PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Hiperplasia (BPH), karena hampir setiap laki-laki dengan usia rata 50 tahun
urin karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan
1
dalam pemasangan kateter. Dan sangat diperlukan pula peran serta keluarga
dirumah sakit maupun rumah rena ini merupakan peran perawat sebagai
Apa saja yang mengenai dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH),mulai dari
dapat terjadi ?
Hiperplasia ?
IV. Tujuan
1. Tujuan Umum
2
2. Tujuan Kusus
BAB II
KONSEP BPH
3
I.Pengertian
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran
kelenjar periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi
simpai bedah (pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering
yang dijumpai pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.
II. Etiologi
Ada beberapa teori yang mengemukakan penyebab terjadinya hipertropi
prostat antar lain :
1. Teori sel Stem ( Isaacs 1984,1987 )
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada
pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel yang
mati.Keadaan ini disebut Steady State. Pada jaringan prostat terdapat
sel stem yang dapat berproli serasi lebih cepat sehingga terjadi
hiperplasia kelenjar penuretral.
2. Teori Mc Neal ( 1987 )
Menurut Mc Neal pembesaran prostat jinak dimulai dari zona
transisi yang letaknya sebelah proksimal dan spinater eksternal pada
kedua sisi verumen tatum di zona periuretral.
3. Teori Di Hidro Testosteron ( DHT )
Testosteron yang diohasilkan oleh sel leyding jumlah testosteron
yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi
testosteron. Sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam keadaan terikat dengan protein
dalam bentuk serum.
Bendung hormon ( SBH ) sekitar 20 % testosteron berada dalam
keadaan bebas dan testosteron bebas inilah yang memegang peranan
peranan dalam proses terjadinya pembesaran prostat testosteron
bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran
sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT
4
heseplar kompleks yang akan mempengaruhi asam RNA yang
menyebabkan terjadinya sintyesis protein sehingga dapat terjadi
profilikasi sel.
5
d. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e. Tejadi panas tinggi dan bisa meninggal
f. Nyeri pad daerah pinggang dan menjalar keginjal.
3. Pada grade 3 (retensi urine)
a. Ischuria paradorsal
b. Incontinential paradorsal
4. Pada grade 4
a. Kandung kemih penuh.
b. Penderita merasa kesakitan.
c. Air kencing menetes secara periodik (overflow incontinential).
d. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk
meraba ada tumor kerena bendungan hebat.
e. Dengan adanya infeksi penderita bisa meninggal dan panas tinggi
sekitar 40-41 C.
f. Kesadaran bisa menurun.
g. Selanjutnya penderita bisa koma
IV. Pathofisiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
testoteron estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi
testoteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer. Bila perubahan
mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan
6
daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok
yang disebut tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot
dinding. Apabila kedaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi
karena detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi terputus.Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna saat miksi
atau pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada kandung kemih,
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi
dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urine dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan
total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.
Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat melebihi tekanan
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga menimbulkan inkontinensia paradoks.
Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroueter, hidronefrosis dan
gagal ginjal. Prose kerusakan ginjal dipercepat apabila terjadi infeksi. Sisa urine
yang terjasi selama miksi akan menyebabkan terbentuknya batu endapan yang
dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan pielonefritis.
V. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik seperti foto polos abdomen dan pielografi
intravena.
2. USG transabdominal atau transrektal (transrectal ultrasonography),
untuk mengetahui pembesaran prostat, menentukan volume buli-buli,
mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain (tumor, divertikel, batu).
3. Systokopi.
4. IVP
7
5. Urinalisa dan Kultur urine.
VI. Komplikasi
Retensi Urine
Perdarahan
Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi.
Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
Hidroureter
Hidronefrosis
Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
Hipertensi, Uremia
Prolaps ani/rectum, hemorroid.
Gagal ginjal
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat berat-ringannya
hipertrofi prostat.
1. Derajat I; biasanya belum membutuhkan tindakan pembedahan.
Pengobatan konservatif yang dapat diberikan adalah penghambat
adrenoreseptor alfa seperti; alfazosin, prazosin, dan terazosin.
2. Derajat II; merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan.
Biasanya dianjurkan untuk dilakukan reseksi endoskopik melalui urethra
(trans urethra resection).
3. Derajat III; pada derajat ini reseksi endoskopik dapat dilakukan
secara terbuka. Pembedaahan terbuka dapat dilakukan melalui
transvesikel, retropibik atau perineal.
4. Derajat IV; pada derajat ini tindakan pertama adalah membebaskan
klien dari retensi urine total, dengan memasang kateter atau sistostomi.
Selanjutnya dapat dilakukan pembedahan terbuka. Untuk klien dengan
keadaan umum lemah dapat diberikan pengobatan konservatif yaitu
penghambat adrenoreseptor daan obat antiandrogen.
8
Pengobatan invasif lainnya ialah pemanasan prostat dengan gelombang
mikro yang disalurkan kekelenjar prostat. Juga dapat digunakan cahaya
laser yang disebut transurethral ultrasound guide laser induced
prostatecthomy.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi retensi urine berhubungan dengan
obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor,
9
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontruksi dengan
adekuat ditandai dengan frekuensi keraguan berkemih,
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, distensi kandung
kemih.
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa , ditandai :
keluhan nyeri meringis, gelisah.
3. Resiko kekurangan kekurangan volume cairan berhubungan
dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, seperti
pendarahan melalui kateter, muntah.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kemungkinan prosedur bedah di tandai: peningkatan
tekanan,ketakutan, kekhawatiran.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakitnya ditandai: klien sering
menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
C. Intervensi/Rasional
o Gangguan eliminasi retensi berhubungan dengan obstruksi
mekanik, pembesaran prostat, dekonpensasi otot destrusor.
Tujuan :
- Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba disertai
kandung kemih.
- Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk berkemih tiap 2 sampai 4 jam.
Rasional : meminimalkan retensi urine berlebihan pada
kandung kemih.
2. Observasi aliran urine. Perhatikan ukuran dari kekuatan
Rasional: berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan
piulihan intervensi
10
3. Awasi dan catat waktu, jumlah tiap berkemih. Perhatikan
penurunan pengeluaran urine dan perubahan berat jenis.
Rasional: retensi urinr meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan bagian atas yang dapat mempengaruhi
ginjal.
4. Anjurkan untuk minum air 3000 ml/hari
Rasional: peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi
ginjal dan membersihkan ginjal, kandung kemih
dari pertumbuhan bakteri.
5. Lakukan kateterisasi dan perawatan parianal.
Rasional: menurunkan resiko infeksi asendens.
6. Kolaborasi pemberian Obat anti spasmodik, suoasitoria
rektal, antibiotik
Rasional : menghilangkan spasme kandung kemih, sedangkan
antibiotik untuk melawan infeksi.
Tujuan :
- Melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Tampak rileks.
- Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
Rasional: memberi informasi dalam keefektifan intervensi.
2. Plester selang drainase pada paha dan keteter pada
abdomen.
Rasional: mencegah penarikan kandung kemih dan erosi
pertemuan penis skrotal.
3. Pertahankan tirah baring.
11
Rasional: mungkin diperlukan pada awal retensi akut namun
ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih
normal.
Tujuan :
- Mempertahankan hidrasi adekauat dibuktikan oleh tanda
vitat stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik
membran mukosa lembab.
Intervensi :
1. Awasi output cairan tiap jam dan catat pengeluaran urine
Rasional: diuresis cepat dapat mengakibatkan kekurangan
volume total cairan karena tidak cukupnya jumlah
natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal.
2. Anjurkan infek oral berdasarkan kebutuhan individu
Rasional: hemostatis, pengurangan cadangan dan
peningkatan resiko dehidrasi hipopolemik
3. Awasi tekanan darah dan nadi obserfasi pengisian kafiler
dan membran mukosa oral.
Rasional : deteksi dini adanya hipopolemik sistem
4. Kolaborasi pemerian cairan IV (garam faal hipertonik)
sesuai kebutuhan.
Rasional : pemberian cairan IV menggantikan cairan dan
natrium yang hilang untuk mencegah /
memperbaiki hipopolemik.
Tujuan:
12
- Tampak rileks
- Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
ditangani
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya pada pasien atau keluarganya
selalu ada di dekat pasien.
Rasional: menunjukkan perhatian dan keinginan untuk
membantu
2. Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa
yang akan terjadi contoh; kateter urine berdarah.
Rasional: membantu pasien maemahami tujuan dari apa yang
dilakukan dan mengurangi masalah kesehatan
karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan
kanker.
Tujuan:
- Menyatakan pemahaman proses penyakit.
- Berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi :
1. Kaji ulang proses penyakitb pengalaman pasien.
Rasional: memberikan dasar pengetahuan di mana pasien
dapat membuat pilihan informasi terapi.
13
2. Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.
Rasional: membantu pasien mengalami perasaan dapat
merupakan rehabilitasi vital.
D. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan
berdasarkan rencana tindakan keperawaatan yanag telah disusun tersebut
diatas.
E. Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan mengevaluasi tujuan yang telah dibuat,
apakah tujuan pelaksanaan tindakan keperawatan telah mencapai kriteria
hasil yang diharapkan.
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian
A. Biodata
a. Identitas klien
1) Nama : Tn. “S”
2) Umur : 52 tahun
3) Jenis kelamin : Laki – laki
4) Status : Kawin
5) Agama : Islam
6) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
7) Pendidikan : S1
8) Pekerjaan : PNS
9) Alamat : komp.PU Malengkeri Baru
b. Identitas penanggung
2) Umur : 50 tahun
4) Status : Kawin
5) Agama : Islam
6) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
7) Pendidikan : S1
8) Pekerjaan : PNS
15
9) Alamat : Komp. PU Malengkeri baru
B. Riwayat Kesehatan
abdomen.
hipertensi.
16
5) Klien tidak ada alergi makanan dan obat-obatan.
a) Amoxicillin
b) Ampicillin
c) Tetrasiklin
d) Cifrofloxasin
Fofsomici
17
c. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram 3 generasi
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
: Tinggal serumah
Tidak ada anggota keluarga yang mengidap penyakit yang sama dengan
klien.
18
Pemeriksaan Fisik
c. Tanda-tanda vital :
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
P : 16 x/menit
S : 36,80 C
e. Kepala
Inspeksi :
Palpasi :
f. Muka
Inspeksi :
- Wajah simetris.
19
Palpasi :
g. Mata
Inspeksi :
Palpasi :
Inspeksi :
Palpasi :
frontali
20
i. Telinga
Inspeksi :
Palpasi :
Inspeksi :
k. Leher
Inspeksi :
Palpasi :
21
l. Thorax
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
m. Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Auskultasi :
22
- BJ I : - Mitral : terdengar murni pada ICS 5 midclavicularis
kiri.
kanan.
n. Abdomen :
Inspeksi :
Auskultasi :
Palpasi :
- Nyeri tekan pada kuadran kanan dan kiri bawah (area supra
pubic).
Perkusi :
o. Status urologi
23
- Urine tampak masih agak kemerahan.
Inspeksi :
q. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
a) Motorik
b) Refleks
c) Sensori
2) Ekstremitas bawah
24
a) Motorik
b) Refleks
c) Sensori
r. Status neurologis
4) N V (trigeminus)
25
5) N. VII (Fascialis)
rasa manis.
6) N. VIII (acusticus)
rasa pahit.
8) N XI (Assesoris)
- Kaku kuduk ( - )
Pemeriksaan Diagnostik
- Hb : 17,3 gr% 11 – 0 –
18,0 gr
10.000 rb/mm3
26
- Trombocyte : 285.000 rb/mm3
150-400 rb/mm3
mg/dl
mg/dl
0,9 mg/dl
- BJ : 1030.
- pH : 6,0
11- 2018
a. Nutrisi
1) Kebiasaan
- Pola makan teratur yang terdiri dari : nasi, sayur, lauk dan
buah.
27
- Nafsu makan baik.
b. Eliminasi
1) BAB
a) Kebiasaan
- Frekuensi : 1 x /hari
- Warna : kuning
hari).
- Warna : kuning
2) BAK
a) Kebiasaan
28
- Warna : kuning jernih
- Bau : pesing
1) Kebiasaan
e. Personal hygiene
29
1) Kebiasaan
Kegiatan keagamaan
30
Perawatan dan Pengobatan
Perawatan
- Kontrol urine.
- Perawatan catheter.
Pengobatan
KLASIFIKASI DATA
Data Subjektif :
Data Objektif
31
- Terpasang catheter three way tersambung ke urine bag.
- Tanda-tanda vital :
T : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
P : 16 kali/menit
S : 36.8o C
ANALISA DATA
32
T : 120/70 mmHg bradikinin
N : 80 x/menit
P : 16 kali/menit Merangsang nociceptor
S : 36.8o C (serabut saraf nyeri)
Corteks cerebri
Nyeri dipersepsikan
33
Tidur menurun
Risiko nutri-
DS : Stressor meningkat
4. si kurang
- Klien mengatakan kurang
dari kebu-
nafsu makan. Asam lambung meningkat
tuhan.
- Klien mengatakan maka-
nan di habiskan ¼ porsi. Rasa tidakenak pada abdomen
DO :
- Makanan dihabiskan ¼ Anoreksia, mual
porsi.
Intake tidak adekuat
Tindakan pembedahan
(TURP)
5. Risikoin
feksi.
DS : - Tindakan invasif
DO : (pemasangan catheter)
- Tampak terpasang cathe-ter
three way tersambung ke Media masuknya kuman
bag.
- Urine masih tampak ke- Risiko infeksi
34
merahan.
A. PRIORITAS MASALAH
DS :
DO :
ditandai dengan :
DS :
DO :
35
- Terpasang catheter three way tersambung ke urine bag.
DS : -
DO :
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Nyeriteratasi 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
dengan iritasi dengan kri- nyeri. tingkat nyeri
mukosa urethra, teria : yang dirasa-kan
ditandai dengan : - Klien klien sehingga
DS : melaporkan intervensi
- Klien mengatakan nyeri selanjut-nya
nyeri di daerah berkurang dapat
suprapubic. sam-pai ditentukan.
DO : hilang. 2. Monitor vital 2. Vital signs dapat
- Ekspresi wajah sign. menunjukkan
36
meringis. perubahan pada
- Kien di operasi saat nyeri.
TURP tanggal 14- 3. Lakukan 3. Membantu
04-2015 teknik mengurangi
distraksi. nyeri yang di-
rasakan klien
dengan
pengalihan per-
hatian.
4. Ajarkan teknik 4. Klien dapat
relaksasi meminimalisir
nyeri dengan
merilekskan
otot-otot.
5. Anjurkan 5. Perasaan
keluarga agar ditemani dapat
mendampingi memberi rasa
klien nyaman dan
. nyeri dapat
diminalisir oleh
klien
37
- Klien mengeluh BAK de- dalam spingter untuk
nyeri suprapubic ngan pengoso-ngan ber-fungsi secara
DO : spontan. kandung normal.
- Terpasang - Urine kemih.
catheter three way kuning 3. Pertahankan 3. Dapat
tersambung ke jernih. kepatenan ka- mengurangi rasa
urine bag. - Tidak ada teter. nyeri bila cathe-
- Urine warna nyeri saat ter terfiksasi
kemerahan. berkemih. bagus.
4. Anjurkan 4. Minum banyak
klien untuk dapat membantu
minum banyak me-ngencerkan
2.500 cc/hari. bekuan darah
bila ada se-
hingga urine
lebih lancar.
1. Kaji ulang
tanda-tanda
3 Risiko infeksi Resiko infeksi 1. Mengantisipasi
infeksi.
berhubungan dengan tidak ter-jadi secara dini bila
tindakan invasif, dengan kriteria ada infeksi yang
ditandai dengan : - Tidak ada timbul sehingga
DS : - tanda-tanda intervensi
DO : infeksi selanjutnya
- Tampak terpasang (rubor, dapat
catheter three way dolor, calor, ditentukan.
2. Monitor vital
tersambung ke tumor laesa
signs.
urine bag. function). 2. Vital signs
- Urine tampak - Vital signs menggambarkan
38
kemerahan. dalam ba- keadaan
tas normal. haemodinamik
dalam tubuh,
peruba-hannya
dapat menjadi
salah satu
3. Pertahankan indikasi adanya
sterilitas infeksi.
cathe-ter. 3. Mencegah
masuknya
4. Beri HE bakteri dan
tentang infeksi.
sterilitas. 4. Klien mengerti
tentang sterilitas
se-hingga akan
kooperatif dalam
5. Penatalaksana pelaksa-naan
an obat anti- tindakan.
biotik. 5. Obat antibiotik
bekerja
membunuh
bakteri patogen.
39
40
CATATAN PERKEMBANGAN
41
12.30 3. Kateter di aff oleh dr. Harry sete- O:- Catheter sudah di aff.
lah sebelumnya dispuling dan A: Masalah perubahan pola eli-
tidak ada bekuan lagi. minasi sebagian teratasi.
12.45 4. Menganjurkan klien untuk minum P: Lanjutkan intervensi :
banyak 2500 cc. 1. Kaji asupan dan haluaran
cairan.
2. Latih klien dalam pengo-
songan kandung kemih.
3. Tetap anjurkan untuk mi-num
banyak 2500 cc/hari
13- 11 - 3 13.15 1.Mengkaji tanda-tanda infeksi. Selasa,21/04/15 Jam 13.20
2018 Hasil : rubor, dolor, color, tumor S: -
dan laesa function tidak ada. O: - Tidak ditemukan tanda
13.10 2.Memonitor vital signs. infeksi.
Sama dengan dx. 1 - Catheter sudah di aff..
3.Catheter sudah di aff. A: Resiko infeksi tidak terjadi.
Sama dengan dx 2. P: Pertahankan intervensi :
13- 11 - 1 07.15 1. Mengkaji ulang tingkat nyeri. Rabu , 22/04/15 Jam 13.00
2018 Hasil : tidak nyeri. S: - Klien mengatakan tidak
07.20 2. Memonitor vital signs : nyeri.
Hasil : T : 130/70 mmHg O: - Ekspresi wajah biasa.
S : 36,70C A: Masalah nyeri teratasi.
N : 88 x/mnt P: Pertahankan intervensi :
P : 16 x/mnt 1. Kaji ulang tingkat nyeri.
2. Monitor vital signs.
14- 11 - 2. 07.30 1. Mengkaji asupan dan haluaran Rabu , 22/04/15 Jam 13.00
42
2018 cairan. S: - Klien mengatakan BAK
- Klien minum 2000 cc sejak 2 x sejak pagi.
kemarin jam 11.00. - Klien mengatakan minum
- Klien BAK 6 kali sejak jam 1000 cc sejak pagi.
11.00 kemarin 1500 cc. O: -
09.00 2. Memberi HE tentang bladder A: Masalah perubahan pola
training. eliminasi teratasi.
- Pengertian berkemih normal, P: Pertahankan intervensi :
indikasi, cara bladder 1. Kaji asupan dan haluaran
training. cairan.
09.50 3. Tetap menganjurkan klien untuk 3. Tetap anjurkan banyak
minum banyak. minum.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
43
Pada kasus lebh banyak mengkaji tentang sistem pernapasan dan fungsi serta
perubahan fungsinya. Serta perbaikan keadaan umum klien.
B. SARAN
1. Pengkajian keperawatan hendaknya dilakukan secara sistimatis dan
komprehensif melalui pendekatan interpersonal terhadap klien dan keluarga
agar memudahkan dalam menjabarkan rencana asuhan keperawatan.
2. Dalam menetapkan diagnosa keperawatan diharapkan para perawat
memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap masalah kesehatan
melalui pengkajian psikososial spiritual dan kultural yang komprehensif.
3. Dalam pelaksanaan perawatan, perawat harus bisa membina hubungan
saling percaya dengan klien sehingga bisa melakukan kerja sama yang baik
untuk membantu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan status
kesehatan klien secara optimal
4. Kerjasama yang baik antara perawat dan tim kesehatan lain perlu
dilakukan dalam menangani masalah klien.
5. Dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien perlu dilihat
kondisi klien secara komperhensif dan integral baik, bio, psiko, sosiodan
spiritual karna perubahan status kesehatan klien sangat berpengaruh terhadap
bagian tubuh yang lain.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
46