Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn”R” DENGAN DIAGNOSA

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) DIRUANG TULIP


RUMAH SAKIT TK.II PELAMONIA MAKASSAR

OLEH

EXALKURNIAWAN MANGGAS

(4120005)

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2021
BAB I

KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah

hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer

dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).

Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis

di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya

berjalan uretra posterior + 2,5 cm.

Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah

inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus

ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar

uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliput

jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra

pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994).

Derajat Benigne Prostat Hyperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan

klinisnya :

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine

kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.


2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,

panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas

atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa

urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal

seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai

sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi

terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa

yang diduga timbulnya Benigna Prostatic Hyperplasia antara lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan

stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.

2. Ketidakseimbangan estrogen – testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan

penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan

terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan

transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.


4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel

dari kelenjar prostat.

5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

C. Gambaran klinis

Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary

Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:

1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi

(nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat

miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau

mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan

waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena

overflow. (Anonim,FK UI,1995).

Tanda:

Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination dapat memberikan

gambaran tonus sphingter ani mukosa rektum, adanya kelainan seperti meraba

prostat. Pada colok dubur, mukos aprostat teraba, lembut, kenyal dan elastis.
D. PATOFISIOLOGI

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami

hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam

mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini

dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan

uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat

memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan

anatomi dari buli-buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya

selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan

klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract

Symptom/LUTS.

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus

destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak

banyak berubah. Pada fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.

Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas

miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi

tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir

seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan

meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai

timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak

berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini

disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang

masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan
terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat

dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak

sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah

ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi

urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal


pathway BPH
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

- urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria

- Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal

2. Pengukuran derajat berat obstruksi

- Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa

urin kososng dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)

- Pancaran urin (uroflowmetri)

Syarat: jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata 10 s/d 12

ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.

3. Pemeriksaan lain

- BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel,penebalan bladder

- USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk

menentukan volume prostat

- Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke

buli-buli yang dapat dipkai untuk meramalkan derajat berat obstruksi apabila adabatu

dalam vesika.

- Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dididing bladder


F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi medikamentosa

a. Penghambat andrenergik , misalnya prazosin,

doxazosin, alfluzosin atau  1a (tamsulosin).

b. Penghambat enzim 5--reduktase, misalnya

finasteride (Poscar)

c. Fitoterapi, misalnya eviprostat

2. Terapi bedah

Indikasi terapi bedah yaitu :

 Retensio urin berulang.

 Hematuria

 Tanda penurunan fungsi ginjal

 Infeksi saluran kencing berulang

 Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis.

 Ada batu saluran kemih.

MACAM-MACAM TINDAKAN PADA KLIEN BPH :

1. Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing –

masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :

a. Prostatektomi Supra pubis.

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.

Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan

beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding

metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari

semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin

dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman.

Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika

area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa,

pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung

kemih yang berkaitan.

b. Prostatektomi Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini

lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.

Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh

bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah

penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal

bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua

dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi

dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera

rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan

kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.

c. Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik

dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini

cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang

keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi

dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat

mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat

pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah

periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih

sedikit.

2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP )

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen

melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat

untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.

Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan

efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat

jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan

tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan

counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan

pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih

dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.


TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek

merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang

mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan

irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.

Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi

uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang

dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari

kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila

tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan

jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat

berkemih dengan lancar.

TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari

sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat

untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,

infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi

jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-

40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya

penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

PENGELOLAAN PASIEN

1. Pre operasi

- Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)

- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia


- Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax

- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum

pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa

minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara

2. Post operasi

- Irigasi/Spoling dengan Nacl

 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit

 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit

 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit

 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit

 Hari ke 4 post operasi diklem

 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam

kateter bening)

 Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan

serohemoragis < 50cc)

 Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2

hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi

bisa diganti dengan obat oral.

 Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi

 Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan

betadin

 Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)

 DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi


 Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.

 Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi

 Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk

berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan

perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan

otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada

pubis dapat membantu menghilangkan spasme.

 Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi

tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,

perdarahan

 Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol

berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai

kontrol berkemih.

 Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian

jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.

 Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah

bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih

gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi

pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya

memberikan tekannan pada fossa prostatik.

G. KOMPLIKASI

1. Perdarahan.

2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter

4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.

Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas

seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik

sudah sembuh.

5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior

menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir

kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi

mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik

melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total

( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak

mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan

untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.

6. Infeksi
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pre - Operasi

a. Data Subyektif

- Klien mengatakan nyeri saat berkemih

- Sulit kencing

- Frekuensi berkemih meningkat

- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi

- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda

- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih

- Pancaran urin melemah

- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak

kosong dengan baik

- Kalau mau miksi harus menunggu lama

- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus

- Urin terus menetes setelah berkemih

- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah

- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan

dilakukan

b. Data Obyektif

- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri


- Terpasang kateter

2. Post - Operasi

a. Data Subyektif

- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi

- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan

setelah operas

b. Data Obyektif

- Ekspresi tampak menahan nyeri

- Ada luka post operasi tertutup balutan

- Tampak lemah

- Terpasang selang irigasi, kateter, infus

3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari

yang dialami pasien.

4. Pengkajian fisik

1) Gangguan dalam berkemih seperti

- Sering berkemih

- Terbangun pada malam hari untuk berkemih

- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak


- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah

- Rasa tidak puas sehabis miksi

- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih

- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah

berkemih.

- Nyeri saat berkemih

- Ada darah dalam urin

- Kandung kemih terasa penuh

- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.

- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih

2) Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa

tidak nyaman pada epigastrik

3) Kaji status emosi : cemas, takut

4) Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau

5) Kaji tanda vital

5. Kaji pemeriksaan diagnostik

- Pemeriksaan radiografi

- Urinalisa

- Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin

6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan

dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.


I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul saat pre-operasi :

 Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik

pembesaran prostate.

 Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.

 Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

kemungkinan prosedur bedah/malignasi.

 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul saat post-operasi :

 Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan

 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal :

bekuan darah, oedoma, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi

catheter/balon.

 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuIer

kesulitan mengontrol perdarahan.

 Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasive : alat selama

pembedahan, catheter, iritasi kandung kemih serta trauma insisi bedah.

 Defisit self care berhubungan dengan kelemahan fisik.

 PK : Perdarahan
J. RENCANA KEPERAWATAN

Rencana Keperawatan Pre- Operasi

No Diagnosa NOC NIC


1. Retensi urine TujuanSetelah IntervensiUrinary

(akut/kronik) dilakukan askep …. jam elimination management :

berhubungan dengan , klien menunjukkan

obstruksi mekanik urinary continence dan Monitor eliminasi urin meliputi

pembesaran prostate. urinary elimination frekuensi, konsistensi, bau

dengan KH: volume dan warna

Pengosongan bladder Monitor tanda dan gejala

secara sempurna retensi urin

Warna urin dbn Catat terakhir kencing

Bau urin dbn Anjurkan untuk minum 8 gelas

Urin terbebas dari perhari

partikel

Balance cairan selama Urinary Retention Care :

24 jam  Sediakan privacy untuk

Urin dapat keluar tanpa eliminasi

kesakitan  Gunakan sugesti

dengan menghidupkan kran


air

 Stimulasi reflex kencing

dengan memberikan media

dingin di perut atau mengaliri

genital dengan air

 Sediakan waktu untuk

pengosongan bladder ( 10

menit )

 Lakukan katerisasi

 Catat pengeluaran urin

 Monitor derajat didtensi

bladder

 Lakukan pemasangan

kateter secara intermitent

 Rujuk ke spesialis

urologi
2. Nyeri (akut) NOC : NIC :

berhubungan dengan Pain Level, Pain Management

iritasi mukosa, distensi Pain control,  Lakukan pengkajian

kandung kemih.  Comfort level nyeri secara komprehensif

Kriteria Hasil : termasuk lokasi, karakteristik,

 Mampu mengontrol durasi, frekuensi, kualitas dan

nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi

nyeri, mampu
 Observasi reaksi

menggunakan tehnik nonverbal dari

nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan

mengurangi nyeri,
 Gunakan teknik

mencari bantuan) komunikasi terapeutik untuk

 Melaporkan bahwa mengetahui pengalaman nyeri

nyeri berkurang dengan pasien

menggunakan  Kaji kultur yang

manajemen nyeri mempengaruhi respon nyeri

 Mampu mengenali nyeri


 Evaluasi pengalaman

(skala, intensitas, nyeri masa lampau

frekuensi dan tanda


 Evaluasi bersama

nyeri) pasien dan tim kesehatan lain

 Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan

nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa lampau

berkurang  Bantu pasien dan


 Tanda vital dalam keluarga untuk mencari dan

rentang normal menemukan dukungan

 Kontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan

 Kurangi faktor presipitasi

nyeri

 Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi

dan inter personal)

 Kaji tipe dan sumber

nyeri untuk menentukan

intervensi

 Ajarkan tentang teknik

non farmakologi

 Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

 Evaluasi keefektifan

kontrol nyeri

 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak berhasil

 Monitor penerimaan

pasien tentang manajemen

nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat

 Cek instruksi dokter

tentang jenis obat, dosis, dan

frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang

diperlukan atau kombinasi dari

analgesik ketika pemberian

lebih dari satu

 Tentukan pilihan

analgesik tergantung tipe dan

beratnya nyeri

 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan

dosis optimal

 Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri secara

teratur

 Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgesik pertama

kali

 Berikan analgesik tepat

waktu terutama saat nyeri

hebat

 Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan gejala

(efek samping)

3. Kecemasan NOC : NIC :

berhubungan dengan Anxiety control Anxiety Reduction

perubahan status Coping (penurunan kecemasan)

kesehatan Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan

kemungkinan  Klien mampu yang menenangkan

prosedur mengidentifikasi dan Nyatakan dengan jelas


bedah/malignasi. mengungkapkan gejala harapan terhadap pelaku

cemas pasien

 Mengidentifikasi,  Jelaskan semua

mengungkapkan dan prosedur dan apa yang

menunjukkan tehnik dirasakan selama prosedur

untuk mengontol cemas Temani pasien untuk

 Vital sign dalam batas memberikan keamanan dan

normal mengurangi takut

 Postur tubuh, ekspresi Berikan informasi faktual

wajah, bahasa tubuh mengenai diagnosis, tindakan

dan tingkat aktivitas prognosis

menunjukkan  Dorong keluarga untuk

berkurangnya menemani anak

kecemasan  Lakukan back / neck rub

 Dengarkan dengan

penuh perhatian

 Identifikasi tingkat

kecemasan

 Bantu pasien mengenal

situasi yang menimbulkan

kecemasan

 Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi

 Instruksikan pasien

menggunakan teknik relaksasi

 Barikan obat untuk

mengurangi kecemasan

4. Kurang pengetahuan NOC : NIC :

berhubungan dengan  Kowlwdge : disease Teaching : disease

kurangnya informasi process Process

 Kowledge : health 1. Berikan penilaian

Behavior tentang tingkat

Kriteria Hasil : pengetahuan pasien

 Pasien dan keluarga tentang proses penyakit

menyatakan yang spesifik

pemahaman tentang 2. Jelaskan patofisiologi

penyakit, kondisi, dari penyakit dan

prognosis dan bagaimana hal ini

program pengobatan berhubungan dengan

 Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi,

mampu dengan cara yang tepat.

melaksanakan 3. Gambarkan tanda dan

prosedur yang gejala yang biasa muncul

dijelaskan secara pada penyakit, dengan


benar cara yang tepat

 Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses

mampu menjelaskan penyakit, dengan cara

kembali apa yang yang tepat

dijelaskan 5. Identifikasi kemungkinan

perawat/tim penyebab, dengna cara

kesehatan lainnya yang tepat

6. Sediakan informasi pada

pasien tentang kondisi,

dengan cara yang tepat

7. Hindari harapan yang

kosong

8. Sediakan bagi keluarga

informasi tentang

kemajuan pasien dengan

cara yang tepat

9. Diskusikan perubahan

gaya hidup yang mungkin

diperlukan untuk

mencegah komplikasi di

masa yang akan datang

dan atau proses

pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi

atau penanganan

11. Dukung pasien untuk

mengeksplorasi atau

mendapatkan second

opinion dengan cara yang

tepat atau diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan

sumber atau dukungan,

dengan cara yang tepat

13. Rujuk pasien pada grup

atau agensi di komunitas

lokal, dengan cara yang

tepat

14. Instruksikan pasien

mengenai tanda dan gejala

untuk melaporkan pada

pemberi perawatan

kesehatan, dengan cara

yang tepat

Rencana Perawatan Post-Operasi


No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri (akut) NOC : NIC :

berhubungan  Pain Level, Pain Management

dengan insisi  Pain control,  Lakukan pengkajian

pembedahan  Comfort level nyeri secara komprehensif

Kriteria Hasil : termasuk lokasi,

 Mampu mengontrol karakteristik, durasi,

nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan

penyebab nyeri, faktor presipitasi

mampu  Observasi reaksi

menggunakan nonverbal dari

tehnik ketidaknyamanan

nonfarmakologi  Gunakan teknik

untuk mengurangi komunikasi terapeutik

nyeri, mencari untuk mengetahui

bantuan) pengalaman nyeri pasien

 Melaporkan bahwa  Kaji kultur yang

nyeri berkurang mempengaruhi respon

dengan nyeri

menggunakan  Evaluasi pengalaman

manajemen nyeri nyeri masa lampau

 Mampu mengenali  Evaluasi bersama

nyeri (skala, pasien dan tim kesehatan


intensitas, frekuensi lain tentang

dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol

 Menyatakan rasa nyeri masa lampau

nyaman setelah  Bantu pasien dan

nyeri berkurang keluarga untuk mencari dan

 Tanda vital dalam menemukan dukungan

rentang normal  Kontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

 Kurangi faktor presipitasi

nyeri

 Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan inter

personal)

 Kaji tipe dan sumber

nyeri untuk menentukan

intervensi

 Ajarkan tentang teknik

non farmakologi
 Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

 Evaluasi keefektifan

kontrol nyeri

 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasikan dengan

dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak

berhasil

 Monitor penerimaan

pasien tentang manajemen

nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

pemberian obat

 Cek instruksi dokter

tentang jenis obat, dosis,

dan frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang


diperlukan atau kombinasi

dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu

 Tentukan pilihan

analgesik tergantung tipe

dan beratnya nyeri

 Tentukan analgesik

pilihan, rute pemberian,

dan dosis optimal

 Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri secara

teratur

 Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgesik

pertama kali

 Berikan analgesik tepat

waktu terutama saat nyeri

hebat

 Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan gejala

(efek samping)
2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Urinary elimination

urine berhubungan askep …. jam , klien management :

dengan obstruksi menunjukkan urinary Monitor eliminasi urin meliputi

mekanikal : bekuan elimination dengan KH: frekuensi, konsistensi, bau

darah, oedoma, Pengosongan bladder volume dan warna

trauma, prosedur secara sempurna Monitor tanda dan gejala

bedah, tekanan dan Warna urin dbn retensi urin

iritasi Bau urin dbn Catat terakhir kencing

catheter/balon. Urin terbebas dari Anjurkan untuk minum 8 gelas

partikel perhari

Balance cairan selama

24 jam Bladder Irrigation :

Urin dapat keluar tanpa Tentukan apakah irigasi akan

kesakitan dilakukan secara berkelanjutan

atau hanya sementara

Jelaskan tujuan tindakan

kepada klien

Sediakan perlatan irigasi streril

sesuai protokol

Monitor dan jaga aliran irigasi

sesuai indikasi

Catat jumlah cairan yang


digunakan, karakteristik cairan,

jumlah pengeluaran dan

respon pasien
3. Kekurangan NOC: Fluid management

volume cairan  Fluid balance  Timbang

berhubungan  Hydration popok/pembalut jika

dengan area  Nutritional Status : diperlukan

bedah vaskuIer Food and Fluid  Pertahankan catatan

kesulitan Intake intake dan output yang

mengontrol Kriteria Hasil : akurat

perdarahan  Mempertahankan  Monitor status hidrasi (

urine output sesuai kelembaban membran

dengan usia dan mukosa, nadi adekuat,

BB, BJ urine normal, tekanan darah ortostatik ),

HT normal jika diperlukan

 Tekanan darah,  Monitor vital sign

nadi, suhu tubuh  Monitor masukan


dalam batas normal makanan / cairan dan
 Tidak ada tanda hitung intake kalori harian
tanda dehidrasi,
 Lakukan terapi IV
Elastisitas turgor
 Monitor status nutrisi
kulit baik, membran
 Berikan cairan
mukosa lembab,
 Berikan cairan IV pada
tidak ada rasa haus suhu ruangan

yang berlebihan  Dorong masukan oral

 Berikan penggantian

nesogatrik sesuai output

 Dorong keluarga untuk

membantu pasien makan

 Tawarkan snack ( jus

buah, buah segar )

 Kolaborasi dokter jika

tanda cairan berlebih

muncul meburuk

 Atur kemungkinan

tranfusi

 Persiapan untuk tranfusi

4. Resiko infeksi NOC : NIC :

berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol

dengan presedur  Risk control infeksi)

invasive : alat  Bersihkan lingkungan

selama Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien lain

pembedahan,  Klien bebas dari  Pertahankan teknik

catheter, iritasi tanda dan gejala isolasi

kandung kemih infeksi  Batasi pengunjung bila


serta trauma insisi  Menunjukkan perlu

bedah. kemampuan untuk  Instruksikan pada

mencegah pengunjung untuk mencuci

timbulnya infeksi tangan saat berkunjung

 Jumlah leukosit dan setelah berkunjung

dalam batas meninggalkan pasien

normal  Gunakan sabun

 Menunjukkan antimikrobia untuk cuci

perilaku hidup tangan

sehat  Cuci tangan setiap

sebelum dan sesudah

tindakan kperawtan

 Gunakan baju, sarung

tangan sebagai alat

pelindung

 Pertahankan lingkungan

aseptik selama

pemasangan alat

 Ganti letak IV perifer dan

line central dan dressing

sesuai dengan petunjuk

umum

 Gunakan kateter
intermiten untuk

menurunkan infeksi

kandung kencing

 Tingktkan intake nutrisi

 Berikan terapi antibiotik

bila perlu

Infection Protection

(proteksi terhadap

infeksi)

 Monitor tanda dan gejala

infeksi sistemik dan lokal

 Monitor hitung

granulosit, WBC

 Monitor kerentanan

terhadap infeksi

 Batasi pengunjung

 Saring pengunjung

terhadap penyakit menular

 Partahankan teknik

aspesis pada pasien yang

beresiko

 Pertahankan teknik
isolasi k/p

 Berikan perawatan kuliat

pada area epidema

 Inspeksi kulit dan

membran mukosa terhadap

kemerahan, panas,

drainase

 Ispeksi kondisi luka /

insisi bedah

 Dorong masukkan nutrisi

yang cukup

 Dorong masukan cairan

 Dorong istirahat

 Instruksikan pasien

untuk minum antibiotik

sesuai resep

 Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan gejala

infeksi

 Ajarkan cara

menghindari infeksi

 Laporkan kecurigaan

infeksi
 Laporkan kultur positif
5. Defisit self care NOC : NIC :

berhubungan  Self care : Activity of Self Care assistance :

dengan Daily Living (ADLs) ADLs

kelemahan fisik. Kriteria Hasil :  Monitor kemempuan

 Klien klien untuk perawatan diri

terbebas dari bau yang mandiri.

badan  Monitor kebutuhan klien

 Menyataka untuk alat-alat bantu untuk

n kenyamanan kebersihan diri, berpakaian,

terhadap berhias, toileting dan

kemampuan untuk makan.

melakukan ADLs  Sediakan bantuan

 Dapat sampai klien mampu

melakukan ADLS secara utuh untuk

dengan bantuan melakukan self-care.

 Dorong klien untuk

melakukan aktivitas sehari-

hari yang normal sesuai

kemampuan yang dimiliki.

 Dorong untuk melakukan

secara mandiri, tapi beri

bantuan ketika klien tidak


mampu melakukannya.

 Ajarkan klien/ keluarga

untuk mendorong

kemandirian, untuk

memberikan bantuan

hanya jika pasien tidak

mampu untuk

melakukannya.

 Berikan aktivitas rutin

sehari- hari sesuai

kemampuan.

 Pertimbangkan usia

klien jika mendorong

pelaksanaan aktivitas

sehari-hari.

6. PK Perdarahan Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala

askep …. jam perawat perdarahan post operasi

akan menangani atau (drainage, urine)

mengurangi Monitor V/S

komplikasi dari pada Pantau laborat Hb, HMT. AT

perdarahan dan klien kolaborasi untuk tranfusi bila

mengalami terjadi perdarahan (hb < 10 gr


peningkatan Hb/> 10 %)

gr % Kolaborasi dengan dokter

untuk terapinya

Pantau daerah yang dilakukan

operasi

DAFTAR PUSTAKAA

SIA
1. http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/2494/3/KTI%20Lengkap%20jadi.pdf

2. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/jmp/article/view/13191/10104http

3. www.kitapastisehat.com/2018/10/laporan-pendahuluan-lp-askep-prostat-hipertrofi-

lengkap-download-pdf-doc.html

4. https://www.academia.edu/7969448/LAPORAN_PENDAHULUAN_BPH.

Anda mungkin juga menyukai