Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Bedah

Oleh:
Kelompok 2A

Aini Nur Farihah 200070300111020


Annisa Fatia Putri 200070302111001
Anjas Florenza 200070300111022
Diana Nanda Saputri 200070300111032
Dika Febrianti 200070302111023
Dwi Harsanto Kurniawan 200070302111029

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
A. DEFINISI
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). Hyperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel. BPH
merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan
usia rata-rata 50 tahun (Prabowo, et al., 2014).
BPH adalah penyakit pembesaran prostat yang terjadi akibat proses bertambahnya
jumlah sel-sel kelenjar dan jaringan penyokong pada prostat sehingga menimbulkan
berbagai gejala terganggunya proses berkemih karena letaknya yang mengelilingi
uretra atau saluran kemih pria. BPH terjadi ketika sel-sel dan kelenjar prostat mulai
berkembang biak. Sel-sel tambahan menyebabkan kelenjar prostat membengkak,
menekan uretra sehingga saluran kemih ini menjadi sempit dan emmbatasi aliran urin.

B. EPIDEMIOLOGI
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki,insidennya
berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada laki
berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki
berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul,namun keluhan obstruksi
juga berhubungan dengan usia. Pada usia 50 tahun + 25% laki-laki mengeluh gejala
obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat hingga usia 75 tahun dimana
50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada saat berkemih
(Cooperberg, et al., 2013).
Faktor-faktor resiko terjadinya BPH masih belum jelas, beberapa penelitian
mengarah pada predisposisi genetik atau perbedaan ras. Kira-kira 50% laki-laki berusia
dibawah 60 tahun yang menjalani operasi BPH memiliki faktor keturunan yang
kemungkinan besar bersifat autosomal dominan, dimana penderita yang memiliki
orangtua menderita BPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang
normal (Cooperberg, et al., 2013).

C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain:
a. Dihydrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat
e. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005)
secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi:
1. Derajat 1: Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2: Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3: Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4: Apabila sudah terjadi retensi urine total
Klasifikasi BPH berdasarkan derajat rectal, yaitu ukuran dari pembesaran kelenjar
prostat ke arah rectum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba
konsisten elastic, dapat digerakkan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata.
Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai
berikut:
1. Derajat 0: ukuran pembesaran prostat 0 – 1 cm
2. Derajat 1: ukuran pembesaran prostat 1 – 2 cm
3. Dejarat 2: ukuran pembesaran prostat 2 – 3 cm
4. Derajat 3: ukuran pembesaran prostat 3 – 4 cm
5. Derajat 4: ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak enak BAK atau
disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).

E. PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang
dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan
periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat
tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini
akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar
prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan
pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang
disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi
uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor.
Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum,
leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan
daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan
kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke
dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih.
Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau
dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia,
miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan
rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala iritatif meliputi:
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi:
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu
yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi:
a. Derajat I: penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,
frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II: adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
c. Derajat III: timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri. Elektrolit, kadar ureum
dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4
ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate
specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila
PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10
ng/ml.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan
pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung
jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi
renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika
urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa
massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi
ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum,
sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat
adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat
adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnose dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli.
Q max:
a. >15 ml/detik : Non obstruksi
b. 10-15 ml/detik : border line
c. <10ml/detik : obstruktif

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih
maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung
kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
 Penatalaksanaan Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
1. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
3. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada
otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran
air seni dan gejala-gejala berkurang.
b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu:
a. Retensi urin berulang
b. Hematuri
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f. Ada batu saluran kemih.
Terapi bedah terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah
dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang
kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil
dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan
disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena
pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan
cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan
melalui uretra.
1) Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.
2) Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan
pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
3) Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan
spingter kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan
prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca
prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan
bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak
menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat
menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan
kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu
karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan
seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin.
Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
b. Insisi Prostat Transuretral (TUIP).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram/kurang)
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di
klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara
lainnya.
c. TURP (TransUretral Reseksi Prostat)
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat
yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama
prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan
reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila
tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah
dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala
dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60gram dan pasien cukup
sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah
perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah.
Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd
(50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
a. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
b. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
1) Post operasi hari 0: 80 tetes/menit
2) Hari pertama post operasi: 60 tetes/menit
3) Hari ke 2 post operasi: 40 tetes/menit
4) Hari ke 3 post operasi: 20 tetes/menit
5) Hari ke 4 post operasi diklem
6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin
dalam kateter bening)
7) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
b. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
c. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
d. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
e. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
f. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
g. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
h. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
i. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot
polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis
dapat membantu menghilangkan spasme.
j. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
k. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
l. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
m. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi
pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatik.

I. KOMPLIKASI
Pembesaran prostat jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi
akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa
komplikasi yang mungkin dapat timbul antara lain (Widijanto, 2011):
1) Aterosklerosis
2) Infark jantung
3) Impoten
4) Haemoragik post operasi
5) Fistula
6) Struktur pasca operasi dan inkontinensia urin
7) Infeksi saluran kemih
8) Batu kemih
9) Retensi urin akut atau ketidakmampuan berkemih
10) Kerusakan kandung kemih dan ginjal
ASUHAN KEPERAWATAN BPH
A. Pengkajian
1. Sebelum Operasi
Data Subyektif
a. Klien mengatakan nyeri saat berkemih
b. Sulit kencing
c. Frekuensi berkemih meningkat
d. Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
e. Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
f. Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
g. Pancaran urin melemah
h. Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
i. Kalau mau miksi harus menunggu lama
j. Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
k. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
l. Urin terus menetes setelah berkemih
m. Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
n. Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
Data Obyektif
a. Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
b. Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
Data Subyektif
a. Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
b. Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
Data Obyektif
a. Ekspresi tampak menahan nyeri
b. Ada luka post operasi tertutup balutan
c. Tampak lemah
d. Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan: riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
1) Sering berkemih
2) Terbangun pada malam hari untuk berkemih
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
4) Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
5) Rasa tidak puas sehabis miksi
6) Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
7) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
8) Nyeri saat berkemih
9) Ada darah dalam urin
10) Kandung kemih terasa penuh
11) Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
12) Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastric. Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan
yaitu karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun
efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia,
mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi
masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
c. Kaji status emosi/ Integritas ego
Cemas, takut. Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang
dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan
perilaku.
d. Kaji urin/Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien
dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran
urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih,
nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya
obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan
mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan
bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas,
warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi
karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi BPH,
karena perubahan pola makan dan makanan.
e. Kaji tanda vital/Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan
oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan
nadi sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi karena
kekurangan volume cairan.
f. Kaji Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi
saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
5. Kaji pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi
BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi., urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada
postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.

a. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
 Nyeri akut
 Cemas
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
 Nyeri akut
 Resiko infeksi
 Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
 Defisit perawatan diri
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri


keperawatan selama ….x 24 Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan jam, klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional Intervensi:
1. Mengontol nyeri 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
yang tidak menyenangkan
Definisi: tindakan seseorang karakteristik, waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
yang timbul dari untuk mengontrol nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
kerusakan jaringan aktual Indikator: 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
atau potensial, muncul  Mengenal faktor-faktor khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi
tiba-tiba atau lambat penyebab secara efektif
dengan intensitas ringan Mengenal onset/waktu kejadian 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
sampai berat dengan nyeri 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
 tindakan pertolongan non- mengekspresikan nyeri
akhir yang bisa
analgetik 5. Kaji latar belakang budaya klien
diantisipasi atau diduga 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
dan berlangsung kurang  Menggunakan analgetik
hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan,
dari 6 bulan.  melaporkan gejala-gejala
pekerjaan, tanggungjawab peran
kepada tim kesehatan
7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri,  keluarga dengan
(dokter, perawat)
Faktor yang nyeri kronis
 nyeri terkontrol
berhubungan: Agen injuri 8. Evaluasi  tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Keterangan:
yang telah digunakan
(biologi, kimia, fisik, 1   = tidak pernah dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
psikologis) 2   = jarang dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
3   = kadang-kadang dilakukan lama terjadi, dan tindakan pencegahan
Batasan karakteristik: 4   = sering dilakukan 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Laporan secara verbal 5   = selalu dilakukan respon klien terhadap ketidaknyamanan  (contoh :
atau non verbal adanya temperatur ruangan, penyinaran, dll)
nyeri 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
 Fakta dari observasi 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi,
2. Menunjukkan tingkat nyeri guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-
 Posisi untuk Definisi: tingkat keparahan dari
menghindari nyeri dingin, massase)
nyeri yang dilaporkan atau 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
 Gerakan melindungi ditunjukan
 Tingkah laku berhati- 15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
hati Indikator: klien
 Muka topeng  Melaporkan nyeri 16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
 Gangguan tidur (mata  Frekuensi nyeri 17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
sayu, tampak capek,  Lamanya episode nyeri secara tepat
sulit atau gerakan  Ekspresi nyeri: wajah 18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
kacau, menyeringai)  Posisi melindungi tubuh keluhan
 Terfokus pada diri  Kegelisahan 19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
sendiri keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
 Perubahan Respirasirate
 Fokus menyempit pendekatan preventif
 Perubahan Heart Rate
(penurunan persepsi 20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
 Perubahan tekanan Darah
waktu, kerusakan  Perubahan ukuran Pupil
proses berpikir, 2. Pemberian Analgetik
 Perspirasi Definisi : penggunaan agen farmakologi  untuk   mengurangi atau
penurunan interaksi
 Kehilangan nafsu makan menghilangkan nyeri
dengan orang dan
Keterangan: Intervensi:
lingkungan)
 Tingkah laku distraksi,     1:  berat 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
contoh : jalan-jalan,     2:  agak berat sebelum pengobatan
menemui orang lain     3:  sedang 2. Berikan obat dengan prinsip 12 benar
dan/atau aktivitas,     4:  sedikit 3. Cek riwayat alergi obat
aktivitas berulang-     5:  tidak ada 4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
ulang) digunakan
 Respon autonom 5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
(seperti diaphoresis, analgetik jika telah diresepkan
perubahan tekanan 6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
darah, perubahan berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.
nafas, nadi dan dilatasi 7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
pupil) analgetik
 Perubahan autonomic 8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
dalam tonus otot 9. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
(mungkin dalam tidak diinginka.
rentang dari lemah ke 10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
kaku) analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
 Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, 3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
merintih, menangis, Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan terapeutik
waspada, iritabel, Intervensi :
nafas panjang/berkeluh 1. Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
kesah) 2. Batasi pengunjung
 Perubahan dalam 3. Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
nafsu makan dan seperti pakaian lembab
minum 4. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
6. Sediakan lingkungan yang tenang
7. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
8. Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

2 Cemas Setelah dilakukan asuhan  Menurunkan cemas


keperawatan selama......x24 Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya
Definisi : Perasaan jam pasien menunjukan dapat: atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
gelisah yang tak jelas dari Intervernsi:
ketidaknyamanan atau 1. Mengontrol cemas: 1. Tenangkan pasien
ketakutan yang disertai Definisi: Tindakan seseorang 2. Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan
respon autonom (sumner untuk mengurangi perasaan perasaan yamng mungkin muncul pada saat melakukan
tidak spesifik atau tidak tertekan/terbebani dan tindakan
diketahui oleh individu); ketegangan dari sumber yang 3. Berusaha memahami keadaan pasien
perasaan keprihatinan tidak dapat diidentifikasi 4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
disebabkan dari antisipasi Indikator: 5. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan
terhadap bahaya. Sinyal  Monitor intensitas cemas meningkatkan kenyamanan
ini merupakan peringatan  Meghilangkan penyebab 6. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi
adanya ancaman yang cemas perasaannya
akan datang dan  Menurunkan stimulus 7. Kaji tingkat kecemasan
memungkinkan individu lingkungan ketika cemas 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
untuk mengambil langkah  Mencari informasi untuk 9. Ciptakan hubungan saling percaya
untuk menyetujui menurunkan cemas 10. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan
terhadap tindakan.  Gunakan strategi koping kecemasan
efektif 11. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat
Faktor yang  Melaporkan kepada perawat cemas
berhubungan: terpapar penurunan lama cemas 12. Ajarkan pasien teknik relaksasi
racun, konflik yang tidak 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas
 Menggunakan teknik
disadari tentang nilai-nilai
relaksasi  untuk menurunkan
utama/tujuan hidup, cemas
berhubungan dengan  Mempertrahankan hubungan
keturunan/herediter, sosial
kebutuhan tidak  Mempertahankan
terpenuhi, transmisi konsentrasi
iterpersonal, krisis  Melaporkan kepada perawat
situasional/maturasional, tidur cukup
ancaman kematian,  Melaporkan kepada perawat
ancaman terhadap bahwa cemas tidak
konsep diri, stress, mempengatruhi keadaan
substans abuse, fisik
perubahan dalam: status  Tidak adanya tingkahlaku
peran, status kesehatan, yang menunjukan cemas
pola interaksi, fungsi
peran, lingkungan, status
ekonomi. Keterangan
1: Tidak pernah menunjukkan
Batasan karakteristik:
2: Jarang menunjukkan
Perilaku:
3: Kadang-kadang
 Produktivitas
menunjukkan
berkurang
 Scanning dan 4: Sering menunjukkan
kewaspadaan 5: Selalu menunjukkan
 Kontak mata yang
buruk
 Gelisah 2. Koping yang baik
 Pandangan sekilas Definisi: Tindakan untuk
 Pergerakan yang mengelola stressor yang
tidak berhubungan, menggunakan sumber individu
(misal : berjalan Indikator:
dengan menyeret  Mengenal koping efektif
kaki, pergelangan  Mengenal koping tak efektif
tangan/lengan  Memverbalkan kemampuan
 Menunjukkan kontrol
perhatian seharusnya  Melaporkan menurunnya
dalam kejadian hidup stress
 Insomnia  Memverbalkan penerimaan
 Resah terhadap situasi
Affektive:  Mencari informasi yang
 Penyesalan berkaitan dengan penyakit
 Irritable dan pengobatannya
 Kesedihan yang  Modifikasi gaya hidup sesuai
mendalam kebutuhan
 Ketakutan  Beradaptasi dengan
 Gelisah, gugup perubahan perkembangan
 Mudah tersinggung  Menggunakan support sosial
 Rasa nyeri hebat dan yang memungkinkan
menetap  Mengerjakan sesuatu yang
 Ketidakberdayaan menurunkan stress
meningkat  Mengenal strategi koping
 Membingungkan multipel
 Ketidaktentuan  Menggunakan strategi
 Peningkatan koping efektif
kewaspadaan  Menghindari situasi penuh
 Fokus pada diri stress
 Perasaan tidak  Memverbalkan kebutuhan
adekuat akan bantuan
 Ketakutan  Mencari pertolongan
professional yang sesuai
 Distress
 Melaporkan menurunnya
 Kekhawatiran, prihatin
keluhan fisik
 Cemas
 Melaporkan menurunnya
Fisiologis :
perasaan negatif
 Suara gemetar  Melaporkan kenyamanan
 Gemetar, tangan psikologis yang meningkat
tremor
 Goyah Keterangan:
 Respirasi meningkat 1: Tidak pernah menunjukkan
(simpatis) 2: Jarang menunjukkan
 Keinginan kencing 3: Kadang-kadang
(parasimpatis) menunjukkan
 Nadi meningkat 4: Sering menunjukkan
(simpatis) 5: Selalu menunjukkan
 Berkeringat banyak
 Wajah tegang
 Anorexia (simpatis)
 Jantung berdetak kuat
(simpatis)
 Diare (parasimpatis)
 Keragu-raguan dalam
berkemih
(parasimpatis)
 Kelelahan (Simpatis)
 Mulut kering
(simpatis)
 Kelemahan (simpatis)
 Wajah kemerahan
(simpatis)

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi


nutrisi: kurang dari keperawatan selama …. X 24 Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet
kebutuhan tubuh jam klien dapat menunjukkan seimbang dari makanan dan cairan
1. status nutrisi yang baik Intervensi :
Definisi: Nutrisi cukup untuk 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
Definisi: Intake nutrisi
memenuhi kebutuhan 2. Catat makanan kesukaan klien
tidak cukup untuk metabolisme tubuh 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
keperluan metabolisme Indikator: 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
tubuh  Masukan nutrisi 5. Dorong asupan zat besi
 -          Masukan makanan 6. Tawarkan makanan ringan
dan cairan 7. Berikan gula tambahan k/p
Batasan karakteristik:  Tingkat energi cukup 8. Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam
 Berat badan  20 % di  Berat badan stabil 9. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang
bawah ideal  Nilai laboratorium mudah dikonsumsi
 Dilaporkan adanya 10. Berikan pilihan makanan
intake makanan yang Keterangan: 11. Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
kurang dari RDA 12. Ajarkan klien cara membuat catatan makanan
1  : Sangat bermasalah
(Recomended Daily 13. Monitor asupan nutrisi dan kalori
2  : Cukup bermasalah 14. Timbang berat badan secara teratur
Allowance)
3  : Masalah sedang 15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan
 Membran mukosa dan
konjungtiva pucat 4  : Sedikit bermasalah bagaimana memenuhinya
 Kelemahan otot yang 5  : Tidak ada masalah 16. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
digunakan untuk 17. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan
menelan/mengunyah nutrisinya
 Luka, peradangan
pada rongga mulut 2. Monitor nutrisi
 Mudah merasa Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari pasien untuk
kenyang, sesaat mencegahatau meminimalkan malnutrisi.
setelah mengunyah Intervensi :
makanan 1. BB klien dalam interval spesifik
2. Monitor adanya penurunan BB
 Dilaporkan atau fakta
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
adanya kekurangan
4. Monitor  respon emosi klien saat berada dalam situasi
makanan
yang mengharuskan makan.
 Dilaporkan adanya
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
perubahan sensasi
6. Monitor lingkungan selama makan.
rasa
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam
 Perasaan makan.
ketidakmampuan untuk 8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
mengunyah makanan 9. Monitor turgor kulit
 Miskonsepsi 10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
 Kehilangan BB dengan 11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah,
makanan cukup peningkatan perdarahan, dll.
 Keengganan untuk 12. Monitor mual dan muntah
makan 13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
 Kram pada abdomen 14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
 Tonus otot jelek 15. Monitor makanan kesukaan.
 Nyeri abdominal 16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
dengan atau tanpa 17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
patologi 18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan
 Kurang berminat konjungtiva.
terhadap makanan 19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
 Pembuluh darah 20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah
kapiler mulai rapuh dan cavitas oral.
 Diare dan atau 21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
steatorrhea
 Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. Joyce & Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Buku. 2. Elsevier:
Singapore.
Cooperberg, M. R., Presti, J. C., Shinohara, K. & Carrol, P. R. 2013. Neoplasms of The
Prostate Glad in: Mcaninch JW, Lue TF, Editors. Smith & Tanagho's General Urology.
18th Edition. New York: Mc Graw Hill. p.350-6 .
Haryono, Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Perkemihan) Edisi 1.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim, de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddarth, Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai