Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.
Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia
menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal
(mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari
kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya
retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa
hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena
buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah
ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine
yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
e. Terapi medikamentosa tak berhasil
f. Sindroma prostatisme yang progresif
g. Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang
h. Kontra Indikasi
IMA
CVA akut
Tujuan :
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
Memperbaiki kualitas hidup.
4. Prostatektomi
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu
insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi
dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian
lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis,
serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini
adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan
eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih
komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih
praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan
yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi,
efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka
mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang
besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka
bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi
inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian
lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang
operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis
dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk
kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat
dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat
terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati
penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan
lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
d. Insisi Prostat Transuretral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram/kurang) dan efektif dalam
mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan
mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
e. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 103-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun
spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas
minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi
digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah
dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars
prostatika (Anonim,FK UI,1995). Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga
saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan
darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam
bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat
berkemih dengan lancar. TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejalagejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup
sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%).
Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan
timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
G. Periode Pre Operatif
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan
informasi yang akurat pada klien
Type pembedahan
Jenis anesthesi TUR P, general / spina anesthesi
Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
Pemasangan infus dan puasa
Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
Pemberian Anti Biotik
Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).
H. Periode Intra Operatif
1. Pengelolaan Keamanan:
a. Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk pemakaian.
b. Mengatur posisi pasien
- Posisi fungsional
- Membuka daerah untuk operasi
membeku dan menyumbat pada kateter. Bila terlambat melepas kateter traksi,
dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena mengalami ischemia. Tujuan
pemberian spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat
dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih,
maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas. Kateter dilepas pada hari kelima.
Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tidak, bila
bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri. Sebabsebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
TUR P
Setelah TUR P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 40
ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak mencoba
mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi nyeri spasme CBI
(Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah obstruksi atau komplikasi
lain CBI P. Folley cateter diangkat 2 3 hari berikutnya Ketika kateter diangkat timbul
keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran normal Post TUR P : urine bercampur bekuan
darah, tissue debris meningkat intake cairan minimal 3000 ml/hari membantu
menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih.OPEN PROSTATECTOMY Resiko post
operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan
Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam Arterial bleeding urine
kemerahan (saos) + clotting Venous bleeding urine seperti anggur traction kateter
Vetropubic prostatectomy Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep
wound infection, pelvic abcess Suprapubic prostatectomy
Setelah TURP
27
KamisOKT 2011
Tag
BPH, chalange, kadar,kalium, menit, natrium,pasca, per, setelah,tetes, TURP
Setelah operasi TURP atau pengerokan prostat dapat terjadi beberapa komplikasi. Untuk
mengamati dan jika perlu dilakukan penanganan komplikasi maka perlu perawatan khusus.
Segera setelah TURP pasien ditampatkan di ruang khusus dengan pengawasan ketat (sering
disebut RR atau ruang resusitasi).
Hal-hal yang terus dimonitor dalam ruangan ini antara lain tekanan darah, nadi, respirasi,
kesadaran, keluhan mual muntah dan gangguan pandangan.Selain itu perlu diamati
produksi kateter dan rasa nyeri di perut.
Tekanan darah diusahakan dalam kisaran normal. Tekanan darah yang terlalu tinggi (sistole
diatas 150mmHg) akan menyebabkan pembuluh darah terbuka sehingga pendarahan
setelah operasi akan berlanjut. Hal ini akan ditandai dengan kateter yang merah pekat. Jika
keadaan berlanjut akan berakhir dengan shock dan kematian. tekanan darah yang rendah
(sistole kurang dari 80mmHg) akan berakibat perfusi jaringan tidak baik.
Frekuensi nadi yang tinggi mungkin menrupakan tanda rasa nyeri yang tidak tertangani
dengan
analgetik
(analgetik
kurang
adekuat)
atau
kompensasi
akibat
volume
intravaskular yakin baik, dapat diberikan furosemide intravenous bolus. Dengan pemberian
diuretik ini diharapkan terjadi diuresis/kencing. Produksi kencing akan mengurangi volume
intravaskular, tetapi elektrolit natrium relatif tidak ikut kedalam kencing. Sehingga kadar
natrium akan naik (natrium tetap tetapi jumlah pelarut berkurang maka kadar akan naik).
Koreksi selanjutnya dilakukan setelah hasil laboratorium ada. Gangguan pandangan
umumnya bersifat sementara, meskipun demikian kondisi ini jarang terjadi.
Rasa nyeri di perut dapat bermakna adanya jendalan darah yang banyak di kandung
kencing, sumbatan kateter, berlubangnya kandung kencing akibat operasi atau analgetik
yang tidak adekuat. Jendalan darah yang banyak dapat menyebabkan nyeri jika jendalan
sangat banyak sehingga kandung kencing sangat teregang. Nyeri karena sumbatan kateter
karena cairan irigasi dari penampung tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tak
lancar, sehingga kandung kencing melendung. Kita akan curiga sumbatan kateter dan
clot/jendalan darah berkumpul di kandung kencing jika kandung kencing teraba penuh
(daerah suprapubik melendung dan mengeras). Untuk kedua masalah ini dapat diselesaikan
dengan spooling dengan NaCl 0,9%. Kandung kencing berlubang dicurigai saat terasa nyeri
yang menjalar hingga ke pundak (bahu), dan saat kateter disumbat dengan irigasi tetap
dijalankan kandung kencing tidak penuh. Adekuat tidaknya analgetik dapat diketahui dari
keluhan pasien dan frekuensi nadi.
Di ruang tersebut akan dialakukan pengambilan darah. Sampel darah sekitar 3 cc akan
segera dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah serta natrium
dan kalium serum. Lama pemeriksaan elektrolit tersebut sekitar 1jam 45 menit, dan untuk
hemoglobin/darah rutin selama 45 menit.
Jika secara klinis diketahui adanya penurunan kadar hemoglobin yang berat, misalnya saat
operasi terjadi pendarahan yang hebat atau saat di ruang resusitasi kateter merah pekat
terus maka dapat dilakukan transfusi dengan PRC (packed red cell).
Setelah diketahui kadar hemoglobin dan elektrolit segera lakukan koreksi jika diperlukan.
Koreksi Hemoglobin mulai dilakukan jika kadar hemoglobin dibawah 10gr%. Kadar natrium
serum dibawah 120mEq/L segera lakukan koraksi cepat dengan natrium 3%intravena, 120
hingga 130mEq/L lakukan koreksi lambat intravena dengan NaCl 0,9%. Diatas 130 mEq/L
lakukan koreksi dengan kapsul garam.
Irigasi setelah TURP menggunakan cairan NaCl 0,9% atau sterilized water for irrigation.
Kedua jenis cairan ini lazim digunakan di Indonesia.Setiap rumah sakit memiliki keputusan
tersendiri.
Kedua
jenis
cairan
ini
aman
dan
sudah
terdapt
penelitian
yang
mengungkapkannya. Di luar negri mungkin terdapat cairan lain seperti glisin, cytal ataupun
lainnya tetapi cairan tersebut tidak masuk pasaran Indonesia.
Jumlah tetesan cairan irigasi untuk hari setelah operasi biasanya guyur. Hari pertama
sekitar 60 tetes permenit. Hari kedua sekitar 40 tetes permenit. Hari ketiga intermiten.
Meskipun demikian tetesan dapat bebrbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien.
Latar Belakang
Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar dari
Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini sudah
dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus dengan
makin majunya peralatan yang dipakai. Terapi ini makin populer karena trauma operasi pada
TURP jauh lebih rendah dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka. Dalam TURP
dilakukan reseksi jaringan prostat dengan menggunakan kauter yang dilakukan secara visual.
Dalam TURP dilakukan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk menjaga
visualisasi yang bisa terhalang karena perdarahan. Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka
komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi makin banyak diketahui.
Salah satu komplikasi yang penting dari TURP adalah intoksikasi air dan hiponatremi
dilusional yang disebut Sindroma TUR yang bisa berakhir dengankematian.TUR syndrom adalah
suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan dalam pembedahan urologi
endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, Sindroma TUR dapat terjadi pada 2%
kasus dengan mortalitas yang masih tinggi. Sampai sekarang Sindrom TUR merupakan suatu
komplikasi yang sangat menakutkan baik untuk para urolog yang melakukan operasi maupun
para anestesiolog yang seharusnya melakukan diagnosa sindrom ini dan melakukan intervensi
untuk mencegah kematian
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep teori dari sindrome TUR?
1.2.2 Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan sindrome TUR?
1.3
1.3.1
1.3.2
1.4
Tujuan Masalah
Menjelaskan tentang konsep teori Sindrome TUR.
Menjelaskan tentang konsep Asuhan keperawatan sindrome TUR.
Manfaat
Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna
memahami materi tentang Asuhan Keperawatan pasien denganTUR Syndrome
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi TUR Syndrom
Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala akibat
gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya cairan
irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi selama operasi.
Hiponatremia, hipovolemia, dan kadang hiperamonemia mungkin terjadi (Eaton, 2003).
Reseksi transurethral dari prostat (TURP) syndrome adalah komplikasi sistemik reseksi
transurethral dari prostat atau tumor kandung kemih, disebabkan oleh penyerapan yang
berlebihan cairan irigasi elektrolit. Sindrom ini dapat berpotensi menimbulkan gangguan
neurologis, edema paru, gangguan kardiovaskular, dan kematian . Salin normal tidak dapat
digunakan sebagai solusi irigasi dengan reseksi monopolar konvensional. Solusi Glycine hampir
secara universal digunakan sebagai solusi irigasi dalam prosedur endoskopi urologi tradisional
terapi . Insiden komplikasi ini adalah antara 0,78% dan 1,4%. Dokter bedah harus diberitahu
segera, intervensi berhenti secepat mungkin dan pengobatan harus dimulai tanpa penundaan.
TUR syndrom adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan dalam
pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, Sindroma TUR
dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas yang masih tinggi. Sampai sekarang Sindrom
TUR merupakan suatu komplikasi yang sangat menakutkan baik untuk para urolog yang
melakukan operasi maupun para anestesiolog yang seharusnya melakukan diagnosa sindrom ini
dan melakukan intervensi untuk mencegah kematian.
2.2 Etiologi
TUR Syndrome disebabkan oleh absorbsi masif dari cairan irigasi. Absorbsi masif
tergantung oleh: Proses TURP yang lama. Absorbsi meningkat jika reseksi dilakukan lebih dari
90menit Tekanan intravaskuler meningkat karena tinggi bagian irigasi lebih dari 60 cm di atas
lokasi pembedahan. Banyak sinus prostat yang terbuka. Semakin besar prostat yang direseksi,
semakin banyak sinus prostat yang terbukaJenis cairan irigan yang digunakan.
Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP mengalami Sindrom TUR dari
berbagai tingkat. Suatu penelitian yang dilakukan di Filipina menunjukkan angka kekerapan
sebesar 6%. Penelitian yang lain menunjukkan frekuensi Sindoma TUR sampai 10%. Penelitian
Marrero
menunjukkan
frekuensi
Sindrom
TUR
meningkat
bila:
1. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr.
2. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit
3. Cairan irigasi 30 liter atau lebih
4. ketinggian cairan irigasi lebih dari 60 cm
Karena itu TURP hanya boleh dilakukan jika ahli bedah yakin bahwa operasi pasti dapat
diselesaikan tidak lebih dari 90 menit.
Sebaliknya risiko Sindrom TUR akan menurun bila:
1. Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik).
2. Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin.
1.
Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TURP adalah circulatory overload,
keracunan air, dan hiponatremia.
Circulatory overload
Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP dan hal ini terjadi
melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian, dalam 1 jam pertama dari operasi terjadi
penyerapan sekitar 1 liter cairan irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar Na sebesar 5-8
mmol/liter. Penyerapan air di atas 1 liter menimbulkan risiko timbulnya gejala sindrom TUR.
Penyerapan air rata-rata selama TUR adalah 20 ml/menit. Dengan adanya circulatory overload,
volume darah meningkat, tekanan darah sistolik dan diastolik menurun dan dapat terjadi payah
jantung. Cairan yang diserap akan menyebabkan pengenceran kadar protein serum, menurunnya
tekanan osmotik darah. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan volumedarah dan cairan di
dorong dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstitial dan menyebabkan udema paru dan
cerebri. Di samping absorbsi cairan irigasi ke dalam peredaran darah sejumlah besar cairan dapat
terkumpul di jaringan interstitial periprostat dan rongga peritoneal. Setiap 100 cc cairan yang
masuk ke dalam cairan interstitial akan membawa 10-15 ml eq Na. Lamanya pembedahan
berhubungan dengan jumlah cairan yang diserap. Morbiditas dan mortalitas terbukti tinggi bila
pembedahan berlangsung lebih dari 90 menit.
Penyerapan cairan intravaskuler berhubungan dengan besarnya prostat sedang penyerapan
cairan interstitial tergantung dengan integritas kapsul prostat. Circulatory overload sering terjadi
bila prostat lebih dari 45 gram. Faktor penting yang berhubungan dengan kecepatan penyerapan
cairan adalah tekanan hidrostatik dalam jaringan prostat. Tekanan ini berhubungan dengan
tingginya tekanan cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kencing selama pembedahan. Tinggi
dari cairan irigasi adalah 60 cm yang dapat memberikan kecepatan 300 cc cairan permenit
dengan visualisasi yang baik .
2. Keracunan air
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari keracunan air karena
meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat
terjadi kejang-kejang dan koma, dan posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks
babinsky yang postif. Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar
Na 15-20 meq/liter di bawah kadar normal.
3. Hiponatremia
Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa mekanisme terjadinya
hiponatremia pada pasien TUR adalah:
a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.
2.3 Patway
Prostat yang berukuran lebih 45 gr
Oprasi yang lebih 90 menit
Cairan irigasi yang ketinggianya lebih 60 cm
Abbsorbsi cairan irigasi oleh vena prostat yang berlebihan
TURP Sindrom
Circulation overload
Volume pembuluh darah meningkat
Peningkatan cairan interstisial
Paru-paru
Odema paru
Kerusakan pertukaran gas
Kelebihan volume cairan
Otak
Odema serebral
Peningkatan tekanan intrakranial
Perubahan perfusi jaringan cerebral
2.5 Penatalaksanaan
1. Menilai Air way, Breating and circulation. Pertimbangkan pemasangan intubasi jika terjadi
odema paru, menilai arteri dan vena central dan evaluasi hemodinamic dan terapi cairan.
2. Jika dideteksi saat intra operatif terjadi syndrome TUR maka tindakan operasi harus di hentikan
3. Jika pasien gelisah atau berontak berikan benzodiazepan atau barbiturat
4. Kirim sample darah untuk mengetahui electrolit, ABG, dan kougulasi
5. Pada kasus syndrome TUR biasanya Na < 120 mEq/L
6. Jika Na < 120 mEq/L berikan terapi hipertonic salin, cairan salin 3% tidak lebih dari 100 ml/jam
diberikan kontinyu sampai sodium serum > 120 mEq/L. Sodium serum tidak akan meningkat
lebih dari 12 mEq/L dalam 24 jam.
7. Jika Na > 120 mEq/L berikan furosemid dan Cairan infus dihentikan.
8. Selanjutnya observasi perubahan sistemic dan frequensi darah yang keluar
1.
2.
3.
4.
5.
penambahan natrium. Cairan yang banyak dipakai di luar negeri adalah glisin. Tetapi penyerapan
glisin dalam jumlah besar dapat menyebabkan beberapa akibat dan sebenarnya cairan sorbitol
dan manitol lebih baik dibandingkan dengan glisin. Tetapi harganya lebih mahal. Cairan non
ionik yang dapat dipakai adalah larutan glukose 2,5%-4%. Untuk negara yang sedang
berkembang, Collins dan kawan-kawannya menganjurkan pemakaian dektrose 5% yang lebih
ekonomik dibandingkan dengan cairan glisin dan lebih jarang menimbulkan hemolisis serta lebih
aman dibandingkan air steril. Tetapi larutan dextrose tidak disukai karena dapat menyebabkan
hipoglikemi tissue charring pada tempat reseksi dan menimbulkan rasa lengket pada sarung
tangan ahli bedah dan peralatan. Di Amerika Serikat, cairan irigasi yang paling banyak dipakai
adalah Cytal yang merupakan campuran antara sorbitol 2,7% dan manitol 0,54%.
2.8 Pencegahan Sindrome TUR
Identifikasi gejala-gejala awal sindrom TUR diperlukan untuk mencegah manifestasi
berat dan fatal pada pasien-pasien dengan pembedahan urologi endoskopik. Bila diketahui
adanya hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama pada pasien-pasien yang mendapat
diuretik dan diet rendah garam harus segera dikoreksi. Karena itu pemeriksaan natrium sebelum
operasi TUR perlu dilakukan. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran
penting dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk penderita-penderita dengan
penyakit jantung, perlu dilakukan monitoring CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis.
Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya operasi TURP tidak
boleh lebih dari 1 jam. Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka TURP sebaiknya dilakukan
bertahap. Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan
koreksi sesuai dengan hasil serum natrium. Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis
untuk mencegah overload cairan. Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan
dengan PRC bukan dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan
menghangatkan cairan irigasi sampai 37C.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Primeri Survey
1. Air Way
Pada pasien dengan syndrome TUR pada jalan nafas biasanya tidak ada gangguan.
2. Breathing
pada pengkajian breathing pada pasien dengan syndrome TUR biasanya mengalami retraksi
otot bantu pernapasan, pernapsan pendek dan dangkal serta hipoksia.
3. Circulation
Pada pasien yang mengalami syndrome TUR akan mengalami tekanan darah meningkat,
bradikardi, sianosis, konjungtiva anemis dan aritmia jantung.
4. Disability
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari keracunan air karena
meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat
terjadi kejang-kejang dan koma
Tindakan awal pada syndrome TURP
(230Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang digunakan adalah Sorbitol 3,3%,
Mannitol 3%, Dekstrosa 2,544% dan Urea 1%.
8. Respon syaraf simpatik Dieresis post obstruktif Perdarahan minor selama 24 jam
Inflamasi: nyeri, pelebaran pembuluh darah, pembengkakan. Respon fisiologis Kandung
kemih pasca TURP :
9. Pengkajian a. Pengumpulan data 1). Identitas klien 2). Keluhan utama Keluhan utama
yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah nyeri yang berhubungan dengan
spasme buli buli. Pada saat mengkaji keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang
mempergawat atau meringankan nyeri ( provokative / paliative ), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan / intensitas ( saverity ) dan waktu serangan, lama, kekerapan
(time).KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST OP TURP
10. Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower Urinari Tract
Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin lemah, intermitensi, terminal dribbling,
terasa ada sisa setelah selesai miksi3). Riwayat penyakit sekarang Adanya riwayat
penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan penyakit sekarang perlu
ditanyakan . Diabetes Mellitus, Hipertensi, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis
dan gangguan faal darah dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah.
Ketahui pula adanya riwayat penyakit saluran kencing dan pembedahan terdahulu.,
urgensi, frekuensi dan disuria 4). Riwayat penyakit dahulu
11. Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta hubungan
interaksi pasca tindakan TURP. 7). Pola pola fungsi kesehatan a). Pola persepsi dan tata
laksana hidup sehat b). Pola nutrisi dan metabolisme c). Pola eliminasi d). Pola aktivitas dan
latihan e). Pola tidur dan istirahat f). Pola kognitif perseptual g). Pola persepsi dan konsep
diri h). Pola hubungan dan peran i). Pola reproduksi seksual J) Pola penanggulangan stress
k). Pola tata nilai dan kepercayaan5). Riwayat penyakit keluarga 6). Riwayat psikososial
12. Pemeriksaan fisik a). Keadaan umum b). Sistem pernafasan c). Sistem sirkulasi d).
Sistem neurologi e). Sistem gastrointestinal f). Sistem urogenital Setelah dilakukan tindakan
TURP klien akan mengalami hematuri . Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan
darah. Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat menonjol, terasa ada
ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa ingin kencing. Residual urin dapat diperkirakan
dengan cara perkusi. Traksi kateter dilonggarkan selama 6 24 jam. g). Sistem
muskuloskeletal Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
13. b). Uroflowmetri : Yaitu pemeriksaan untuk mengukur pancar urin. Dilakukan setelah
kateter Laboratorik : Setiap penderita pasca TURP harus di cek kadar hemoglobinnya dan
perlu diulang secara berkala bila urin tetap merah dan perlu di periksa ulang bila terjadi
penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. Kadar serum kreatinin juga perlu diulang
secara berkala terlebih lagi bila sebelum operasi kadar kreatininnya meningkat. Kadar
natrium serum harus segera diperiksa bila terjadi sindroma TURP. Bila terdapat tanda
septisemia harus diperiksa kultur urin dan kultur darah. Pemeriksaan penunjang
14. Setelah data dikumpulkan, dikelompokkan dan dianalisa kemudian data tersebut
dirumuskan ke dalam masalah keperawatan . Adapun masalah yang mungkin terjadi pada
pasca TURP antara lain : nyeri, retensi urin, resiko tinggi infeksi, resiko tinggi kelebihan
cairan, resiko tinggi ketidakefektifan pola napas, resiko tinggi kekurangan cairan, kurang
pengetahuan, inkontinensia dan resiko tinggi disfungsi seksualAnalisa dan sintesa data
15. Diagnosa keperawatan 1). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli :
reflek spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / atau tekanan dari traksi. 2).
Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan darah berlebihan 3).
Resiko tinggi kelebihan cairan yang berhubungan dengan absorbsi cairan irigasi (TURP). 4).
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kateter di buli buli.5). Resiko tinggi
terhadap ketidakefektifan pola napas yang berhubungan anastesi 6). Kurang pengetahuan
yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas pasca operasi, gejala untuk
dilaporkan, perawatan di rumah dan intruksi evaluasi . 7). Retensi urin berhubungan dengan
obstruksi sekunder dari TURP . 8). Inkontinensia urin berhubungan dengan pengangkatan
kateter
16. Tujuan 1. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine. 2. Mencegah terjadinya
distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan
pus. 3. Untuk membersihkan kandung kemih. 4. Untuk mengobati infeksi lokal.
Pengertian : Memasukan larutan kedalam kandung kemih untuk membersihkan atau
memasukan obat atau proses pencucian kandung kemih dengan aliran cairan yang telah di
programkan oleh dokter. IRIGASI KANDUNG KEMIH POST OP TURP
17. Persiapan alat - Sarung tangan bersih. - Kateter retensi yang sudah terpasang. - Slang
dan kantong drainase (jika belum terpasang). - Klem slang drainase. - Kapas antiseptik. Wadah steril. - Larutan irigasi steril yang dihangatkan atau memiliki suhu ruangan. - Beri
label pada cairan dengan jelas menggunakan katakata irigasi kandung kemih, termasuk
informasi mengenai obat-obatan yang telah ditambahkan ke larutan irigasi yang murni. Slang infus. - Tiang infus. Persiapan perawat
18. Prosedur dan pelaksanaan 1. Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan anda
lakukan, mengapa hal tersebut perlu dilakukan dan bagaimana klien dapat bekerja sama
dengan anda. 2. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi yang sesuai. 3.
Berikan privasi klien. 4. Gunakan sarung tangan bersih. 5. Kosongkan, ukur dan catat jumlah
serta tampilan urine yang ada di dalam kantong urine. Buang urine dan sarung persiapan
lingkungan : tangan. Pengosongan kantong drainase memungkinkan pengukuran
haluaran urine yang lebih akurat setelah irigasi dilakukan atau selesai. Pengkajian karakter
urine memberikan data dasar untuk perbandingan selanjutnya. 6. Persiapan perlengkapan. Cuci tangan - Hubungkan slang infus irigasi dengan larutan irigasi dan bilas slang dengan
larutan, jaga agar ujungnya tetap steril. Membilas slang akan mengeluarkan udara sehingga
mencegah udara masuk kedalam kandung kemih. - Pasang sarung tangan bersih dan
bersihkan port irigasi dengan kapas antiseptik. - Hubungkan slang irigasi ke port cairan pada
kateter tiga cabang (kateter
19. Kaji jumlah, warna dan kejernihan drainase. Jumlah drainase harus sama dengan
jumlah cairan irigasi yang masuk ke kandung kemih ditambah dengan perkiraan haluaran
urine. Buka klem pengatur pada slang irigasi dan atur kecepatan aliran sesuai dengan
program dokter atau atur kecepatan aliran sebanyak 40-60 per menit jika kecepatan aliran
tidak ditentukan. 7. Lakukan irigasi kandung kemih. a). Untuk irigasi kontinu, buka klem
padaslang drainase urine (jika ada). Hal ini memungkinkan larutan irigasi mengalir keluar
dari kandung kemih secara kontinu.
20. Kaji jumlah, wana, dan kejernihan drainase. Jumlah drainase seharusnya sama dengan
jumlah cairan irigasi Setelah larutan dipertahankan selama waktu yang telah ditetapkan,
buka klem aliran pada slang drainase dan biarkan kandung kemih kosong. Buka klem
aliran pada slang irigasi agar sejumlah larutan yang telah diprogramkan masuk kedalam
kandung kemih. Klem slang. Apabila larutan sedang dimasukkan untuk mengirigasi
kateter, buka klem aliran pada slang drainase urine. Larutan irigasi akan mengalir melalui
selang dan port drainase urine, mengeluarkan mukosa dan bekuan darah. Apabila larutan
tetap berada dikandung kemih (irigasi atau pemasukan cairan ke kandung kemih), tutup
klem aliran ke slang drainase urine. Menutup klem aliran memungkinkan larutan tetap di
dalam kandung kemih dan bersentuhan dengan dinding kandung kemih. b). Untuk irigasi
intermitten, tentukan apakah larutan perlu tetap di kandung kemih selama waktu tertentu.
21. Hal yang perlu diperhatikan : catat setiap kandungan drainase yang tidak normal, seperti
bekuan darah, nanah atau cabikan mukosa. Dokumentasikan temuan di dalam catatan
klien dengan menggunakan format atau daftar tilik disertai dengan catatan narasi jika perlu.
Kosongkan kantong drainase dan ukur isinya. Kurangi volume drainase total dengan
cairan irigasi yang dimasukkan untuk mendapatkan volume haluaran urine. Kaji
kenyamanan klien. 8. Kaji klien dan haluaran urine.
22. Wassalam wr.wbTerima kasih