Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SITEM PENCERNAAN : APENDIKSITIS

HENDRA BAYU WIGUNA

NPM 18190100005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019

A. Anatomi Fisiologi
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch ( analog

dengan Bursa Fabricus ) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung,

panjangnya kira-kira 10cm dengan diameter 0,5-1cm dan berpangkal di sekum.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Basis

appendiks terletak di bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal.

Ketiga taenia caecum bertemu pada basis apendiks.

Apendiks verviformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a.Apendikularis (cabang a.ileocolica). orificiumnya terletak

2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuker) dan

serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang

merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke

ileum terminal menutup caecum dan apendiks. Lapisan submukosa terdiri dari

jaringan ikat kendor dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh

darah dan lymphe. Antara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.


Mukosa terdiri dari satu lapis columnar epithelium dan terdiri dari kantong yang

disebut crypta lieberkuhn. Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh

pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks taenia

anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari .torkalis. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar

umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami gangrene.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir di muara apendiks

tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT(Gut associated

Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,

ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun

tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh.

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu

setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama masa pubertas, dan menetap saat

dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak

ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks

komplit.

B. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94

inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi

makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi

tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).

Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang

terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan

multiplikasi (Chang, 2010).

C. Penyebab

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen

apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia

(pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor

apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga

dapat menyebabkan sumbatan.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat

dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh

tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah


yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa

dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh

bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi

yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008).

D. Klasifikasi Apendiks

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut

pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh

proses infeksi dari apendiks

Penyebab obstruksi dapat berupa

a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.


b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor

Adanya obstruksi mengakibatkan cairan mukosa yang diproduksi tidak

dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra

luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.

Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding

apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /

nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat

disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian

menyebar secara hematogen ke apendiks.

2. Appendicitis Purulenta(Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan

trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.

Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding

appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram

karena dilapisi eksudatdan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks

terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumenterdapat eksudat

fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti

nyeritekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri

pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada

seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua

syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang

kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan

menghilang satelah apendektomi.


Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh

dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya

jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi

kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.


4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan

hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila

serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis

tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan

parut.Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens


apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa

secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering

penderita dating dalam serangan akut.


5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin

akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa

jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.

Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang

dicurigai bisa menjadi ganas.


Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di

perut kanan bawah.Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.

Suatu saat bila terjadi infeksi, akantimbul tanda apendisitis akut.

Pengobatannya adalah apendiktomi


6. Tumor Apendiks
Tumor apendik terdiri dari dua yang pertama adalah Adenokarsinoma

apendiks Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan

sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa

metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang

akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya

apendektomi.
Kemudian yang ke dua karsinoid apendiks Ini merupakan tumor sel

argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi

ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen

apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid

berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena

spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus

tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang

menyebabkan gejala tersebut di atas.


Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa

memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai

radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan

pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau

hemikolektomi kanan.

E. Manifestasi klinik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese

ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

3 anamnesa penting yakni :


1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian

menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri

punggung/pinggang.Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi

Demam bisa mencapai 37,8- 38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan

bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua

orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang,

atau mual-muntah saja.

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag

dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang

demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan

kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah
dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc

Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus

buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh

saluran kencing ureter, nyerinya akan samadengan sensasi nyeri kolik saluran

kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke

belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina.

Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik.

F. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah

terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut dengan apendisitis supuratif akut.


Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut

infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau

menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih

panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya

tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan

pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh

darah (Mansjoer, 2007).

G. Patways
H. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari

90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita

appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase

jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang

diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan

pada pasien dengan appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk

membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun

demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks

terjadi di dekat ureter1.

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk

menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan

spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria

diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior

7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa

periappendix1. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder

appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease.

False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau

rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1.


CT-Scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk

mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan

spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis

tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai

pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan

jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada

appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”.

I. Penatalaksanaan

1. Observasi
Dalam 8 - 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala

apendiksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu

dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif

tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendiksitis ataupun peritonitis

lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah ( leukosit

dan hitung jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak

dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan

kasus, diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah

dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.


1. Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,

kecuali apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi. Penundaan tindak

bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perforasi.
2. Operasi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka

abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Abses apendiks

diobati dengan antibiotika melalui jalur IV , massanya mungkin mengecil, atau


abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

Apendiktomi dilakukan bila abses, operasi efektif sesudah 6 minggu sampai 3

bulan.

3. pasca Oprasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam,syok, hiperternia atau gangguan pernafasan, angkat sonde

lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat

dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik apabila

dalam 12 jam tidak ada gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila

tindakan operasi lebih besar misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,

puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan

minum mulai 15 ml / jam selama 4 - 5 jam lalu naikan menjadi 30 ml / jam.

Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan

makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat

tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di

luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang.

J. Fokus pengkajian keperawatan

1. Keluhan Utama
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium

menjalar ke perut kanan bawah. timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah

mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau diepigastrium

dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-

menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktuyang lama. keluhan yang

menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual muntah dan panas.


2. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan

klien sekarang.
3. Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat
4. Kebiasaan Eliminasi
pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan,sedang , berat.
b. Sirkulasi: takikardia.
c. respirasi : takipnee, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas,istirahat : malaise.
e. Eliminasi :'konstipasi pada awitan awal diare kadang-kadang
f. Distensi abdomennyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak

ada bising usus.


g. Nyeri/kenyamanan,nyeri abdomen sekitar epigastrium danumbilicus yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik MC burney, meningkat karena

Berjalan, Bersin, Batuk atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah

karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.


h. Demam lebih dari 380C.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Ada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa

nyeri pada daerah prolitotomi.


l. berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat

K. Diagnosa Keperawtan

1. Pre op

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh

inflamasi)

b. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi

2. Post op

a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).

b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).

c. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.


d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang

informasi
M. Fokus Intervensi Keperawatan

1. Pre oprasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan asuhan Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik Untuk mengetahui sejauh mana tingkat
injuri biologi (distensi jaringan intestinal keperawatan, diharapkan nyeri klien nyeri. nyeri dan merupakan indiaktor secara
oleh inflamasi) berkurang dengan kriteria hasil : diniuntuk dapat memberikan tindakan
selanjutnya
- Klien mampu mengontrol nyeri (tahu
Jelaskan pada pasien tentang penyebab
penyebab nyeri, mampu menggunakan Informasi yang tepat dapat menurunkan
nyeri
tehnik nonfarmakologi untuk tingkat kecemasan pasien dan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) menambah pengetahuan pasien
tentang nyeri.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang Ajarkan tehnik untuk pernafasan
dengan menggunakan manajemen diafragmatik lambat/ napas dalam Napas dalam dapat menghirup O2 secara
nyeri adequate sehingga otot-otot menjadi
relaksasi sehingga dapat mengurangi
Tanda vital dalam rentang normal :TD
Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan rasanyeri.
(systole 110-130 mmHg, diastole70-
anggota keluarga)
90mmHg), HR(60-100x/menit), RR Meningkatkan relaksasi dan dapat
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C) Observasi tanda-tanda vital meningkatkan kemampuan kooping.
Klien tampak rileks mampu tidur Deteksi dini terhadap perkembangan
/istirahat kesehatan pasien.
Sebagai profilaksis untuk dapat
Kolaborasi dengan tim medis dalam menghilangkan rasa nyeri
pemberian analgetik

2 Cemas berhubungan dengan akan Setelah dilakukan asuhan Evaluasi tingkat ansietas, catatverbal dan Ketakutan dapat terjadi karena
dilaksanakan operasi keperawatan,diharapkan kecemasan non verbal pasien. nyerihebat, penting pada prosedur
klien berkurang dengan kriteria hasil : diagnostic dan pembedahan.-
-Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan
Melaporkan ansietas menurun sampai prosedur sebelum dilakukan Dapat meringankan ansietas
tingkat teratasi terutamaketika pemeriksaan tersebut
Jadwalkan istirahat adekuatdan periode
melibatkan pembedahan.-
Tampak rileks menghentikan tidur
Membatasi kelemahan, menghemat
Anjurkan keluarga untuk menemani
energidan meningkatkan kemampuan
disamping klien
koping
Mengurangi kecemasan klien
Post op

No Diagnose Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Nyeri berhubungan dengan agen injuri Setelah dilakukan asuhan Kaji skala nyeri lokasi,karakteristik Berguna dalam pengawasan dan
fisik (luka insisi post operasi keperawatan,diharapkan nyeri berkurang dan laporkan perubahan nyeri dengan keefesienobat, kemajuan penyembuhan,
appenditomi) dengan kriteria hasil : tepat.- perubahan dan karakteristik nyeri.
Melaporkan nyeri berkurang Monitor tanda-tanda vital Deteksi dini terhadap perkembangan
kesehatan pasien.
Klien tampak rileks
Menghilangkan tegangan abdomen
Dapat tidur dengan tepat Pertahankan istirahat dengan posisi
yang bertambah dengan posisi terlentang.
semi powler.
Tanda-tanda vital dalam batas normal: TD
Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
(systole 110-130mmHg, diastole70- Dorong ambulasi dini.
90mmHg), HR(60-100x/menit),RR (16- Meningkatkan relaksasi.
Berikan aktivitas hiburan.
24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
Menghilangkan nyeri
Kolaborasi tim dokter
dalam pemberian analgetika.

2 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada Dugaan adanya infeksi
tindakan invasif (insisi post diharapkan infeksi dapat diatasi dengan area insisi
pembedahan) kriteria hasil :
Monitor tanda-tanda vital.Perhatikan
Dugaan adanya infeksi/terjadinya
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi demam, menggigil, berkeringat,
sepsis,abses, peritoniti
perubahan mental
Menunjukkan kemampuan untuk
Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
mencegah timbulnya infeksi- Lakukan teknik isolasi untuk infeksi
lain.
enterik, termasuk cuci tangan efektif.
Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)

Mencegah meluas dan


Pertahankan teknik aseptic ketat pada
membatasi penyebaran organisme infektif
perawatan lukainsisi/terbuka,
/kontaminasi silang.
bersihkan dengan betadine.
Menurunkan resiko terpajan.
Awasi / batasi pengunjung dansiap
kebutuhan.
Kolaborasi tim medis Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerobdan
dalam pemberian antibiotik hasil aerob gra negatif
3 Defisit self care berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Mandikan pasien setiap harisampai Agar badan menjadi segar,
nyeri diharapkan kebersihan klien dapa klien mampu melaksanakan sendiri melancarkan peredaran darah dan
tdipertahankan dengan kriteria hasil : serta cuci rambut dan potong kuku meningkatkan kesehatan.
klien
Untuk melindungi klien dari kuman dan
Ganti pakaian yang kotor dengan yang meningkatkan rasa nyaman
klien bebas dari bau badan
bersih.
Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
Berikan Hynege Edukasi pada klien untuk menjaga personal hygiene.
klien tampak bersih dan keluarganya tentang pentingnya
kebersihan diri.
Agar klien merasa tersanjung dan lebih
Berikan pujian pada klien tentang
ADLs klien dapat mandiri atau dengan kooperatif dalam kebersihan
kebersihannya
bantuan
Agar keterampilan dapat diterapkan
Bimbing keluarga klien memandikan /
menyeka pasien Klien merasa nyaman dengan tenun
yang bersih serta mencegah terjadinya
Bersihkan dan atur posisi serta tempat
infeksi
tidur klien

4 Kurang pengetahuan tentang kondisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Kaji ulang pembatasan aktivitas Memberikan informasi pada pasien untuk
prognosis dan kebutuhan pengobatan diharapkan pengetahuan bertambah pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasatanpa
b.d kurang informasi. dengan kriteria hasil : menimbulkan masalah.
Anjuran menggunakan
menyatakan pemahaman proses penyakit laksatif/pelembek feses ringan bila Membantu kembali ke fungsi usus semula
dan pengobatan perlu dan hindari enema mencegah ngejan saat defekasi
berpartisipasi dalam program pengobatan Diskusikan perawatan insisi, termasuk Pemahaman meningkatkan kerja sama
mengamati balutan, pembatasan dengan terapi, meningkatkan penyembuhan
mandi, dan kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
Upaya intervensi menurunkan resiko
Identifikasi gejala yang memerlukan
komplikasi lambatnya
evaluasi medic, contoh peningkatan
penyembuhan peritonitis
nyeri edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
Daftar Pustaka

Elizabeth, J, Corwin. 2009.. Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC)Second Edition, IOWAIntervention

Project, Mosby

.Mansjoer, A. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,IOWA

Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012,Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.Volume 2.

Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai