Price&Wilson (2005)
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah
penyakit yang disebabkan oleh penuaan
Doenges, 1999 Brunner and Suddart, 2001
BPH adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang
ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutupi
orifisium uretra
Hiperplasia prostat adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat ( secara umum pada pria > 50 tahun)
yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra
dan pembiasan aliran urinarius.
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%,
dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)
KLASIFIKASI BPH
Menurut Rumahorbo (2000)
1. Derajat Rektal
Derajat rektal di pergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah
rektum.
1. Derajat 0 : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
2. Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
3. Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
4. Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
5. Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
2. Derajat Klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK
sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari
kateter disebut sisa urine atau residual urine.
1. Laboratorium
c. Pemeriksaan prostate specific
b. Pemeriksaan faal ginjal,
a. Analisi urin dan pemeriksaan antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
untuk mengetahui kemungkinan
mikroskopik penentuan perlunya biopsy atau sebagai
adanya penyulit yang menegenai
deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
saluran kemih bagian atas.
<4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy.
2. Radiologis/pencitraan
b. Pemeriksaan Pielografi c. Pemeriksaan USG transektal
a. Foto polos abdomen
intravena ( IVP )
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan
BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
Stadium I Stadium II
Pada stadium ini biasanya belum Pada stadium II merupakan indikasi
memerlukan tindakan bedah, untuk melakukan pembedahan
diberikan pengobatan konservatif, biasanya dianjurkan reseksi endoskopi
misalnya menghambat adrenresptor melalui uretra (trans uretra).
alfa seperti alfazosin dan terazosin
4
Retensi urin akut, terjadi 2 Involusi kontraksi kandung
kemih
apabila buli-buli menjadi
dekompensasi
KOMPLIKASI
5 6
Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi Gagal ginjal bisa dipercepat
karena produksi urin terus berlanjut maka jika terjadi infeksi
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin yang akan mengakibatkan
tekanan intravesika meningkat.
7 8
Hematuri, terjadi karena selalu Hernia atau hemoroid lama-
terdapat sisa urin, sehingga dapat kelamaan dapat terjadi dikarenakan
terbentuk batu endapan dalam buli- pada waktu miksi pasien harus
buli, batu ini akan menambah keluhan mengedan.
iritasi.
ASUHAN
KEPERAWATAN
- Mandi
SMRS : Pasien mandi 2 x sehari. SMRS : Pasien melakukan aktifitas
MRS : Pasien mandi 1 x sehari
dibantu oleh keluarga. sehari-hari dibantu oleh
- Cuci rambut orang lain.
SMRS : Pasien cuci rambut setap hari
saat mandi MRS : - Pasien melakukan
MRS : Pasien hanya membasahi aktifitas dibantu oleh orang
rambut.
- Gogok gigi lain.
SMRS : Pasien gosok gigi dua kali - Pasien mengatakan tidak bisa melakukan
sehari pagi dan malam.
MRS : Pasien tidak menggosok gigi aktifitas secara mandiri.
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak kesakitan dalam melakukan
3. Data Psikologis
2. Data Sosial a. Status emosi
a. Hubungan dengan keluarga Pasien dapat mengendalikan emosi dengan
Baik. baik.
b. Hubungan dengan tetangga b. Peran diri
Baik. Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai
kepala keluarga yang baik karena dirawat di
c. Hubungan dengan pasien rumah sakit.
sekitar
Baik. c. Gaya komunikasi
d. Hubungan dengan keluarga Menggunakan bahasa verbal.
pasien lain
Baik. d. Pola Koping
Pertahan tubuh menurun karena proses
penyakit.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
b Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris, konjungtiva
merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat
bantu penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi dan
serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
e. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri
tekan.
.
i. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
j. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
a. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah tanggal 11-07-
2014 di abdomen inguinalis kanan dengan karakteristik panjang
luka 8-10 cm jumlah hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda
infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan
produksi ± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di abdomen
inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang), teraba hangat di daerah
sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
b. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
1. Data Penunjang
LABORATORIUM
14 Juli 2014 Hasil Nilai Normal
RONTGEN
Dari hasil rontgen tanggal 12 Juli 2014 menunjukkan adanya pembesaran
prostat.
1. Pengobatan
Tramadol 2 x 100 ml (IV)
Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
NaCl/RL 20 Tpm.
ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
.
1 DS: Proses pembedahan Nyeri akut
.
- Ps mengatakan nyeri dibagian bekas luka
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
Luka insisi pembedahan
R : dibagian abdomen bawah
(kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten Nyeri
DO:
DITEMUKAN TERATASI
14 Juli 2014
1. Nyeri akut b/d luka post operasi.
DS:
S : 5-6
T : intermitten
DO:
DS:
DO:
- Terpasang drain
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR : 16x/menit
N : 80x/menit
S : 36,7oC
- Leukosit 6.600mm3/drh
14 Juli 2014
3 Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat
luka bekas operasi.
DS:
DO:
- Ps tampak lemah.
DAN EVALUASI
NO. TANGGAL CATATAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
DX DAN EVALUASI
DX 14 Juli 2014 1. Mengkaji TTV S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian
1. 07.30 H/ TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 16 x/m, bekas luka operasi dengan skala 5-6
(nyeri sedang).
S : 36,7oC
2. Mengkaji skala nyeri O : Pasien terlihat meringis kesakitan
08.10
R/ ketika bagian abdomen ditekan.
P : saat ditekan dan beraktivitas A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi 1, 2 dan 4 dilanjutkan.
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih)
luka operasi
08.20 S : 5-6
T : intermitten
08.30
3. Megajarkan teknik relaksasi napas
dalam.
R/ Pasien mengikuti dengan baik.
4. Memberi terapi injeksi sesuai instruksi
dokter.
R/ Tramadol 1 amp IV.
DX 14 Juli 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi. S : Pasien mengatakan tidak ada
2. 2014 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, rasa gatal, panas, dan sakit.