Anda di halaman 1dari 9

BAB II

BPH (Benigna Prostate Hyperplasia)

A. Pengertian BPH
Pengertian BPH BPH adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011). BPH adalah
pembesaran kelenjar prostat nonkanker (Corwin, 2009). BPH adalah penyakit yang
disebabkan oleh penuaan (Price&Wilson, 2005).
BPH adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau
hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat
namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2005).

B. Etiologi BPH

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang
erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan (Purnomo, 2007). Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :

1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen


menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron.
3. Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
4. Interaksi stroma – epitel
5. Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
6. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
7. Teori sel stem Menerangkan bahwa terjadinya poliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stoma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi
berlebihan (Basuki B Purnomo,2008)

C. Patofisiologi BPH

Patofisiologi Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron
(DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesa protein (Mitchell, 2009).
2. Teori hormone
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia
yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen
bertambah relatif atau absolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan
perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth
factor (B-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat
jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5 areduktase. BFGF dapat
dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan
prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
1) Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi
uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi
akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang
membesar.
2) Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi
karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
3) Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor
tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi.
Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi
karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4) Nocturia (miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga
interval antar miksi lebih pendek.
5) Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena
hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter
dan uretra berkurang selama tidur.

D. Manifestasi Klinis/Tanda Dan Gejala


Menurut Hariono ,(2012) manifestasi klinis BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai
dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat
terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter
anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau
hematuria (prabowo dkk, 2014).
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal
dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa
jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi)
7. Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah
hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk
treatment selanjutnya.
F. Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
1. Terapi medikamentosa
a) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b) Penghambat enzim, misalnya finasteride
c) Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala
dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a) Prostatektomi
1. Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu
insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar
prostat diangkat dari atas.
2. Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar
melalui suatu insisi dalam perineum.
3. Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih
umum di banding [endekatan suprapubik dimana insisi
abdomen lebih
4. rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis
dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
b) Insisi prostat transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara
memasukkan instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan
ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan
efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
c) Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di
lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan
dengan arus listrik.
Penatalaksanan Non Farmakologi :
1. Diit rendah lemak
2. Teknik relaksasi

Kasus BPH
Seorang laki-laki berusia 80 tahun dirawat di ruang bedah dengan keluhan BAK sedikit-sedikit tidak
tuntas, BAK sering dimalam hari dan tidak tuntas, warna urin kemerahan. Pasien harus mengedan kuat
untuk berkemih. Hasil pengkajian didapatkan keadaan umum lemah, TD: 120/70 mmHg, HR: 84x/menit,
S: 37,3 RR: 20x/menit. Terpasang kateter, warna urin keruh. HB: 7.4 gr, ur: 45mg/dl, cr: 2.1 md/dl. Hasil
uroflowmetri <8 cc/detik, pasien direncanakan USG.
A. PENGKAJIAN
DS :
 Pasien mengeluh BAK sedikit sedikit dan tidak tuntas
 Pasien mengeluh BAK sering dimalam hari dan tidak tuntas
 Pasien mengatakan warna urin kemerahan
DO :

 Keadaan umum lemah


 TD: 120/70 mmHg
 HR: 84x/m
 S: 37.3c
 RR: 20x/m
 Klien terpasang kateter, warna urin keruh
 Hb: 7.4 gr (Anemia)
 Ur: 45mg/dl
 Cr: 2.1 md/dl
 Uroflowmetri < 8 cc/detik (n: 9cc/sec)

B. ANALISIS DATA

Data Fokus Etiologi Problem


 DS :
-Pasien mengatakan BAK sedikit-sedikit Nyeri akut
dan tidak tuntas Agen
 DO : pencedera
-Pasien terlihat mengedan kuat untuk fisiologis
berkemih (iritasi pada
-Terpasang kateter, urine keruh saluran
-Urowflometri <8 cc/detik kemih)

 DS : Obstruksi Gangguan
-Pasien mengatakan BAK sering dimalam uretra eliminasi urin
hari dan tidak tuntas
 DO :
-Keadaan umum lemah
-TD : 120/70 mmHg
N : 84x/mnt
S : 37,3 C
RR : 20x/mnt

 DS : Statis urin di Resiko Infeksi


-Pasien mengatakan warna urin kandung
kemerahan kemih
 DO :
-Hb : 7,4 gr/dl
-ur : 45 mg/dl
-cr : 2,1 mg/dl
-rencana USG

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN .

a. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis ( iritasi pada saluran kemih)


b. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi uretra
c. Resiko Infeksi b.d statis urin di kandung kemih
d. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol diri

D. INTERVENSI

Diagnosa Hasil yang Dicapai Intervensi


Keperawatan
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
pencedera fisiologis asuhan keperawatan a. Kaji skala nyeri,
(Iritasi pada saluran selama 3x24 jam lokasi, dan durasi,
kemih) Nyeri klien dan penyebab
berkurang dengan b. Jelaskan penyebab
  nyeri dan pentingnya
Kriteria hasil : memberi tahu
- Melaporkan nyeri penyedia perawatan
mereda, dengan tentang perubahan
spasme terkendali. pada kejadian atau
- Tampak relaks dan karakteristik nyeri
mampu tidur/istirahat c. Kolaborasi dengan
secara tepat. dokter dalam
pemberian analgetik
d. Beri tindakan yang
mendukung
kenyamanan, seperti
menggosok punggung
dan lingkungan yang
tenang.
e. Ajarkan teknik non
farmakologi (Mis.
Relaksasi, terapi
mjusik, dan distraksi)
f. Catat laporan
pengkatanan nyeri
abdomen atau nyeri
abdomen yang
persisten.

Gangguan eliminasi Setelah dilakukan a. Kaji perubahan


urine b.d obstruksi tindakan keperawatan berkemih, jumlah
uretra selama 3x24 jam urine, kemampuan
klien tidak mengosongkan
mengalami gangguan kandung kemih
eliminasi urine b. Kolaborasi
dengan pemasangan kateter
Kriteria Hasil : c. Monitor haluaran dan
a. Berkemih dalam karakterisktik urine
jumlah normal lebih d. Perkusi/Palpasi area
dari atau sama suprapubik
dengan 30 ml/jam e. Ajarkan crede
dan pola yang biasa. manuver
b. Tidak mengalami f. Anjurkan peningkatan
retensi asupan cairan, jika
tidak ada mual
g. Monitor hasil
laboratorium
h. Kolaborasi pemberian
antispasmodic,
antagonis alfa
adrenergik

Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan a. Lakukan perawatan


statis urin di kandung tindakan perawatan luka pasca
kemih selama 3x24 jam pembedahan (Area
tidak terjadi tanda- insisi)
tanda infeksi dengan b. Monitor tanda-tanda
Kriteria Hasil : vita
a. Klien tidak c. Kolaborasi dengan
mengalami infeksi dokter dalam
b. Dapat mencapai pemberian antibiotic
waktu penyembuhan d. Manajemen
c. Tanda-tanda vital lingkungan (Ciptakan
dalam batas normal lingkungan yang
bersih dan nyaman)
e. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemberian asupan
makanan yang
mencegah infeksi dan
mempercepat
penyembuhan luka

Gangguan pola tidur Setelah dilakukan a. Ciptakan suasana


b.d Kurang kontrol tindakan perawatan lingkungan dengan
tidur selama 3x24 jam nyaman (Tidak ada
gangguan pola tidur bising, pencahayaan
klien berkurang sesuai, bersih, dan
dengan aman )
Kriteria Hasil : b. Berikan terapi yang
a. Pola tidur klien mulai menenangkan pada
teratur pasien (Seperti terapi
b. Kebutuhan dasar music, relaksasi,
klien terpenuhi latihan otogenik)
c. Tanda-tanda vital c. Kolaborsi dengan
dalam keadaan dokter dalam
normal pemberian terapi obat
tidur
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yasmara,dkk. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Diagnosis NANDA-I intervensi NIC
hasil NOC.Jakarta:EGC
Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Presti J, et al. 2013. Neoplasm of The Prostate Gland. USA: The McGraw Hill Compaines Inc
Purnomo. 2014. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV.Agung
Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta :Rapha publishing

Anda mungkin juga menyukai