Anda di halaman 1dari 34

HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA

ANATOMI KELENJAR PROSTAT


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli, di
depan rectum dan membungkus uretra posterior. Prostat merupakan kelenjar aksesori
terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan
berat 20 gram. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar
fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen
kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh
darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
1

kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Batas-batas prostat
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan
permukaan

posterior

os

pubis

dan

ligamentum

puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c.

Lobus anterior

d. Lobus posterior
5 zona pada kelenjar prostat:
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona
ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional


d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan
arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan
berakhir

sebagai jala-jala kapiler yang berkembang

baik dalam lamina propria.

Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar.
Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai
kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke
nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus
hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan
terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion
otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama

simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti
dinding pembuluh darah.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S 2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T 10-L2 ).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior,
seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat, dan leher buli buli. Di tempat tempat itu banyak terdapat reseptor
adrenergik . Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos
tersebut.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestoteron ( DHT ) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestoteron inilah
yang secara langsung memacu m RNA di dalam sel sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

Aliran Urin normal

Aliran urin dengan BPH

DEFINISI
BPH adalah diagnosis klinis menggambarkan gejala BAK disebabkan oleh
obstruksi prostat, meskipun beberapa pasien dengan BPH mempunyai pembesaran
kelenjar yang minimal, dan beberapa pasien dengan prostat yang besar tidak memiliki
gejala.
ETIOLOGI
BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang
sering didapatkan gejala voiding.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging
( menjadi tua ). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah :
1. Teori dihidrotestosteron
2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
5. teori stem sel
1. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat
oleh enzim 5- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA
pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
sel sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel sel baru akibat
rangsangan testosteron menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi Stroma Epitel
Cunha ( 1973 ) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel sel stroma melalui suatu mediator
( growth factor ) tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim
lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan massa prostat.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel
sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi
sel sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel epitel.
PATOFISIOLOGI
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda
obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas
sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi
terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama
sehingga kontraksi terputus putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan
rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum
penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinis.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga

penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat
vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks
vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi
pielonefritis.

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal

Buli buli

Ginjal dan ureter

Hipertrofi otot detrusor

- Refluks vesiko-ureter

Trabekulasi

- Hidroureter

selula

- Hidronefrosis

divertikel buli buli

- Pionefrosis pilonefritis
- Gagal ginjal

10

GEJALA KLINIS
Biasanya gejala gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :
1. Gejala iritatif

Frekuensi

: sering miksi

Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan


normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.

Nokturia

: terbangun untuk miksi pada malam hari

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap


pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.

Urgensi

Disuria: nyeri pada saat miksi


Urgensi

: perasaan miksi yang sangat mendesak

dan

disuria

jarang

terjadi,

jika

ada

disebabkan

oleh

ketidaksatabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.


2. Gejala obstuktif

Pancaran melemah

Rasa tidak lampias sehabis miksi

Terminal dribbling : menetes setelah miksi


Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli buli.

Hesitancy

: bila mau miksi harus menunggu lama

Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat


melawan resistensi uretra.

Straining

Intermittency : kencing terputus putus

: harus mengedan jika miksi

Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai


akhir miksi

11

Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan


inkontinen karena overflow.

Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk score symptom. Terdapat beberapa
jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan
tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah score internasional gejala-gejala prostat
WHO ( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS) dan score Madsen Iversen.
Skor Madsen Iversen
Pertanyaan
Pancaran

0
Normal

1
Berubah

3
Lemah

4
Menetes

ubah
Mengedan
pada

Tidak

Ya

saat

berkemih
Harus

Tidak

Ya

Tidak

Ya

menunggu
saat

akan

miksi
BAK
terputus
putus
Miksi

tidak

Tidak tahu

Berubah

Tidak

1x retensi

ubah

Berat

lampias
Inkontinensia
BAK
sulit

Tidak ada

Ringan

lampias
Ya
Sedang

ditunda
Miksi malam

01

3-4

>4

> 3 jam

Setiap

Setiap

< 1 jam

sekali

2 3 jam

1 2 jam

sekali

sekali

sekali

hari
BAK
hari

siang

> 1x retensi

12

Skor Internasional gejala gejala prostat WHO


( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS )
Keluhan pada bulan

Tidak

terakhir

sama

>5-<

15x

> 15x

Hampir

< 1 - 5x

15x

setelah BAK
Berapa kali terjadi air kencing

berhenti sewaktu BAK


Berapa kali anda tidak dapat

menahan keinginan BAK


Berapa kali arus air seni

lemah sekali sewaktu BAK


Berapa kali terjadi anda

1x

2x

3x

4x

5x

Adakah anda merasa buli

selalu

sekali
0

buli tidak kosong setelah


BAK
Berapa anda hendak BAK
lagi dalam waktu 2 jam

mengalami kesulitan memulai


BAK (harus mengejan)
Berapa kali anda bangun
untuk BAK diwaktu malam
Andaikata

hal yang

anda Sangat

Cukup

Biasa

Agak

Tidak

Sangat

alami sekarang akan tetap senang

senang

saja

tidak

menyen

tidak

senang

angkan

menyena

berlangsung seumur hidup,


bagaimana perasaan anda

ngkan

Jumlah nilai :
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik

13

3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan dihubungkan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai
dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
sampai 7.
Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)
ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, (3) berat : skor 20-35.
Mild or No Symptoms. Skor IPSS 7 atau di bawah 7, pada umumnya memilih
watchfull waiting sekalipun prostat mereka membesar. Perlu diingat, bagaimanapun
obstruksi traktus urinaria dapat memperlihatkan pembesaran prostat sekalipun tidak
mempunyai gejala, maka ada beberapa resiko dengan pilihan ini, walaupun itu kecil.
PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran
tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
-

Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

Adakah asimetri

Adakah nodul pada prostat

Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas


atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal

( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang
ditimbulkannya ), permukaan licin dan konsistensi kenyal.

14

Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang nyeri
dan pekak pada perkusi.

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis


Derajat
Colok Dubur
I
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba
II
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai
III
Batas atas prostat tidak dapat diraba
IV

Sisa Volume Urin


< 50 ml
50 100 ml
> 100 ml
Retensi urin total

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran
kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada
pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari

kemungkinan

adanya

penyekit

diabetes

mellitus

yang

dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)


e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml
tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 10 ng/ml, hitunglah Prostate
Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume
15

prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian
pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia


3. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:
a. Foto polos
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine,
yang merupakan tanda suatu retensi urine.
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara
merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan
apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur
volume prostat, caranya antara lain :

Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal


diukur dari dasar sampai puncak.

16

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar


(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).

c. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam
penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi
lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan
kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar
dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia


d. Ultrasonografi trans abdominal

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran


bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona
transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang
memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule.

USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun


kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

17

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

e.Sistografi buli

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat


Hiperplasia
4. Pemeriksaan lain:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi

Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung


(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran
urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran
urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual
mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air
kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih

18

yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan
sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin
ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH


Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih
dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien
ini urin residunya 100 mL.

DIAGNOSIS BANDING
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher
kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi
disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat
disebabkan oleh kelainan saraf ( kandung kemih neurologik ), misalnya pada lesi medula
spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah
pelvis,

penggunaan

obat

penenang,

obat

penghambat

reseptor

ganglion

da

parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan


resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher
kandung kemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan
sistokopi.
19

Diagnosa banding BPH

Kondisi
Diabetes mellitus
Sistitis , kanker buli, batu buli
Prostatitits

Divertikulum buli

Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,

Gejala
Frekuensi, aliran dan volume urin normal
Gejala iritasi
Gejala iritasi dan obstruksi

kelainan medulla spinalis dsb)

Riwayat minum obat (antikolinergik,

antidepresan, dekongestan, tranquilezer)


Kanker prostat

Striktur uretra

Kontraktur/striktur buli

Gejala obstruksi

PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat

20

dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang


kurang invasif.

Observasi
Watchful
waiting

Medikamentosa
Penghambat
adrenergi
k
Penghambat
reduktese

Fisioterapi
Hormonal

Operasi
Prostatektomi terbuka

Endourologi

Invasive minimal
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA

1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna


Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada

Gejala sedang
/berat
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid

Retensi urinaria+gejala yang


berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Infeksi saluran urinaria
berulang
Insufisiensi renal
Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif

Watchful waiting

Terapi medis

Terapi invasif
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
21

Terapi minimal invasif

Operasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia


Penatalaksanaan
Wactfull waiting

Nilai indeks gejala BPH Efek samping


Gejala hilang/timbul
Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria

Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers

Sedang 6-8

5 alpha-reductase inhibitors

Ringan 3-4

Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave
heat

Sedang 6-7

TUNA

Sedang 9

Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis

Berat 14-20

Operasi terbuka

Berat

Sedang-berat 9-11

Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
kombinasi
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1016%
Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan23%
Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat


Hiperplasia
a. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
22

mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi


kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obatobat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan
obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan
kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5reduktase.

Penghambat reseptor adrenergik

Penghambat 5 reduktase

Fitofarmaka

1) Penghambat reseptor adrenergik .


mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek

samping

dapat

termasuk

sakit

kepala,

kelelahan,

atau

ringan.

Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin


(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau
doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan
mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh
pada ukuran prostat.

23

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)


2) Penghambat 5 reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel
prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada
DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat
lebih dari 6 sampai 12 bulan.

24

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase


Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya :

Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI

Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

3) Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan
zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak
dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix
urtica dan masih banyak lainnya.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter

25

untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit.
Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara
rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan
disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak
menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang,
dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral


2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem
TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar
untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan
akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala
dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi
transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

26

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk


menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung
beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon
dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di
wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih
dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air


4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi
karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli
dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati
lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat
dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang
permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium.
Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi
berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

27

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent


d. Bedah
1) Operasi transurethral.
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui
uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk
90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat
yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu
panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk
mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel
pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya
yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan
hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP.
Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah
meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko
timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan
reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum
reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potonganpotongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang
28

keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada


bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah
satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke
belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih
selama klimaks bukannya keluar uretra.
Selama operasi
Perdarahan
Sindrom TURP
Perforasi

Pasca bedah dini


Perdarahan
Infeksi lokal/sistemik

Pasca bedah lanjut


Inkontinensi
Dinsfungsi ereksi
Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

(a)

(b)
(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

29

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung
kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi
prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada
pasen yang umurnya masih muda.

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)


2) Open surgery.
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan.
Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram),
ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu
diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik
transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde
(60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih
sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri
pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi

30

spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP.
Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan
kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60
detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.

Gambar 23. Interstitial laser coagulation


b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat
operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu
besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

31

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


e. Kontrol berkala

Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5-reduktase


Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

Pengobatan penghambat 5-adrenegik


Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal


Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.

KOMPLIKASI
Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mapu menampung
urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

32

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid.

33

DAFTAR PUSTAKA
Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 9 th Edition.
Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2010.
Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.
Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ;
2002: 203-7
Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.
Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.
Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

34

Anda mungkin juga menyukai