Anda di halaman 1dari 23

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan

sebagai pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam

kandung kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium

uretra (Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH

dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma dan

epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma

dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan

pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi

sel (Roehrborn, 2011).

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang

disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005).

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat

mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih

dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

B. Etiologi

Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan

hormon enstrogen. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti

penyebab terjadinya hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis

menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan


kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa

hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia prostat

adalah:

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan

estrogen pada usia lanjut

2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma

kelenjar prostat

3. Peningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang

mati

4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel

stem sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel

epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan

5. Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan

perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia.

(Hardjoyo, 2010)

C. Patofisiologi

Pada benigna prostat hyperplasia proses terjadinya terkadang dari

penyebab yang tidak diketahui dan kemungkinan terjdi adanya perubahan

kadar hormone yang terjadi karena proses penuaan.

Posisi dari kelenjar prostat yaitu mengelilingi uretha (saluran yang

membawa air kemih keluar dari tubuh) sehingga pertumbuhan pada

kelenjar secara bertahap akan menyempit uretra. Dan pada akhirnya aliran

air kemih mengalami penyumbatan. Jika seorang penderita BPH berkemih,


kandung kemih nya tidak sepenuhnya kosong. Sebagian air kemih masih

tertahan didalam kandung kemih. Sehingga penderita mudah mengalami

infeksi atau terbentuknya batu. Dan penyumbatan saluran kemih untuk

jangka panjang bias menyebabkan kerusakan pada ginjal.

D. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala penyakit BPH secara terperinci menurut Mary dkk,

(2014).

1) Hesitansi perkemihan - kesulitan mengawali aliran urin karena tekanan

pada uretra dan kandung kemih.

2) Frekuensi perkemihan - sering kencing karena adanya penekanan pada

kandung kemih.

3) Urgensi perkemihan - perlu ke kamar mandi segera karena adanya

tekanan pada kandung kemih.

4) Nocturia - perlu bangun malam karena adanya penekanan pada

kandung kemih.

5) Turunnya kekuatan aliran air kemih

6) Aliran urin tidak lancar

7) Hematuria

Adapun jenis penanganan pada pasien dengan tumor prostat

tergantung pada berat gejala kliniknya. Berat derajat klinik dibagi

menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan

sisa volume urin. Seperti yang tercantum dalam bagan berikut ini:
a) Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada colok

dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan

sisa urin kurang dari 50 ml

b) Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok

ubur dan batas atas dapat tercapai, sedangkan sisa volume urin 50 –

100 ml

c) Derajat 3 : Saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas

prostat tidak dapat diraba dan sisa volume urin lebih dari 100 ml

d) Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urin

E. Komplikasi

Menurut Arifiyanto (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada BPH

adalah:

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis, gagal ginjal.

2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu

miksi.

3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya

batu.

4. Hematuria.

5. Disfungsi seksual.

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisa Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat

adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila


terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti

keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun

BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.

Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi

dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate

spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya

biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml

tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung

Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi

dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi

prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

b. Pemeriksaan darah lengkap Karena perdarahan merupakan komplikasi

utama pasca operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi.

Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH

karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan

harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit,

hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN,

kreatinin serum.

c. Pemeriksaan radiologis Biasanya dilakukan foto polos abdomen,

pielografi intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk

memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu

urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,

18 pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik


sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis

akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi

komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran

ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat

diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi

residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah ada

pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah

traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah

ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum,

sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah

untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding

cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing

adalah untuk menilai residual urin.

G. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan

BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis.

a. Stadium I Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan

bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat

adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat

ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak

mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun


kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian

lama.

b. Stadium II Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan

pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra

(trans uretra).

c. Stadium III Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan

dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga

reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan

pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui

trans vesika, retropubik dan perineal.

d. Stadium IV Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah

membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang

kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan

TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak

memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan

pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat

adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan

memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000),

penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:


a. Observasi Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat

dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol

keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa

 Mengharnbat adrenoreseptor α

 Obat anti androgen

 Penghambat enzim α -2 reduktase

 Fisioterapi

c. Terapi Bedah Indikasinya adalah bila retensi urin berulang,

hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih

berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,

hidronefrosis jenis pembedahan:

 TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar

prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan

malalui uretra

 Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang

dibuat pada kandung kemih.

 Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada

abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa

memasuki kandung kemih.


 Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah

insisi diantara skrotum dan rektum.

 Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,

vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui

sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra

dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker

prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

 Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang

disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang

melalui/pada ujung kateter.

 Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced

Prostatectomy (TULIP)

 Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

H. Pencegahan

Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya yang bisa


Anda lakukan adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin memburuk,
yaitu dengan perawatan mandiri seperti yang telah dijelaskan di atas.
Anda juga dapat mencegah BPH makin memburuk dengan segera
memeriksakan diri ke dokter begitu mengalami gejala pembesaran prostat
jinak. Dengan begitu, kondisi Anda dapat segera ditangani sebelum
muncul komplikasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan

perawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional

(Siregar, 2021). Proses keperawatan meliputi antara lain:

a. Pengkajian

Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan

langkah pertama dalam proses keperawatanyang mencakup

pengumpulan data yang sistematis, verifikasi data, pengorganisasian

data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan dilakukan

oleh perawat yang professional di bidang kesehatan. Menurut Diyono

(2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,

status perkawinan, pendidikan, tanggal masuk ke rumah sakit,

nomor register dan diagnosa medik


2) Riwayat keperawatan BPH biasanya tidak langsung menimbulkan

masalah yang berat pada pasien. Secara umum gejala yang

dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa

waktu 19 kemudian dapat berkurang dan baik lagi.

3) Keluhan utama Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus

diidentifikasi dengan cermat. Perawat dapat menanyakan kepada

pasien dan keluarga tentang keluhan yang dirasakan seperti tidak

bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan

sebagainya.

4) Persepsi dan manajemen kesehatan Kaji dan identifikasi pola

penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga.

Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul

5) Pola eliminasi Kaji masalah berkemih seperti retensi urine,

nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi, anuria, hematuria.

6) Pola aktivitas dan latihan Bagaiamana pola aktivitas pasien

terganggu dengan masalah BAK, misalnya kelelahan akibat tidak

bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya.

7) Pola tidur Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah

mengganggu istirahat tidur.

8) Pola peran Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat

gangguan berkemih.
9) Pemeriksaan fisik Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi

suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala komplikasi seperti udem,

hipertensi, dan sebagainya.

10) Pemeriksaan diagnostik Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP

dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya kesan pembesaran

prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin,

leukosit, anemia, dan sebagainya.

11) Program terapi Kelola dengan baik program operasi, pemasangan

kateter, monitoring laboratorium, dan sebagainya.

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses

kehidupan actual atau potensial yang membutuhkan intervensi dan

manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun diagnosa

keperawatan yang muncul adalah:

a) Pre Operasi:

1. Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra

b) Post Operasi

1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)

2. Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan luka insisi

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan

c. Prinsip Keperawatan
Prinsip keperawatan menurut Diyono (2019) antara lain:

1) Identifikasi tingkat keparahan dari obstruksi (IPSS)

2) Jika IPSS Jika IPSS <7 belum perlu terapi, cukup beri pengetahuan

tentang:

a. Hindarkan minum kopi dan/atau alcohol

b. Kurangi konsumsi coklat dan kopi

c. Hindarkan obat: fenilpropanolamin

d. Kurangi makanan pedas dana sin

e. Hindarkan sering menahan kencing

3) Segera atasi retensi urine berat dengan pemasangan kateter,

kalau perlu lakukan cystotomy

4) Hati-hati saat pemasangan kateter:

a. Pilih kateter dengan ukuran lebih kecil dari standar untuk pasien

normal

b. Bila ada tahanan, jangan dipaksakan. Tambah lubrikasi atau

pilih kateter dengan ukuran yang lebih kecil

5) Kelola pemberian terapi: fenoksibenzamin, prazosin

6) Jelaskan perlunya tindakan pembedahan bila:

a. Tidak ada perubahan dengan obat

b. Retensi urine berat sampai hidronefrosis

c. ISK berulang, nefrolithiasis

d. Hematuria

e. Gagal ginjal
d. Kelola Pembedahan

Pengelolaan pembedahan menurut Diyono (2019) antara lain:

1) Informed consent

2) Persiapan pre-operasi rutin

3) Perawatan post-operasi yang meliputi:

a) Anjurkan klien untuk bed rest minimal 2 hari

b) Jaga kepatenan fiksasi kateter, hindarkan perubahan posisi dari

fiksasi minimal 2 hari

c) Monitor kepatenan irigasi, hati-hati dengan adanya obstruksi dan

perdarahan

d) Pertahankan irigasi kontinu dengan mengatur kecepatan tetesan

berdasar warna urine yang keluar

e) Pantau urine dan catat tamping, hitung keseimbangan yang masuk

dan keluar

f) Pertimbangkan urine murni (500 cc) saat menghitung balance

cairan di irigasi

g) Lakukan blass spoelen bila ada obstruksi h. Monitor dan atasi

komplikasi: blooding

h) Kelola terapi obat: analgetik, anti perdarahan

e. Rencana Asuhan Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses

keperawatan, dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan

yang melibatkan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang


mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis keperawatan (Siregar, 2021).

Diagnosis Keperawatan Rencana Keperawatan


(SDKI) Tujuan Intervensi
Retensi urine b.d. Luaran Utama: 1.04148 Kateterisasi Urine
peningkatan tekanan - Eliminasi urine Observasi:
uretra Luaran Tambahan: - Periksa kondisi pasien
- Kontinensia urine (mis. Kesadaran, tandatanda
Setelah dilakukan tindakan vital, daerah
keperawatan selama 1x24 jam perineal, distensi
L.04034 Eliminasi kandung kemih,
Urine dengan kriteria hasil: inkontinensia urine,
- Sensasi berkemih: 5 refleks berkemih)
(meningkat) Terapeutik:
- Desakan berkemih - Siapkan peralatan,
(urgensi): 5 (menurun) bahan-bahan dan
- Distensi kandung ruangan tindakan
kemih: 5 (menurun) - Siapkan pasien,:
- Berkemih tidak tuntas bebaskan pakaian
(hesitancy): 5 bawah dan posisikan
(menurun) supine
- Volume residu urine: 5 - Pasang sarung tangan
(menurun) - Bersihkan daerah
- Urine menetes preposium dengan
(dribbling): 5 cairan NaCl atau
(menurun) aquades
- Nokturia: 5 (menurun) - Lakukan insersi kateter
- Mengompol: 5 urine dengan
(menurun) menerapkan prinsip
- Enuresis: 5 (menurun) aseptic
- Frekuensi BAK: 5 - Sambungkan kateter
(membaik) urine dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl
0,9% sesuai dengan
anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter
diatas simpisis atau di
paha
- Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih
rendah dari kandung
kemih
- Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine
- Anjurkan menarik
nafas saat insersi selang
katete
Nyeri akut b.d. (prosedur Setelah diberikan asuhan  Kaji nyeri secara
operasi, post-op) keperawatan selama 1 x 24 jam komprehensif (lokasi
masalah nyeri akut dapat teratasi karakteristik, frekuensi,
dengan kriterial hasil: skala nyeri)
 Mengontrol nyeri  Ajarkan tentang Teknik
 Mampu menggunakan non farmakologi
tindakan pengurangan  Anjurkan pasien untuk
nyeri tanpa analgetik istirahat
 Mampu mengenal nyeri
(lokasi, karakteristik,  Monitor TTV
frekuensi skala nyeri)  Kolaborasi pemberian
 TTV dalam retang normal analgetik jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Resiko perdarahan b.d. Luaran Utama: 1.02067 Pencegahan
tindakan pembedahan - Tingkat perdarahan Perdarahan
Luaran Tambahan: Observasi:
- Kontrol resiko - Monitor tanda dan
Setelah dilakukan tindakan gejala perdarahan
keperawatan selama 1x24 - Monitor nilai
jam L.02017 Tingkat hematokrit/hemoglobin
Perdarahan dengan sebelum dan sesudah
kriteria hasil: kehilangan darah
- Kelembapan membrane - Monitor tanda-tanda
mukosa: 5 (meningkat) vital ortotastik
- Kelembapan kulit: 5 - Monitor koagulasi
(meningkat) (mis. Prothrombin time
- Hamturia: 5 (menurun) (PT), partial
- Perdarahan pasca thromboplastin time
operasi: 5 (menurun) (PTT), fibrinogen,
- Haemoglobin: 5 degradasi fibrin
(membaik) dan/atau platelet
- Hematokrit: 5 Terapeutik:
(membaik) - Pertahankan bed rest
- Tekanan darah: 5 selama perdarahan
(membaik) - Batasi tindakan
- Denyut nadi apical: 5 invasive, jika perlu
(membaik) - Gunakan Kasur
- Suhu tubuh: 5 pencegahan decubitus
(membaik) - Hindari penggunaan
suhu trektal
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
- Anjurkan
menggunakan kaos
kaki saat ambulasi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari
aspirin atau
antikoagulan
- Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika
perlu
Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan asuhan a. Kaji tingkat kelemahan klien:
berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah nyeri
luka insisi intoleransi aktivitas berangsur- b. Bantu klien memenuhi ADL
angsur dapat teratasi dengan c. Anjurkan klien melakukan
kriteria hasil: aktivitas sesuai dengan
 Saat beraktivitas klien kemampuannya
tidak merasakan nyeri d. Selingi periode aktivitas
dengan istrahat.
e. Kolaborasi dengan keluarga
untuk membantu ADL klien.

Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tingkat


dengan perubahan status keperawatan selama 1 x 24 jam pengetahuan pasien
kesehatan cemas dapat teratasi dengan tentang penyakit yang di
kriterial hasil: alami
a. Melaporkan ansietas 2. Evaluasi tingkat ansietas,
menurun sampai tingkat catat verbal dan non
teratasi verbal klien
b. Klien tampak rileks 3. Beri klien kesempatan
mengungkapkan perasaan
yang dirasakan
4. Jadwalkan istrahat
adekuat atau mengajarkan
Teknik relaksasi
5. Anjurkan keluarga untuk
menemani klien
disamping

f. Implementasi
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan

rencana asuhan keperawatan yang dikembangkan selama tahap

perencanaan. Implementasi mencakup penyelesaian tindakan keperawatan

untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan menilai

pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa keperawatan.

Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang

optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah

dalam berbagai fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah,

klinik, rumah sakit, dan lainnya. Implementasi juga mencakup

pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan keperawatan.

g. Evaluasi

Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.

Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya

dalam perencenaan, membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan

menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,

perencanaan dan pelaksanaan.

Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:

- S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien

setelah diberikan implementasi keperawatan.


- O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif.

- A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif

meliputi masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan

kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan),

masalah teratasi sebagian (perubahan dan perkembangan kesehatan

hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan),

masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan

perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah

baru).

- P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Arifiyanto, Davit. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah BPH

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta ;

Medica

Claus G, Roehrborn. 2011. Male lower urinary tract symptoms (LUTS) and

benign prostatic hyperplasia ( BPH). Med Clin N Am. 95: 87-100.

Hardjoyo. 2010. Benigna Hiperlapsia Prostat. http/www.google.co.id

Price, S.A, Wilson, L.M, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Edisi 6, Volume I, Alih Bahasa Brahm U. Pendit, editor

Huriawati Hartanto, Jakarta: EGC

Siregar, D., Pakpahan, M., Togatorop, L. B., Manurung, E. I., Sitanggang, Y. F.,

Umara, A. F., ... & Perangin-angin, M. A. (2021). Pengantar Proses

Keperawatan: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yayasan Kita Menulis.


Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta:

EGC. Aesculpalus, FKUI,

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (S. K. Endah

Pakaryaningsih, SKp. Monica Ester, Ed.) (8th ed.). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai