Anda di halaman 1dari 10

BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) 1.

Pengertian BPH

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan

aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ) Prostatic hyperplasia, secara mikroskopik dijumpai adanya proliferasi murni dari sel-sel stromal ataupun kedua komponen baik epitel dan sel stromal. Proporsi elemen-elemen ini bervariasi antara satu nodul dengan nodul yang lain, mulai dari nodul proliferasi murni stroma fibromuskular sampai dengan nodul fibroepitelial yang dominan kelenjar. Proliferasi kelenjar membentuk kumpulan kelenjar-kelenjar kecil sampai dengan kelenjar-kelenjar besar dan berdilatasi, dilapisi oleh dua lapisan sel (bagian dalam oleh sel epitel kolumnar dan bagian luar oleh sel epitel kuboid atau pipih) dengan membran basal yang utuh. Biasanya epitel tersebut karakteristik membentuk tonjolan atau gambaran papillary ke arah lumen kelenjar.

2. Etiologi Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas, aktivitas sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan yang spesifik pada etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal damn elemen glandular pada prostat. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen

menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang

mengakibatkan hiperplasi stroma. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat

3. Manifestasi Klinis 1. Gejala Obstruktif yaitu : Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu : Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

4. Derajat Benigne Prostat Hyperplasia Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya: Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 100 cc dan beratnya + 20 40 gram. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

5. Anatomi fisiologi Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 6 cm, lebar 3 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari : Jaringan Kelenjar 50 70 % Jaringan Stroma (penyangga) & Kapsul/Musculer 30 50 %

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut. 6. Patofisiologi Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli

berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76). Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam bulibuli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)

Pathways

7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan d. Pemeriksaan UroflowmetriSalah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstrukti

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik 1. BOF (Buik Overzich Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. 2. USG (Ultrasonografi) Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.

8.

Penatalaksanaan Perawatan pada klien dengan BPH difokuskan pada diagnosa dari kerusakan, memperbaiki atau meminimalkan obstruksi urinaria dan mencegah atau mengobati komplikasi yang terjadi sekarang ini. Pembedahan dan pengobatan BPH mengalami perubahan yang cepat dengan berbagai pengobatan yang baru. Saat ini, pengobatan dan perawatan lebih difokuskan pada beratnya gejala. Beberapa pria di diagnosa dengan BPH selama pemeriksaan fisik secara urin sebelum gejala berkembang. Beberapa diantaranya menunggu sampai timbul ketidaknyamanan dari dysuria, urgensi, dan retensi urin hampir tidak dapat diatasi. Sebelum mencari pertolongan. 1. Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien 2. Farmakologi Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen. 3. Pembedahan Indikasi pembedahan pada BPH adalah : Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. Klien dengan residual urin > 100 ml. Klien dengan penyulit. Terapi medikamentosa tidak berhasil. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :


a. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % ) b. Retropubic Atau Extravesical Prostatectom c. d.

Perianal Prostatectomy Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djanalaeoni H. (1977). Aseptik dan Antiseptik. Volume 6. Ropanasuri.

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Hardjowijoto S. Pemeriksaan Sistoskopi. Seksi/Program Studi Urologi Unair.

Hardjowijoto S. (1999) .Benigna Prostatic Hyperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Puruhito. (1989). Tata Kerja Kamar Operasi. Surabaya.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Soesanto Wibowo, Puruhito, Setiono Basuki. Pedoman Teknik Operasi.

Sumartono, M., Gardjito, W., Hardjowijoto, S. (1983). Reseksi Transuretral Pada Hyperplasia Benigna dari Kelenjar Prostat. Bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai