Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN BPH

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat
nonkanker, (Corwin, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi
yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan
kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)

2. Anatomi Fisiologi Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior Dalam keadaan normal, prostat
mempunyai berat 20 gram dan panjang 4 x 3 x 2,5 cm, bentuknya seperti buah
kemiri. Prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan
glandular yang tersembunyi di bawah kandung kemih. Di bagian depan prostat
disokong oleh ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma
urogenital. Dalam klasifikasi of Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus yaitu
- Lobus anterior, atau isthmus, terletak di depan uretra dan tidak mempunyai
jaringan kelenjar.
- Lobus medius, adalah kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara
uretra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum
vesicae. Bagian ini kaya akan kelenjar.
- Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di baeah ductus ejaculatorius
dan juga mengandung jaringankelenjar. Lobus lateral kanan dan kiri terletak
di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal
yang terdapat pada permukaan posterior prostat.
- Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.
Batas-batas prostat
- Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica
urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
lain.
- Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
- Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
- Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis
(vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi
dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula
menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
- Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus
ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus.
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang
mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke
caioran semen pada saat ejakulasi. Otot polos pada stroma dan kapsula
berkontraksi dan sekret yang berasawl bersama kelenjar diperas masuk ke
uretra pars prostatid. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan
keasamavagina. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah
menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan
terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek
yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar
saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an.
Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia.
Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit
uretra sehingga mengganggu perkemihan.
Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri vesikal inferior,
arteri pudendal interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke prostat.
Sedangkan vena dari prostat akan berlanjut ke pleksus periprostatik yang
terhubung dengan vena dorsal dalam dari penis dan vena iliaka interna
(Tanagho, 2004). Persarafan pada prostat didapat dari inervasi simpatis dan
parasimpatis dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan
serabut simpatis dari nervus hipogastrikus (T10-L2) dan parasimpatis dari
korda spinalis (S2-4). Stimulasi simpatis menyebabkan pengeluaran cairan
prostat ke uretra posterior seperti saat ejakulasi, sedangkan rangsangan
parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat (Purnomo,
2009).Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu untuk
menetralisir keasaman vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas
sperma yang optimum pada pH 6,0 sampai 6,5 (Setiadi, 2007). Cairan ini
dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk
kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi.
Volume cairan prostat adalah 25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo,
2009).
Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :
a. Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat
yang menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat
buli-buli kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm : grade 0
1 - 2 cm : grade 1
2 - 3 cm : grade 2
3 - 4 cm : grade 3
> 4 cm : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil
dari normal.
b. Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari
setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan
kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc : normal
Sisa urine 0-50 cc : grade 1
Sisa urine 50-150 cc : grade 2
Sisa urine > 150 cc : grade 3
Tidak bisa kencing : grade 4
c. Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat
bebrapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau
kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence
dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien
menggigil, panas 40-41° celsius, kesadaran menurun.

3. Etiologi
- Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi
- Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
- Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
- Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
4. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan
bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu
terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang
kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer,
2000, Poernomo, 2000 ). Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel.
Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan
daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga
timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000; Poernomo, 2000 ). Tekanan
intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-
vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal
(Poernomo, 2000).
5. Manifestasi Klinis
- Peningkatan frekuensi berkemih
- Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
- Nyeri pada saat miksi (disuria)
- Pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
- Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
- Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,
dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

6. Pemeriksaan Penunjang
- Tes urine. Tes ini dilakukan jika dokter mencurigai gejala yang dirasakan
oleh pasien bukan disebabkan oleh BPH, melainkan oleh kondisi lainnya,
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
- Tes darah. Komponen yang diperiksa dalam tes ini adalah protein prostat
spesifik antigen (PSA), yaitu suatu protein yang dihasilkan prostat. Jika
kadar PSA pasien tinggi, maka kemungkinan pasien menderita BPH juga
besar. Jika kenaikan tersebut terjadi secara signifikan, maka peluang pasien
untuk terkena kanker prostat juga ada.
- Tes kelancaran aliran urine. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan
memasukkan kateter yang dilengkapi kamera ke dalam saluran kemih
pasien. Melalui monitor, dokter akan dapat melihat besarnya tekanan di
dalam kandung kemih dan seberapa baik kinerja organ tersebut saat pasien
berkemih.
- CT urogram. Metode pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan
saluran kemih pasien, misalnya apakah ada kerusakan pada saluran tersebut,
atau apakah ada penyumbatan yang disebabkan kondisi selain BPH, seperti
penyakit batu kandung kemih atau batu ginjal.
- USG transrektal atau USG melalui dubur. Melalui pemeriksaan yang
menggunakan gelombang suara ini dokter akan mendapatkan gambar
kelenjar prostat dan bagian di sekelilingnya secara lebih rinci, guna
mengetahui apakah pasien menderita BPH atau kondisi lainnya seperti
kanker.

7. Komplikasi
- Dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati
prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak
diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
- Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan saat miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.
- Stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

8. Penatalaksanaan
Non Pembedahan
 Memperkecil gejala obstruksi ® hal-hal yang menyebabkan pelepasan
cairan prostat.
 Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan
diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor
menurun.
 Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti
histamin, decongestan.
 Observasi Watchfull Waiting
- Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien, Indikasi: BPH dengan IPPS Ringan,
Baseline data normal, Flowmetri non obstruksi
 Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia. Terapi ini
diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan,
sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi
masih terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang
digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan
Golongan Alfa Bloker.
Fito Terapi
1.    Hypoxis rosperi (rumput)
2.    Serenoa repens (palem)
3.    Curcubita pepo (waluh )
b.    Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
1.    Inhibitor 5 alfa reduktase
2.    Anti androgen
3.    Analog LHRH
c.    Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-
prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama:
Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
2. Riwayat penyakit sekarang:
Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih, okturia, disuria, hematuria.
konstipasi (penonjolan prostat ke rektum), ada masa pada abdomen bagian bawah
3. Riwayat penyakit dahulu:
Ada riwayat batu pada kandung kemih (urinary stasis).
4. Sirkulasi : Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
5. Eliminasi :
a. Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
b. Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
c. Nokturia, disuria, hematuria.
d. Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
e. Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
f. Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
g. Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan
tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
6. Makanan / cairan:
Anoreksia, nausea, vomiting., ehilangan BB mendadak.
7. Nyeri / nyaman :
Nyeri pada suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens
(pada prostatitis akut).demam
8. Seksualitas :
a. Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
b. Takut beser kencing selama kegiatan intim.
c. Penurunan kontraksi ejakulasi.
d. Pembesaran prostat.
9. Pengetahuan / pendidikan :
a. Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
b. Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika / antibakterial
untuk saluran kencing, obat alergi.
10. Pemeriksaan Fisik:
- Insfeksi: Vesika urinaria penuh
- Palpasi: Pada pemeriksaan fisik buli-buli yang penuh dapat teraba sebagai
massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.

DIAGNOSA PRE OPERASI


Dx Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan Eliminasi urin kembali nrmal
Kriteria hasil:
- Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
- Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
1. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
2. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi)
3. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
4. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg.
6. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

Dx Retensi Urin
Kriteria Hasil :
 Pengeluaran urin dapat diprediksi
 Dapat secara sempurna dan teratur mengeluarkan urin dari kandung kemih;
mengukur volume residual urin < 150 – 200 ml atau 25 % dari total kapasitas
kandung kemih
 Mengoreksi atau menurunkan gejala obstruksi
 Klien bebas dari kerusakan saluran kemih bagian atas.
Intervensi
1. Monitor eliminasi urin
2. Monitor tanda dan gejala retensi urin
3. Ajarkan kepada klien tanda dan gejala retensi urin
4. Catat waktu setiap eliminasi urin
5. Anjurkan klien/keluarga untuk menmcatat outpout urin
6. Ambil spesimen urin
7. Ajarkan klien meminum 8 gelasa cairan sehari
8. Bantu klien dalam BAK rutin
9. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
10. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
11. Monitor vital sign
12. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
13. Lakukan terapi IV

Dx Nyeri Kronis
Tujuan: nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
11. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

DIAGNOSA POST OPERASI

Dx Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan Nyeri akut b/d cidera fisik akibat
pembedahan
tujuan nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

Dx Resiko Infeksi b/d tindakan invasive Resiko Infeksi b/d tindakan invasive
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya,
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi
Infection Control (Kontrol infeksi)
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b. Pertahankan teknik isolasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
h. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
j. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
k. Tingktkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Monitor hitung granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
f. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
g. Pertahankan teknik isolasi k/p
h. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
i. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
j. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
k. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
r. Laporkan kultur positif

Anda mungkin juga menyukai