Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
1
kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Batas-batas prostat
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan
permukaan
posterior
os
pubis
dan
ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c.
Lobus anterior
d. Lobus posterior
5 zona pada kelenjar prostat:
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona
ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar.
Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai
kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke
nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus
hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan
terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion
otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama
simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti
dinding pembuluh darah.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S 2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T 10-L2 ).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior,
seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat, dan leher buli buli. Di tempat tempat itu banyak terdapat reseptor
adrenergik . Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos
tersebut.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestoteron ( DHT ) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestoteron inilah
yang secara langsung memacu m RNA di dalam sel sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
DEFINISI
BPH adalah diagnosis klinis menggambarkan gejala BAK disebabkan oleh
obstruksi prostat, meskipun beberapa pasien dengan BPH mempunyai pembesaran
kelenjar yang minimal, dan beberapa pasien dengan prostat yang besar tidak memiliki
gejala.
ETIOLOGI
BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang
sering didapatkan gejala voiding.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging
( menjadi tua ). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah :
1. Teori dihidrotestosteron
2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
5. teori stem sel
1. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat
oleh enzim 5- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA
pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
sel sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel sel baru akibat
rangsangan testosteron menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi Stroma Epitel
Cunha ( 1973 ) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel sel stroma melalui suatu mediator
( growth factor ) tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim
lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan massa prostat.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel
sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi
sel sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel epitel.
PATOFISIOLOGI
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda
obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas
sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi
terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama
sehingga kontraksi terputus putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum
penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinis.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat
vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks
vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi
pielonefritis.
Hiperplasia Prostat
Tekanan intravesikal
Buli buli
- Refluks vesiko-ureter
Trabekulasi
- Hidroureter
selula
- Hidronefrosis
- Pionefrosis pilonefritis
- Gagal ginjal
10
GEJALA KLINIS
Biasanya gejala gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :
1. Gejala iritatif
Frekuensi
: sering miksi
Nokturia
Urgensi
dan
disuria
jarang
terjadi,
jika
ada
disebabkan
oleh
Pancaran melemah
Hesitancy
Straining
11
Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk score symptom. Terdapat beberapa
jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan
tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah score internasional gejala-gejala prostat
WHO ( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS) dan score Madsen Iversen.
Skor Madsen Iversen
Pertanyaan
Pancaran
0
Normal
1
Berubah
3
Lemah
4
Menetes
ubah
Mengedan
pada
Tidak
Ya
saat
berkemih
Harus
Tidak
Ya
Tidak
Ya
menunggu
saat
akan
miksi
BAK
terputus
putus
Miksi
tidak
Tidak tahu
Berubah
Tidak
1x retensi
ubah
Berat
lampias
Inkontinensia
BAK
sulit
Tidak ada
Ringan
lampias
Ya
Sedang
ditunda
Miksi malam
01
3-4
>4
> 3 jam
Setiap
Setiap
< 1 jam
sekali
2 3 jam
1 2 jam
sekali
sekali
sekali
hari
BAK
hari
siang
> 1x retensi
12
Tidak
terakhir
sama
>5-<
15x
> 15x
Hampir
< 1 - 5x
15x
setelah BAK
Berapa kali terjadi air kencing
1x
2x
3x
4x
5x
selalu
sekali
0
hal yang
anda Sangat
Cukup
Biasa
Agak
Tidak
Sangat
senang
saja
tidak
menyen
tidak
senang
angkan
menyena
ngkan
Jumlah nilai :
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
13
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan dihubungkan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai
dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
sampai 7.
Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)
ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, (3) berat : skor 20-35.
Mild or No Symptoms. Skor IPSS 7 atau di bawah 7, pada umumnya memilih
watchfull waiting sekalipun prostat mereka membesar. Perlu diingat, bagaimanapun
obstruksi traktus urinaria dapat memperlihatkan pembesaran prostat sekalipun tidak
mempunyai gejala, maka ada beberapa resiko dengan pilihan ini, walaupun itu kecil.
PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran
tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
-
Adakah asimetri
( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang
ditimbulkannya ), permukaan licin dan konsistensi kenyal.
14
Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang nyeri
dan pekak pada perkusi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran
kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada
pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari
kemungkinan
adanya
penyekit
diabetes
mellitus
yang
dapat
prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian
pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia
16
c. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam
penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi
lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan
kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar
dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
17
e.Sistografi buli
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi
18
yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan
sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin
ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
DIAGNOSIS BANDING
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi
disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat
disebabkan oleh kelainan saraf ( kandung kemih neurologik ), misalnya pada lesi medula
spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah
pelvis,
penggunaan
obat
penenang,
obat
penghambat
reseptor
ganglion
da
Kondisi
Diabetes mellitus
Sistitis , kanker buli, batu buli
Prostatitits
Divertikulum buli
Gejala
Frekuensi, aliran dan volume urin normal
Gejala iritasi
Gejala iritasi dan obstruksi
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi
PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
20
Observasi
Watchful
waiting
Medikamentosa
Penghambat
adrenergi
k
Penghambat
reduktese
Fisioterapi
Hormonal
Operasi
Prostatektomi terbuka
Endourologi
Invasive minimal
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Gejala sedang
/berat
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi medis
Terapi invasif
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
21
Operasi
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
5 alpha-reductase inhibitors
Ringan 3-4
Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave
heat
Sedang 6-7
TUNA
Sedang 9
Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis
Berat 14-20
Operasi terbuka
Berat
Sedang-berat 9-11
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
kombinasi
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1016%
Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan23%
Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
samping
dapat
termasuk
sakit
kepala,
kelelahan,
atau
ringan.
23
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
24
3) Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan
zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak
dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix
urtica dan masih banyak lainnya.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter
25
untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit.
Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara
rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan
disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak
menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang,
dan intermitensi.
26
27
(a)
(b)
(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
29
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung
kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi
prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada
pasen yang umurnya masih muda.
30
spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP.
Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan
kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60
detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.
31
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
KOMPLIKASI
Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mapu menampung
urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
32
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid.
33
DAFTAR PUSTAKA
Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th Edition.
Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2010.
Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.
Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ;
2002: 203-7
Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.
Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.
Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
34