Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BPH merupakan kelainan pembesaran kelenjar yaitu hiperplasia yang
mendesak jaringan asli keporifer. Pada pasien BPH usia lanjut sangat
memerlukan tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya. Sebagai salah
satu tindakan yang akan dilakukan adalah dengan operasi prostat atau
prostattektomi untuk mengangkat pembesaran prostat. Dari pengangkatan
prostat, pasien harus dirawat inap sampai keadaannya membaik, guna
mencegah komplikasi lebih lanjut. (Suwandi, 2007)
Di dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40an,
memungkinkan seorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%,
dan setelah meningkatnya usia 60 hingga 70 tahun, presentasinya
meningkat menjadi 50% dan di atas 70 tahun. (Johan, 2005)
Di indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran
prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun
dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.(Nur Salam dan
Fransiska, 2006)
B. Rumusan Masalah
Melihat banyaknya orang yang menderita penyakit BPH, yang menjadi
permasalahan pada asuhan keperawatan serta uraian latar belakang diatas,
maka penulis tertarik mengembil kasus dengan BPH, maka dapat di
kemukakan rumusan masalah : “Bagaimana Asuhan Keperawatan Tn. I
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan”.
C. Tujuan
a. Melakukan pengkajian pada pasien BPH
b. Melakukan analisa data pada pasien BPH
c. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien BPH
d. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien BPH

1
D. Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan dan sebagai bahan masukan dan evaluasi yang di perlukan
dalam pelaksanaan praktik layanan keperawatan khususnya pada pasien
BPH post operasi prostattektomi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo,
1994 : 193).
Anatomi Dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari
uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli,
sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-
laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran,
panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm.
Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
Jaringan Kelenjar  50 - 70 %

3
Jaringan Stroma (penyangga)
Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang
berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi
(penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu
orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar
melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar
melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi.
Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah
keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal
(tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses
reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing.
Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia
lanjut.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :

1.Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)


Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2.Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan
terjadinya hyperplasia stroma.
3.Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.Penurunan sel yang mati

4
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5.Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.(Roger Kirby, 1994
: 38).
C. Tanda dan gejala
1. Gejala iritatif meliputi :
Peningkatan frekuensi berkemih
Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
Pancaran urin melemah
Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
Kalau mau miksi harus menunggu lama
Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
Urin terus menetes setelah berkemih
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih.
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang
besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,
frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.

5
Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

D. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,
jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit
saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat
meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan
anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak
berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama
kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas
miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi
tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi
berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai
timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak
berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini
disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang
masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan
terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.

6
Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H. 1999 : 11).
Pathway

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
2. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik.

7
a) Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi
dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
b) Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup
Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
c) Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat
serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat
dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter,
gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG
dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi
residu urin dan batu ginjal.
F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan

8
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
G. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat
berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin
digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi
dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang
adekuat.

Jenis pengobatan pada BPH antara lain:


Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
1.Terapi medikamentosa
Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada otot
polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang.
Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.
2.Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu :
a)Retensi urin berulang
b)Hematuri

9
c)Tanda penurunan fungsi ginjal
d)Infeksi saluran kemih berulang
e)Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f)Ada batu saluran kemih.

1. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi
erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan
jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal
mengalir ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih
praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Lebih
jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari
cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter
eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter
kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat
yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi
mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi
kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan

10
impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi
akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat
dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah
sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih
dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasi retrogard.

2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).


Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang )
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di
klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara
lainnya.

3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )


TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila

11
tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah
dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%),
impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka
biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH
merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) , Tucker dan Canobbio
(2008) ada berbagai macam, meliputi :

a. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit hitam
memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit putih. Status social
ekonomi memili peranan penting dalam terbentuknya fasilitas kesehatan yang
baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang penyakit ini, orang yang pekerjaanya
mengangkat barang-barang berat memiliki resiko lebih tinggi.
b. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah
frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan
waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine
c. Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih
(ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit BPH.
e. Pola kesehatan fungsional
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk

13
mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah
ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap
hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi
seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
3) Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi
yang sering pada malam hari ( nokturia ).
4) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan, penggunaan
alkhohol.
6) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah
ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum
operasi tidak mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – hari sendiri.
7) Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual
akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan
nyeri tekan pada prostat.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena
kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.
f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1) Laboratorium

14
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna
untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
2) Radiologis/pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan
volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan volume residu urin serta
untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak
berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang
penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
akbibat kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran
ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya
trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum
buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli,
dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

15
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit BPH :
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi
kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari
pembesaran prostat dan obstruksi uretra.
c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,
kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Retensi urin akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi retensi urine
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,
dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan cairan.

Intervensi :
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam atau bila tiba-tiba dirasakan
Rasional : meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
2) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional : berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
3) Awasi dan catat waktu tiap berkemih dan jumlah tiap berkemih perhatikan
penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.

16
Rasional : retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas,
yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran darah keginjal
menganggu kemampuanya untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
4) Lakukan perkusi/palpasi suprapubik
Rasional : distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea Suprapubik
5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari
Rasional : peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
6) Kaji tanda-tanda vital, timbang BB tiap hari, pertahankan pemasukan dan
pengeluaran yang akurat Rasional : kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan
penuruna eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut kepenuruan
ginjal total
7) Lakukan rendam duduk sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan relaksasi otot, penuruan edema, dan dapat meningkatkan
upaya berkemih.
8) Kolaborasi pemberian obat :
Supositorial rectal
Rasional : supositorial dapat diabsorbsi dengan mudah melalui mukosa kedalam
jaringan kandung kemih untuk menghasilkan relaksasi otot/menghilangkan
spasme
Antibiotic dan antibakteri
Rasional : digunakan untuk melawan infeksi
Fenoksibenzamin (Dibenzyline)
Rasional : diberikan untuk mempermudah berkemih dengan merelaksasi otot
polos prostat dan menurunkan tahanan terhadap aliran urine.

b. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, distensi


kandung kemih, infeksi urinaria, efek mengejan saat miksi sekunder dari
pembesaran prostat dan obstruksi uretra.

Tujuan : nyeri hilang, terkontrol

17
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol pasien tampak
rileks, mampu untuk tidur dan istirahat dengan tepat Intervensi :
1) Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/keefektifan intervensi
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan
menghilangkan nyeri kolik
3) Berikan tindakan kenyamanan, distraksi selama nyeri akut seperti, pijatan
punggung : membantu pasien melakukan posisi yang nyaman: mendorong
penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam: aktivitas terapeutik
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
4) Dorong menggunakan rendam duduk, gunakan sabun hangat untuk perineum
Rasional : meningkatkan relaksasi otot
5) Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri ( analgetik)
Rasional : menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30 menit kemudian untuk
mengetahui keefektivitasnya.

c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status kesehatan,


kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi,
menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
Intervensi :
1) Damping pasien dan bina hubungan saling percaya
Rasional : menunjukkan sperhatian dan keinginan untuk membantu.
2) Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan Rasional :
Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
3) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan

18
Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah
4) Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan
Rasional : memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan
kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya informasi. Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan prognosisnya.
Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan
Intervensi :
1) Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian.
Rasional : Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
2) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
Rasional : memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
terapi
3) Berikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya
4) Berikan penjelasan tentang tindakan/pengobatan yang akan dilakukan
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien terhadap tindakan untuk
menyembuhkan penyakitnya.

19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Di indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran
prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun
dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.(Nur Salam dan
Fransiska, 2006)
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini pastinya jauh dari kata semprna,oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.

20
21

Anda mungkin juga menyukai