Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk Indonesia terutama jumlah lansia


semakin lama semakin meningkat, berdasarkan data yang
diperoleh dari departemen kesehatan tahun 2010 Jumlah
populasi pria diatas usia 65 di Indonesia menempati
urutan ke-4 dengan 6,1% dari jumlah umur lebih dari 65
tahun di negara-negara asia tenggara. Tentunya hal
tersebut akan menimbulkan persoalan-persoalan baru,
tidak saja di bidang sosial-ekonomi, tetapi juga di
bidang kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang
sering dijumpai pada pria diatas 60 tahun adalah Benigna
Prostatic Hyperplasia atau BPH, keadaan ini di alami
oleh 50% pria yang berusia 60 tahun, dan kurang lebih
80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca,
2009).

Benign Prostatic Hyperplasia atau BPH adalah


masalah umum pada sistem perkemihanpada pria dewasa yang
ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel
epitel dan jaringan stroma di dalam kelenjar prostat.
Menurut kejadiannya pembesaran prostat disebabkan oleh
dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon
estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses
penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi.

Adanya obstruksi ini akan menyebabkan, respon nyeri


pada saat buang air kecil dan dapat menyebabkan
komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat
terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat juga
menyebabkan peritonitis atau radang perut akibat
terjadinya infeksi pada kandung kemih (Andre, Terrence &
Eugene, 2011).

1
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana konsep teori dan suhan keperawatan pada pasien


dengan BPH?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui konsep teori BPH

2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien


dengan BPH

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran


kelenjar prostat nonkanker, (Corwin, 2000).Hiperplasia
prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005).Hiperplasia prostat jinak
(BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia
fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan
hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan
adalah hyperplasia (Sabiston, David
C,2004). BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu
keadaan di mana kelenjar prostat mengalami pembesaran,
memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH
merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

B. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai


sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar
prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya denganBPH adalah proses penuaan
Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

1.Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi.
2.Perubahan keseimbangan hormon estrogen–testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.

3.Interaksi stroma – epitel

3
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth
factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4.Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat
5.Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit

(Gambar.1.BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

C.Tanda Dan Gejala


1.Gejala iritatif meliputi :
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak
dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2.Gejala obstruktif meliputi :
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat
berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi
retensi urin dan inkontinensia karena penumpukan
berlebih.

4
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi
Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan
gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik.Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi:
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran
berkemih, kencing tak puas, frekuensi kencing
bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah
infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi
terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah
hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah
sampai tahap ini maka bisa timbul aliran refluk ke
atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal
dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

Gambar.2.BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

D. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi
pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik
ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi

5
yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan
elemen glandular pada prostat.Teori-teori tentang
terjadinya BPH:
1.Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi
faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel
yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2.Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat
mengalami hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi
androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif
atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan
perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic
fibroblast growth factor (b-FGF) dapat menstimulasi
sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat
jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-
a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau
reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital
untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-


lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga
terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot
detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat

6
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala
yaitu :

1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan


resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap
dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang
terjadi pada prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama),
terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang
lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi
karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi
uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan
rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi
terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada
tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih
pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari
(nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan
disuria (nyeri pada saat miksi) jarang terjadi.
Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun
dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-
sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-
buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya
pembuluh darah submukosa pada prostat yang
membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat
kolum vesikal atau uretra prostatik, sehingga
menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau

7
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis
urin, di mana sebagian urin tetap berada dalam
saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif.Karena selalu terdapat sisa
urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks
dapat terjadi pielonefritis.Pada waktu miksi
pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.

E. Pathway

Faktor Umur Trauma berulang Perubahan Hormon

Perubahan
mikroskopik pada Hiperplasia jaringan
prostat penyangga stromal dan
glanduler pada prostat

1. Pengosongan urin inklomplit atau retensi


urin
Pembesaran Prostat
Ketidakseimbangan 82. Retensi urin pada leher buli-buli prostat
Mual,muntah,tidak
nutrisi kurang dari nafsu Lama kelamaan
meningkat Lobusotot
yangdetrusor menjadi
hipertropi
makan,tidak
kebutuhan nyaman lelah dan mengalami
sakulasidekompensasi
menyumbat
Timbul kolom
atau vesikal
divertikel
diepigastrik 3. Otot detrusoratau
menebal dan menegang
prostatik
TURP

Iritasi mukosa kandung


kemih,Terputusnya jaringan
,trauma bekas insisi

Resiko Perdarahan

Tidak mampu berkontraksi

1. Kalau berkemih harus


menunggu lama
Retensi Urin
2. Kencing terputus-putus
Dilatasi ureter /hidro ureter
dan hidronefrosis 3.Merasa tidak puas setelah
berkemih
Resiko Infeksi
4.Urin terus menetes
9
Sering berkemih,keinginan Disfungsi
setelah berkemih
saluran kemih atas
Nyeri akut Inkontinensia urin
miksi yang mendesak
fungsional
F. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisa

Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk


melihat adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit,
bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti
keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri.

2. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah


merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan
status metabolik.
3. Pemeriksaan prostate spesific antigen
(PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya
biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila
nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan
bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate
specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15,

10
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula
bila nilai PSA > 10 ng/ml

4. Pemeriksaan darah lengkap

Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca


operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi.
Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai
penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus
dikaji.Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit,
eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan
darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.

5. Pemeriksaan radiologis

Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi


intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan
untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat
lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat
dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter
berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari
USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa
massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu
ginjal.

6. BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari


ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah
traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui
fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP
buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan
sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah

11
untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat
adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk
menilai residual urin

G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH
antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH,
dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan
infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang
akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu,
stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
H. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab,
keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien
masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat
berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus
yang berat mungkin digunakan kateter logam dengan
tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke
dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk
drainase yang adekuat.Jenis pengobatan pada BPH antara
lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.
Nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum
setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum
kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar

12
tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan
pemeriksaan colok dubur

2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin):
menghambat reseptor pada otot polos di leher
vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal
ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan
gejala-gejala berkurang.
b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat
pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar
akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi.
Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu :
a. Retensi urin berulang
b. Hematuri
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f. Ada batu saluran kemih.
4. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan
tertutup. Instrumen bedah dan optikal dimasukan
secara langsung melalui uretra ke dalam prostat
yang kemudian dapat dilihat secara langsung.
Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang
menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat
menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan
jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat
menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah
belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui
uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang
dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar
prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.

13
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding
cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia,
impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin
terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah
kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter
eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan
kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih
singkat serta kerusakan spingter kandung kemih
lebih sedikit. Pembedahan seperti prostatektomi
dilakukan untuk membuang jaringan prostat yang
mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin
terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan,
infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan,
obstruksi kateter dan disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan
impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal
dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan
saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas
seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8
minggu karena saat itu fossa prostatik telah
sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal
mengalir ke dalam kandung kemih dan
diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis
pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi
retrogard.
d. Insisi Prostat Transuretral (TUIP).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu
atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat
pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat

14
berukuran kecil (30 gram/kurang) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat
dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai
angka komplikasi lebih rendah di banding cara
lainnya.
e. TUR-P (TransUretral Reseksi Prostat)
TUR-P adalah suatu operasi pengangkatan
jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan
endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan
uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun
spinal dan merupakan tindakan invasive yang
masih dianggap aman dan tingkat morbiditas
minimal.
TUR-P merupakan operasi tertutup tanpa
insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini
dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran
antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus
dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah
dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan
granulasi dan reepitelisasi uretra pars
prostatika (Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TUR-P, dipasang kateter
Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon
30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan
darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih
yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak
keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter
dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter
dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan
pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TUR-P masih merupakan standar emas.
Indikasi TUR-P ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari

15
60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani
operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah
perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio
oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah striktura uretra,
ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%).
Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH,
maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali
8-10 tahun kemudian.
f. Terapi invasif minimal, seperti dilatasi
balon tranuretral, ablasi jarum transuretral

5. PENGELOLAAN PASIEN
a. Pre operasi
1) Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl,
Golongan Darah, CT, BT, AL)
2) Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh
kebanyakan lansia
3) Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4) Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa
minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan IVP pasien
diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen
puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara
untuk meminimalkan masuknya udara
b. Post operasi
1) Irigasi/Spoling dengan Nacl

16
a) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
b) Hari pertama post operasi : 60
tetes/menit
c) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
d) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
e) Hari ke 4 post operasi diklem
f) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff
irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
g) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain
bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
2) Infus diberikan untuk maintenance dan
memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan
baik obat injeksi bisa diganti dengan obat
oral.
3) Tirah baring selama 24 jam pertama.
Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
4) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC
hari ke-3 post oprasi dengan betadin
5) Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
6) DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
7) Cek Hb post operasi bila kurang dari 10
berikan tranfusi
8) Jika terjadi spasme kandung kemih pasien
dapat merasakan dorongan untuk berkemih,
merasakan tekanan atau sesak pada kandung
kemih dan perdarahan dari uretral sekitar
kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot
polos dapat membantu mengilangkan spasme.
Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
9) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien
didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan
tekanan abdomen, perdarahan
10) Latihan perineal dilakukan untuk membantu
mencapai kembali kontrol berkemih. Latihan
perineal harus dilanjutkan sampai passien
mencapai kontrol berkemih.

17
11) Drainase diawali sebagai urin berwarna merah
muda kemerahan kemudian jernih hingga sedikit
merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
12) Perdarahan merah terang dengan kekentalan
yang meningkat dan sejumlah bekuan biasanya
menandakan perdarahan arteri. Darah vena
tampak lebih gelap dan kurang kental.
Perdarahan vena diatasi dengan memasang
traksi pada kateter sehingga balon yang
menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih
tidak kosong dengan baik
9) Kalau mau miksi harus menunggu lama
10) Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat
berkemih
11) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12) Urin terus menetes setelah berkemih
13) Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan
muntah
14) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan
dilakukan
b. Data Obyektif

18
1) Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2) Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
2) Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan
pengobatan setelah operasi
b. Data Obyektif
1) Ekspresi tampak menahan nyeri
2) Ada luka post operasi tertutup balutan
3) Tampak lemah
4) Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, pengaruh
BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
1) Sering berkemih
2) Terbangun pada malam hari untuk berkemih
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
4) Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
5) Rasa tidak puas sehabis miksi
6) Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan
saat berkemih
7) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin
terus menetes setelah berkemih.
8) Nyeri saat berkemih
9) Ada darah dalam urin
10) Kandung kemih terasa penuh
11) Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman
di perut.
12) Urin tertahan di kandung kencing, terjadi
distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan,
mual muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
5. Kaji pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiografi
b. Urinalisa
c. Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang keadaan dan proses penyakit,
pengobatan dan cara perawatan di rumah.

B.Diagnosa Keperawatan

19
1. Pre operasi
a) Nyeri akut
b) Cemas
c) Perubahan pola eliminasi
2. Post operasi
a) Nyeri akut
b) Resiko infeksi
c) Resiko Perdarahan
C.Rencana keperawatan

N Diagnosa
NOC NIC
o Keperawatan
1 Nyeri akut 1. Pain level Paint Management :
2. Pain kontrol
Definisi : 1. Lakukan pengkajian
3. comfort
Pengalaman nyeri secara
level
sensori dan Kriteria hasil: komprehensif
emosional 1. Mampu termasuk
yang tidak mengontrol lokasi,karakteristik
menyenangkan nyeri (tahu ,durasi,frekuensi,ku
yang muncul penyebab alitas,dan faktor
akibat nyeri,mampu prestipitasi
2. Observasi reaksi
kerusakan menggunakan
nonverbal dari
jaringan teknik
ketidaknyamanan
yang actual nonfarmakolo
3. Gunakan teknik
atau gis untuk
komunikasi
potensial mengurangi
teraupetik untuk
atau nyeri,mencar
mengetahui
digambarkan i bantuan)
pengalaman nyeri
2. Melaporkan
dalam hal
pasien
bahwa nyeri
kerusakan 4. Evaluasi pengalaman
berkurang
sedemikian nyeri masa lampau
dengan 5. Evaluasi bersama
rupa.
menggunakan pasien dan tim
Batasan
manajemen kesehatan lain
Karakteristi
nyeri tentang
k :
3. Mampu
ketidakefektifan
1. perubahan
mengenali
kontrol nyeri
selera makan
nyeri 6. Bantu pasien dan
2.perubahan
(skala,inten keluarga untuk
tekanan
sitas,frekue mencari dan

20
darah nsi,dan menemukan dukungan
7. Kontrol lingkungan
3. perubahan tanda nyeri)
4. Menyatakan yang dapat
frekuensi
rasa nyaman mempengaruhi nyeri
jantung
setelah seperti;
4. perubahan
nyeri suhu,pencahayaan dan
frekuensi
berkurang kebisingan
nafas
8. Kurangi faktor
5.Diaforesis
presipitasi nyeri
6.melaporkan 9. Pilih dan lakukan
nyeri secara penanganan nyeri
verbal (farmakologis,nonfar
7.Gangguan makologis,interperso
tidur nal)
10. Kaji tipe dan sumber
Faktor yang
nyeri untuk
berhubungan
menentukan
:
intervensi
1. Agen
11. Ajarkan tentang
cedera
teknik
(mis,biologi
nonfarmakologi
s,zat 12. Kolaborasi pemberian
kimia,fisik, analgetik
13. Evaluasi keefektifan
psikologis)
kontrol nyeri
Analgesik Administration
1. Tentukan
lokasi,karakteristik
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosisi dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari

21
analgesic ketika
pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan
analgetik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgetik
pilihan,rute
pemberian,dosis
7. Pilih rute pemberian
secara IV,IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
9. Evaluasi efektifitas
analgesik
2 Cemas a. Anxiety Anxiety
Definisi : level reduction(penurunan
b. sosial
Perasaan kecemasan)
anxiety
tidak nyaman 1. Gunakan pendekatan
level
atau yang menenangkan
Kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas
kekhawatiran
1. Klien mampu harapan terhadap
yang samar
mengidentifi pelaku pasien
disertai
3. Jelaskan semua
kasi dan
respon
prosedur dan apa yang
mengungkapka
autonom
dirasakan selama
n gejala
;perasaan
prosedur
cemas
takut yang 4. Pahami prespektif
2. Mengidentifi
disebabkan pasien terhadap
kasi,mengung
oleh situasi stress
kapkan dan
5. Temani pasien untuk
antisipasi
menunjukan
memberikan keamanan
terhadap
teknik untuk
dan mengurangi takut
bahaya.
mengontrol 6. Dorong keluarga untuk
cemas menemani
Batasan 3. Vital sign 7. Dengarkan dengan

22
Karakteristi dalam batas penuh perhatian
8. Identifikasi tingkat
k: normal
4. Postur tubuh kecemasan
1. Perilaku
9. Bantu pasien mengenal
a. penurun ,ekspresi
situasi yang
an wajah,bahasa
menimbulkan kecemasan
produkt tubuh,dan
10. Dorong pasien untuk
ivitas tingkat
mengungkapkan
b. gelisah
aktivitas
c. insomni perasaan,ketakutan,pe
menunjukan
a rsepsi
d. kontak berkurangnya 11. Instruksikan pasien
mata kecemasan menggunakan teknik
yang relaksasi
buruk Relaxation therapy:
e. mengeks
1. Jelaskan alas an untuk
presika
relaksasi dan
n
manfaat,batas dan
kekhawa
jenis relaksasi yang
tiran
tersedia
f. agitas
2. Menciptakan lingkungan
g. tampak
yang tenang dengan
waspada
2. Affektif cahaya yang redup dan
a. Gelisah
suhu yang senyaman
,distre
mungkin
s 3. Ajak pasien untuk
b. kesedih
bersantai
an yang 4. Menunjukan dan
mendala berlatih teknik
m relaksasi dengan
c. ketakut
pasien
an
d. Fisiolo
gis
e. wajah
tegang
f. peningk
atan
keringa
t
g. tremor

23
h. suara
bergeta
r
i. Simpati
k:
j. Anoreks
ia
k. Diare
l. mulut
kering
m. jantung
berdeba
r
n. peningk
atan
denyut
nadi
o. kesulit
an
bernafa
s
3. Parasimpa
tik:
a.nyeri
abdomen
b.penurun
an
tekanan
darah
c.penurun
an
denyut
nadi
d.diare,m
ual,ver
tigo
e.sering
berkemi
h
4. kognitif
a.menyada

24
ri
gejala
fisiolo
gis
b.kesulit
an
berkose
ntrasi
c.lupa,ga
ngguan
perhati
an
d.khawati
r,melam
un
Faktor
berhubungan:
1. perubahan
dalam(sta
tus
ekonomi,l
ingkungan
,status
kesehatan
,pola
interaksi
,fungsi
peran,sta
tus
peran)
2. terkait
keluarga
3. stres,anc
aman
kematian
4. kebutuhan
yang
tidak

25
terpenuhi

3 Perubahan a.Urinary Urinary Retention Care:


Pola elimination 1.Lakukan penilaian
b.Urinary
eliminasi kemih yang
contiunence
Definisi: kompherhesif berfokus
Kriteria hasil:
Disfungsi pada inkontensia
a.Kandung kemih 2.Memantau penggunaan
pada
kosong secara obat dengan sifat
eliminasi
penuh antikolinergik
urin
b.Tidak ada 3.Memonitor efek dari
Batasan
residu urin obat-obatan yang
karakteristi
>100-200cc diresepkan,seperti
: c.Intake cairan
calcium channel
1. Disuria dalam rentang
blockers dan
2. Sering
normal
antikolinergik
berkemih d.Bebas dari
4.Merangsang reflex
3. Anyang-
ISK
kandung kemih dengan
anyangan e.Tidak ada
4. Inkontens menerapkan dingin
spasme blader
ia f.Balance untuk perut
5. Nokturia 5.Anjurkan pasien atau
cairan normal
6. Retensi
keluarga untuk
Faktor yang
memantau output cairan
berhubungan: 6.Memantau tingkat
1.Obstruksi distensi kandung kemih
anatomi dengan palspasi dan
2.Penyebab
perkusi
multiple
3.Gangguan
sensorimoto
rik
4.Infeksi
saluran
kemih

POST OPERASI

26
1 Nyeri akut NOC: NIC:
Definisi : Peng 1. Pain level Paint Management :
2. Pain kontrol
alaman sensori 1. Lakukan
3. comfort
dan emosional pengkajian nyeri
level
yang tidak Kriteria hasil: secara
menyenangkan 1.Mampu komprehensif
yang muncul mengontrol termasuk
akibat nyeri (tahu lokasi,karakteris
kerusakan penyebab tik,durasi,frekue
jaringan yang nyeri,mampu nsi,kualitas,dan
actual atau menggunakan faktor
potensial atau teknik prestipitasi
2. Observasi reaksi
digambarkan nonfarmakologi
nonverbal dari
dalam hal s untuk
ketidaknyamanan
kerusakan mengurangi
3. Gunakan teknik
sedemikian nyeri,mencari
komunikasi
rupa. bantuan)
teraupetik untuk
2.Melaporkan
Batasan
mengetahui
bahwa nyeri
Karakteristik :
pengalaman nyeri
berkurang
1. Perubahan
pasien
dengan
selera makan 4. Evaluasi
2. Perubahan menggunakan
pengalaman nyeri
tekanan darah manajemen
masa lampau
3. Perubahan
nyeri 5. Evaluasi bersama
frekuensi 3.Mampu
pasien dan tim
jantung mengenali
kesehatan lain
4. Perubahan
nyeri
tentang
frekuensi
(skala,intensi
ketidakefektifan
nafas
tas,frekuensi,
5. Diaforesis kontrol nyeri
6. Melaporkan dan tanda 6. Bantu pasien dan
nyeri secara nyeri) keluarga untuk
4.Menyatakan
verbal mencari dan
7. Gangguan rasa nyaman
menemukan
tidur setelah nyeri
dukungan
Faktor yang berkurang 7. Kontrol
berhubungan : lingkungan yang
1. Agen cedera dapat

27
(mis,biologis mempengaruhi
,zat nyeri seperti;
kimia,fisik,p suhu,pencahayaan
sikologis) dan kebisingan
8. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis,non
farmakologis,inte
rpersonal)
10. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
11. Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
12. Kolaborasi
pemberian
analgetik
13. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Analgesik
Administration
1. Tentukan
lokasi,karakteris
tikkualitas dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat,dosisi
dan frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
4. Pilih analgesic

28
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesic
ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgetik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
6. Tentukan
analgetik
pilihan,rute
pemberian,dosis
7. Pilih rute
pemberian secara
IV,IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital
sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic
9. Evaluasi
efektifitas
analgesik
2 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : a. Immune status Infection control
b. Knowledge:
Mengalami (kontrol infeksi)
infection
peningkatan 1. Bersihkan
control
resiko lingkungan
c. risk control
terserang setelah dipakai
Kriteria hasil:
organism pasien lain
a.klien bebas
2. Pertahankan
patogenik
dari tanda
teknik isolasi
Faktor-faktor
dan gejala 3. Batasi pengunjung
resiko :
infeksi bila perlu
1. Penyakit b.mendeskripsik 4. Instruksikan pada
kronis: an proses pengunjung untuk

29
a. diabetes penularan mencuci tangan
mellitus penyakit,fakt saat berkunjung
b. Obesitas
or yang dan setelah
2. Pengertahuan
mempengaruhi berkunjung
yang tidak
penularan meninggalkan
cukup untuk
serta pasien
menghindari
5. Gunakan sabun
penatalaksana
pemajanan
antimikroba untuk
an
pathogen
c.Menunjukan mencuci tangan
3. Pertahankan
6. Cuci tangan
kemampuan
tubuh primer
setiap sebelum
untuk
yang tidak
dan sesudah
mencegah
adekuat :
tindakan
a.gangguan timbulnya
keperawatan
peristalsis infeksi
7. Gunakan
b.kerusakan d.Jumlah
baju,sarung
integritas leukosit
tangan sebagai
kulit dalam batas
c.trauma alat pelindung
normal
8. Pertahankan
jaringan e.Menunjukan
lingkungan
perilaku
aseptic selama
hidup sehat
pemasangan alat
9. Tingkatkan intake
nutrisi
10. Kolaborasi
pemberian
antibiotic bila
perlu
11. Monitor tanda-
tanda infeksi
12. Batasi pengunjung
13. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
14. Inspeksi kulit
dan membrane
mukosa terhadap
kemerahan,panas,d
rainase.

30
3 Resiko NOC : NIC :
Perdarahan a. Blood lose Bleeding
Definisi : severity precautions
b. Blood
Beresiko 1.Monitor ketat
koagulation
mengalami tanda-tanda
Kriteria hasil:
penurunan perdarahan
a. Tidak ada 2.Catat nilai Hb,Ht
volume darah
hematuria dan sebelum dan
yang dapat
hematemesis sesudah
mengganggu
b. Kehilangan
terjadinya
kesehatan
darah yang
perdarahan
Faktor resiko:
terliha 3.Monitor nilai lab
1.Defisiensi c. Tekanan darah
(koagulasi) yang
pengetahuan dalam batas
meliputi
2.Trauma
normal sistol
3.Post Operasi PT,PTT,trombosit
4.Efek samping dan diastole 4.Monitor TTV
d. Tidak ada 5.Pertahankan bed
terkait
distensi rest selama
terapi (mis,
abdominal perdarahan aktif
pembedahan)
e. HB dan 6.Kolaborasi dalam
Hematokrit pemberian produk
dalam batas darah
7.Anjurkan pasien
normal
f. PT,PTT dalam untuk
batas normal meningkatkan
intake maknan
yang banyak
mengandung
vitamin K
Bleeding reduction:
1. Identifikasi
penyebab
perdarahan
2. Monitor tekanan
darah dan
parameter
hemodinamik
3. Monitor penentu
pengiriman
oksigen ke
jaringan

31
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran


kelenjar prostat nonkanker (Corwin, 2000). Hiperplasia
prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai
sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar
prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia
30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologi anatomi yang ada pada
pria usia 50 tahunan.

Rencana pengobatan tergantung pada penyebab,


keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien
masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat
berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus
yang berat mungkin digunakan kateter logam dengan
tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke
dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk
drainase yang adekuat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda.2016,Asuhan Keperawatan Praktis,Jilid 1,Media


action.Yogyakarta

Anonim. 2012. Diakses 8 Januri 2019


pada http://www.scribd.com/doc/54979478/ASKEP-BPH

Anonym.2010. http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/10/
asuhan-keperawatan-benigna-prostat.html

Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S. 2000. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Mosby: Philadelphia

Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid


I, Media Aesculapis, Jakarta

McCloskey, J dan Bulechek, G. 2000. Nursing Interventions


Classification (NIC). Mosby: Philadelphia

Nanda (2000), Nursing Diagnosis: Prinsip-Prinsip dan


Clasification, 2001-2002, Philadelphia, USA.

Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth, Vol 2, EGC, Jakarta

33

Anda mungkin juga menyukai