Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


BENIGNA PROSTAT HYPERLASIA (BPH)

I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi Dx Medik
Benigna prostat hyperlasia (BPH) merupakan suatu penyakit pembesaran ukuran sel
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel pada prostat. Pembesaran atau hipertrofi
kelenjar prostat, disebabkan karena hyperlansia beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan urtera pars prostatika (Himawan, 2019). Benigna prostat hyperlasia
merupakan pembesaran kelenjar prostat, memanjang keatas kedalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare,
2016).
B. Etiologi Dx Medik
Penyebab yang pasti dari benigne prostat hyperplasia sampai sekarang belum
diketahui secara pasti, namun ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya benigne
prostat hyperplasia yaitu usia dan hormonal menjadi prediposisi terjadinya BPH.
Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa benigna prostat hiperplasia sangat erat
kaitannya dengan:
1. Peningkatan Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estroge–testoteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan,
pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormon testosteron.
Hal ini memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal gorwth factor atau fibroblas gorwth factor dan
penurunan transforming gorwth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. berkurangnya kematian sel
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadinya BPH (Prabowo dan Andi, 2014)
C. Patofisiologi/ pathway
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersulit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat
meningkatkan tekanan intravesika. Sebagai kompensasi terhadap tekanan prostatika,
maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine
keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli
berupa: hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selua, sekula dan difertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada
saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Symptom / LUTS. (Purnomo,
2016).
Pada fase awal dari prostat hiperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dalam sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak berubah. Pada
fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan kualitas miksi berubah, kekuatan
serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak abdominal (mengejan)
sehingga timbulnya hernia dan haemorhoid. (Wells et al., 2015).
Fase dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan
mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh.Puncak
dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine
dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat menimbulkan kemunduran
fungsi ginjal (Jitowiyono dan Weni, 2010).
Pathway

(Sumber : Aspiani, 2015)


D. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala
a. Gejala Obstruksi, yaitu
a) Hesistansi, yaitu memulai kecing yang lama dan sering kali diserta dengan
mengejang yang menyebabkan oleh otot detrusor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama untuk meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
tekanan dalam uretra prostatika.
b) Intermintensi yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
tidak mampuan otot destrusor dalam mempertahankan tekanan intravesikal
sampai berakhirnya miski.
c) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan caliber pancaran detrusor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
b. Gejala iritasi
a) Uregnsi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit diatahan.
b) Frekuensi yaitu penderita miski lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nokturia) dan pada siang hari.
c) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing (Budaya, 2019).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan colok dubur
Dapat di berikan kesan keadaan tonus spingter anus, mukosa rectum, kelainan lain
seperti benjolan daam rectum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur
dapat diperhatikan konsostensi prostat, adalah asimetri, dalah nodul pada prostat,
apakah batas atas dapat di raba, derajat berat obstruksi dapat diukur dengan
menentukan jumlah sisa urin stelah miksi spontan. Sisa miski ditentukan dengan
mengkur urin yang masih dapat keluar dengan keteterisasi, sisa urin dapat pula
diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miski.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan adalah analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik
urin, elektrolit, kadar uteum kreatinin, bila perlu pemeriksaan prostat spesifik
antigen (PSA) untuk dasar penentuan biopsy.
c. Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto polos abdomen untuk
melihat didaerah abdomen dan melihat daerah gastrointestinal.
 BNO-IVP foto di daerah abdomen untuk melihat traktus urinaria dari nier
(ginja) hingga blass (kandung kemih).
 Cystoscopy/ cytografi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan
hematuria atau pada memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam
kandung kemih atau sumber pendarahan dari atas apabila darah datang dari
muara ureter di dalam vesika. Selain itu sitoskopi juga dapat memberi
keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang ureter pras
prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.
d. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk pemeriksaan konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan
buli-buli termasuk residual II urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara
tranksrektal, transsuteral dan suprapubik.
F. Penatalaksanaan Medis
a. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang di berikan
adalah mengurangi minum seteah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alcohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan control keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi Medikamentosa
 Penghambat adrenergika (pazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada
otot polos dileher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga aliran air seni
dan gejala-gejala berkurang.
 Pemghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
c. Terapi Bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk di lakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensi urin berulang, hematuria,
tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dab perubahan fisiologi
pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada
beratnya gejala dan komplikasi. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi:
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
1) Pembedahan terbuka
Beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah
- Prostatektomi suprapubik adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen. Insisi dibuat di kedalam kandung kemih, kelenjar
prostat diangkat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar
dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien
akan kehilangan darah yang cukup banyak disbanding dengan metode lain,
kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya
dari semua prosedur bedah abdomen mayor.
- Prostatektomi perineal merupakan suatu tindakan dengan mengangkat
kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih parktis dan
sangat berguna untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka
bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah intontinensia,
impotensi dan cedera rektal.
- Prostatektomi rekropubik adalah tindakan lain yang dapat dilakukan,
dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik
ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun jumlah darah yang hilang lebih daoat dikontrol dan letak
pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang
retropubik.
2) Pembedahan endourologi
Pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan memakai
tenaga elekrik diantaranya:
- Transurethral prostatic Resection (TURP)
- Transuretral incision of the prostate (TUIP)
- Terapi invasive minimal
G. Referensi (MINIMAL 3 BUAH)
1. Nuari, Nian Afrian. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan Ed-1 Cetakan 1. Yogyakarta: Deepublish
2. Prabowo, E,. dan pranata, A,E. 2014. Asuhan keperawtann sistem perkemihan
Yogyakarta: Nuha medika
3. Purnomo. 2014. Dasar dasar dasar urologi. Jakarta: CV.Agung
4. Smeltzer & Bare, 2016. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 5. Jakarta: EGC.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
Masalah Keperawatan dan Definisi Data
Nyeri Akut (D.0077) DS:
- Mengeluh nyeri
Definisi: Pengalaman sendorik atau DO:
emosional yang berkaitan dengan - Gelisah
kerusakan jaringan actual atau fungsional, -Tampak meringis
dengan onset mendadak atau lambat dan -Bersikap protektif (mis. waspada, posisi
berintensitas ringan hingga berat yang menghindari nyeri)
berlangsung kurang dari 3 bulan. -Frekuensi nadi meningkat
-Sulit tidur
-Tekanan darah meningkat
-Pola napas berubah
-Nafsu makan berubah
-Proses berpikir terganggu
-Menarik diri
-Berfokus pada diri sendiri
-Diaforesis

Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) DS:


-Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
Definisi: Keterbatasan dalam Gerakan -Nyeri saat bergerak
fisik dari satu atau lebih ekstermitas -Enggan melakukan pergerakan
secara mandiri -Merasa cemas saat bergerak
DO:
-Kekuatan otot menurun
-Rentang gerak (ROM) menurun
-Sendi kaku
-Gerakan tidak terkoordinasi
-Gerakan terbatas
-Fisik lemah
Gangguan Eliminasi Urin (D.0040) DS:
-Desakan berkemih (urgensi)
Definisi: Disfungsi eliminasi urin -Urun menetes (dribbling)
-Sering buang air kecil
-Nocturia
-Mengompol
-Enuresis
DO:
-Distensi kandung kemih
-Berkemih tidak tuntas (hestitancy)
-Volume residu urin meningkat

No. Diagnosa Tujuan (smart) Standar Rencana Tindakan (SIKI)


Keluaran
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan, diharapkan tingkat - identifikasi lokasi, karakteristik,
nyeri menurun dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
hasil: nyeri
- keluhan nyeri menurun - identifikasi skala nyeri
- meringis menurun - identifikasi respon nyeri nonverbal
- gelisan dan sulit tidur menurun - identifikasi factor yang memperberat
- perasaan depresi (tertekan) dan memperingan nyeri
menurun - identifikasi pengetahuan dan
- frekuensi nadi membaik keyakinan tentang nyeri
- frekuensi napas membaik - identifikasi pengaruh nyeri pada
- pola tidur membaik kualitas hidup
- monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- monitor efek samping penggunaan
analgetic
Terapeutik:
- berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurasi rasa nyeri
- kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
- fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
- jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurasi rasa nyeri
Kolaborasi:
- kolaborasi pemberian analgetic, jika
perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi:


Mobilitas Fisik keperawatan diharapkan mobilitas - Identifikasi adanya nyeri atau
fisik meningkat, dengan kriteria keluhan fiisk lainnya
hasil: - Identifikasi toleransi fisik
- pergerakkan ektremitas melakukan pergerakkan
meningkat - Monitor frekuensi jantung dan
- kekuatan otot meningkat tekanan darah sebelum dan
- nyeri menurun sesudah mobilisasi
- kaku sendi menurun - Monitor kondisi umum selama
- Gerakan terbatas menurun melakukan mobilisasi
- Kelemahan fisik menurun Teraupetik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
- Fasilitatsi melakukan
pergerakkan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakkan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yanh harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur)
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Eliminasi Urin keperawatan diharapkan - identifikasi tanda dan gejala
pengosongan kandung kemih yang retensi atau inkontinensia urin
lengkap membaik, dengan kriteria - identifikasi faktor yang
hasil: menyebabkan retensi atau
- sensasi berkemih meningkat inkontinensia urin
- desakan berkemih menurun - monitor eliminasi urun
- distensi kandung kemih Teraupetik:
menurun - catat waktu-waktu haluaran
- disuris menurun berkemih
- batasi asupan cairan, jika perlu
- ambil ampel urin tengah
Edukasi:
- ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
- ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urin
- anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi:
- kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu

Daftar Pustaka
1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI
2. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: PPNI
3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017 Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai