BPH
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH adalah antara
lain:
1. Sedimen urin
Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran kemih.
2. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas
kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
3. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang
menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi
urine.
4. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan
keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
6. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra parsprostatika dan melihat
prostat ke dalam rectum
G. Komplikasi
Komplikasi BPH dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu komplikasi pada traktus
urinarius dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius komplikasi BPH
meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu
kandung kemih, perubahan patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel),
hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan komplikasi di luar traktus urinarius
adalah hernia dan hemoroid (Budaya, 2019).
Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi pembesaran prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine).
Pasien memerlukan kateter yang dimasukkan ke kandung kemih
untuk menampung urine. Beberapa pria dengan pembesaran prostat
membutuhkan pembedahan untuk meredakan retensi urine.
b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk
mengososngkan kandung kemih dapat meningkatkan resiko infeksi
saluran kemih.
c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk sepenuhnya mengosongkan kandung kemih. Batu kandung
kemih daoat menyebabkan infeksi, iritasi kandung kemih, adanya
darah dalam urine, dan obstruksi saluran urine.
d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak
dikosongkan sepenuhnya dapat meregang dan melemah seiring
waktu. Akibatnya dinidng kandung kemih tidak lagi berkontraksi
dengan baik.
e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine
langsung dapat merusak ginjal atau memungkinkan infeksi
kandung kemih mencapai ginjal.
H. Pentalaksanaan
Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab, keparahan
obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH antara lain:
a) Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan biasanya pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum, setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat- obatan
dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok
dubur.
- Terapi medikamentosa
Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada otot polos di leher
vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang
- Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil
b) Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu:
- Retensi urine berulang
- Hematuria
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
- Ada batu saluran kemih
Menurut Brunner (2013), beberapa tindakan bedah yang dilakukan antara lain
sebagai berikut:
Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan perawata untuk memberikan
asuhan keperawatan secara professional (Siregar, 2021). Proses keperawatan meliputi antara lain:
A. Pengkajian
Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dalam
proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang sistematis, verifikasi data,
pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan dilakukan
oleh perawat yang professional di bidang kesehatan. Menurut Diyono (2019), pengkajian
keperawatan meliputi antara lain:
1. Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien. Secara
umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa
waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi.
2. Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan cermat.
Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang
dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan
sebagainya.
3. Persepsi dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga.
Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
4. Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi,
anuria, hematuria.
5. Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK, misalnya
kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya.
6. Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.
7. Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.
8. Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala
komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.
9. Pemeriksaan diagnostic
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya
kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin,
leukosit, anemia, dan sebagainya.
10. Program terapi
Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring laboratorium,
dan sebagainya.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun diagnosa
keperawatan yang muncul adalah:
a. Pre Operasi:
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan, dimana
perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan yang melibatkan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis
keperawatan (Siregar, 2021).
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
(SDKI) SLKI SIKI
Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: 1.09326 Terapi Relaksasi
situasional, kurang terpapar - Tingkat ansietas Observasi:
informasi Luaran Tambahan: - Identifikasi penurunan
- Dukungan sosial tingkat energy,
- Tingkat pengetahuan ketidakmampuan