Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan Pneumothoraks

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen


Emergency
Pembimbing Akademik:
Ns. Suryanto, S.Kep., M.Nurs, PhD

OLEH:
Aini Nur Farihah
(200070300111020)
Kelompok 2A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
A. Laporan Pendahuluan Pneumothoraks
1. Definisi
Merupakan keadaan dimana terdapat akumulasi udara ekstrapulmoner dalam
rongga pleura, antarapleura visceral & parenteral yang dapat menyebabkan kolaps
paru (Rahajoe, 2012).

2. Etiologi
Menurut (Huda & Kusuma, 2015) penyebab terjadinya pneumothoraks adalah:
a. Infeksi saluran nafas
b. Adanya rupture “bleb” pleura
c. Traumatic misalnya pada luka tusuk
d. Acute lung injury yang disebabkan oleh materi fisik yang terinhalasi dan
bahan kimia
e. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis (PPOK, TB, dan kanker) yang
bermetastase ke pleura
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran bagian paru yang berisi
udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan
bronkus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian
membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosis yang menjadi
penyebab tersering terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi empyema.

3. Epidemiologi
Data epidemiologi pneumothorax bervariasi tergantung tipe pneumothorax.
Pneumothorax traumatik merupakan trauma toraks yang sering terjadi.
Pneumothorax spontan sering terjadi pada 2 kelompok usia, usia muda (15-34
tahun) untuk pneumothorax spontan primer, dan usia tua (>55 tahun) untuk
pneumothorax spontan sekunder. Di Indonesia, pneumothorax spontan sekunder
sering terjadi terutama pada laki-laki. Mortalitas akibat penyakit ini masih tinggi
terutama akibat gagal napas. Studi epidemiologis di Perancis menunjukan
kejadian pneumothorax spontan sekitar 22,7 kasus/100.000 penduduk. Penderita
didominasi pria terutama pada populasi usia >30 tahun. Kasus pneumothorax
spontan primer jauh lebih banyak dibanding spontan sekunder.
Studi lain menunjukkan pneumothorax sering dialami penderita usia 15-34
tahun serta usia >55 tahun. Perbedaan kelompok usia tersebut berkaitan dengan
pada tipe pneumothorax. Pneumothorax spontan sering terjadi pada kelompok
usia muda. Pneumothorax sekunder sering kali dialami pada usia tua akibat
penyakit paru dasar yang diderita contohnya penyakit paru obstruktif
kronik.Insidensi pneumothorax traumatik secara global tidak diketahui secara
pasti. Trauma toraks sekitar 10% dari seluruh kasus trauma.Suatu studi terhadap
pasien trauma toraks menunjukkan pneumothorax dialami 20% pasien.
Studi pada salah satu center rumah sakit menunjukkan pneumothorax
dominan terjadi pada pria. Kasus pneumothorax spontan sekunder lebih banyak
dibanding pneumothorax jenis lainnya. Kebiasaan merokok, penyakit paru seperti
pneumonia serta tuberkulosis sering ditemukan pada pasien pneumothorax.Studi
kohort pada salah satu center di Indonesia menunjukkan angka mortalitas yang
tinggi yakni 33,7%. Penyebab utama kematian tersering yaitu akibat gagal napas.
Faktor-faktor yang memperburuk kesintasan meliputi trauma toraks dan penyakit
tuberkulosis.Studi lain menunjukkan bahwa mortalitas pada kelompok tension
pneumothorax lebih tinggi dibanding pneumothorax jenis lainnya.

4. Klasifikasi
Menurut (Huda & Kusuma, 2015) klasifikasi dari pneumothoraks dibedakan
menjadi traumatic dan spontan, yaitu:
a. Traumatic
1) Pneumothoraks iatrogonik
Terjadi akibat komplikasi tindakan medis, yang dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Traumatic iatrogonik aksidental
Akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut.
Misal: parasentesis dada, biopsy pleura, biopsy transbronkial,
biopsy/aspirasi paru perkutaneus.
- Traumatic iatrogonik artificial (deliberate)
Dengan sengaja dilakukan mengisi udara kedalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi TB
sebelum era antibiotic atau untuk menilai permukaan paru.
2) Penumothoraks non-iatrogonik (accidental)
Pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
b. Spontan, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Primer
Terjadi tanpa adanya penyakit yang mendasar seperti penyakit paru.
Pneumothoraks ini diduga disebabkan pecahnya kantong kecil berisi udara
di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bula (12 cm) subpleural,
terutama di bagian puncak paru.. Lebih sering pada laki-laki muda sehat
dibandingkan wanita.
2) Sekunder
Terjadi karena komplikasi dari penyakit paru akut atau kronik (misalnya
penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk
rejan). Tersering  pada  pasien  bronkitis  dan emfisema  yang mengalami
ruptur emfisema subpleura atau bulla.
Dan berdasarkan jenis fistulanya (Alsagaf, 2009), maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1) Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada),
sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga
pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru
belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan
pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2) Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan
bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah
sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).
3) Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru (Alsagaf, 2009) yang mengalami kolaps,
maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).
2) Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru)
5. Patofisiologi

Infeksi Saluran Trauma Dada Keganasan Penyakit Inflamasi Paru


Napas akut dan Kronik

Pneumothoraks

Pneumothoraks Pneumothoraks Pneumothoraks


tertutup tension terbuka

Cedera tumpul Udara di ruang Membuka ruang intra


pleura pleura ke dalam
tekanan atmosfer

Fraktur rusuk,
Akumulasi udara Udara terhisap
menusuk dan
di rongga dada ke dalam ruang
merobek
(tekanan positif) intrapleura
membrane
pleura

-Pergeseran mediastinum Kolaps paru


-Kompresi organ-organ
↑ tekanan intra
mediastinum
pleura dan
mengempiskan Penurunan
paru ekspansi paru
Resiko penurunan
curah jantung
Kolaps paru

Ketidakefektifan
pola napas
Gangguan
pertukaran gas

Resiko Infeksi Insersi WSD Pergeerakan terbatas

Kurang terpajan Pasien dan keluarga Gangguan


insformasi sering bertanya mobilitas fisik

Kurang
Pengetahuan

Intoleransi
Pemasangan WSD aktivitas
6. Manifestasi Klinis
Menurut (Huda & Kusuma, 2015) manifestasi klinis dari pneumothoraks
adalah:
a. Keluhan mendadak nyeri dada pluritik akut yang terlokalisasi pada paru yang
sakit
b. Disertai sesak nafas, peningkatan RR dan dyspnea
c. Retraksi dinding dada tidak simetris
d. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonor
e. Takikardia
f. Gelisah
g. Keringan dingin
h. Sianosis
i. Tanda tension pneumothoraks (Morton, 2012):
1) Hipoksemia
2) Takipnea berat
3) Peningkatan tekanan jalan nafas puncak & rerata, penurunan
komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif (auto PEEP) pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanis
4) Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung > 140x/menit pada setiap hal
berikut: sianosis perifer, hipotensi, aktivitas listrik tanpa denyut nadi)
(Morton, 2012).

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Malueka, 2007) pemeriksaan penunjang dari pneumothoraks antara
lain:
a. Foto thoraks
1) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru
yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:
- Pneumomediastinum
Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan
terjebak di mediastinum.
- Emfisema subkutan
Dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini
biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak
menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar
leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh
udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak
maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke
daerah dada depan dan belakang.
- Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan
anak panah merupakan bagian paru yang kolaps2.
b. BGA
Dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien
sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
c. CT-scan thorax
Lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Umum)
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh
lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai
berikut :
1) Primary Survey
a) Airway
Assessment : perhatikan patensi airway, dengar suara napas,
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding
dada
Management :
- Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift
dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
- Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut
akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan
terbuka (Alsagaff, 2009).
- Re-posisi kepala, pasang collar-neck
- Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi
(oral/nasal)
b) Breathing
Assesment: Periksa frekwensi napas, Perhatikan gerakan respirasi,
palpasi toraks, auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
- Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
- Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
c) Circulation
Assesment: periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi,
periksa tekanan darah, pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena
leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
- Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
- Torakotomi emergency bila diperlukan
- Operasi Eksplorasi vaskular emergency
b. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Spesifik)
1) Pneumotoraks Simpel
Ciri:
- Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
- Tidak ada mediastinal shift
- PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada
menurun
Penatalaksanaan: WSD
2) Pneumotoraks Tension
Ciri:
- Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps
total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral),
deviasi trakhea , venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress
berat.
- Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
- Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
- Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-
klavikula) pada sumber setelah tahun 2019, kalau pada anak tetap.
kalau pada dewasa di ics 5 antara anterior axsila dan midklavikula.
- WSD
3) Open Pneumothorax
Penatalaksanaan:
- Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
- Pasang WSD dahulu baru tutup luka
- Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra
toraks lain.
- Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
c. Penatalaksanaan WSD
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura ( rongga pleura).
Tujuannya:
1) Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.
2) Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura/lubrican.
Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
- Atmosfir 760 760 760
- Intrapulmoner 760 757 763
- Intrapleural 756 750 756
Indikasi Pemasangan WSD :
1) Hemotoraks, efusi pleura
2) Pneumotoraks ( > 25 % )
3) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
4) Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontraindikasi:
1) Infeksi pada tempat pemasangan
2) Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
d. Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil:
a) Infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infus set yang berada di dalam botol.
b) Jarum abbocath
Pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini
kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infus ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol.
c) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah
dibuatdengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada lineamid
aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan
ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya
kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya
ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udaradapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru
cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intra pleura sudah negative kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan ujicoba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bias dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
e. Pengobatan Tambahan
1) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator.
2) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema.
f. Rehabilitasi
1) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumothorax antara lain tension
pneumothorax, hemopneumothorax, fistula bronkopleural, pneumomediastinum,
dan pneumothorax kronik (kegagalan paru untuk ekspansi).
1) Hematopneumothorax Spontan
Sekitar 5% pasien dengan pneumothorax akan mengalami hemotoraks.
Mekanisme perdarahan pada hematopneumothorax spontan adalah
perdarahan karena robekan adhesi vaskular apeks antara pleura visceral dan
parietal dan bula pada kolaps paru atau karena ruptur bula tervaskularisasi.
Manifestasi klinis bergantung dengan jumlah kehilangan darah.
Penatalaksanaan hematopneumothorax spontan antara lain pemasangan
selang torakostomi/kateter interkostal untuk drainase hematopneumothorax dan
reekspansi paru. Jika reekspansi paru tidak menghentikan perdarahan,
torakotomi dibutuhkan untuk menghentikan perdarahan (Slobodan, 2015).
2) Fistula Bronkopleural
Fistula bronkopleural dapat terjadi pada pneumothorax spontan primer
(3%-4%), walaupun lebih sering ditemukan pada pasien dengan pneumothorax
spontan sekunder atau pneumothorax traumatik Kebocoran udara persisten
terjadi setelah drainase pneumothorax adalah tanda klinis awal dari komplikasi
ini. Penatalaksanaan dapat dengan torakotomi, penutupan fistula dan
pleurodesis (Slobodan, 2015).
3) Pneumomediastinum
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi (<1%). Pneumomediastinum
adalah udara bebas di dalam mediastinum. Emfisema subkutis berkaitan
dengan pneumomediastinum. Komplikasi ini terjadi tanpa gejala spesifik dan
biasanya terjadi karena cedera esofagus dan cedera saluran napas besar
(Slobodan, 2015).
4) Pneumothorax Kronik
Pada pneumothorax kronik, terjadi penebalan korteks pleura visceral
mencegah reekspansi paru sehingga terjadi kegagalan prosedur selang
torakostomi/kateter intrakostal. Kondisi ini dapat diatasi dengan torakotomi dan
dekortikasi (Slobodan, 2015).
5) Infeksi Ruang Pleura
Terjadi pada pneumothorax traumatik atau pneumothorax spontan yang
menjadi empyema (piopneumothorax). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri
tuberkulosis atau nontuberkulosis seperti infeksi stafilokokus. Dapat ditangani
dengan aspirasi efusi dan obat-obatan antimikroba (Slobodan, 2015).
6) Atelektasis
Dapat terjadi pada jenis pneumothorax apapun dan menghambat
ekspansi paru. Dapat diatasi dengan fisioterapi untuk menghilangkan sekret
kental, bronkoskopi dan distensi lobus yang kolaps dengan tekanan positif
menggunakan selang endotrakeal, dan pemberian antibiotik jika diperlukan
(Slobodan, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University
Press
Malueka, R.G., 2007, Radiologi Diagnostik, Cetakan Pertama, Pustaka Cendekia
Press, Yogyakarta.
Morton G.P. 2012, Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1.
Yogjakarta: Mediaction
Rahajoe N., Supriyatno B., dan Setyanto Budi D. (2012). Buku ajar respirologi anak,
Cetakan Ketiga, Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Slobodan M, Marko S, Bojan M. Pneumothorax-Diagnosis and Treatment (Review
Article). Sanamed 2015; 10(3): p. 225-227

Anda mungkin juga menyukai