Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

SITEM PERKEMIHAN : BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


(BPH)

HENDRA BAYU WIGUNA

NPM 18190100005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019
A. ANATOMI FISIOLOGI

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior

buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah

kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat

yang terbagi atasbeberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,

zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada

zona transisional(Reynard J., 2006).

Prostat secara tak sempurna dibagi dalam lima lobus. Lobus anterior, atau isthmus,

terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius, adalah

kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara uretra dan ductus ejaculatorius.

Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum vesicae. Bagian ini kaya akan kelenjar. Lobus

posterior terletak di belakang uretra dan di baeah ductus ejaculatorius dan juga

mengandung jaringankelenjar. Lobus lateral kanan dan kiri terletak di samping uretra dan

dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan

posterior prostat. Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.

Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang mengandung

asam sitrat dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke caioran semen pada saat

ejakulasi. Otot polos pada stroma dan kapsula berkontraksi dan sekret yang berasawl
bersama kelenjar diperas masuk ke uretra pars prostatid. Sekret prostat bersifat alkali

yang membantu menetralkan keasamavagina.

Seperti diketahui fungsi utama dari unit vesikouretra adalah menampung urin untuk

sementara, mencegah urin kembali ke arah ginjal dan pada saat-saat tertentu melakukan

ekspulsi urin. Unit vesikouretra terdiri dari buli-buli dan uretra posterior. Uretra posterior

terdiri dari uretra pars prostatika, yang bagian proksimalnya disebut sebagai leher buli-

buli dan uretra pars diafragma yang tidak lain adalah spinkter eksterna uretra. Unit

vesikouretra ini dipelihara oleh sistem saraf otonom yaitu parasimpatis dan simpatis

untuk buli-buli dan uretra proksimal dari diafragma serta saraf somatis melalui nervus

pudendus untuk spinkter eksterna. Sistem persyarafan tersebut memungkinkan terjadinya

proses miksi secara bertahap (fase) yaitu :

1. Fase Pengisian (Resting /Filling Phase)

Fase ini terjadi setelah selesai miksi dan buli-buli mulai diisi lagi dengan urin

dari ginjal yang masuk melalui ureter. Pada fase ini tekanan di dalam buli-buli selalu

rendah, kurang dari 20 cm H2O. Sedangkan tekanan di uretra posterior selalu lebih

tinggi antara 60-100 cm H2O.

2. Fase Ekspulsi

Setelah buli-buli terisi urin sebanyak 200-300 ml dan mengembang , mulailah

reseptor “strechtí” yang ada pada mukosa buli-buli terangsang dan impuls dikirimkan

ke sistem saraf otonom parasimpatis di medula spinalis segmen 2 sampai 4 dan sistem

syaraf ini menjadi aktif dengan akibat meningkatnya tonus buli-buli (muskulus

detrusor). Meningkatnya tonus detrusor ini dirasakan sebagai perasaan ingin kencing.

Pada saat tonus detrusor meningkat maka secara sinkron leher buli-buli dan uretra

pars prostatika membuka, bentuknya berubah seperti corong dan tekanannya

menurun. Pada keadaan ini inkontinensia hanya dipertahankan oleh spinkter eksterna
yang masih tetap menutup. Bila yang bersangkutan telah mendapatkan tempat yang

dianggap konvivien untuk miksi barulah spinkter eksterna secara sadar dan terjadi

miksi. Pada saat tonus detrusor meningkat sampai terjadinya miksi tekanan

intravesikal mencapai 60-120 m

3. Perdarahan, penyaliran limfe, dan persyarafan

Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior dan

a. rectalis media. Vena membentuk pleksus venosus prostatiticus yang terletak antara

kapsula prostat dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menerima v. dorsalis

profundus penis dan banyak v. vesicalis , dan mengalirkan darah ke v. iliaca interna.

Pembuluh limfe dari prostat mengalirakn cairan limfe ke nodi limfatici iliaca interna.

Persarafan prostat berasal dari plexus hipogastricus inferior.

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari

cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara

di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada

saat ejakulasi. Cairan ini merupakan kurang lebih 25% dari volume ejakulat. Jika

kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat

membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika

dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat

guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan

anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya

selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase

kompensasi.Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan


pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract Symptom(LUTS) yang

dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus (Amalia., 2007).

B. PENGERTIAN

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar

prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hypertrophi beberapa atau semua komponen

prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Arif mutakin dan

kumala sari,2011). BPH terjadi karena pertumbuhan yang berlebihan pada sel stroma

pada prostat dan kelenjar epitel yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat. BPH

merupakan diagnosa penyakit poliferasi sel-sel prostat dengan ditandai gejala klinik

yaitu LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms).

BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar

prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan

menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi

patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2007).

C. PENYEBAB

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa

pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen
dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim

5α-reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam

sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini

jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian

akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian

masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein

sehingga terjadi proliferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya

gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur

diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen

secara relatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah,

lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang

mengalami hiperplasia (Hardjowidjoto, 2000).

Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat adalah : (1) teori DHT, (2) adanya ketidakseimbangan antara estrogen-

testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan epitel prostat, (4) berkurangnya

kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel (Purnomo., 2007).

1. Teori DHT(Dehidrotestosteron)

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel

kelenjar prostat. Dibentuk dengan testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5a-

reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan

dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan

sel prostat.
2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen-Testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostatberperan dalam

terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar protat dengan cara meningkatkan sensitifitas

sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah

reseptor androgen, menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil

akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel

baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

3. Interaksi Stroma Epite

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol

oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel

stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis

growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara

intrakin atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi

itu dapat menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.

4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi

kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis

akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian di degradasi oleh enzim

lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel

dengan kematiansel. Pertumbuhan prostat sampai prostat dewasa, penambahan

jumlah sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya
jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat

tersebut.

5. Stem Sel

Untuk mengganti sel-sel yang mengalami apoptosis, akan dibentuk sel baru. Di

kelenjar prostat adanya sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan

berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada keberadaan

hormon androgen, jika hormon ini kadarnya menurun seperti pada kastrasi, dapat

terjadi apoptosis. Terjadinya proliferasi sel pada BPH diakibatkan ketidaktepat

aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma

maupun sel epitel.

D. MANIFESTASI KLINIK

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan diluar saluran kemih. Tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran

kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran

kemih (Purnomo., 2007).

1. Keluhan Pada Saluran Kemih Bagian Bawah

a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih

sehingga urin tidak bisa keluar), sulit memulai miksi (hesitancy), pancaran

buang air kecil lemah(weakstream) , kencing terputus-putus(Intermitency),

merasabelum selesai berkemih (sense of residual urine), rasa ingin buang air

kecil lagi sesudah buang air kecil (double voiding), dan keluarnya sisa urin pada

akhir berkemih (terminal dribling).

b. Gejala iritatif meliputi : frekuensi buang air kecil yang tidak normal (poliuria),

buang air kecil dengan frekuensi yang berlebihan pada malam hari (nocturia),
sulit menahan buang air keci (urgency), rasa sakit saat buang air kecil (disuria)

dan buang air kecil yang berdarah (hematuria).

2. Keluhan Pada Saluran Kemih Bagian Atas

Keluhan akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa

adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan

tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau

urosepsis.

3. Keluhan Diluar Saluran Kemih

Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.

Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saatmiksi sehingga

mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang

tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,

kemerahan, dan nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak

nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan

volume residual yang besar.

E. PATOFISIOLOGI

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika

dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat

guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan

anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya

selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase

kompensasi.Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan

pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract Symptom(LUTS) yang

dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus (Amalia., 2007).


F. PATWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Urine

Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,

sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan

adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran

kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematurI.

Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari

fungsi ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar

penentuan perlunya  biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4

ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate

specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila

PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan  biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10

ng/m.

2. Pemeriksaan Darah Lengkap

Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua

defek  pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya

menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan

pernafasan harus dikaji.

Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT,

BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.

3. Pemeriksaan Radiologi

Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan

sitoskopi. Tujuan  pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi

buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik

sebagai tanda metastase dari keganasan  prostat serta osteoporosis akibat kegagalan

ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,

hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok- belok di vesika urinaria,

residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,

mendeteksi residu urin dan batu ginjal.

BNO/IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat

bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi

ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum,

sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat

adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat

adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

H. PENATALAKSANAAN

Salah satu gejala BPH adalah LUTS, gejala ini mungkin dapat disembuhkan dengan

terapi pengobatan dan tindakan pembedahan (Cunningham, 2012). Penatalaksanaan BPH

bertujuan agar mengembalikan kualitas hidup pasien,. Terapi yang diberikan pada pasien

tergantung pada tingkat keluhan pasien, ukuran prostate, berat badan, tingkat antigen

prostat spesifik (PSA) pilihannya adalah mulai dari : tanpa terapi (watchful waitting),

terapi farmakologi, dan terapi intervensi atau pembedahan (Dhingra dkk, 2011).

1. Observasi (Watchful Waitting)

Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan

adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,

menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak

diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan

dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.


2. Medical Therapies (Terapi Farmakologi)

a. Penghambat adrenergik  (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada

otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan

menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air

seni dan gejala-gejala berkurang.

b. Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga

prostat yang membesar akan mengecil

3. Minimally Invasive Therapies

a. TURP (Transurethral resection of the prostate)

adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop

dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan

alatpemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan

ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan

invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek

merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat

yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.

Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama

prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi

dan reepitelisasi uretra pars prostatika.

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang

dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah

dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24

jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam
sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan

pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.

b. TUIP (Transurethral incisionof the prostate)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen

melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat

untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi

uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30

gram/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat

dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah

di banding cara lainnya.

c. Prostatektomi terbuka

Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk

terapi bedah yaitu : Retensi urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi

ginjal, infeksi saluran kemih berulang, tanda obstruksi berat seperti hidrokel,

ada batu saluran kemih.

d. Alternatif lain misalnya kriyoterapi, hipertermia- termoterapi ,terapi ultrasonic.

I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajiaan

a. Identitas klien

Jenis kelamin laki-laki, umur 61 thn, banyak dijumpai pada bangsa / rascaucasian

b. Keluhan Utama

Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli

c. Riwayat penyakit sekarang


Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,urgensi,

disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,hesistensi ( sulit memulai

miksi), intermiten (kencing terputus-putus),dan waktu miksi memanjang dan

akhirnya menjadi retensi urine.

d. Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakahriwayat

mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalanipembedahan prostat /

hernia sebelumnya

e. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderitapenyakit

BPH

f. Pengkajian fisik

1) Data sebelum oprasi

DS

 Klien mengatakan nyeri saat berkemih

 Sulit kencing

 Frekuensi berkemih meningkat

 Sering terbangun pada malam hari untuk miksi

 Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda

 Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih

 Pancaran urin melemah

 Kerasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong denganbaik

 Kalau mau miksi harus menunggu lama

 Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

 urin terus menetes setelah berkemih


 Kerasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah

 klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan

 aliran urin tidak lancar dan terputus-putus

DO

 Ekspresi wajah tampak menhan nyeri

 Terpasang kateter

2) Data post oprasi

DS

 klien mengatakan nyeri pada luka post operasi

 klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah

DO

 Ekspresi tampak menahan nyeri

 Ada luka post operasi tertutup balutan

 Tampak lemah

 Terpasang selang irigasi, kateter, infus

g. pola kesehatan fungsional

1) Eliminasi

Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,ragu

ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hariuntuk berkemih

(nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakanpada pasien apakah

mengedan untuk mulai atau mempertahankanaliran kemih. Pasien ditanya

tentang defikasi, apakah ada kesulitanseperti konstipasi akibat dari prostrusi

prostat kedalam rectum.


2) Pola nutrisi dan metabolisme

Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,

jumlahminum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaanyang

mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah,penurunan BB.

3) Pola tidur dan istirahat

Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang

karenafrekuensi miksi yang sering pada malam hari (nokturia).

4) Nyeri/kenyamanan

Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeripunggung bawah

5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,

penggunaan alkhohol

6) Pola aktifitas

Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitaspenggunaan

waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaanmengangkat beban berat.

Apakah ada perubahan sebelum sakit danselama sakit. Pada umumnya aktifitas

sebelum operasi tidakmengalami gangguan, dimana pasien masih mampu

memenuhikebutuhan sehari – hari sendiri.

7) Seksualitas

Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi padakemampua seksual

akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasidikarenakan oleh pembesaran dan

nyeri tekan pada prostat.


8) Pola persepsi dan konsep diri

Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami ataudirasakan

pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas

karena kurangnya pengetahuan terhadapperawatan luka operasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. pre op

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi

2) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi

proses bedah

b. post op

1) Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)

2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan

3) Intoleransi aktifitas berhubungn dengan hambatan fisik

J. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pre Op

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis

Tujuan : nyeri berkurang/hilang

NOC : Pain Level, Pain control, Comfort level

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri.

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.


5) Tanda vital dalam rentang normal.

NIC : Pain Management

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.

d) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan.

e) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan

inter personal).

f) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

g) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.

h) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

i) Tingkatkan istirahat.

j) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil.

b. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses

bedah

Tujuan : pasien tampak rileks.

Kriteria Hasil :

NOC : anxiety self, control anxiety, level coping

1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.

2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk

mengontol cemas.
3) Vital sign dalam batas normal.

4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas

menunjukkan berkurangnya kecemasan.

NIC : Anxiety reduction

a) Gunakan pendekatan yang menenangkan

b) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

d) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

e) Identifikasi tingkat kecemasan

f) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

g) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

h) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

i) Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : pengetahuan pasien bertamabah

NOC: Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior

Kriteria Hasil

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program pengobatan.

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar.

3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

perawat/tim kesehatan lainnya


NIC : Teaching : disease Process

a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik.

b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan

cara yang tepat.

d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.

e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat. 6)Sediakan

informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.7)Sediakan

bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat.

2. Post Op

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)

Tujuan : nyeri berkurang/hilang

NOC : Pain Level, Pain control, Comfort level

Kriteria Hasil :

6) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

7) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri.

8) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

9) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

10) Tanda vital dalam rentang normal.

NIC : Pain Management


a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.

d) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan.

e) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan

inter personal).

f) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

g) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.

h) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

i) Tingkatkan istirahat.

j) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan

Tujuan : agar tidak terjadi infeksi

NOC : Immune Status Knowledge : Infection control Risk control

Kriteria Hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi

penularan serta penatalaksanaannya,

3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

4) Jumlah leukosit dalam batas normal

5) Menunjukkan perilaku hidup sehat


NIC : Infection Control (Kontrol infeksi)

a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

b) Pertahankan teknik isolasi

c) Batasi pengunjung bila perlu

d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan

setelah berkunjung meninggalkan pasien

e) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan

f) Tingktkan intake nutrisi

g) Berikan terapi antibiotik bila perlu

c. Intoleransi aktifitas berhubungn dengan hambatan fisik

Tujuan : agar aktifitas normal

NOC : Energy conservation, Self Care : ADL

Kriteria Hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan

darah, nadi dan RR

2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADL) secara mandiri

NIC : Energy Management

a) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

b) Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat

c) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

d) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

e) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

f) Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

g) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

h) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivit


DAFTAR PUSTAKA

Amalia R. 2007. Faktor-faktor resiko terjadinya pembesaran prostat jinak. [Thesis].

Semarang: Universitas Diponegoro.

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih

bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Brewster S, Cranston S, Noble J, and Reynard J. Urological Oncology. 2006. In :

Urology: A Handbook for Medical Students. UK: BIOS Scientific Publisher

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC.

M.Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing interventions classification ( N I

C ).singapore: elsevier Global rights

Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5thIndonesian

edition. Indonesia: Mocomedia

NANDA. (2015).Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017.

Jakarta:EGC

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto

Sjamsuhidajat, dkk. (2012). Buku ajar ilmu bedah Samsuhidajat-De Jong. Edisi ke-3.

Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai