Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran
uretra pada pintu saluran yang masuk ke kandung kemih. Ketika urin keluar dari
kandung kemih, akan melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut
uretra prostat.1 Benigna prostat hiperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering
kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Prevalensi
histologi BPH meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun, 50% pada
laki-laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki-laki berusia di atas 80
tahun.3
Gejala pertama kali dapat muncul pada usia kurang lebih 30 tahun.
Manifestasinya dapat berupa terganggunya aliran urin, sulit buang air kecil dan
keinginan buang air kecil (BAK) namun pancaran urin lemah.
Menurut data WHO (2013), diperkira-kan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Tahun 2013 di
Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh laki-laki berusia
di atas 60 tahun.

Penanganan BPH dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain watch
full waiting, medikamentosa, dan tindakan pembedahan. Transurethral resection
prostate (TURP) menjadi salah satu tindakan pembedahan yang paling umum
dilakukan untuk mengatasi pembesaran prostat.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita penyakit Benign
Prostate Hyperplasia (BPH).

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Kelenjar Prostat


Prostat adalah salah satu organ reproduksi pada laki-laki yang memiliki
bentuk seperti kenari. Kelenjar ini berfungsi untuk menambah volume cairan
semen. Cairan yang dihasilkan sangat berperan dalam kesuburan seorang pria
(Simon, 2006). Prostat merupakan kelenjar aksesoris terbesar pada sistem reproduksi
laki-laki. Susuanannya berupa dua pertiga terdiri dari glandular dan satu pertiga
terdiri dari fibromuskular. Secara anatomis lobus prostat terbagi atas, isthmus prostat,
lobus inferoposterior, lobus prostatae deexter et sinister, dan lobus medius. Prostat
diperdarahi oleh arteri vesicalis inferior, arteri rectalis media, dan arteri pudenda
interna (Moore & Dalley, 2013).

2.2 Pengertian
Benigna Prostat hiperplasia adalah bertambah besarnya ukuran prostat
biasanya diiringi dengan bertambahnya usia pada laki laki, membesarnya prostat
menyebabkan fungsi uretra pars prostatika menjadi terganggu, menimbulkan
gangguan pada saluran keluar kandung kemih (Iskandar, 2009).
Benigna prostat hiperplasia adalah terjadinya pelebaran pada prostat yang
menimbulkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung kemih
dan menyebabkan gejala-gejala seperti sering kencing dan retensi urin (Aulawi,
2014).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang
menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006). BPH
merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih
yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami

2
atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat
mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat


Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh
proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.

2.3 Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2014), beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya BPH yaitu :
1. Dihydrostestosteron adalah pembesaran pada epitel dan stroma kelenjar
prostat yang disebabkan peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor andorogen.

2. Adanya ketidakseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen dimana


terjadi peningkatan estrogen dan penurunan testosteron sehingga mengakibatkan
pembesaran pada prostat.

3. Interaksi antara stroma dan epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau
fibroblast growth faktor dan penurunan transforming factor beta menyebabkan
hiperplasia stroma dan epitel.

4. Peningkatan estrogen menyebabkan berkurangnya kematian sel stroma dan epitel


dari kelenjar prostat.

5. Teori sel stem, meningkatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel sehingga menyebabkan proliferasi
sel sel prostat ( Purnomo, 2008).

3
2.4 Tahapan Perkembangan Penyakit BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De
jong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan


penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml

Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.

Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

2.5 Manifestasi Klinis


Menurut Aulawi (2014) tanda gejala yang muncul pada pasien penderita
Benigna Prostat Hiperplasia adalah :
1. Kesulitan mengawali aliran urine karena adanya tekanan pada uretra dan leher
kandung kemih.
2. Kekuatan aliran urine yang melemah.
3. Aliran urine keluar yang tidak lancar.
4. Keluarnya urine bercampur darah.

2.6 Patofisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia seiring dengan pertambahan
usia, pada proses penuaan menimbulkan perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen keadaan ini dapat menyebabkan pembesaran prostat, jika
terjadi pembesaran prostat maka dapat meluas ke kandung kemih, sehingga akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan akhirnya akan menyumbat aliran
urine.
Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada
intravesikal. Munculnya tahanan pada uretra prostatika menyebabkan otot

4
detrusor dan kandung kemih akan bekerja lebih kuat saat memompa urine,
penegangan yang terjadi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomi
dari buli buli berupa : pembesaran pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya
selula, sekula, dan diventrivel kandung kemih.

Tekanan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan aliran balik urine
ke ureter dan bila terjadi terus menerus mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
dan kemunduran fungsi ginjal (Muttaqin dan Sari, 2014). Salah satu upaya
pengobatan pada penderita benigna prostat hiperplasi adalah pembedahan terbuka
merupakan tindakan pembedahan pada perut bagian bawah, kelenjar prostat
dibuka dan mengangkat kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, untuk
mencegah pembentukan pembekuan darah dialirkan cairan via selang melalui
kandung kemih, selang biasanya dibiarkan dalam kandung kemih sekitar 5 hari
setelah operasi dan kemudian dikeluarkan jika tidak ada pendarahan (Iskandar,
2009)
.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Meliputi ereum (BUN), Kreaatinin, Elektrolit, Tes Sensitivitas
dan Biakan Urin.
2. Radiologis : Intravena pylografi, BNO, Sistogram, Retrograd, USG, CT-
scanning, Cystocopy, Foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogas
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara
trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Tans Rectal Ultra Sonografi),
selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain
seperti difertikal, tumor dan batu (Wim De Jong, 2005).
3. Prostatektomi Retro Pubis : Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi
kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan ademotous prostat
diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi Parineal : Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang
melalui perineum.

5
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adala Retensi kronik
dapat menyebabkan :

1. refluks vesiko-ureter,
2. hidroureter,
3. hidronefrosis,
4. gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic.
Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan
terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

2.9 Penatalaksanaan
1. Watchful waiting
Pada Watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya :
a. Jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alcohol setelah makan
malam
b. Kurangi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli
(kopi atau cokelat)
c. Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin
d. Kurangi makanan pedas dan asin, dan;
e. Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan terapi Medimentosa adalah berusaha untuk :
a. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau ;
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang
digunakan adalah :

6
1) Antagonis adrenergik reseptor –α yang dapat berupa:
2) Inhibitor 5α reduktase, yaitu finasteride dan dutasteride
3) Fitofarmaka

3. Terapi Intervensi
Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan
prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk ablasi
jaringan prostat adalah pembedahan terbuka, TURP, RUIP, TUVP, laser
protatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah Interstitial laser
coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra. (AUA & Ikatan Ahli
Urologi Indonesia & Roehrborn CG).

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Data subjek :
a. Klien mengatakan nyeri saat berkemih
b. Sulit kencing
c. Frekuensi berkemih meningkat
d. Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
e. Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
f. Nyeri atau terasa panas saat berkemih
g. Pancaran urine melemah
h. Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik, merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah.
i. Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan.
2. Data Objektif
a. Ekspresi wajah tampak menahan nyeri
b. Terpasang Kateter
3. Riwayat Kesehatan
Meliputi riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari
dialami pasien.
4. Pengkajian Fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti : Sering berkemih, terbangun pada
malam hari untuk berkemih, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak,
nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, jumlah air kencing menurun dan harus mengendan saat berkemih,
aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah setelah
berkemih, ada darah dalam urin, kandung kemih terasa penuh, nyeri

8
dipinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut, urin tertahan
dikandung kencing, terjadi distensi kandung kemih.
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigrastik.
c. Kaji status emosi : Cemas, takut
d. Kaji urin : Jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
5. Kaji Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiografi
b. Urinalisa
c. Lab seperti kimia darah ; darah lengkap, urine
6. Kaji pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses pennyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
2. Gangguan elimini urin berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran
pada kandung kemih : Benigna Prostat Hiperplasia.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek sekunder
dari prosedur pembedahan.
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping pembedahan.
5. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit.
6. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan pembedahan.

3.3 Perencanaan/Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
a. Definisi : Pengalaman nyeri sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang munvul akibat kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association for the study Pain) : awitan yang tiba-tiba atau

9
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantidipasi atau diprediksi dan berlangsung <6bulan.
b. Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri.
c. Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitas.
2) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
3) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4) Gunakann komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasin.
5) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi)
6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
7) Tingkatkan istirahat.
8) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran
pada kandung kemih : Benigna Prostat Hiperplasia.
a. Definisi : Disfungsi pada eliminasi urine
b. Kriteria Hasil :
1) Kandung kemih kosong secara penuh
2) Tidak ada residu urine >100-200 cc
3) Intake cairan dalam rentang normal
4) Bebas dari ISK
5) Tidak ada spasme bladder

10
6) Balance cairan seimbang
c. Intervensi :
1) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya, output urin, pola berkemih, fungsi kognitif,
dan masalah kencing praeksisten)
2) Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau property
alpha agonis.
3) Meranngsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk
perut, membelai tinggi batin, atau air.
4) Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10
menit)
5) Menyediakan manuve Crede, yang diperlukan
6) Masukan kateter kemih, sesuai
7) Anjurkan pasien/keluarga untuk merekam output urin
8) Memantaau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan
perkusi
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek sekunder
dari prosedur pembedahan
a. Definisi : Mengalami peningkatan resiko terserang organism patogenik
b. Kriteria Hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi,
2) Leukosit dalam batas normal,
3) TTV dalam batas normal.
c. Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
3) Ganti balutan dengan sering
4) Berikan antibiotic sesuai indikasi
5) Dorong pasien untuk meningkatkan intake nutrisi
6) Dorong istrahat.

11
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping pembedahan
a. Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume darah yang dapat
mengganggu kesehatan
b. Kriteria Hasil :
1) Tidak ada hematuria dan hematemesis
2) Kelihatan darah yang terlihat
3) Tekanan darah dalam batas normal sistol dan diastole
4) Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
c. Intervensi :
1) Monitor status cairan
2) Pantau jumlah perdarahan
3) Monitor vital sign
4) Jelaskan tentang tanda dan gejala perdarahan
5) Monitor balutan luka daerah perdarahan
6) Berikan cairan intravena
7) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk cek darah pasien.
5. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit
a. Definisi : Beresiko terhadap penurunan sirkulasi darah ke ginjal yang data
mengganggu kesehatan
b. Kriteria Hasil :
1) Hematokrit dalam batas normal
2) Tidak ada rasa haus
c. Intervensi :
1) Monitor TTV
2) Monitor intake dan output cairan
3) Bebaskan jalan napas
4) Cek hematokrit dan urin pasien
5) Dorong psaien untuk memperbanyak cairan
6) Dorong keluarga dalam monitor status cairan pada pasien
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pasien (Huda &
Kusuma, 2015)

12
6. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan
pembedahan.
a. Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang samar disertai
respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
b. Kriteria Hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas
3) Vital sign dalam batas normal
c. Intervensi :
1) Identifikasi tingkat kecemasan
2) Intruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi
3) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
5) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan persepsi
6) Kolabborasi dengan dokter dalam mengatasi kecemasan.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran
kelenjar periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai
bedah (pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai
pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.

Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat


tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah
yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar
prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.

4.2 Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

Adha, M. I. (2018). Hubungan Usia Dann Hipertensi Dengan Kejadian BPH Di


Bangsal Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Tahun 2017. BANDAR
LAMPUNG: UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG.

Amin, H. (2015). Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA


NIC-NOC. Edisi Revis Jilid 1-3i. Jogjakarta: Mediaction.

Arifin, R. B. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Benigna Prostat


Hiperplasia PostT Open Prostatectomi Hari Ke-1 Di Ruang Gladiol Atas
RSUD Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Filzha Adelia, A. M. (2017). Gambaran Benigna Prostat Hiperplasia di RSUP


Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2014 – Juli 2017. Jurnal
e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor 2 , 250-252.

Indah, P. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Penderita BPH. UMP.

Jong, W. D. (2005). Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Rowiyatun. (2016). Hubungan Volume Prostat Dengan Peningkatan Tekanan


Darah Penderita Benigna Prostatic Hyperplasia Pada Ultrasonografi.
Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

iii

Anda mungkin juga menyukai