :
 Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas  Batasi pengunjung bila
dari tanda dan perlu
Faktor-faktor
gejala infeksi  Instruksikan pada
resiko :
 Menunjukkan pengunjung untuk
- Prosedur kemampuan mencuci tangan saat
Infasif untuk berkunjung dan setelah
- Ketidakcuk mencegah berkunjung meninggalkan
upan timbulnya pasien
pengetahua infeksi  Gunakan sabun
n untuk  Jumlah leukosit antimikrobia untuk cuci
menghindar dalam batas tangan
i paparan normal  Cuci tangan setiap
patogen  Menunjukkan sebelum dan sesudah
- Trauma perilaku hidup tindakan kperawtan
- Kerusakan sehat
 Gunakan baju, sarung
jaringan
tangan sebagai alat
dan
pelindung
peningkatan
 Pertahankan lingkungan
paparan
aseptik selama
lingkungan
pemasangan alat
- Ruptur
 Ganti letak IV perifer dan
membran
line central dan dressing
amnion
sesuai dengan petunjuk
- Agen
umum
farmasi
 Gunakan kateter
(imunosupr
intermiten untuk
esan)
menurunkan infeksi
- Malnutrisi

45
- Peningkata kandung kencing
n paparan  Tingktkan intake nutrisi
lingkungan  Berikan terapi antibiotik
patogen bila perlu
- Imonusupre
si
Infection Protection
- Ketidakade
(proteksi terhadap infeksi)
kuatan
imum  Monitor tanda dan gejala
buatan infeksi sistemik dan lokal
- Tidak  Monitor hitung
adekuat granulosit, WBC
pertahanan  Monitor kerentanan
sekunder terhadap infeksi
(penurunan  Batasi pengunjung
Hb,
 Saring pengunjung
Leukopenia
terhadap penyakit
, penekanan
menular
respon
 Partahankan teknik
inflamasi)
aspesis pada pasien yang
- Tidak
beresiko
adekuat
 Pertahankan teknik isolasi
pertahanan
k/p
tubuh
 Berikan perawatan kuliat
primer
pada area epidema
(kulit tidak
 Inspeksi kulit dan
utuh,
membran mukosa
trauma
terhadap kemerahan,
jaringan,
panas, drainase
penurunan
 Ispeksi kondisi luka /
kerja silia,
insisi bedah
cairan
 Dorong masukkan nutrisi

46
tubuh statis, yang cukup
perubahan  Dorong masukan cairan
sekresi pH,  Dorong istirahat
perubahan  Instruksikan pasien untuk
peristaltik) minum antibiotik sesuai
- Penyakit resep
kronik  Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

BAB III

LAPORAN KASUS

PADA Tn.B dengan BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

I. PENGKAJIAN

a. Identitas Pasien

Nama : Tn.B

47
Umur : 84 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Lingkungan II Kota Siantar Kec.

Penyambungan

No MR : 422940

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tanggal Masuk : 07 Oktober 2015 jam 13.38 WIB

Tanggal Pengkajian : 10 Oktober 2015

Diagnosa Medis : BPH

Catatan Kedatangan : Tn.B datang ke ruangan CP CW kiriman

dari IGD menggunakan kursi roda pada pukul 13.38 WIB

b. Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny.A

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hub. dengan pasien : Anak Kandung

Alamat : Gulain Bancah

c. Keluhan Utama

Klien kiriman dari IGD pada tanggal 07 Oktober 2015 dengan

keluhan nyeri ketika buang air kecil (BAK) disertai ada darah

beku.

d. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

48
Klien mengeluhkan sakit ketika BAK dan terdapat darah di

BAK, sekarang klien terpasang kateter sehingga BAK sudah

mulai lancar tetapi klien merasa tidak nyaman karena perih.

Klien mengatakan sering mengedan pada saat kencing, dan

sering terbangun di malam hari karena ingin BAK. Klien

mengeluhkan batuk berdahak tetapi susah untuk

mengeluarkannya karena sakit pada dada. Keluarga klien

mengatakan klien susah tidur karena batuknya dan

membuatnya selalu terbangun di malam hari.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Keluarga kien mengatakan nyeri BAK sudah semenjak 2

minggu yang lalu dan klien dirawat di Rumah Sakit

Penyabungan selama 1 minggu sebelum akhirnya dirujuk ke

RSAM. Klien mengatakan sudah 5 tahun hanya diatas tempat

tidur karena kakinya lemah semenjak patah tulang akibat

kecelakaan. Klien juga mempunyai riwayat TB dan sudah

tuntas pengobatnnya. Sekarang klien mengkonsumsi obat batuk

yaitu Ambroxol.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga klien mengatakan tidak ada keluarga dengan penyakit

yang sama. Keluarga kien juga tidak mempunyai penyakit

Hipertensi maupun DM.

e. Pola persepsi dan penanganan kesehatan

49
Klien mengatakan tidak mengerti dengan penyakitnya,

penyebabnya dan bagaimana menyembuhkannya.

f. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien mengatakan nafsu makan berkurang, diet ML, porsi yang

dihabiskan ada ½ porsi tidak ada mual maupun muntah. Keluarga

mengatakan BB klien mengalami penurunan BB 1 bulan terakhir 3

kg dari 48 kg ke 45 kg.

g. Pola eliminasi

Klien mengatakan BAK tidak lancar karena nyeri dan susah untuk

BAK. BAK seperti menetes dan perut di bagian bawah sering

terasa tegang tetapi BAK susah keluar. Klien sekarang terpasang

kateter dan eliminasi urin mulai lancar dan perut sudah tidak

tegang. Klien baru 1x BAB semenjak dirawat.

h. Pola aktifitas olahraga

Aktifitas Saat Sehat Saat Sakit


Makan  Makan 3x sehari  Makan 2x

 Menghabiskan sehari

porsi makan  Hanya

menghabiska

n ½ porsi

 Diit ML

 Klien

mengatakn

nafsu makan

menurun
Minum  Minum air putih 4-  Minum air

5 gelas / hari putih 2-3

50
gelas / hari
Mandi  2x dalam sehari  Selama

dirawat di

rumah sakit

klien tidak

ada mandi

tetapi hanya

di lap saja
Berpakaian/berdandan  Dapat berpakaian  Dibantu oleh

sendiri keluarga
Mobilisasi di tempat  Dapat dilakukan  Dibantu oleh

tidur sendiri keluarga


Toileting  Ke wc dibantu oleh  Klien

keluarga terpasang

folley cateter

dan spooling

dengan NaCl
Berpindah  Dapat dilakukan  Dibantu oleh

sendiri keluarga
Berjalan  Hanya ditempat  Tidak ada

tidur berjalan

hanya di

tempat tidur
Eliminasi

 BAK  4-5x/ hari

 BAB  1x/ hari


Tidur  8-9 jam perhari  Sering

terbangun di

malam hari

i. Pola Kognitif dan persepsi

51
Klien dalam keadaan sadar, bicara jelas dan mampu berkomunikasi

walau terkadang harus berteriak.

j. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 110/70 mmHg

N : 78x/i

S :36,7oC

P : 22x/i

1. Kepala

I : rambut putih beruban, tidak ada rontok, dan

terlihat bersih

P : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan, tekstur

rambut halus

2. Mata

I : mata simetris, sclera tidak ikterik dan konjungtiva

tidak anemis, posisi mata normal, keadaan bulu

mata baik, penglihatan kabur terjadi penurunan

visus.

P : tidak ada edema palpebra dan nyeri tekan

3. Hidung

I : posisi hidung simetris, bentuk normal, tidak ada

cairan

52
P : tidak ada nyeri tekan

4. Telinga

I : simetris, bentuk normal, ada serumen,

pendengaran kurang

P : tidak ada nyeri tekan

5. Mulut

I : gigi sudah banyak yang ompong, tidak ada gigi

palsu, mulut kurang bersih, mukosa baik, bibir tidak

pecah-pecah

P : tidak ada nyeri tekan

6. Leher

I : simetris, tidak ada pembersarah kalenjer tiroid

P : reflek menelan baik

7. Dada

 Thorak

I : bentuk dada simetris, pengembangan dada

sama kanan dan kiri, warna kulit dada

merata, nafas susah karena batuk berdahak

P : tidak ada nyeri tekan dan bunyi krepitus

P : sonor

A : terdapat bunyi wheezing

 Jantung

53
I : iktus cordis tidak terlihat

P : pulsasi teraba

P : bunyi pekak dibatas jantung dan redup di

jantung

A : tidak ada bunyi jantung tambahan

8. Abdomen

I : warna kulit merata, tidak ada luka atau lecet

A : bising usus meningkat

P : bunyi timpany

P : turgor kulit buruk

9. Ekstremitas

I : tidak ada lecet pada ekstremitas bagian atas

maupun bawah, ekstremitas kiri atas terpasang

IVFD NaCl 18 tts/i

P : tidak ada nyeri tekan

Kekuatan otot 4444 4444

2222 2222

10. Genitalia

I : terpasang folley kateter

P : terdapat nyeri tekan

h. Pemeriksaan penunjang

1 Urinalisa tanggal 13/10-2015

 Kalium : 3,84 ( 3,5-5,5 ) mEq/l

54
 Natrium : 133,6 ( 135-147 ) mEq/l

 Khlorida : 101,7 ( 100-106) mEq/l

2 Laboratorium tanggal 13/10-2015

 HGB : 13,4 g/dl

 RBC : 5,19 (10^6/uL)

 HCT : 38,7 (%)

 WBC : 11,29 (10^3/uL)

 PLT : 215 (10^3/uL)

i. Analisa Data

55
NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH

1. DS : Peningkatan sel Retensi urine


 Klien mengatakan
estem,peningkatan 5 alfa
sulit BAK
reduktase dan reseptor androgen,
 Klien mengatakan
proses menua, interaksi sel epitel
perut bagian bawah
dan stroma, dan berkurangnya sel
terasa tegang karena
yang mati
susah BAK
 Klien mengatakan
Ketidakseimbangan hormon
BAK tidak lancar
 Klien mengatakan (peningkatan estrogen dan
kantong penampung penurunan progesteron)
urinnya terasa penuh
 Klien mengatakan Hiperplasia pada epitel dan
urinnye sering stroma pada kelenjar prostat
menetes setelah Penyempitan lumen ureter
kencing
 Klien mengatakan Mengahambat aliran urine
sering bangun Obstruksi urine
dimalam hari karena
keinginan
berkencing
 Klien mengatakan
nyeri saat kencing
 Klien mengatakan
sering mengedan
saat kencing
DO :
 Distensi kandung
kemih
 Terpasang kateter
 Sensasi kandung
kemih penuh
 Adanya nyeri tekan
pada kandung kemih

2 DS : Peningkatan sel Nyeri
 Klien mengatakan estem,peningkatan 5 alfa
nyeri saat berkemih reduktase dan reseptor androgen,
 Klien mengatakan
proses menua, interaksi sel epitel
nyeri pada
dan stroma, dan berkurangnya sel
pinggangnya saat
yang mati
kencing
 klien mengatakan Ketidakseimbangan hormon
setiap kencing selalu (peningkatan estrogen dan
mengedan, dan penurunan progesteron)
terasa nyeri pada 56
saluran kencingnya Hiperplasia pada epitel dan

DO : stroma pada kelenjar prostat


II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Retensi urine berhubungan dengan tekanan urine tinggi, dan sfingter kuat

(adanya obstruksi mekanik pembesaran prostat)


2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (iritasi muksa buli – buli,

distensi kandung kemih, infeksi urinaria)


3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (kemungkinan

prosedur pembedahan)
4. Gangguan Eliminasi Urine Berhubungan Dengan Obstruksi Anatomik

(Bekuan Darah, Oedem, Trauma, Prosedur Bedah, Tekanan Dan Iritasi Pada

Ballon
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi


o keperawatan Kriteria Hasil

1. Retensi Urine NOC : NIC :

Defenisi :  Symtom Urinary Elimination Management


severity
Pengosongan  memantau eliminasi urin termasuk
 Urinary
kandung kemih frekuensi, konsistensi, bau,
elimination
tidak volume, dan warna yang sesuai
komplet/inkomplit  memantau tanda dan gejala retensi
Kriteria hasil : urin
Batasan
 mengajarkan pasien untuk
karakteristik :  Pengosongan
menegtahui tanda gejala adanya
bladder
 Tidak ada infeksi saluran kemih
 secara
haluan urine  pantau waktu eliminasi kemih
sempurna
 Distensi terakhir
 Warna urin
kandung kemih  anjurkan pasien untuk minum 8
dbn
 Menetes gelas per hari
 Bau urin dbn
 Disuria  membantu pasien dalam toileting
 Urin terbebas
 Sering  anjurkan pasien mengosong kan
dari partikel
berkemih kandung kemih sebelum prosedur
 Balance cairan

57
 Inkontinensia selama 24 jam yang relevan
urine berlebih  Urin dapat  catat waktu prosedur berkemih
 Residu urine keluar tanpa pertama
 Sensasi kesakitan  batasi cairan sesuai kebutuhan
kandung kemih  anjurkan pasien memantau tanda –
enuh tanda infeksi saluran kemih
 Berkemih urinary retention care
sedikit
 melakukan penilaian kemih
Faktor
komprehensif berfokus pada
berhubungan :
inkontinensia
 Hambatan  memantau penggunaan agen
 Tekanan ureter nonprescription dengan
tinggi antikolinergik atau alfa-agonis-sifat
 Inhibisi arkus \
refleks  memonitor efek dari obat-obatan
 Sfingter kuat yang diresepkan, seperti calcium
channel blockers dan antikolinergik
 Sediakan privacy untuk eliminasi
 Gunakan sugesti dengan
menghidupkan kran air
 Stimulasi reflex kencing dengan
memberikan media dingin di perut
atau mengaliri genital dengan air
 Sediakan waktu untuk
pengosongan bladder ( 10 menit )
 Lakukan katerisasi
 Catat pengeluaran urin
 Anjurkan pasien untuk mencegh
terjadinya impaksi atau kontsipasi
 Monitor derajat didtensi bladder
 Monitor intake dan output cairan
 Lakukan pemasangan kateter
secara intermitent
 Rujuk ke spesialis urologi

58
2. Nyeri akut NOC : NIC :

Definisi :  Pain Level, Pain Management


 pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Pengalaman
 comfort level komprehensif termasuk lokasi,
sensorik dan
karakteristik, durasi, frekuensi,
emosional yang
kualitas dan faktor presipitasi
tidak Kriteria Hasil :
 Observasi reaksi nonverbal dari
menyenangkan dan
 M ketidaknyamanan
muncul akibat
ampu  Gunakan teknik komunikasi
kerusakan jaringan
mengontrol terapeutik untuk mengetahui
actual atau
nyeri (tahu pengalaman nyeri pasien
potensial atau
penyebab  Kaji kultur yang mempengaruhi
digambarkan
nyeri, mampu respon nyeri
dalam hal
menggunakan  Evaluasi pengalaman nyeri masa
kerusakan
tehnik lampau
sedemikian rupa
nonfarmakolog  Evaluasi bersama pasien dan tim
(International
i untuk kesehatan lain tentang
Association for
mengurangi ketidakefektifan kontrol nyeri masa
study of pain) :
nyeri, mencari lampau
awitan yang tiba -
bantuan)  Bantu pasien dan keluarga untuk
tiba atau lambat
 M mencari dan menemukan dukungan
dari intensitas
elaporkan  Kontrol lingkungan yang dapat
ringan hingga berat
bahwa nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
dengan akhir yang
berkurang ruangan, pencahayaan dan
dapat diantisipasi
dengan kebisingan
atau diprediksi dan
menggunakan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
berlangsung
manajemen  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
selama > 6 bulan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
Batasan  M inter personal)
karakteristik : ampu  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
mengenali menentukan intervensi
 Melaporkan
nyeri (skala,  Ajarkan tentang teknik non
nyeri secara
intensitas, farmakologi (relaksasi, tarik nafas
verbal
frekuensi dan dalam, terapi musik)
 Gangguan tidur
tanda nyeri)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

59
(mata capek,  M  Tingkatkan istirahat
tampak sayu, enyatakan rasa  Kolaborasikan dengan dokter jika
sulit atau nyaman ada keluhan dan tindakan nyeri
gerakan kacau setelah nyeri tidak berhasil
dan meringis) berkurang  Monitor penerimaan pasien tentang
 Diaforesis  Ta manajemen nyeri
 Perubahan nda vital Analgesic Administration
tekanan darah dalam rentang
 Tentukan lokasi, karakteristik,
 Perubahan normal
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
frekuensi
pemberian obat
pernafasan
 Cek instruksi dokter tentang jenis
 Perubahan
obat, dosis, dan frekuensi. Obatnya
selera makan
(antibiotika dosis tinggi secara
 Tingkah laku
oral maupun suntikan, anti
ekspresif
tetanus serum dan toksoid, anti
(gelisah, marah,
inflamasi,
menangis,
 Cek riwayat alergi
merintih,
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
waspada, nafas
kombinasi dari analgesik ketika
panjang,
pemberian lebih dari satu
iritabel)
 Indikasi nyeri  Tentukan pilihan analgesik

yang dapat tergantung tipe dan beratnya nyeri

diamati  Tentukan analgesik pilihan, rute


Faktor yang pemberian, dan dosis optimal

berhubungan :  Pilih rute pemberian secara IV, IM


untuk pengobatan nyeri secara
Agen cedera teratur
(minsalnya  Monitor vital sign sebelum dan
biologis, zat kimia,
sesudah pemberian analgesik
fisik, dan pertama kali
psikologis)
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

60
3. Ansietas NOC : NIC :

Definisi:  Anxiety Anxiety Reduction (penurunan

control kecemasan)
perasaan tidak
 Coping  Gunakan pendekatan yang
nyaman atau
Kriteria Hasil : menenangkan
kekhawatiran yang
 Nyatakan dengan jelas harapan
samar disertai  Klien
terhadap pelaku pasien
respons autonom mampu
 Jelaskan semua prosedur dan apa
(sumber sering kali mengide
tidak spesifik atau ntifikasi yang dirasakan selama prosedur

tidak diketahui dan  Temani pasien untuk memberikan

oleh individu); mengung keamanan dan mengurangi takut

perasaan takut kapkan  Berikan informasi faktual

yang disebabkan gejala mengenai diagnosis, tindakan

oleh antisipasi cemas prognosis

terhadap bahaya.  Mengide  Dorong keluarga untuk menemani


Hal ini merupakan ntifikasi, anak
isyarat mengung  Lakukan back / neck rub
kewaspadaan yang kapkan  Dengarkan dengan penuh
memperingatkan dan perhatian
individu akan menunju  Identifikasi tingkat kecemasan
adanya bahaya dan kkan  Bantu pasien mengenal situasi
memampukan tehnik yang menimbulkan kecemasan
individu untuk untuk  Dorong pasien untuk
bertindak mengont mengungkapkan perasaan,
menghadapi ol cemas ketakutan, persepsi
ancaman.  Vital sign  Instruksikan pasien menggunakan
dalam teknik relaksasi
Batasan
batas  Barikan obat untuk mengurangi
karakteristik:
normal kecemasan
Perilaku  Postur
 Penurunan tubuh,
produktifitas ekspresi
 Mengekspre
wajah,
sikan
bahasa
kekhawatira

61
n karena tubuh
perubahan dan
dalam tingkat
peristiwa aktivitas
hidup menunju
 Gerakan
kkan
yang
berkuran
irelevan
gnya
 Gelisah
 Melihat kecemasa
sepintas n
 Insomnia
 Kontak mata
yang buruk
 Agitasi
 Mengintai
 Tampak
waspada
Afektif

 Gelisah
 Kesedihan
yang
mendalam
 Distress
 Ketakutan
 Perasaan tidak
adekuat
 Berfokus pada
diri sendiri
 Peningkatan
kewaspadaan
 Iritabilitas
 Gugup
 Senang
berlebihan
 Rasa nyeri
yang
meningkatkan
ketidakberday
aan
 Peningkatan

62
rasa
ketidakberday
aan yang
persisten
 Bingung
 Menyesal
 Ragu/tidak
percaya diri
 Khawatir

Fisiologis

 Wajah tegang
 Tremor tangan
 Peningkatan
keringat
 Peningkatan
ketegangan
 Gemetar
 Tremor
 Suara bergetar

Simpatik

 Anoreksia
 Eksitabilitas
 Diare
 Mulut kering
 Wajah merah
 Jantung
berdebar-
debar
 Peningkatan
tekanan darah
 Peningkatan
denyut nadi
 Peningkatan
refleks
 Peningkatan
frekuensi
pernafasan
 Pupil melebar
 Kesulitan

63
bernapas
 Vasokonstriksi
superficial
 Kedutan pada
otot
 Lemah
Parasimpatik

 Nyeri
abdomen
 Penurunan
tekanan darah
 Penurunan
denyut nadi
 Diare
 Vertigo
 Letih
 Mual
 Gangguan
tidur
 Kesemutan
pada
ekstremitas
 Sering
berkemih
 Anyang-
anyangan
 Dorongan
berkemih
(keinginan
mendesak
untuk
berkemih)
Kognitif

 Menyadari
gejala fisilogis
 Bloking
pikiran
 Konfusi
 Penurunan
lapang

64
persepsi
 Kesulitan
berkonsentrasi
 Penurunan
kemampuan
untuk belajar
 Penurunan
kemampuan
untuk
memecahkan
masalah
 Ketakutan
terhadap
konsekuensi
yang tidak
spesifik
 Lupa
 Gangguan
perhatian
 Khawatir
 Melamun
 Cenderung
menyalahkan
orang lain
Faktor yang
berhubungan:

 Perubahan
dalam:
 Status
ekonomi
 Lingkunga
n
 Status
kesehatan
 Pola
interaksi
 Fungsi
peran
 Status

65
peran
 Pemajanan
toksin
 Terkait
keluarga
 Herediter
 Infeksi/konta
minan
interpersonal
 Penularan
penyakit
interpersonal
 Krisis
maturasi
 Krisis
situsional
 Stress
 Penyalahg
unaan zat
 Ancaman
kematian
 Ancaman
pada:
- Status
ekono
mi
- Lingku
ngan
- Status
keseha
tan
- Pola
interak
si
- Fungsi
peran
- Status
peran
- Konse
p diri

66
4. gangguan eliminasi NOC : NIC :
urinarius
 Symptom Urinary Elimination Management
defenisi severity
 memantau eliminasi urin termasuk
 Urinary
disfungsi pada frekuensi, konsistensi, bau,
elimination
eliminasi urine volume, dan warna yang sesuai
 memantau tanda dan gejala retensi
batasan
Kriteria hasil : urin
karakteristik
 mengajarkan pasien untuk
 Pengosongan
 Disuria menegtahui tanda gejala adanya
bladder
 Sering infeksi saluran kemih
 secara
berkemih  pantau waktu eliminasi kemih
sempurna
 Anyang – terakhir
 Warna urin
anyangan  anjurkan pasien untuk minum 8
dbn
 Nokturia gelas per hari
 Bau urin dbn
 Retensi  membantu pasien dalam toileting
 Urin terbebas
 Dorongan  anjurkan pasien mengosong kan
dari partikel
Faktor yang kandung kemih sebelum prosedur
 Balance cairan
berhubungan yang relevan
selama 24 jam
 Obstruksi  Urin dapat  catat waktu prosedur berkemih
keluar tanpa pertama
anatomik
 Penyebab kesakitan  batasi cairan sesuai kebutuhan
multipel  anjurkan pasien memantau tanda –
 Gangguan tanda infeksi saluran kemih

sensori motorik bladder irrigation

 Infeksi saluran
 Tentukan apakah irigasi akan
kemih
dilakukan secara berkelanjutan atau
hanya sementara
 Jelaskan tujuan tindakan kepada
klien
 Sediakan perlatan irigasi streril
sesuai protokol
 membersihkan tempat masuk atau

67
akhir Y - konektor dengan alkohol
 Monitor dan jaga aliran irigasi
sesuai indikasi
 Catat jumlah cairan yang
digunakan, karakteristik cairan,
jumlah pengeluaran dan respon
pasien

68

Anda mungkin juga menyukai